Alarm berdering tepat di pukul 5 pagi. Mata Lily membuka perlahan, dia bangun dengan meregangkan otot-ototnya.
Setelah mematikan alarm, gadis itu menggaruk-garuk kepala, saat itu dia masih setengah sadar. Matanya dalam kondisi terpejam.Lily membuka mata, dia pun dikejutkan oleh dua potong roti dan juga segelas susu di samping alarm itu. Itu adalah sandwich isi sayur selada, tomat, bawang bombai dan irisan daging sapi.Gadis itu mengambil satu potong roti dan susu itu. Dia tersenyum dengan perasaan heran.“Siapa yang meletakkannya di sini?”Lily melahap potongan roti itu hingga habis. Dia merasa seperti putri raja jika dilayani seperti itu. Gadis itu menginginkannya setiap hari.Setelah puas menghabiskan sandwich itu, dia meneguk susu hangatnya hingga habis. Dia menghela nafas lega. Tanpa sengaja dia juga bersendawa.“Ah. Aku makan lebih baik di sini daripada rumah sendiri.”Beranjak dari ranjangnya. Dia mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.“Andai saja dari dulu seperti ini.”Menghidupkan shower. Air pun mengalir deras membasahi tubuhnya. Lily sampai lupa tidak menutup pintu, karena dia pikir tempat mandinya sedikit jauh dari pintu, jadi dia tidak akan ada yang masuk.Dia tak menyadari siapa yang sedang masuk ke dalam kamarnya. Tentu saja itu Kendrick, dia menoleh pada pintu yang tidak ditutup itu. Langkahnya menuju padanya.Saat akan masuk, dia mendengar suara rintikan air. Langkahnya pun terhenti, namun tangannya bergerak menutup pintu itu.Mendengar hal itu, Lily seketika menutup kedua organ sensitifnya dengan tangan. Jantung gadis itu seperti akan berhenti, dia sangat kaget. Nafas Lily begitu cepat setelahnya.Lily cukup trauma, dia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Untung saja Kendrick tak sampai masuk.Mengintip sedikit saat akan keluar, Lily saat itu hanya memakai handuk. Dia takut Kendrick masih berada di luar menunggunya.“Dia sudah pergi atau belum?” gumam Lily bertanya-tanya. Tapi jika dia pikir-pikir, dia tak mungkin berdiam di sini terus-menerus.“Ya sudahlah.”Dengan santainya dia melangkah ke luar menuju ranjangnya.Langkahnya berhenti dengan tatapan panik saat melihat Kendrick duduk di ranjangnya dengan kedua tangan berada di belakang menopang tubuhnya.Pria itu menatap tubuh Lily dari ujung kaki sampai ujung rambut. Bibirnya terangkat dengan bergairah saat tatapan tajamnya tertuju pada wajah gadis itu.“Eh ....”“Aku akan ganti baju,” ucap gadis itu sambil berbalik arah.“Stop!”Teriakan Kendrick membuat langkahnya berhenti, hingga Lily menoleh kembali padanya.“Kau ingin ke mana? Ambil dulu pakaianmu di lemari, sayang.”Kendrick sedikit tertawa melihat kepanikan di wajah Lily. Bahkan otak gadis itu sampai tak berfungsi karena panik.Lily menuju pada lemari. Saat membuka lemari itu, dia dikejutkan dengan banyaknya berbagai macam pakaian yang telah terisi. Dia heran kapan mereka mengisi lemari itu, padahal kemarin dia lihat masih kosong.