“Sudah siap!”
Aroma masakannya tercium sangat kuat. Lily sampai menelan ludah, saat Kendrick membawa makanannya di depan Lily. Tumis daging iris bumbu kecap dengan beberapa sayuran kukus membuatnya tak sabar ingin makan.Gadis itu tersenyum menatap makanannya, dia lalu menatap Kendrick dengan sangat senang. Kendrick memberikan sepiring nasi pada gadis itu.“Terima kasih, Tuan.”Kendrick menatapnya lembut dengan sedikit senyuman. Dia suka melihat gadis itu tersenyum. Rasanya tak sampai hati jika dia menyakiti gadis polos yang tak tahu apa pun itu.Gadis itu makan sangat lahap. Tampaknya dia sangat menyukai sayuran hijau.“Bagaimana?”“Ini makanan terenak yang pernah ada!” ucap Lily dengan mulut terisi.Kendrick hanya tersenyum. Dia mencicipi makanannya sendiri. Rasanya memang enak, tapi tidak terlalu spesial bagi dia.“Lebih enak dari pada masakan Rosby?”Gadis itu langsung terdiam dengan wajah muram. Dia langsung teringat kejadian memilukan itu.“Dia tak bisa memasak.”“Aku yang selalu memasak untuknya.”Kendrick senang mendengarnya. Dia suka dengan nada suara dan raut wajah gadis itu saat mengucapkannya.“Apa pekerjaan dia?”Lily menghela nafas berat. Matanya memutar ke samping.“Dia pengangguran.”“Tapi dia selalu punya uang karena mengambil uangku.”Kendrick tersenyum. Gadis itu tampaknya tak terlalu suka pada wanita penghianat itu. Tanpa saja dia tampak tidak dendam dan juga tidak menunjukkan ekspresi benci sedikit pun walau Kendrick telah membunuh ibunya.“Aku tau kalau kau anak angkat yang diambil dari panti asuhan.”Gadis itu seketika terdiam kembali. Dia sangat bingung, pria itu mengetahui segala-galanya dari dia. Dia menatap heran pria itu. Bagaimana cara dia bisa tahu semuanya.“Tuan tahu darimana?”Kendrick menatapnya tajam. Dia tersenyum tipis. Kendrick bisa melihat Lily sangat ingin tahu.“Tidak perlu tanyakan itu. Intinya aku tahu segala-galanya tentangmu dan Rosby.”Gadis itu menunduk dengan beberapa kali mengedipkan mata. Dia kemudian mengangguk. Melahap kembali makanannya tanpa merasa berdosa.Itulah yang membuat Kendrick mudah luluh padanya.Telepon tiba-tiba berdering. Kendrick tak langsung mengangkat, dia kesal diganggu saat jam makannya.“Tuan. Ponselnya berdering,” ucap Lily.Kendrick menghela nafas berat. Dia meraih ponselnya. Dia sedikit kaget melihat siapa yang menelepon, ternyata itu adalah orang tak dikenal.“Hello?”Dengan raut malas, dia menyantap makanannya.“Cepat kembalikan Lily, atau ayahmu akan aku bunuh!”Kendrick tidak tahu siapa yang mengancam itu. Dia tak menanggapinya serius, dengan santainya dia tetap mengunyah makanannya.“Oke,” ucapnya dengan mulut penuh. Dia menelannya.“Ada lagi?”Si penelepon itu sebenarnya kesal dengan tanggapan Kendrick. Tapi dia telah mendapatkan jawaban yang dia mau.“Aku tunggu kau di lokasi yang sudah kukirim. Lihat pesannya.”“Oke,” jawab Kendrick singkat. Dia langsung mematikan teleponnya, tak mau berbasa-basi lagi.Dengan santainya pria itu lanjut makan seperti tak ada apa pun. Dia meletakkan ponselnya, seperti tak peduli sedikit pun pada ancamannya.Lily menatap Kendrick dengan dada yang terasa panas. Dia meletakkan peralatan makannya, tak punya nafsu lagi untuk makan. Wajah gadis itu muram, dia kembali menatap Kendrick dengan wajah sendunya.Kendrick menyadari hal itu. Matanya tiba-tiba teralihkan pada Lily.