Hari demi hari tak terasa berlalu dengan sangat cepat. Bella dengan gugup menatap refleksinya di cermin. Dalam balutan gaun satin putih, ia merasa berbeda. Ia merasa jauh lebih istimewa dibanding hari-hari yang lain. Dan hari ini adalah apa yang ditunggu oleh semua orang. Hari pertunangannya dengan Damian. Bella menatap wajahnya yang telah dirias, dengan lapisan tipis bedak yang masih memperlihatkan bintik-bintik hitam kecokelatan di hidung dan pipinya. Erina memberi sedikit perona pipi berwarna peach, kemudian bibirnya dipoles dengan lipstik senada. Bella menyentuh rambutnya yang dikepang ke belakang dengan gaya Prancis, tampak sangat indah dengan bunga mawar putih mini yang menjadi hiasan di beberapa bagian. Semuanya tampak sempurna. Dalam hidupnya, tidak pernah ia merasa secantik ini. Bella menggigit bibir bawahnya dan berdoa dalam hati. Ia merasa sangat gugup sampai rasanya ingin pingsan. Keringat dingin terasa merambati tangan dan kakinya. Bella meremat tangannya dan mena
"Luka-luka ini..."Damian menyusuri luka-luka yang membekas di punggung Bella, meninggalkan garis-garis melintang berwarna hitam dan cokelat yang sangat kentara di kulit pucatnya.Semua itu adalah bekas cambukan yang dia dapat di rumah Hugo. Lalu di bagian tubuhnya yang lain, terdapat luka lebam yang bekasnya sudah hampir menghilang.Damian menghela napas dan menunduk. Ia menciumi sepanjang punggung Bella, kemudian turun menuju pinggangnya.Bella merintih dan memperkuat cengkeramannya pada seprai di bawahnya. Bibir lembab Damian yang menempel di kulitnya membawa sensasi lain yang membuat perutnya terasa berpilin.Di atas ranjang yang telah acak-acakan itu, Damian menarik selimut yang menutupi ketelanjangan gadisnya."Damian...""Sekali lagi?" bisik Damian dengan suara parau. Di ruangan yang temaram itu, iris Damian tampak berkilau terpantul cahaya bulan yang menelusup masuk.Damian meraih pundak Bella dan membalik tubuh mungil itu. Ia kembali menunduk untuk menatap wajah Bella dari de
"Apa kita akan pergi sekarang?""Pagi-pagi sekali adalah waktu terbaik sebelum jalanan dipadati oleh para pekerja." Damian tersenyum dan menghampiri kekasihnya. Rambutnya yang disisir rapi ke belakang tampak beterbangan ringan diterpa angin yang datang. "Apa kau masih mengantuk?""Tidak, hanya dingin." Bella menyengir dan bergidik ketika angin dingin kembali berembus.Langit kelabu menaungi mereka, tetapi syukurlah salju tidak turun pagi ini. Semalam, salju turun cukup lebat, yang membuat udara jauh menurun dratis hari ini. Dahan-dahan pohon cemara terlihat melengkung ke bawah, tampak akan patah oleh salju yang menumpuk tinggi di atasnya. Damian menaikkan ritsleting jaket Bella sampai ke leher, lalu memperbaiki kupluknya. "Apa kau ingin aku ambilkan syal di dalam?" tanyanya, mendarat satu kecupan kecil di dahi kekasihnya.Gadis itu menggeleng ringan. "Aku baik-baik saja. Ayo berangkat sekarang?""Baiklah."Rencananya, mereka akan berkunjung ke Alderson—di mana rumah pribadi Damian ya