“Ambil gaun berwarna hitam yang sopan. Kita akan berkunjung ke makam ibuku.”Lily hanya mengangguk. Dengan cepat dia mengambil salah satu gaun panjang dengan dengan lengan tertutup.Melihat di cermin. Ternyata gaun itu pas di tubuhnya dan juga sangat indah. Ly tak mengerti bagaimana cara pria itu mengetahui ukuran tubuhnya.Tak perlu berlama-lama untuk bersiap, karena Kendrick tak punya waktu untuk itu. Mereka berangkat menuju makam keluarga yang cukup mewah. Makam itu sebenarnya telah ada sejak satu abad sebelum Kendrick dilahirkan.Makam itu didesain dengan banyak bunga mawar putih di setiap sisinya. Di setiap joglo hanya ada satu makam, sehingga membuat pemakaman itu seperti taman jika seseorang tak mengetahuinya.Menginjakkan kaki pada salah satu joglo, Lily melihat ke sana ke mari karena baru pertama kali makam semewah ini.Duduk di depan kuburan ibu Kendrick. Lily mengangkat wajahnya. Dia melihat tulisan di batu nisan, Marry Jasmine Bahesmana. Ternyata dia telah meninggal 25 tahun yang lalu.Umur Kendrick dikirakan telah 35 tahun karena saat itu Kendrick pernah bilang jika ibunya meninggal saat dia masih berumur 10 tahun.Dia menoleh pada Kendrick. Pria itu sedang memejamkan mata, membaca doa-doa. Gadis itu pun ikut memejamkan mata, membaca doa yang dikhususkan pada ibunya Kendrick.Kendrick telah selesai, dia menoleh pada Lily yang masih terpejam. Dia bisa melihat dari dekat kulit wajahnya, begitu putih dan halus. Tanpa disadari, dia sedikit tersenyum.Lily pun telah selesai. Dengan wajah polos dia menatapnya balik. Matanya yang besar dan indah membuat Kendrick semakin betah menatap.“Ternyata kau bisa berdoa juga?” ucap Kendrick mengejeknya. Dia menertawakannya.Alis gadis itu seketika mengerut padanya.“Tuan pikir aku bodoh?” ucapnya kesal. Bibirnya mulai mengerucut.“Dasar tukang marah. Padahal kan aku hanya bercanda,” balas Kendrick dengan senyum tipisnya.“Aku sudah menunjukkan makam ibuku. Apa kau sudah percaya sekarang?”Lily menundukkan wajah dengan pikiran yang bertanya-tanya. Dia masih heran mengapa ibu Rosby bisa setega itu.“Aku mengenalnya sangat takut dengan darah. Jadi bagaimana dia bisa melakukannya?”Tatapan Kendrick berubah datar seketika. Dia menepuk jidatnya sendiri. Menoleh kembali pada Lily, menghela nafas berat.“Jangan tertipu dengan aktingnya. Dia itu penghianat.”“Memangnya dia memperlakukanmu dengan baik?”Wajah Lily muram. Dia menggelengkan kepala.“Dulu aku pikir dia baik. Tapi sekarang aku pikir lagi tidak juga.”Memejamkan mata dengan bernafas berat.“Aku gak pernah menyangka dia setega itu.”Lily menoleh padanya. “Ngomong-ngomong sekarang kau menguburkan jasad ibu Rosbyga di mana?”“Di sebuah gubuk di tengah hutan. Orang tak punya hati itu pantas mendapatkannya.”Mereka saling merenung dengan menatap kuburan Marry. Sejujurnya mereka lelah dengan kisah hidupnya masing-masing. Wajahnya sama-sama muram.“Ayo pulang.”Mereka beranjak, melangkah meninggalkan joglo itu. Namun tiba-tiba langkah Kendrick berhenti, dia menoleh pada makam ibunya itu. Matanya berkaca-kaca, dia sangat merindukan ibu Marry. Wanita tercantik dan terbaik yang pernah dia temui.Berada di perjalanan, Lily dan Kendrick sibuk dengan pikirannya masing-masing. Lily menatap ke luar jendela, sedangkan Kendrick fokus menatap ke depan.Semakin lama Kendrick menjadi bosan berdiam diri seperti itu.“Kau ingin makan apa?”Lily menoleh padanya. Dia tak langsung menjawab, namun berpikir terlebih dahulu.