“Kenapa wajahmu begitu?” tanyanya santai. Dia lanjut melahap makanannya.“Kau akan benar-benar mengembalikan ku?” tanya Lily bernafas berat.Kendrick terdiam. Dia menoleh pada gadis itu. Memerhatikan ekspresi wajahnya.“Memangnya kenapa? Kau takut pada pria tua itu?”Lily hanya mengangguk dengan wajah cemberutnya itu.“Aku tidak suka padanya. Sejak kecil aku sering disiksa olehnya,” balas gadis itu dengan menunduk, memainkan makanannya dengan sendok.Kendrick tiba-tiba tersenyum. Entah mengapa pria itu sangat menyukai ekspresi gadis itu saat ketakutan. Dia gadis ter polos yang pernah dia temui.“Tenang saja. Tadi aku hanya bercanda.”Lily seketika menatapnya heran. Padahal dia tadi sangat jelas mendengar Kendrick mengatakan oke.“Lalu gimana dengan ayahmu, Tuan?”Lagi-lagi Kendrick tersenyum. Dia menatap wajah gadis itu dengan merasa gemas.Namun, tiba-tiba ekspresinya berubah 180 derajat. Dia menatap Lily sangat tajam dan serius.“Lupakan saja. Lanjutkan makanmu atau akan aku hukum.”Suara bariton dinginnya itu membuat Lily lamgsung menunduk. Dia kembali mengambil sendoknya, melahap dengan cepat makanannya.Kendrick kembali tersenyum memerhatikan tingkahnya. Di mata Kendrick gadis itu sangatlah menarik. Kepolosan dan ekspresinya saat takut memiliki daya magnet tersendiri.“Sudah?”Lily mengangguk dengan lugu.“Cepat minum dan kembali ke kamarmu.”Tanpa berbasa-basi, Lily meneguk segelas air putih dengan cepat. Setelah selesai dia beranjak dari sana menuju kamarnya.“Gadis baik,” gumam Kendrick kagum.Meraih ponsel. Kendrick mencoba menghubungi seorang pesuruhnya. Dia adalah Dalton Hooker, pria berkulit hitam dengan tubuh yang gagah berotot sama seperti Kendrick.“Beri pengawasan lebih ketat di rumah ini dan juga di kamar gadis itu.”“Dan jangan lupa siapkan mobil. Hari ini kita akan menemui seseorang.”Bretton Dalbert, seoarng pria tua berambut putih yang termasuk ayah dari Rosby Harperwood. Orang yang juga bertanggungjawab atas kematian Marry Jasmine Bahesmana. Saat itu dia menunggu di sebuah desa yang telah mati.Desa itu memang menjadi tempat persembunyian mereka sejak dulu.Memerhatikan situasi dengan seksama. Para Bodyguard Kendrick mengerubungi mobilnya, mereka juga memerhatikan situasi sekitar.Bretton Delbert muncul dari balik tembok rumah yang tak berpenghuni. Dia datang dengan semua anak buahnya yang sangat banyak. Sedangkan Kendrick hanya datang bersama bodyguard-nya yang berjumlah delapan. Namun, Kendrick tampak sangat tenang, dia bersandar pada mobilnya.“Selamat pagi, Tuan Bretton.”Bretton menatapnya tajam, alisnya berkerut. Dia benci melihat pria itu bersandar pada mobil sambil tersenyum kepadanya.“Aku tak mau berbasa-basi, Kendrick,”“Kembalikan Lily kepadaku!”Kendrick menertawakannya dengan tipis. Dia melangkah dengan santai kepada musuh bebuyutannya itu. Dia menghadap pria itu itu dengan senyum sombongnya.“Kenapa? Kau sedang membutuhkannya?”Kendrick menertawakannya tipis.“Lily telah cerita semuanya kepadaku.”