"Bagaimana menurut Ayah?" Damian menatap ayahnya yang masih fokus membolak-balik berkas. Keningnya berkerut, memikirkan pertanyaan Damian soal surat pengurusan perbudakan Bella. Damian menunggu dengan sabar, matanya sesekali melirik keluar jendela. Salju turun dengan lebat malam ini. Kemungkinan besar ia akan datang ke markas menjelang makan siang, tepat setelah jalanan dibersihkan. Penobatan Damian sebagai ketua baru resmi dilakukan besok. Damian awalnya ingin memperkenalkan Bella sebagai pasangannya, tetapi ia mengubah rencananya. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan, jadi Damian akan menunggu sampai surat pembebasan Bella sebagai budak keluar. Ia tidak mau gadis itu berada dalam masalah. Sebagai calon ketua baru, Damian memang memiliki kekuasaan dan wewenang yang tinggi, tetapi bukan berarti ia bisa bertindak seenaknya. Bella masih terhubung dengan organisasi yang menopang Hugo dan Deborah. Hugo telah meninggal, jadi Damian hanya perlu mendapat persetujuan secara resmi d
Ketegangan terasa menguar di udara, ketika Volkov Gambino mulai membuka dokumen resmi untuk mengesahkan penobatan Damian.Volkov menatap semua orang yang hadir di ruangan itu dan mulai membaca surat pengesahannya."Dengan ini, kami menyatakan bahwa Damian Linford yang merupakan pewaris sah dari Martinez Linford—disaksikan oleh Volkov Gambino, Angelo Carasimo, Torre von Neverova dan para anggota inti—sebagai pemimpin baru dari organisasi Serpenquila Mafioso.Segala peraturan, masalah, dan rahasia dalam organisasi akan menjadi tanggung jawab Damian Linford. Dia akan setia pada organisasi dan menjadikan nyawanya sebagai jaminan atas segalanya. Jika Damian Linford terbukti melakukan pengkhianatan terhadap organisasi, maka dia akan diturunkan dari jabatannya dan mendapat hukuman berat di Alcatraz..."Damian mendengarkan dengan seksama seraya menatap ayahnya yang duduk di seberang meja. Di bawah cahaya keemasan kandelar, seluruh anggota inti yang berjumlah 10 orang duduk dalam satu meja.Ru
Menjelang sore, rapat diadakan untuk menyambut posisi baru Damian sebagai ketua.Seluruh anggota senior hadir, termasuk Massimo yang kini menatap Damian dengan wajah masam. Dia jelas masih marah dengan apa yang terjadi pada Ymar.Damian tidak peduli. Selama ia melakukan tugasnya dengan baik, pendapat orang lain hanya sekadar angin lalu baginya.Pandangannya beralih ke para anggota lain yang berjumlah 20 orang, duduk dalam satu meja panjang dan bersiap untuk melakukan diskusi."Pertama-tama, mari kita ucapkan selamat untuk ketua baru kita—Damian Linford. Dia yang akan memimpin untuk pesta di awal tahun," ucap Martinez.Semua orang berdiri dan membungkuk hormat sekilas.Damian lagi-lagi memperhatikan tatapan beberapa orang yang terlihat tidak percaya dengan penobatannya. Mereka semua berumur 30 sampai 40-an tahun ke atas, dengan pengalaman yang tidak bisa diragukan.Damian bisa membaca tatapan mereka yang seolah meragukan kepemimpinan Damian, sebab usianya masih muda. 'Apakah dia sun
Damian kembali ke mansion menjelang pukul empat pagi.Bella yang terjaga langsung menghambur ke pelukan kekasihnya. Tubuh Damian lembab karena keringat, tetapi Bella tidak peduli dan membenamkan wajahnya ke leher Damian."Kau pasti sangat lelah. Bagaimana dengan penobatanmu?""Semuanya berjalan lancar," jawab Damian, mengecup ringan puncak kepala Bella. "Aku hanya harus mengurus beberapa dokumen dan baru bisa pulang sekarang. Aku merindukanmu.""Aku juga merindukanmu," balas Bella cepat. Pipinya memerah ketika ia berjinjit dan mencium bibir pria itu.Damian menyambutnya dengan bahagia, dalam beberapa detik mendominasi ciuman mereka. Tangannya dengan lembut menekan tengkuk Bella, sementara tangannya yang lain menarik pinggang si gadis untuk merapat ke tubuhnya.Mata Bella melebar ketika merasakan sesuatu yang keras menekan perutnya. Ia menatap Damian dan pria itu tersenyum kecil."Apa kita bisa melakukannya...? Tapi jika kau lelah...""Tidak." Bella menggeleng pelan. "Ayo lakukan sekara