“Hm, aku tidak tahu makanan-makanan yang enak di kota. Tapi entah kenapa aku ingin sekali memakan mie sambil membaca buku.”“Aku selalu melakukannya di rumahnya dulu setelah selesai bekerja.”Kendrick sedikit menoleh padanya, wajah gadis itu tampak ceria. Keceriaan wajahnya membuat Kendrick tersenyum.“Ide yang bagus. Kebetulan aku juga suka membaca buku. Hanya saja sekarang agak jarang.”Kendrick sebenarnya tak menyangka jika gadis itu menyukai hal yang sama dengannya. Namun, Kendrick sudah lama meninggalkan hobinya itu. Semua itu karena dia sibuk mengurus gangster dan juga bisnisnya.Alasan utama dia mendirikan gangster itu adalah untuk balas dendam atas kematian ibunya. Namun ternyata itu juga sangat membantu kelancaran bisnisnya, sehingga terkadang dia lebih sibuk mengurus permasalahannya dengan para mafia daripada mengurus perusahaan.Perpustakaan itu berkolaborasi dengan sebuah kafe yang menyediakan kopi dan juga banyak makanan lainnya. Saat memasuki perpustakaan itu, Lily seketika mengingat pada masa kecilnya yang sangat senang membaca buku di perpustakaan kakek Bretton. Sayangnya ternyata kakek Bretton tak sebaik yang dia pikirkan.Gadis itu melihat buku astronom yang sangat mirip dengan buku yang pernah dia baca dahulu. Ada sedikit perbedaan, namun juga tak mencolok. Lily membukanya.Luar biasa, ternyata itu buku yang sama seperti buku yang ingin Lily baca sampai tamat dahulu. Namun, entah kenapa dia tak menemukannya lagi setelah itu.“Akhirnya ketemu lagi.”Gadis itu membacanya. Duduk di samping Kendrick yang juga sedang sibuk membaca buku. Lily melirik pada buku yang dibaca Kendrick. Ternyata dia juga membaca buku sains, namun tentang anatomi.“Kau juga menyukai sains?” tanya Lily.“Sangat,” jawab Kendrick menoleh padanya.Tanpa mereka sadari ada seorang wanita bergaun merah panjang yang mendatangi mereka.Sandal hak tinggi berwarna merahnya terdengar ketika dia berjalan. Wanita itu tampak anggun dan elegan. Dia tersenyum lembut.“Hai.”“Hai.”Perhatian Lily dan Kendrick tertuju padanya wanita itu adalah Amber Waverly. Tampilannya cukup berbeda, dia tampak anggun dengan full make up dan juga gaun panjang berwarna merahnya.Tatapannya Kendrick bergerak dari ujung kaki sampai ujung rambut. Wanita itu sekarang memakai sandal hak tinggi yang juga berwarna merah. Padahal biasanya dia tak pernah berani memakainya.“Kenapa tampilanmu tiba-tiba berbeda?”Pertanyaan Kendrick itu membuat wajahnya tampak sedikit tak nyaman.“Eh ... aku tadi baru datang dari acara fashion show.”Wanita itu tersenyum setelahnya.“Kemari.”“Duduklah di dekat Lily.”Amber mengangguk pelan. Dia pun melangkah, duduk di dekat Lily. Amber tersenyum lembut pada gadis itu. Dengan senang hati, Lily juga tersenyum padanya.Saat Lily fokus pada bukunya kembali. Amber tetap menatap gadis itu. Wajah gadis itu memang sangat putih dan mulus, tak pernah Amber melihat kulit yang lebih indah daripada kulit Lily.“Sepertinya bisnismu sekarang semakin ber