“Kalian telah memaksa gadis itu bekerja dan setelah itu kalian juga rampas semua uangnya.”“Selain itu, kalian juga menjadikannya budak dengan alasan berbakti pada orang tua. Begitu, bukan?”Wajah pria tua itu muram. Apa yang Kendrick katakan tentang itu benar adanya. Dia mulai merasa takut jika gadis lugu itu malah memihak pada Kendrick hanya karena perilaku Rosby yang kelewat batas.“Dia mengatakannya?”“Iya, dia mengatakannya,” balas Kendrick sedikit tersenyum.Tiba-tiba Kendrick mundur beberapa langkah. Perilaku aneh Kendrick adalah hal yang paling Bretton takutkan saat menghadapnya.Peluru tiba-tiba ditembakkan.Bretton sampai menjatuhkan diri saking kagetnya. Matanya membelalak melihat peluru yang tertancap di beton itu. Nafasnya terus terengah-engah dan wajahnya memerah.Bretton terus memerhatikan peluru itu. Pelurunya cukup besar. Jika saja dia tertambak, bisa dipastikan kepalanya akan hancur dengan otak yang berceceran di tanah.“Ini masih peringatan pertama.”Mata elang ketua mafia itu menatap tajam. Perlahan dia menjulurkan tangannya.“Serahkan peta keberadaan ayahku sekarang.”Suaranya dingin dan menggelegar. Suara itu selalu mampu menundukkan musuh-musuhnya.“Aku hanya akan memberikannya jika kau melepaskanku!”Satu sudut bibir Kendrick terangkat karena persyaratannya itu.“Oke.”Sekarang tubuh pria tua itu gemetar ketakutan. Sekarang dia tak berani menghadap pria itu lagi. Saat dia mendapatkan peta di sakunya, dia merangkak pada Kendrick. Meletakkan peta itu di kakinya.Dia mundur beberapa langkah. Lalu berlari secepat kilat bersama semua anak buahnya.Kendrick tak henti-hentinya memerhatikan gerak gerik si pengecut itu. Kedua sudut bibirnya terangkat, menurutnya Bretton itu sangatlah lucu.“Pengecut.”Dia mengambil peta di kakinya. Kendrick memerhatikan peta itu, dia melihat beberapa sisinya telah terbakar. Dia membukanya, membaca peta itu dengan sangat teliti.Melangkah dengan terus memerhatikan peta. Kendrick masih sangat bingung dengan peta itu. Entahlah, dia benar-benar tidak tahu di mana tempat itu berada meskipun dia sering berkeliling ke semua tempat di negaranya dan dia juga telah mengunjungi semua negara.Dia masuk ke kamar Lily. Gadis itu sedikit terkejut atas kedatangan Kendrick. Pria itu menuju ranjang, duduk di samping Lily.Perhatian Kendrick terus tertuju pada peta itu. Wajahnya tampak resah serta muram. Itu membuat Lily penasaran dengan apa yang Tuan Kendrick lihat.Dia mendekat dengan perlahan. Gadis itu berusaha mencuri pandang pada petanya.“Apa itu?” gumam Lily penasaran karena pandangannya tak jelas.Kendrick tiba-tiba menoleh padanya. Secepat kilat gadis itu mengalihkan pandangan. Saat itu jantung Lily berdebar-debar.“Kau Penasaran?”Lily hanya menggeleng. Dia tak berani menatap Kendrick.“Mendekatlah. Aku ingin tanya sesuatu.”Barulah Lily berani menatap. Tatapan mata gadis itu terlihat polos dan lugu, apalag