Pagi itu ketika Bella masih tidur, Damian bergegas menemui ayahnya.Ymar kabur.Berita itu begitu mengejutkan sampai Damian kira ayahnya hanya bercanda.Damian memang sengaja mengerahkan orang lain—yang bukan anggota organisasi—untuk menjadi pengawal agar tidak ada kecurigaan apa pun, tetapi siapa sangka Ymar masih memiliki kesempatan untuk kabur.Satu orang yang berhasil menyelamatkan diri mengatakan bahwa Ymar dibawa oleh anggota organisasi lain, atau kelompok liar. Dari cara menembak mereka yang jitu dan tepat sasaran, tidak salah lagi mereka adalah orang terlatih.Tetapi siapa?Mereka jelas mengenal Ymar dengan sangat baik sampai mau mengambil resiko dan menyelamatkannya, bahkan membiarkan satu orang tetap hidup.Mereka sengaja melakukannya.Bukan anggota kelompok atau organisasi biasa, pikirnya. Jika mereka adalah kelompok liar yang terkenal brutal, Damian masih bisa mencari jejaknya. Tetapi jika mereka adalah anggota organisasi, maka akan sulit untuk mencari identitas mereka.Set
Ya Tuhan.Apa yang selama ini telah terjadi pada Bella sampai dia tidak yakin eksistensi Damian sebagai sesuatu yang nyata?Air mata Damian tumpah, tangisnya mengencang dan wajah Bella berubah menjadi sendu.“Damian... jangan... menangis,” ucap Bella susah payah. Ia mencoba mengangkat tangannya, tetapi nihil. Ia tidak memiliki secuil pun tenaga untuk mengelap air mata di wajah Damian. Hatinya hancur melihat Damian yang selalu terlihat kuat, kini rapuh layaknya kaca.“Aku nyata, Sayang. Aku di sini, aku di sini untuk menyelamatkanmu. Aku minta maaf karena tidak bisa datang lebih cepat.” Damian terisak lebih keras dan menciumi wajah Bella. Bibirnya bergetar. “Bertahanlah Sayangku, kita akan ke rumah sakit. Semuanya sudah berakhir. Tidak ada lagi yang akan menyakitimu.”Rasanya seperti mimpi.Bella menatap wajah Damian, tetapi sulit. Pandangannya terkadang jelas, terkadang buram. Setiap kali ia mencoba membuka matanya lebih lebar, rasanya ada paku yang menusuk-nusuk matanya. Ia ingin men
“Wajahmu tertembak?”Martinez buru-buru mendekat melihat Damian yang muncul di lorong. Dia terus memegangi rahang kanannya yang telah dibalut kain secara asal-asalan. Tangannya berlumuran darah.“Ya, peluru Van. Kukira... kukira lidahku terpotong.” Damian meringis. Rasa sakitnya membuat wajahnya seolah akan terbelah. Ia tidak bisa berbicara tanpa denyutan nyeri yang mengikuti di belakang. “Tapi ternyata masih utuh. Tidak apa-apa, bukan organ vital. Bagaimana dengan yang lain? Apa masih ada yang tersisa?”Martinez menghela napas. “Semuanya sudah dibereskan. Tinggal Ymar dan Lester. Ymar pasti masih berada di rumah ini, dan Andrius sedang mencarinya. Soal Lester, kita akan menemukannya nanti,” jelasnya dengan suara serak. Ia kelelahan, pakaiannya compang-camping terkena tembakan, dan lorong itu tidak memiliki penghangat yang memadai. “Aku akan meminta para anggota untuk membersihkan rumah ini. Yang lain sudah berpencar untuk memeriksa semua ruangan. Bagaimana dengan Van?”“Sudah tewas.