Gadis berambut merah jahe dan berkulit kuning kecokelatan. Wajahnya tampak begitu mirip dengan Lily. Itu membuat Lily yang penasaran mendekat dengan perlahan.Langkah Lily terhenti ketika melihat gadis itu menoleh pada seseorang dengan raut bahagia. Dia tiba-tiba berlari ke arah Amber Waverly, mereka pun langsung berpelukan. Dari cara mereka melepas rindu, mereka seperti orang yang tak bertemu bertahun-tahun. Mungkin gadis berambut jahe itu adalah sahabat Amber yang berpisah dengannya dari sekian lama.Lily hanya memerhatikan mereka dengan wajah heran. Ternyata gadis berambut jahe itu tak terlalu mirip dengannya jika dilihat dari depan. Dia memiliki hidung yang lurus, bibir yang tebal dan juga mata yang panjang namun tampak kecil. Lily sangat menyukai bentuk matanya.Gadis berambut merah jahe itu memerhatikan tubuh Amber, dia tampak begitu takjub. “Amber. Kamu sekarang sudah banyak berubah.” “Kamu semakin cantik dan semakin sukses.”Dengan senyum gembira, dia menjulurkan t
Bersandar di sofa sambil menikmati secangkir kopi. Saat ini Kendrick malas melakukan apa pun dan juga malas memikirkan apa pun. Tak ada yang membuatnya terkesan hari ini.Mengambil majalah hariannya. Kendrick membukanya selembar, membaca berita baru yang terjadi hari ini. Isinya hanyalah korban kecelakaan, kebakaran rumah dan beberapa iklan. Dia melemparkannya kembali ke meja. Berita yang dia harapkan tak pernah terjadi.Deringan telepon berbunyi. Kendrick sedikit melirik ke arahnya. Lagi-lagi itu telepon dari orang yang tak dikenal.Dengan gerakan malas, Kendrick mengambil ponselnya itu. Dia mengangkatnya.“Ini dengan Tuan Kendrick?” tanya penelepon itu.Kendrick sedikit kaget, ini pasti yang dia tunggu-tunggu.“Iya. Ini saya sendiri. Ada apa?”“Nama saya adalah Wilson. Saya adalah seseorang yang anda suruh untuk melacak sebuah peta.”Seketika Kendrick mengembangkan senyumnya dengan lebar.“Kau telah menemukan keberadaan ayahku?” tanya Kendrick sangat penasaran.“Saya tidak
“Halo? Apakah ini Lily?”Lily benar-benar kaget, rautnya seperti membeku dalam sesaat. Entah siapa yang meneleponnya, itu membuat Lily ketakutan.“Halo?”Seketika lamunan Lily bubar dengan terkejut. Dia membuat nafas gadis itu berdegup kencang.“Bukan. Aku bukan Lily.”“Tapi siapa kau? Apakah kau kenal dengan gadis bernama Lily itu?” ucapnya berusaha tenang. Gadis itu menelan salivanya dengan berat.Entah kenapa. Tiba-tiba pria penelepon itu tertawa. Mata Lily langsung membelalak.“Kau pikir aku tidak mengenalmu? Aku sangat hafal dengan suaramu yang manis itu.”Dahi Lily berkerut. Dia sangat penasaran siapa pria itu.“Kau siapa?”“Namaku Revan Narandra. Aku temanmu saat sekolah dulu. Waktu masih SMP,” jelasnya dengan nada lembut.Tentu saja Lily mengenalnya. Dia dahulu sangat akrab dengan Revan Narandra. Tapi dia masih bingung bagaimana Revan mengetahui nomer rumah ini.“Oh, iya! Aku masih ingat,” ucapnya dengan tersenyum lebar. Perasaannya berubah begitu cepat.“Bagaiman