Duduk bersama di depan dapur, Lily dan Liza tak sabar menantikan gurami bumbu asam manis buatan Bibi Sartika.Di samping itu, Liza menoleh pada Lily dengan tangan kanannya yang menopang kepala. Dia menatapnya dengan pikiran yang bertanya-tanya. “Hei.”“Padahal kamu suka makan, kok gak gendut-gendut, sih?” tanya Liza yang sebenarnya iri. Berat badan gadis itu memang mudah naik.“Udah gen DNA. Kenapa? Kau Iri?” balas Lily dengan raut menyebalkannya. Tapi dia juga bermaksud bercanda.“Idih!” cela Liza memutarkan matanya ke samping. Dia mengalihkan pandangan, menurunkan tangan kanannya dan kembali menopang kepala dengan tangan kiri.“Aku hanya becanda, Liza,” bujuk Lily tertawa ringan padanya. Liza tak memedulikannya, tapi sebenarnya dia tersenyum.Gurami itu pun sudah siap. Bibi Sartika membawakannya ke atas meja. Kedua gadis itu langsung berebutan mengambil dagingnya, mereka memang sama-sama suka ikan tawar. Sampai akhirnya bagian itu dagingnya habis, Bibi Sartika pun membalik g
“Tuan, kau menungguku?” Saat itu Kendrick membakar rokoknya, tatapannya tajam pada Lily. Pria itu tak menjawab pertanyaannya, tiba-tiba dia beranjak. Pria itu masuk ke dalam mobil. Lily menghela nafas berat. Dia melangkah memasuki mobil, mengambil posisi duduk di samping Kendrick. “Kita akan ke mana?” Pria itu tak menjawab, dia tetap fokus pada setirnya. Lily lelah dengannya, gadis itu pun mengalihkan pandangannya ke luar jendela. “Kau marah karena aku tak menjawabmu?” Lily itu tak memedulikannya. Dia hanya menoleh sebentar, lalu mengabaikannya lagi. Pria itu melirik padanya. Dia tersenyum. Sebuah kafe out door yang berdampingan dengan laut lepas. Saat itu udaranya sejuk dan anginnya bertiup tak terlalu kencang. Kendrick sering berkunjung ke kafe ini karena menyukai pemandangannya. Duduk bersama sambil menikmati pemandangan laut, Kendrick melirik pada gadis yang masih marah itu. Wajahnya tetap murung, dia bahkan tak mau menoleh sedikit pun pada Kendrick. Padahal tadi Kendrick
Alarm berdering tepat di pukul 5 pagi. Mata Lily membuka perlahan, dia bangun dengan meregangkan otot-ototnya. Setelah mematikan alarm, gadis itu menggaruk-garuk kepala, saat itu dia masih setengah sadar. Matanya dalam kondisi terpejam. Lily membuka mata, dia pun dikejutkan oleh dua potong roti dan juga segelas susu di samping alarm itu. Itu adalah sandwich isi sayur selada, tomat, bawang bombai dan irisan daging sapi. Gadis itu mengambil satu potong roti dan susu itu. Dia tersenyum dengan perasaan heran. “Siapa yang meletakkannya di sini?” Lily melahap potongan roti itu hingga habis. Dia merasa seperti putri raja jika dilayani seperti itu. Gadis itu menginginkannya setiap hari. Setelah puas menghabiskan sandwich itu, dia meneguk susu hangatnya hingga habis. Dia menghela nafas lega. Tanpa sengaja dia juga bersendawa. “Ah. Aku makan lebih baik di sini daripada rumah sendiri.” Beranjak dari ranjangnya. Dia mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. “Andai saja dari dulu seperti