“Sial, sensornya bagus juga. Di mana dia mendapatkannya?”“Bukan saatnya untuk menanyakan itu, brengsek,” dengus Tyson pada Bogdan yang masih sempat-sempatnya bertanya tentang sensor yang Van gunakan di rumahnya.Setelah melumpuhkan dua penjaga yang berjaga di gerbang depan, Damian, Tyson, dan Bogdan menunggu aba-aba dari Martinez dan Andrius. Beberapa menit telah berlalu, tetapi tidak ada tanda apa pun yang terlihat. Damian berdiri dengan cemas, sudah tidak sanggup menahan diri lebih lama untuk menemukan gadisnya.Ia bersumpah akan membunuh mereka semua, jika ia sampai menemukan Bella dalam keadaan yang tidak ia inginkan.“Ck, kenapa lama sekali?” Bogdan menatap bingung. “Apa sebaiknya aku menyusul?”Damian hendak membantah ketika suara tembakan menggelegar mendadak terdengar. Mereka tersentak dan menatap ke dalam rumah Van.“Sepertinya mereka telah ketahuan. Ayo.” Damian membuka pengaman pistolnya dan bergegas berlari menuju pintu depan. Tyson segera mengikuti di belakang, sementar
Bella termangu menatap tembok pucat di hadapannya. Beberapa hari telah berlalu sejak Lester datang menemuinya waktu itu. Tetapi, ia tidak bisa berhenti memikirkan ucapannya. Ibunya ada di sini. Di rumah ini. Di tempat yang sama dengannya. Apakah itu mungkin? Entah Lester bicara jujur atau hanya mengatakan kebohongan semata, pikiran itu terus menghantuinya. Ia merindukan ibunya. Setiap malam, ia memimpikan sebuah tangan ringkih yang membelai kepalanya dengan lembut. Senandung yang terlontar dari bibir wanita itu terasa sangat nyata, sampai-sampai Bella kira ia tidak sedang bermimpi. Apakah ini semua hanya pengaruh obat-obatan? Mereka menyuntiknya setiap hari, nyaris tidak membiarkannnya untuk bergerak seinci pun dari tempat tidurnya. Bella terus bertanya-tanya apakah ia akan mati di sini? Tubuhnya lemas, nyeri, dan pucat seperti mayat. Matanya bahkan terasa sulit untuk dibuka lebar-lebar. Ia tidak bisa mengangkat tangannya, apalagi menggerakan kakinya. Mungkin, berat bada
“Hei Putri Tidur, sampai kapan kau akan terus menutup matamu?”Sebuah guncangan terasa di pundak Bella, disusul suara yang tidak asing. Aroma alkohol menerpa penciumannya dan membuat hidung Bella berkerut.“Putri Tidur? Apa aku perlu menciummu agar kau mau bangun? Atau kau ingin berhibernasi seperti seekor beruang bodoh?”Suara kasar itu kembali menyerbu pendengarannya. Bella berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat, rasanya seolah ada lem yang menempel di sana.“Akhirnya Putri Tidur kita bangun juga,” kata Lester dengan seringai tipis. Ia duduk di tepi ranjang dan menatap Bella dengan saksama.Bella terperanjat dari tempatnya dan hendak bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia membuka mulut untuk bicara, tetapi hanya suara serak yang keluar.Ke mana suaranya pergi?Bella kira kondisinya telah membaik, tetapi mendadak saja ia merasa begitu lemas. Setelah pertemuan mengejutkannya dengan Van, ia sepertinya mengalami serangan panik dan pingsan.Ketika ia bangun, Lester
