***
Ayu dan yang lain sudah sampai di depan Pabrik Juragan Tono.
Semua mata tertuju pada Ayu yang membawa beberapa orang laki-laki berbadan kekar.
Juragan Tono dan anak buahnya segera menghadap keluar, bahkan para buruh ikut keluar.
"Oh, ternyata kau berani mengantarkan nyawamu sendiri ke sini!" ujar Juragan Tono.
"Justru saya datang kembali ke sini untuk mempercepat ajalmu!" balas Ayu dengan lantang.
"Kalian fikir saya takut dengan jumlah kalian yang hanya enam orang itu!" Juragan Tono mencibir.
"Oya, tapi dari caramu bicara saja sudah terdengar gentar!" ledek Sarmin.
"Bajingan! Kau juga akan saya penggal hari ini!" Juragan Tono menatap tajam, "Joko! Hajar mereka!" perintahnya pada Joko.
Joko maju tapi malah bergabung dengan Ayu.
"Maaf, Juragan! Saya bersama Ayu sekarang," ucap Joko.
"Pengkhianat! Kau akan menerima hukuman! Tole, Dodo, habisi mereka semua!"
Tole dan Dodo ragu-ragu untuk bertindak, b
***Danu datang melaopor pada Aldo, ia tampak cemas dan pucat."Gawat Tuan muda," ucap Danu."Apa yang gawat? Bicara yang jelas!" Aldo menatap bingung.Ayu yang berada di luar ruangan langsung menghentikan langkahnya, ia tidak jadi masuk."Rombongan preman yang kemarin Tuan muda gusur wilayah kekuasaannya itu mengancam akan menghabisi Tuan muda," papar Aldo."Wilayah kekuasaan mereka? Apa tidak salah? Itu pasar milik bersama, tempat rakyat kecil mengais rezeki, lalu mereka sesuka hati merampas hasil keringat para pedagang kecil di sana, mereka pantas digusur!" Aldo berkata dengan tenang.Ayu mendengar dari luar ruangan, ia tersenyum bangga pada sikap suaminya itu."Iya, Tuan muda. Tetapi mereka sangat brutal, bahkan mereka tidak segan-segan menghajar siapapun yang berani menghalangi jalannya."Danu sebenarnya mencemaskan Aldo karena ia tahu bahwa Aldo ini tidak pandai bela di
***Aldo yang sudah diobati dokter kini masuk ke dalam kamar menyusul Ayu.Suasana menjadi hening, Aldo merasa malu dengan kejadian tadi sore."Mas," lirih Ayu melihat suaminya yang diam saja."Em ...." Aldo hanya berdehem pelan.Ayu mengerti dengan apa yang sedang dipikirkan Aldo."Mereka siapa Mas?" tanya Ayu pura-pura tak tahu."Preman pasar, mereka mungkin dendam karena Mas sudah menggusur tempat mereka di sana," papar Aldo."Tapi Mas tidak salah kok, mereka memang pantas digusur."Aldo tersenyum mendengar dukungan dari Ayu. Sekarang Aldo berniat untuk berlatih ilmu bela diri."Sayang, Mas mau berlatih. Kamu bisa ajari?"Ayu mengangguk dengan cepat, Aldo merasa senang."Sekarang ayo tidur!" ajak Aldo mengedipkan sebelah matanya.Ayu tersipu malu, maklum masih suasana pengantin baru.***Pagi harinya Mami dan Papi Aldo sudah menunggu di meja makan.Ayu datang bersama Al
***Hari pertama Ayu memimpin Marcel Group berjalan biasa-biasa saja.Namun, di hari berikutnya, Ayu mulai merasa ada yang janggal.Ada beberapa orang yang datang menemui Mikayla secara pribadi, dan Ayu tak sengaja melihat Mikayla menyerahkan sesuatu pada orang itu di halaman samping kantor.Ayu memperhatikan secara diam-diam hingga orang-orang itu pergi, dan Mikayla masuk kembali ke dalam ruangannya.Ayu merasa curiga, Mikayla menyerahkan flashdisk. Ayu tidak mengerti apa pungsi benda itu. Namun, Ayu segera bertanya pada Danu.Ayu mengirim pesan lewat watsapp, Ayu juga menyertakan foto benda itu yang diambil dari atas mejanya. Ayu melihat jelas, Mikayla memberikan benda yang sama dengan yang Ayu punya di ruangan kerja.