“Hai.”Perhatian Lily dan Kendrick tertuju padanya wanita itu adalah Amber Waverly. Tampilannya cukup berbeda, dia tampak anggun dengan full make up dan juga gaun panjang berwarna merahnya.Tatapannya Kendrick bergerak dari ujung kaki sampai ujung rambut. Wanita itu sekarang memakai sandal hak tinggi yang juga berwarna merah. Padahal biasanya dia tak pernah berani memakainya.“Kenapa tampilanmu tiba-tiba berbeda?”Pertanyaan Kendrick itu membuat wajahnya tampak sedikit tak nyaman.“Eh ... aku tadi baru datang dari acara fashion show.”Wanita itu tersenyum setelahnya.“Kemari.”“Duduklah di dekat Lily.”Amber mengangguk pelan. Dia pun melangkah, duduk di dekat Lily. Amber tersenyum lembut pada gadis itu. Dengan senang hati, Lily juga tersenyum padanya.Saat Lily fokus pada bukunya kembali. Amber tetap menatap gadis itu. Wajah gadis itu memang sangat putih dan mulus, tak pernah Amber melihat kulit yang lebih indah daripada kulit Lily.“Sepertinya bisnismu sekarang semakin ber
Gadis berambut merah jahe dan berkulit kuning kecokelatan. Wajahnya tampak begitu mirip dengan Lily. Itu membuat Lily yang penasaran mendekat dengan perlahan.Langkah Lily terhenti ketika melihat gadis itu menoleh pada seseorang dengan raut bahagia. Dia tiba-tiba berlari ke arah Amber Waverly, mereka pun langsung berpelukan. Dari cara mereka melepas rindu, mereka seperti orang yang tak bertemu bertahun-tahun. Mungkin gadis berambut jahe itu adalah sahabat Amber yang berpisah dengannya dari sekian lama.Lily hanya memerhatikan mereka dengan wajah heran. Ternyata gadis berambut jahe itu tak terlalu mirip dengannya jika dilihat dari depan. Dia memiliki hidung yang lurus, bibir yang tebal dan juga mata yang panjang namun tampak kecil. Lily sangat menyukai bentuk matanya.Gadis berambut merah jahe itu memerhatikan tubuh Amber, dia tampak begitu takjub. “Amber. Kamu sekarang sudah banyak berubah.” “Kamu semakin cantik dan semakin sukses.”Dengan senyum gembira, dia menjulurkan t
Bersandar di sofa sambil menikmati secangkir kopi. Saat ini Kendrick malas melakukan apa pun dan juga malas memikirkan apa pun. Tak ada yang membuatnya terkesan hari ini.Mengambil majalah hariannya. Kendrick membukanya selembar, membaca berita baru yang terjadi hari ini. Isinya hanyalah korban kecelakaan, kebakaran rumah dan beberapa iklan. Dia melemparkannya kembali ke meja. Berita yang dia harapkan tak pernah terjadi.Deringan telepon berbunyi. Kendrick sedikit melirik ke arahnya. Lagi-lagi itu telepon dari orang yang tak dikenal.Dengan gerakan malas, Kendrick mengambil ponselnya itu. Dia mengangkatnya.“Ini dengan Tuan Kendrick?” tanya penelepon itu.Kendrick sedikit kaget, ini pasti yang dia tunggu-tunggu.“Iya. Ini saya sendiri. Ada apa?”“Nama saya adalah Wilson. Saya adalah seseorang yang anda suruh untuk melacak sebuah peta.”Seketika Kendrick mengembangkan senyumnya dengan lebar.“Kau telah menemukan keberadaan ayahku?” tanya Kendrick sangat penasaran.“Saya tidak
“Halo? Apakah ini Lily?”Lily benar-benar kaget, rautnya seperti membeku dalam sesaat. Entah siapa yang meneleponnya, itu membuat Lily ketakutan.“Halo?”Seketika lamunan Lily bubar dengan terkejut. Dia membuat nafas gadis itu berdegup kencang.“Bukan. Aku bukan Lily.”“Tapi siapa kau? Apakah kau kenal dengan gadis bernama Lily itu?” ucapnya berusaha tenang. Gadis itu menelan salivanya dengan berat.Entah kenapa. Tiba-tiba pria penelepon itu tertawa. Mata Lily langsung membelalak.“Kau pikir aku tidak mengenalmu? Aku sangat hafal dengan suaramu yang manis itu.”Dahi Lily berkerut. Dia sangat penasaran siapa pria itu.“Kau siapa?”“Namaku Revan Narandra. Aku temanmu saat sekolah dulu. Waktu masih SMP,” jelasnya dengan nada lembut.Tentu saja Lily mengenalnya. Dia dahulu sangat akrab dengan Revan Narandra. Tapi dia masih bingung bagaimana Revan mengetahui nomer rumah ini.“Oh, iya! Aku masih ingat,” ucapnya dengan tersenyum lebar. Perasaannya berubah begitu cepat.“Bagaiman