“Apakah kau mengenal Revan?” Lily menatapnya dengan datar, tentu saja dia kaget dengan pertanyaan itu. “Kenal. Dia temanku saat sekolah menengah pertama. Memangnya kenapa?” Gadis itu tak langsung menjawab, dia malah memainkan jarinya. Itu membuat Lily semakin penasaran. “Apakah kau pernah memiliki hubungan dengannya? Sepertinya dia sangat perhatian padamu,” ucap Liza dengan malu-malu. Wajahnya tampak muram. Di hari biasanya, Lily tak pernah sedikit pun melihatnya muram. Lily menjadi curiga jika Revan memiliki hubungan spesial dengannya. “Sebentar.” “Kenapa kau bertanya seperti itu padaku? Apakah kau menyukainya?” Liza mengangkat wajahnya menatap Lily. Gadis itu begitu malu-malu, seakan-akan ada lem yang merapatkan mulutnya. “Anu.” Gadis itu tak langsung menjawab. Lily semakin la semakin kesal melihatnya seperti itu. Dia berdecak. “Liza, katakan!” Mata Liza seketika membelalak, kedua tangannya ke belakang menopang tubuhnya yang akan terjatuh. “Dia ... dia pacarku,” ucapnya
“Gagal? Apakah kakek Bretton memberimu peta palsu?!”Berdiam di pelukan gadis itu. Kendrick merasakan dadanya terasa panas dengan detak jantung tak karuan.“Iya.”Pria itu pun memejamkan matanya di pelukan Lily. Kendrick benar-benar memeluk Lily seperti anak kecil yang berada di pelukan ibunya. Sejak kecil dia memang memiliki kebiasaan memeluk ibunya ketika dia merasa sangat lelah. Kamar yang Lily tinggali sebenarnya juga kamar bekas almarhum ibunya dulu, sehingga Kendrick mengkhayalkan Lily adalah ibunya.Lily bisa merasakan nafas Kendrick yang hangat di punggungnya. Gadis itu jadi teringat saat memeluk keponakan laki-lakinya yang berumur 6 tahun. Saat anak kecil itu menangis, biasanya dia berlari pada Lily dan tidur di pelukannya. Namun, kali ini Lily memeluk anak kecil raksasa dengan berat dua kali lipat dari tubuhnya.Gadis itu bergerak memeluknya balik. Tangan kanannya menepuk-nepuk ringan punggung pria itu.Mungkin untuk sementara waktu terasa nyaman, namun semakin lama
“Kendrick?!”Kedua orang yang masih berselimut itu langsung bangun dengan mata membelalak. Jantung mereka berdua langsung berdetak kencang tak karuan. Terutama Kendrick yang kedua kancing kemeja bagian atasnya terbuka dan dasinya tak karuan.“Bibi. Ini tidak seperti yang Bibi pikirkan.”“Kami hanya—“Bibi Freda mengangkat tangan kanannya menyuruh pria itu diam. Kendrick saat ini hanya bisa terdiam. Seluruh tubuh pria itu terasa panas karena ketakutannya sendiri.Kendrick beranjak dari ranjangnya, melangkah menghampiri bibinya itu. Wajahnya hanya menunduk, dia bahkan tak berani menatap mata Bibi Freda.“Kendrick minta maaf, Bi. Kendrick salah,” ucapnya dengan wajah murung. Dia tampak sangat menyesal.Bibi Freda menatap ke arah lain dengan wajah yang sinis. Dia tak pernah percaya anak laki-laki yang dia besarkan seperti anak sendiri sekarang berani melakukan itu.“Untuk apa minta maaf ke Bibi, hm?”“Minta maaf ke pacarmu itu. Kau menodainya tanpa nikah.”Kendrick sedikit membe
Berdiri dengan menenteng kopernya, sorot mata Lily ke sana ke mari menatap seluruh ruangan itu. Itu adalah pertama kalinya dia masuk ke hotel. Saat itu dia sedang menunggu James yang sedang mengurus pemesanan kamar.Bangunan itu sangat megah baginya.“Lily.”Menoleh dengan kaget sehingga tatapannya sedikit membelalak. Dia merasa malu sehingga menurunkan tatapannya. James menghampiri dengan sebuah kunci kamar di tangannya. Dia meletakkannya langsung di tangan Lily. “Ingat. Kamar nomer 106.”Lily hanya mengangguk. Dia memerhatikan kunci dengan berhias gantungan nomor kamar.“Ayo. Akan kutunjukkan kamarnya.” Pria itu melangkahkan kaki. Namun, dengan cepat Lily meraih tangannya sehingga dia berhenti. Menoleh pada gadis itu.“Apakah tuan Kendrick akan menemuiku nanti?”Menatap datar raut polosnya. James melepaskan tangan gadis itu pada lengannya.“Aku tidak tahu, Nona.”Tanpa memedulikannya lagi. James melangkah meninggalkannya. Tak peduli gadis itu akan mengikutinya atau tida