“Kau yakin ini hasilnya?”Van menatap hasil tes DNA dengan mata melebar tidak percaya. Ditatapnya Joseph yang mengangguk dengan ekspresi meyakinkan, sama sekali tidak ada keraguan di sana.Van tidak akan pernah meragukan Joseph, tetapi hasil di kertas ini...Bagaimana mungkin ini nyata?Van terduduk lemas di kursi dan menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Dari semua hal yang telah ia usahakan setengah mati selama bertahun-tahum, bagaimana mungkin ia bisa melewatkan informasi sepenting ini?Bella adalah anaknya.Arabella Charlotte.Kekasih Damian, musuhnya. Bella yang telah ia siksa. Bella yang ia kira hanyalah bagian dari musuhnya. Bella yang ia jadikan sandera...Bagaimana mungkin dia adalah Bella yang selama ini ia cari? Malaikat kecilnya. Anaknya dengan Helena. Putrinya yang ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu...Bagaimana mungkin mereka adalah satu orang yang sama?Van memijat kepalanya dan terdiam untuk waktu yang lama. Fakta itu hanya membuatnya terguncang dengan perasaan ka
Damian menegakkan tubuhnya dan menoleh ke luar jendela. Matanya dengan awas meneliti sekitar.Ada sesuatu yang tidak beres.Intuisinya mengatakan bahwa ada seseorang yang tengah mengawasinya. Ia hanya berhenti untuk menerima telepon dari Andrius, tetapi rasanya seolah ada yang sedang mengintainya sekarang.Angin dingin berembus dari arah timur, menerbangkan rambutnya hingga jatuh ke dahi. Damian hanya terus menatap kaca spion mobil selama beberapa detik, kemudian kembali mengawasi sekitar dengan saksama.Pohon dan bangunan tua terbengkalai. Rainelle terlihat sepi tanpa penghuni, tetapi Damian yakin ada sesuatu yang tengah menunggunya jika ia melajukan mobilnya sekarang.Ia baru saja mengambil senjata di markas, dan berniat kembali ke mansion. Ia harus memberitahu ayahnya terlebih dahulu sebelum menyerang ke tempat Van. Waktunya semakin menipis, tetapi pergi tanpa persiapan apa pun sama saja dengan membunuh dirinya sendiri dan Bella.Damian tidak ingin membiarkan semuanya berakhir sia-
“Anda tahu saya tidak akan memberikan informasi apa pun, bukan?” Valeriy bersandar di mobil rongsokannya dan menatap Damian. “Informasi yang kuberikan waktu itu sudah cukup. Sekalipun Anda memberikan senjata rakitan lagi, saya tetap tidak bisa.”Damian tahu bahwa Valeriy memegang teguh peraturan dalam organisasinya, tetapi ini tentang hidup dan matinya. Damian akan melakukan apa pun, meskipun itu berarti ia harus melanggar kode etik yang sepatutnya ia taati. Ia tidak peduli apa pun lagi selain menyelamatkan gadisnya.“Baiklah, saya harus pergi.” Valeriy sudah hendak berbalik ketika Damian melontarkan seutas kalimat yang membuatnya membeku di tempat.“Adikmu berada di penjara Alcatraz, bukan?”Valeriy berbalik dengan mata menyipit. Mulutnya terbuka, uap berembus keluar, tetapi dia seolah kehilangan kata-kata.“Aku bisa mengeluarkannya dari sana,” lanjut Damian.Valeriy terlihat goyah dan matanya menatap Damian dengan saksama. Ekspresi Damian keras dan tatapannya yang tajam menunjukkan
Damian terus mondar-mandir dengan gusar. Ia merasa akan meledak saat ini juga. Khawatir, tegang, takut, cemas, ngeri, marah, kesal, sedih, semuanya bercampur menjadi satu. Ia tidak bisa duduk diam, sementara gadisnya entah berada di mana dan dalam keadaan apa.Damian menggeram. “Apa komputer sialan itu sudah terhubung dengan pelacaknya?!”“Diam brengsek! Aku sedang berusaha!” Bogdan balas berteriak. Wajah memerah murka dan Martinez akhirnya bangkit berdiri.“Duduk, Damian.”Damian berdecak dan melemparkan tubuhnya ke kursi. Ia memijat sisi kepalanya yang berdenyut sakit dan menghela napas keras.Stres berat. Itulah yang ia rasakan. Ia tegang dan cemas sepanjang waktu. Ia tidak bisa berhenti memikirkan hilangnya Bella dan bagaimana ia bisa menemukan gadisnya. Sudah tiga hari berlalu, tetapi mereka belum mendapatkan lokasi pasti tempat di mana Bella berada.Tiap detik yang berlalu terasa membunuhnya. Tiap detik yang terbuang dan Damian merasa akan menggila. Bella masih berada di sana, d