Lily menoleh pada jam dinding, tak terasa sudah pukul 17.54. Gadis itu menunggu selama berjam-jam hingga senja telah larut. Wajahnya menunduk dengan penuh rasa khawatir. Ibu Alexandria tidak datang-datang, sedangkan Kendrick masih belum pulang. Lily sangat bingung dengan apa yang terjadi.Bahkan dia telah menelepon Kendrick berulang kali, namun tak diangkat. Itu membuatnya semakin khawatir dan gelisah dengan keadaan pria itu. Lily takut dia adalah masalah di jalan atau yang lebih parahnya lagi kecelakaan.“Sebenarnya ini ada apaan, sih? Kok aneh banget?”“Apa jangan-jangan Ibu Alexandria menipuku, ya? Kenapa coba dia dia gak datang, padahal dia sudah berjanji dengan Kendrick.”Lily menghirup nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Itu membuat dirinya menjadi lebih tenang. Dia masih tak bisa percaya ibu Alexandria melakukan hal ini padanya, tanpa memberikan alasan yang jelas mengapa dia tak datang.“Sepertinya aku tidak boleh mempercayai siapa pun.”Gadis itu beranjak dari
“Eh ... sebenarnya memang benar jika Danielle adalah temanku, tapi itu dulu sekarang tidak. Itu karena terjadi sebuah pertengkaran antara aku dengannya, sehingga aku menghapus nomornya begitu saja. Maaf, saat itu aku terbawa emosi.”Lizy bahkan tak memejamkan matanya menatap mata laki-laki itu. Tatapan tajam gadis itu membuat Alvin takut untuk menoleh padanya. Lizy bisa melihat kebohongan pria itu dengan melalui ketidak tenangan rautnya.“Jangan berbohong! Apakah kau tidak lihat kau sedang berhadapan dengan siapa?” “Aku bisa membaca bahasa tubuh maupun pikiranmu dengan sekali lihat. Jangan pernah lupa jika aku kuliah jurusan psikologis.”Alvin mengangkat wajahnya, dia menatap sinis pada gadis itu. Dia akui apa pun yang Lizy katakan memang benar, tebakannya tak pernah luput. Oleh karena itu Lizy selalu dianggap ancaman.“Terserah kau saja, meski kau menganggapku munafik pun aku tak peduli,” bantah Alvin tak terima.Pria itu membuka ponselnya. Dia menekan bagian kontak dan mulai
Di dalam kamar Kendrick yang telah tertutup rapat, suara ponsel terus berdering di atas meja kerjanya. Tak seorang pun yang bisa mendengar karena luasnya kamar tersebut. Ponsel itu tertinggal karena Kendrick terburu-buru pergi demi menghindari pertanyaan Lily.Saat ini pria itu sedang duduk di sebuah kafe out door. Pandangannya begitu kosong, menatap polos pada keramaian orang-orang di jalan itu.Dia menarik nafas dengan berat, lalu menghembuskannya perlahan. Mengangkat secangkir kopi hangatnya, lalu menyeruput perlahan.“Andai saja saat itu aku tak meninggalkan ayah, semua ini mungkin tak akan terjadi.”Kendrick sangat menyesali perbuatannya saat itu. Hal paling menyakitkan dalam hidupnya adalah mengambil keputusan yang sering dianggap sepele. Kendrick tak mengerti mengapa semua hal yang dia anggap kecil selalu menjadi besar, seperti keputusannya untuk menyembunyikan Kakek Bretton dan ayahnya di ruangan yang dia anggap aman.Padahal mereka berdua masing-masing telah dia berikan