[ Apa pungsi benda ini? ] tanya Ayu lewat sebuah pesan.Danu membalas dengan cepat. [ Itu untuk menyimpan file, data atau dokumen penting, dan bisa disalin dari komputer ke komputer yan
***Ayu dan Aldo sudah berada di rumah, sementara Sarif dan Sarmin sedang dalam perjalanan.Mereka mengikuti orang-orang Bintang Group itu, untuk mencaritahu.Sampai di rumah, Pak Samsul memarkirkan mobiil. Syarif dan Sarmin bergegas turun dan segera menemui Ayu.Ayu terlihat sedang duduk di ruang tengah bersama keluarga Aldo.Sarif dan Sarmin bingung bagaimana caranya mengatakan tentang penyelidikan mereka hari ini."Ayu, kami mau bicara sebentar tapi tidak disini," ujar Sarif."Mau bicara soal apa? Di rumah ini jika ingin bicara, bicaralah di depan kami semua! Tidak ada rahasia-rahasia." Marcel protes."Iya, tidak masalah. Kalian bisa katakan di sini saja!" perintah Ayu.Sarif dan Sarmin mengangguk setuju.Kemudian keduanya menceritakan tentang Bintang Group yang telah berencana untuk menghancurkan perusahaan Marcel Group."Flash disk yang diberikan oleh Asisten Nyonya Ayu itu, telah berada ditangan Aris,
***Hari berganti, pagi-pagi sekali, Ayu bangun dan bersiap.Aldo belum bangun, ia terbiasa berangkat jam setengah delapan. Sedangkan sekarang baru pukul enam.Ayu membantu pelayan untuk menyiapkan sarapan. Dewi izin pulang ke desa untuk beberapa hari, jadi Ayu yang menemani pelayan mengerjakan tugas dapur.Setelah selesai, Ayu langsung membawa bekalnya ke kantor.Marcel dan Shella juga sudah berada di ruang makan. Ayu pamit lebih awal."Saya berangkat sekarang ya," ucap Ayu.Marcel mengangguk, ia tahu bahwa Ayu ingin mengatasi masalah ini. Jadi Marcel dan Shella tak ingin banyak bertanya.Ayu diantarkan oleh Pak Samsul.Sementara Aldo baru bangun setelah Ayu sudah satu jam berangkat ke kantor."Mi, Ayu mana?" tanya Aldo sembari merapikan dasinya."Sudah berangkat," sahut Shella."Lho, kok pagi banget sih?""Itu tandanya terniat untuk menjalani tugasnya," sambung Marcel.
***Marcel dan Shella sangat panik ketika mendapat kabar, bahwa menantu mereka diculik.Aldo juga telah menerima kabar tersebut."Danu, kamu ikut sana mencari Ayu!" perintah Aldo."Siap, Tuan muda."Sementara Sarif dan Sarmin juga mencari keberadaan Ayu bersama Pak Samsul.Marcel kali ini turut campur tangan. Ia mengerahkan semua pesuruhnya untuk menemukan Ayu dengan cepat."Berani sekali mereka bermain-main dengan keluargaku," ujar Marcel dengan geram.Di tempat lain, Ayu telah dibawa ke sebuah Villa ...Letak Villa tersebut cukup jauh dari keramaian.Aris tidak sabar ingin menemui istri tangguh dari Aldo itu.Ayu diikat dikursi kayu. Villa yang mereka tuju cukup mewah. Ayu bahkan bingung kenapa mereka membawanya ke sini.Biasanya para penculik akan menyekap korbannya di gudang, ataupun bangunan kumuh.Aris masuk, dan menatap Ayu cukup lama. Matanya berbinar, ia tak menyangka bahwa gadi
***Hari ini Aldo tak memberi izin pada Ayu, untuk berangkat ke kantor. Aldo masih khawatir, walau anak buah Aris sudah tertangkap semua. Namun, Aris berhasil kabur."Pokoknya hari ini kamu harus di rumah saja! Mas tidak mau kejadian serupa terulang lagi," ujar Aldo."Tidak bisa begitu dong, Mas! Saya punya tanggung jawab di perusahaan. Saya akan lebih berhati-hati lagi," sahut Ayu.Marcel dan Shella juga tidak setuju, jika Ayu di rumahkan saja."Ayu lebih tangguh darimu. Biarkan Ayu pergi menjalani tugasnya," sambung