Lily menoleh pada jam dinding, tak terasa sudah pukul 17.54. Gadis itu menunggu selama berjam-jam hingga senja telah larut. Wajahnya menunduk dengan penuh rasa khawatir. Ibu Alexandria tidak datang-datang, sedangkan Kendrick masih belum pulang. Lily sangat bingung dengan apa yang terjadi.Bahkan dia telah menelepon Kendrick berulang kali, namun tak diangkat. Itu membuatnya semakin khawatir dan gelisah dengan keadaan pria itu. Lily takut dia adalah masalah di jalan atau yang lebih parahnya lagi kecelakaan.“Sebenarnya ini ada apaan, sih? Kok aneh banget?”“Apa jangan-jangan Ibu Alexandria menipuku, ya? Kenapa coba dia dia gak datang, padahal dia sudah berjanji dengan Kendrick.”Lily menghirup nafas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Itu membuat dirinya menjadi lebih tenang. Dia masih tak bisa percaya ibu Alexandria melakukan hal ini padanya, tanpa memberikan alasan yang jelas mengapa dia tak datang.“Sepertinya aku tidak boleh mempercayai siapa pun.”Gadis itu beranjak dari
“Eh ... sebenarnya memang benar jika Danielle adalah temanku, tapi itu dulu sekarang tidak. Itu karena terjadi sebuah pertengkaran antara aku dengannya, sehingga aku menghapus nomornya begitu saja. Maaf, saat itu aku terbawa emosi.”Lizy bahkan tak memejamkan matanya menatap mata laki-laki itu. Tatapan tajam gadis itu membuat Alvin takut untuk menoleh padanya. Lizy bisa melihat kebohongan pria itu dengan melalui ketidak tenangan rautnya.“Jangan berbohong! Apakah kau tidak lihat kau sedang berhadapan dengan siapa?” “Aku bisa membaca bahasa tubuh maupun pikiranmu dengan sekali lihat. Jangan pernah lupa jika aku kuliah jurusan psikologis.”Alvin mengangkat wajahnya, dia menatap sinis pada gadis itu. Dia akui apa pun yang Lizy katakan memang benar, tebakannya tak pernah luput. Oleh karena itu Lizy selalu dianggap ancaman.“Terserah kau saja, meski kau menganggapku munafik pun aku tak peduli,” bantah Alvin tak terima.Pria itu membuka ponselnya. Dia menekan bagian kontak dan mulai
Di dalam kamar Kendrick yang telah tertutup rapat, suara ponsel terus berdering di atas meja kerjanya. Tak seorang pun yang bisa mendengar karena luasnya kamar tersebut. Ponsel itu tertinggal karena Kendrick terburu-buru pergi demi menghindari pertanyaan Lily.Saat ini pria itu sedang duduk di sebuah kafe out door. Pandangannya begitu kosong, menatap polos pada keramaian orang-orang di jalan itu.Dia menarik nafas dengan berat, lalu menghembuskannya perlahan. Mengangkat secangkir kopi hangatnya, lalu menyeruput perlahan.“Andai saja saat itu aku tak meninggalkan ayah, semua ini mungkin tak akan terjadi.”Kendrick sangat menyesali perbuatannya saat itu. Hal paling menyakitkan dalam hidupnya adalah mengambil keputusan yang sering dianggap sepele. Kendrick tak mengerti mengapa semua hal yang dia anggap kecil selalu menjadi besar, seperti keputusannya untuk menyembunyikan Kakek Bretton dan ayahnya di ruangan yang dia anggap aman.Padahal mereka berdua masing-masing telah dia berikan