Bibir Lily semakin terangkat dengan sudutnya yang menurun. Sangat menyakitkan baginya untuk semua itu. Dia masih tak bisa meninggalkan Kendrick.Tanpa ragu-ragu lagi, Lily memeluk Kendrick dengan erat. Merasakan hangatnya tubuh Lily, membuat Kendrick merasa panas dingin. Kendrick meneguk salivanya sendiri saat merasakan kedua tangan kecil Lily yang melingkar ditubuhnya itu memberikan sensasi geli yang terangsang syahwatnya.Kendrick tak memedulikan apa yang sedang Lily pikirkan, dia sedang berusaha menahan dirinya untuk tak melakukan apa pun.“Tuan, kau tak mau bertemu denganku lagi bukan karena kau ingin pindah alam, kan?”Kendrick tak menyangkal apa yang dia katakan. Bisa-bisanya gadis itu berpikir seperti itu?“M-maksudnya?”Lily melepaskan pelukannya dan melihat pada Kendrick. Mata mereka saling bertemu dengan saling bertanya-tanya.“Tuan tidak paham?”Pria itu merasa malu dengan pertanyaan bodohnya itu. Mengalihkan pandangan ke hal lain sambil memikirkan cara untuk menjaw
“Melepasmu?”“Untuk apa aku takut melepasmu, Lily?”Kendrick tersenyum, lalu tertawa. Saat itu sebenarnya dia menertawakan dirinya sendiri yang berpikir aneh. Lily bukanlah segalanya, dia hanya gadis yang dia tawan di rumahnya dan dirinya malah menaruh perasaan pada gadis itu.Senyum pria itu memudar dengan begitu cepat. Dia menjadi tampak murung.“Selamat, Lily.”Kendrick menjulurkan tangannya pada gadis itu. Tapi Lily hanya memerhatikan tanpa menggerakkan tangannya sedikit pun.“Selamat akhirnya kau bertemu dengan orang tuamu. Hari ini adalah hari berakhir kita bertemu. Setelah ini kita akan benar-benar berpisah.”Kendrick bahkan tak menurunkan tangannya walaupun tahu Lily hanya diam saja.”Lily mulai mengerti dengan maksudnya, dia tak mengerti mengapa Kendrick tak mau menemuinya lagi setelah ini.Dengan senyum lebar dia menerima jabatan tangannya. “Terima kasih, Tuan. Terima kasih atas semuanya.”Kendrick merasa seperti berkeringat panas dingin. Dia merasa senang sekaligu
Kendrick merebahkan tubuh di sofa. Pandangan matanya kosong tertuju pada langit-langit atap. Dadanya terasa seperti panas, terkadang dia menghirup nafas dengan berat dan menghembuskannya seakan menghembuskan kesedihannya.Hari ini Lily dan Liza masih belum datang, padahal sudah jam dua siang. Entah ke mana kedua gadis itu sampai selama ini. Tapi Kendrick tak merasa khawatir karena ada Danielle yang menjaganya.Walau begitu Kendrick tetap tak bisa tenang. Di pikirannya hanya ada wajah Lily. Kendrick masih ingat saat pertama kali bertemu dengan gadis itu, Lily begitu ketakutan melihat dirinya kala itu. Bagi Kendrick gadis itu berbeda dengan gadis lainnya, yang selalu menginginkan uang, barang branded dan hidup yang mewah, sedangkan Lily yang terpenting hanya makan.Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, Kendrick masih merasa dia baru kemarin membawa Lily ke rumah ini. Sekarang Lily telah menemukan keluarganya. Sebentar lagi, Kendrick tak akan mendengarkan suaranya lagi di rumah ini.