Marcel.Aldo tak bisa berkutik lagi jika sudah Papinya yang angkat bicara."Oya, Pi. Saya berniat mempekerjakan Dewi sebagai asisten pribadi saya di kantor," ucap Ayu."Lakukan saja yang menurutmu baik! Papi percaya sepenuhnya padamu."Ayu tersenyum, ia merasa sangat beruntung karena memiliki mertua yang begitu sayang padanya.Ayu langsung mengajak Dewi untuk ikut ke kantor. Dewi selalu menurut, Ayu
***Aldo menyusul Ayu ke dalam kamar. Pertanyaan kembali Aldo lontarkan."Katakan kamu dari mana?" tanya Aldo.Ayu berdehem keras. Menjelaskan pada Ayu bukankah hal yang mudah."Sudah saya bilang, ada urusan.""Urusan apa? Kenapa terlalu berkelit?"Aldo belum menyerah. Baginya keselamatan Ayu adalah hal yang terpenting. Namun, Ayu mulai merasa kesal."Saya capek! Bisa berhenti bertanya?" Ayu berkata dengan lantang.Aldo bergeming. Ayu sungguh cuek dan tak romantis. Bahkan Ayu lebih tertarik dengan hal yang menantang.Aldo kembali keluar. Ia meraih kunci mobil yang tergeletak di meja ruang tengah."Mau ke mana?" tanya Shella.Aldo tak menjawab, wajahnya cemberut.Marcel hanya mengerutkan dahinya melihat pewaris tunggal mereka sangat kekanak-kanakan."Pasti ribut dengan Ayu lagi," ucap Marcel."Iya, Pi. Sebenarnya Aldo tak suka melihat Ayu terlalu sibuk dalam dunia
Harga diri laki-laki.Part: 11.***Delisa diantarkan pulang ke rumah. Mikayla menyambut dengan antusias.Ia memeluk sang putri begitu erat. Lalu tersadar Delisa memegangi boneka pemberian Maya.Mikayla langsung marah dan merampasnya."Buang boneka jelek ini, Delisa! Mami tak suka melihatnya!" hardik Mikayla.Delisa menangis karena boneka kesayangannya itu terpental jauh keluar."Mikayla! Kau sungguh keterlaluan!" bentak Gio."Aku keterlaluan, Mas? Apa Mas tak salah bicara? Delisa adalah putriku, kenapa Mas membuatnya dekat dengan wanita lain? Kalau Mas ingin hidup dengan Maya silakan! Tapi, jangan pernah bawa Delisa lagi!""Delisa ambil boneka itu dan masuk ke dalam kamar ya, Nak! Papi mau bicara dengan Mani," ujar Gio.Delisa menurut. Ia dengan cepat mengambil kembali boneka dari Maya, laku membawanya masuk ke dalam kamar."Mas, aku sudah menerima keputusanmu untuk bercerai. Kita akan segera bertemu di pengadilan. Tapi, hak asuh Delisa tentu akan menjadi milikku. Lagi pula, Mas send
Harga diri laki-laki.Part: 10.***Mikayla terus menanamkan rasa benci di hati Delisa pada Maya. Gadis kecil itu tak tahu kalau kalau sebenarnya Mami yang ia bela justru lebih dalam menoreh luka."Delisa, sayang ... sebentar lagi Papimu akan datang. Ini waktunya Delisa membuat Papi memilih kita! Mami tak mau berpisah dengan Papi. Delisa juga tak mau kan sayang?" "Iya, Mi. Delisa tak mau Papi memilih Tante jahat itu!"Mikayla tersenyum senang. Ia berharap rencananya kali ini berhasil.Tak lama kemudian bel rumah berbunyi. Gio datang dengan wajah cemasnya."Papi, Delisa tak mau melihat Papi bersama Tante jahat itu lagi," ujar Delisa.Mikayla hanya diam dan seolah tak mendengar perkataan Putrinya."Kenapa Delisa bicara begitu, sayang? Tante Maya itu adalah Tante Delisa. Dia tidak jahat," sahut Gio lembut.Gio melempar pandangan ke arah Mikayla. Ia tahu, pasti semua yang dikatakan Delisa adalah ajaran darinya."Tidak, Papi! Tante itu bukan Tante Delisa! Dia jahat! Dia sudah merebut Papi