Bibir Lily semakin terangkat dengan sudutnya yang menurun. Sangat menyakitkan baginya untuk semua itu. Dia masih tak bisa meninggalkan Kendrick.Tanpa ragu-ragu lagi, Lily memeluk Kendrick dengan erat. Merasakan hangatnya tubuh Lily, membuat Kendrick merasa panas dingin. Kendrick meneguk salivanya sendiri saat merasakan kedua tangan kecil Lily yang melingkar ditubuhnya itu memberikan sensasi geli yang terangsang syahwatnya.Kendrick tak memedulikan apa yang sedang Lily pikirkan, dia sedang berusaha menahan dirinya untuk tak melakukan apa pun.“Tuan, kau tak mau bertemu denganku lagi bukan karena kau ingin pindah alam, kan?”Kendrick tak menyangkal apa yang dia katakan. Bisa-bisanya gadis itu berpikir seperti itu?“M-maksudnya?”Lily melepaskan pelukannya dan melihat pada Kendrick. Mata mereka saling bertemu dengan saling bertanya-tanya.“Tuan tidak paham?”Pria itu merasa malu dengan pertanyaan bodohnya itu. Mengalihkan pandangan ke hal lain sambil memikirkan cara untuk menjaw
“Melepasmu?”“Untuk apa aku takut melepasmu, Lily?”Kendrick tersenyum, lalu tertawa. Saat itu sebenarnya dia menertawakan dirinya sendiri yang berpikir aneh. Lily bukanlah segalanya, dia hanya gadis yang dia tawan di rumahnya dan dirinya malah menaruh perasaan pada gadis itu.Senyum pria itu memudar dengan begitu cepat. Dia menjadi tampak murung.“Selamat, Lily.”Kendrick menjulurkan tangannya pada gadis itu. Tapi Lily hanya memerhatikan tanpa menggerakkan tangannya sedikit pun.“Selamat akhirnya kau bertemu dengan orang tuamu. Hari ini adalah hari berakhir kita bertemu. Setelah ini kita akan benar-benar berpisah.”Kendrick bahkan tak menurunkan tangannya walaupun tahu Lily hanya diam saja.”Lily mulai mengerti dengan maksudnya, dia tak mengerti mengapa Kendrick tak mau menemuinya lagi setelah ini.Dengan senyum lebar dia menerima jabatan tangannya. “Terima kasih, Tuan. Terima kasih atas semuanya.”Kendrick merasa seperti berkeringat panas dingin. Dia merasa senang sekaligu
Kendrick merebahkan tubuh di sofa. Pandangan matanya kosong tertuju pada langit-langit atap. Dadanya terasa seperti panas, terkadang dia menghirup nafas dengan berat dan menghembuskannya seakan menghembuskan kesedihannya.Hari ini Lily dan Liza masih belum datang, padahal sudah jam dua siang. Entah ke mana kedua gadis itu sampai selama ini. Tapi Kendrick tak merasa khawatir karena ada Danielle yang menjaganya.Walau begitu Kendrick tetap tak bisa tenang. Di pikirannya hanya ada wajah Lily. Kendrick masih ingat saat pertama kali bertemu dengan gadis itu, Lily begitu ketakutan melihat dirinya kala itu. Bagi Kendrick gadis itu berbeda dengan gadis lainnya, yang selalu menginginkan uang, barang branded dan hidup yang mewah, sedangkan Lily yang terpenting hanya makan.Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, Kendrick masih merasa dia baru kemarin membawa Lily ke rumah ini. Sekarang Lily telah menemukan keluarganya. Sebentar lagi, Kendrick tak akan mendengarkan suaranya lagi di rumah ini.