“Iya. Aku sebenarnya sedih melihat Lily yang dirundung seperti itu. Sebenarnya Lizy sudah memperingatkan Lily untuk tidak curiga jika keluarga Hartberg itu keluarganya.” “Gadis itu seperti tidak ingin jika Lily itu benar-benar adik kandungnya. Dia bahkan sampai meneriaki Lily agar tidak mendekati keluarganya lagi di depan umum.” Darah Nyonya Alexandria sebenarnya memuncak sampai ubun-ubun sampai wajahnya sedikit memerah. Tangannya mengepal begitu erat. Dia menghela nafas, berusaha mengeluarkan udara panas dalam tubuh. “Maafkan dia, Kendrick. Kau pasti juga marah karena Lizy sangat jahat dengan Lily.” “Sifat Lizy memang begitu. Aku tidak tahu mengapa, aku bahkan tidak bisa mengubah sifatnya meskipun aku sendiri sering memarahi anak itu.” “Tapi mungkin setelah lama serumah dengan Lily, mungkin sifatnya akan berubah. Lily sepertinya gadis yang baik dan perhatian. Mungkin dia bisa mengubah sifat anak pertamaku itu.” Alexandria mengembangkan senyumnya, tapi dia tidak bisa
Pintu mobil terbuka. Pria bertubuh kekar dengan kemeja putih yang memperlihatkan tubuh indahnya keluar. Sorot pandangnya tertuju pada rumah wanita yang kerap di sapa Nyonya Alexandria. Dia bukanlah sembarang wanita, dia adalah memilik perusahaan brand pakaian terbesar di seluruh negeri.Mulai melangkahkan kaki. Hari ini Kendrick berniat mempermalukan Lizy di hadapan keluarganya langsung, gadis yang pernah menolak cintanya dan menghinanya saat masih kuliah. Mungkin berbalas dendam pada gadis seperti itu adalah tindakan pengecut yang tidak maskulin. Namun, demi memulangkan tawanan kesayangannya itu, Kendrick terpaksa melakukannya dan tak memikirkan apa yang akan terjadi padanya nanti.Kendrick tak bisa berbohong pada dirinya sendiri. Dia sudah terlanjur mencintai Lily. Terlanjur sayang dan tak ingin kehilangan gadis itu.Dia mungkin bisa saja menikahi Lily setelah gadis itu resmi menjadi anggota keluarga Hartberg. Tapi dia tak bisa, itu semua karena dia telah membuat janji dengan s
“Maaf, Lizy. Aku tidak menyuruh ibumu untuk menemuiku. Dia sendiri yang tiba-tiba datang.”Tatapan Lizy semakin menajam sinis. “Aku tidak peduli akan itu.”“Di sini aku hanya mengingatkanmu, jika kau mengulangi kesalahan yang sama lagi, maka kau akan lihat sendiri nanti akibatnya!” Gadis tak beradap itu enyah dari hadapannya. Lily melihatnya dari bawah hingga ke atas, seringai licik menghiasi bibirnya.Liza masih bingung dengan apa yang sedang terjadi. Gadis yang tadi itu adalah salah satu pewaris kekayaan keluarga Hartberg. Permasalahan apa yang Lily hingga dia begitu marah?“Kau punya masalah apa dengan anak konglomerat itu?” tanya Liza begitu penasaran. Senyum Lily mengembang. “Masalah kecil. Lagi pula itu juga kesalah pahaman. Nanti dia akan menyadarinya sendiri, kok.”Hal yang mereka tidak ketahui. Di balik itu semua adalah pria dengan hoodie hitam, kacamata bening dan masker yang telah merekam semua kejadian itu. Dia adalah Danielle Perterson, pesuruh sekaligus mata-m