Harga diri laki-laki.Part: 9***Gio pindah ke sebuah apartemen yang telah berhasil ia beli. Saat hendak memejamkan mata, bayangan peristiwa satu tahun yang lalu kembali muncul dalam memori otaknya.Saat itu Gio baru pulang dari luar kota. Ia memang pulang lebih awal dari rencananya.Suasana rumah begitu sepi. Gio berpikir kalau Delisa sudah pasti sudah tidur. Gio yang ingin memberi kejutan pada sang istri, masuk ke dalam rumah secara diam-diam dengan menggunakan kunci cadangan yang ia bawa.Namun, malah sebaliknya. Gio yang dibuat begitu terkejut ketika mendapati sang istri sedang bersama pria lain di dalam kamar mereka."Mikayla!" hardik Gio.Mikayla yang tengah terkapar lemah di bawah selimut menjadi pucat karena terkejut."Bajingan!"Gio menarik pria yang bersama Mikayla. Pukulan bertubi-tubi Gio layangkan pada pemuda yang bernama Hendri itu."Mati kau pecundang!" maki Gio.Hendri terluka parah, tapi ia pun sempat membalas Gio hingga kening Gio berdarah."Mas, cukup! Ampun, Mas
Harga diri laki-laki.Part: 8***"Mas," lirih Mikayla mendekat.Gio bergeming, tatapannya kosong ke depan."Mas, apa memang tak ada tempat bagiku dalam hatimu lagi, Mas? Aku bersedia melakukan apa saja, asal Mas melupakan kesalahan besarku di masa lalu," papar Mikayla.Lastri juga turut mendekat ke arah Mikayla dan menepuk lembut pundak sang menantu kesayangan."Maaf, tapi aku sungguh tak bisa melupakan kejadian itu, Mikayla. Walau sudah setahun berlalu, bayangan saat melihat kau tengah satu ranjang dengan laki-laki itu selalu terngiang dalam ingatanku. Aku tidak sudi menyentuhmu lagi. Aku merasa begitu geli dan menjinjikkan ketika membayangkan peristiwa silam."Mikayla sangat terpukul dengan pernyataan sang suami. Tubuhnya goyah, bahkan hampir tersungkur ke lantai. Namun, Lastri dengan sigap memeluk menantu tersayangnya."Diam kau Gio!" hardik Lastri."Mama yang diam!" sambung Reno."Selama ini Papa selalu mengalah pada Mama. Tepat di mana harga diri Gio, putra satu-satunya yang Pap
Harga diri laki-laki.Part: 7***Lastri pulang ke rumahnya, menceritakan masalah ini pada Reno, sang suami."Pa, ternyata Mas Arkan memiliki istri lain sebelum menikahi Mery."Reno terkejut hingga membuat ekspresi wajah tuanya semakin lucu."Jangan ngada-ngada, Ma.""Papa gak percayaan banget sih. Tadi Mama baru saja dari rumah istri pertama Mas Arkan, dia juga memiliki seorang putri. Yang mengkhawatirkan, putrinya itu sedang dekat dengan Gio," papar Lastri antusias."Kok bisa, Ma? Kenapa selama ini tak ada berita sama sekali tentang Anak dan istri Mas Arkan itu? Harusnya putri dari istri pertamanya juga diakui di depan publik.""Ngapain pakai diakui segala. Mereka itu beda kelas dengan Mbak Mery, Pa. Pastinya Mas Arkan lebih memilih berlian lah dari pada butiran debu begitu," cibir Lastri.Reno menggeleng-geleng heran. Istrinya tak pernah berubah. Semua hanya diukur dengan harta."Terserah Mama saja. Papa malah penasaran dengan sosok saudari Mikayla itu.""Jangan katakan saudari Mik
Harga diri laki-laki.Part: 6***"Tenang dulu, Ma. Aku butuh dukungan Mama saat ini. Aku tidak rela kehilangan Mas Gio," ujar Mikayla."Mama akan selalu ada di pihakmu, sayang."Lastri kembali memeluk Mikayla.--Sementara di sisi lain, Maya juga tengah memeluk tubuh sang Ibu."May, maafkan Ibu, Nak. Seharusnya dulu Ibu bisa mempertahankan kebahagiaanmu," lirih Asih."Ini bukan salah Ibu. Namun, yang aku sesali sekarang, kenapa harus istri dari Tuan Gio yang menjadi Adik tiriku, Bu. Kenapa?Asih perlahan merenggangkan pelukannya. "Ada apa, Nak?"Maya menarik napas panjang, mata indah itu tertutup beberapa detik sebelum bersuara kembali."Tuan Gio selalu mendekatiku di kantor, Bu. Aku sudah berusaha menjauhinya. Walaupun tak ada tindakan yang berlebihan selain makan siang. Namun, hal itu berlangsung selama dua bulan ini."Asih mengerutkan keningnya sambil berpikir. "Apa mungkin Gio menyukaimu?""Aku tak tahu, Bu.""Kalau benar, maka jauhilah, Nak! Sakit hati Ibu memang sangat dalam,