“Iya. Aku sebenarnya sedih melihat Lily yang dirundung seperti itu. Sebenarnya Lizy sudah memperingatkan Lily untuk tidak curiga jika keluarga Hartberg itu keluarganya.” “Gadis itu seperti tidak ingin jika Lily itu benar-benar adik kandungnya. Dia bahkan sampai meneriaki Lily agar tidak mendekati keluarganya lagi di depan umum.” Darah Nyonya Alexandria sebenarnya memuncak sampai ubun-ubun sampai wajahnya sedikit memerah. Tangannya mengepal begitu erat. Dia menghela nafas, berusaha mengeluarkan udara panas dalam tubuh. “Maafkan dia, Kendrick. Kau pasti juga marah karena Lizy sangat jahat dengan Lily.” “Sifat Lizy memang begitu. Aku tidak tahu mengapa, aku bahkan tidak bisa mengubah sifatnya meskipun aku sendiri sering memarahi anak itu.” “Tapi mungkin setelah lama serumah dengan Lily, mungkin sifatnya akan berubah. Lily sepertinya gadis yang baik dan perhatian. Mungkin dia bisa mengubah sifat anak pertamaku itu.” Alexandria mengembangkan senyumnya, tapi dia tidak bisa
Pintu mobil terbuka. Pria bertubuh kekar dengan kemeja putih yang memperlihatkan tubuh indahnya keluar. Sorot pandangnya tertuju pada rumah wanita yang kerap di sapa Nyonya Alexandria. Dia bukanlah sembarang wanita, dia adalah memilik perusahaan brand pakaian terbesar di seluruh negeri.Mulai melangkahkan kaki. Hari ini Kendrick berniat mempermalukan Lizy di hadapan keluarganya langsung, gadis yang pernah menolak cintanya dan menghinanya saat masih kuliah. Mungkin berbalas dendam pada gadis seperti itu adalah tindakan pengecut yang tidak maskulin. Namun, demi memulangkan tawanan kesayangannya itu, Kendrick terpaksa melakukannya dan tak memikirkan apa yang akan terjadi padanya nanti.Kendrick tak bisa berbohong pada dirinya sendiri. Dia sudah terlanjur mencintai Lily. Terlanjur sayang dan tak ingin kehilangan gadis itu.Dia mungkin bisa saja menikahi Lily setelah gadis itu resmi menjadi anggota keluarga Hartberg. Tapi dia tak bisa, itu semua karena dia telah membuat janji dengan s
“Maaf, Lizy. Aku tidak menyuruh ibumu untuk menemuiku. Dia sendiri yang tiba-tiba datang.”Tatapan Lizy semakin menajam sinis. “Aku tidak peduli akan itu.”“Di sini aku hanya mengingatkanmu, jika kau mengulangi kesalahan yang sama lagi, maka kau akan lihat sendiri nanti akibatnya!” Gadis tak beradap itu enyah dari hadapannya. Lily melihatnya dari bawah hingga ke atas, seringai licik menghiasi bibirnya.Liza masih bingung dengan apa yang sedang terjadi. Gadis yang tadi itu adalah salah satu pewaris kekayaan keluarga Hartberg. Permasalahan apa yang Lily hingga dia begitu marah?“Kau punya masalah apa dengan anak konglomerat itu?” tanya Liza begitu penasaran. Senyum Lily mengembang. “Masalah kecil. Lagi pula itu juga kesalah pahaman. Nanti dia akan menyadarinya sendiri, kok.”Hal yang mereka tidak ketahui. Di balik itu semua adalah pria dengan hoodie hitam, kacamata bening dan masker yang telah merekam semua kejadian itu. Dia adalah Danielle Perterson, pesuruh sekaligus mata-m