Harga diri laki-laki.Part: 5***Maya mencoba menyadarkan Mikayla. Sedangkan Asih tak peduli sama sekali. Luka di hati wanita paruh baya itu sudah berkarat. Hingga untuk melunturkannya butuh waktu lama, bahkan tak akan mungkin bisa kembali pulih."Tuan, tolong ambilkan minyak angin yang ada di atas meja itu!" Gio dengan sigap bergerak. Maya mengoleskan ke hidung, dan bagian belakang leher Mikayla. Perlahan Mikayla mulai sadar, Maya juga memberikan minum."Minum dulu! Kamu pasti syok," ujar Maya.Mikayla meneteskan air mata, ia duduk dan langsung memeluk Asih dengan erat."Maafkan saya, Bu. Saya tidak tahu kalau ternyata Ayah dan Bunda saya pernah menoreh luka begitu dalam pada keluarga Ibu," lirih Mikayla terisak.Asih bergeming, ia tak membalas pelukan Mikayla. Dalam hati Asih pun ikut menangis.Siapa yang harus dipersalahkan?Mikayla?Bukankah Mikayla tak tahu apa-apa?"Sekarang kamu sudah tahu semuanya. Lalu apa tanggapanmu?" tanya Maya datar.Mikayla melepaskan pelukannya, dan
Judul: Harga diri laki-laki.Part: 4***Pagi harinya, Gio bangun dengan disambut wajah cemberut oleh Delisa."Hey, Anak Papi! Kenapa wajahnya masam di pagi hari ini?" tanya Gio sambil menaikan Delisa di atas pangkuannya."Delisa marah sama Papi," ujar Delisa."Lho, marah kenapa?" Gio menautkan alisnya menanggapi ucapan putri tercinta."Tadi malam Delisa sudah siap-siap buat makan di luar, tapi Papi malah tidur cepat.""Oh, jadi itu alasan Delisa marah?""Iya."Mikayla hanya mendengarkan sambil tersenyum."Baiklah, sayang. Sebagai tanda maaf Papi. Hari ini kita jalan-jalan sampai sore. Mumpung wekeend," ujar Gio."Beneran, Pi? Asyik! Mami siap-siap yuk!" ajak Delisa antusias.Mikayla ikut senang. Ia dan Delisa langsung bergegas untuk bersiap.Sedangkan Gio hanya berniat membahagiakan putrinya.--Kini Gio, Mikayla dan Delisa bermain di area taman. Tak jauh dari sana juga ada restoran. "Sayang, kita makan siang dulu yuk!" ajak Gio pada Delisa."Ayo, Pi." Sementara Mikayla seperti ta
Judul: Harga diri laki-laki.Part: 3***"Bu, boleh aku menanyakan sesuatu?" tanya Maya pada Ibunya."Tanyakan saja, Nak!"Maya menarik nafas berat, kemudian bertanya. "Dimana kuburan Ayah?"Asih bergeming, seketika mata tua itu langsung berembun.Maya tahu, sang Ibu pasti tak suka membahas soal ini. Namun, Maya sangat penasaran."Baiklah, Maya. Ibu rasa ini sudah waktunya memberitahumu," ucap Asih.Maya mendengarkan dengan serius."Ibu akan mengantarkanmu ke tempat pemakamannya besok. Setelah itu tidak perlu menanyakan tentang Ayahmu lagi pada Ibu.""Maafkan aku, Bu. Sebagai seorang Anak, aku hanya ingin mengunjungi Ayahku. Walaupun kenyataannya Ayah sudah berbuat tidak adil pada kita. Namun, Ayah sudah tak ada. Bukankah sebaiknya kita memaafkan kesalahannya?"Asih Terdiam. Sakit hatinya masih belum hilang. Saat itu Arkan Santosa sukses dalam usahanya. Kehidupan Asih dan keluarga berubah drastis.Maya yang berusia dua tahun, belum mengerti apa-apa. Asih merasa suaminya berubah semenj