* Gratias tibi ago: Terima kasih. * Gratulor tibi de hac gloria, Dominus Damian: Saya ucapkan selamat untuk kemenangan Anda, Tuan Damian.
Ketegangan terasa menguar di udara, ketika Volkov Gambino mulai membuka dokumen resmi untuk mengesahkan penobatan Damian.Volkov menatap semua orang yang hadir di ruangan itu dan mulai membaca surat pengesahannya."Dengan ini, kami menyatakan bahwa Damian Linford yang merupakan pewaris sah dari Martinez Linford—disaksikan oleh Volkov Gambino, Angelo Carasimo, Torre von Neverova dan para anggota inti—sebagai pemimpin baru dari organisasi Serpenquila Mafioso.Segala peraturan, masalah, dan rahasia dalam organisasi akan menjadi tanggung jawab Damian Linford. Dia akan setia pada organisasi dan menjadikan nyawanya sebagai jaminan atas segalanya. Jika Damian Linford terbukti melakukan pengkhianatan terhadap organisasi, maka dia akan diturunkan dari jabatannya dan mendapat hukuman berat di Alcatraz..."Damian mendengarkan dengan seksama seraya menatap ayahnya yang duduk di seberang meja. Di bawah cahaya keemasan kandelar, seluruh anggota inti yang berjumlah 10 orang duduk dalam satu meja.Ru
Menjelang sore, rapat diadakan untuk menyambut posisi baru Damian sebagai ketua.Seluruh anggota senior hadir, termasuk Massimo yang kini menatap Damian dengan wajah masam. Dia jelas masih marah dengan apa yang terjadi pada Ymar.Damian tidak peduli. Selama ia melakukan tugasnya dengan baik, pendapat orang lain hanya sekadar angin lalu baginya.Pandangannya beralih ke para anggota lain yang berjumlah 20 orang, duduk dalam satu meja panjang dan bersiap untuk melakukan diskusi."Pertama-tama, mari kita ucapkan selamat untuk ketua baru kita—Damian Linford. Dia yang akan memimpin untuk pesta di awal tahun," ucap Martinez.Semua orang berdiri dan membungkuk hormat sekilas.Damian lagi-lagi memperhatikan tatapan beberapa orang yang terlihat tidak percaya dengan penobatannya. Mereka semua berumur 30 sampai 40-an tahun ke atas, dengan pengalaman yang tidak bisa diragukan.Damian bisa membaca tatapan mereka yang seolah meragukan kepemimpinan Damian, sebab usianya masih muda. 'Apakah dia sun
Damian kembali ke mansion menjelang pukul empat pagi.Bella yang terjaga langsung menghambur ke pelukan kekasihnya. Tubuh Damian lembab karena keringat, tetapi Bella tidak peduli dan membenamkan wajahnya ke leher Damian."Kau pasti sangat lelah. Bagaimana dengan penobatanmu?""Semuanya berjalan lancar," jawab Damian, mengecup ringan puncak kepala Bella. "Aku hanya harus mengurus beberapa dokumen dan baru bisa pulang sekarang. Aku merindukanmu.""Aku juga merindukanmu," balas Bella cepat. Pipinya memerah ketika ia berjinjit dan mencium bibir pria itu.Damian menyambutnya dengan bahagia, dalam beberapa detik mendominasi ciuman mereka. Tangannya dengan lembut menekan tengkuk Bella, sementara tangannya yang lain menarik pinggang si gadis untuk merapat ke tubuhnya.Mata Bella melebar ketika merasakan sesuatu yang keras menekan perutnya. Ia menatap Damian dan pria itu tersenyum kecil."Apa kita bisa melakukannya...? Tapi jika kau lelah...""Tidak." Bella menggeleng pelan. "Ayo lakukan sekara
Pagi itu ketika Bella masih tidur, Damian bergegas menemui ayahnya.Ymar kabur.Berita itu begitu mengejutkan sampai Damian kira ayahnya hanya bercanda.Damian memang sengaja mengerahkan orang lain—yang bukan anggota organisasi—untuk menjadi pengawal agar tidak ada kecurigaan apa pun, tetapi siapa sangka Ymar masih memiliki kesempatan untuk kabur.Satu orang yang berhasil menyelamatkan diri mengatakan bahwa Ymar dibawa oleh anggota organisasi lain, atau kelompok liar. Dari cara menembak mereka yang jitu dan tepat sasaran, tidak salah lagi mereka adalah orang terlatih.Tetapi siapa?Mereka jelas mengenal Ymar dengan sangat baik sampai mau mengambil resiko dan menyelamatkannya, bahkan membiarkan satu orang tetap hidup.Mereka sengaja melakukannya.Bukan anggota kelompok atau organisasi biasa, pikirnya. Jika mereka adalah kelompok liar yang terkenal brutal, Damian masih bisa mencari jejaknya. Tetapi jika mereka adalah anggota organisasi, maka akan sulit untuk mencari identitas mereka.Set
"Ayah, di mana Ibu Bella berada? Apakah mereka tidak menipu kita?"Martinez mengerutkan kening. "Ayah juga heran. Tapi, Gregon sudah berjanji pada Ayah. Tidak mungkin dia mengingkari janjinya dan lebih memilih mati."Pria yang disebut sebagai Gregon itu tampak menatap cemas di seberang jalan. Dia masih muda, dengan rambut berwarna jahe. Begitu pula dengan kedua rekannya yang berdiri di belakangnya seperti penjaga. Mereka sama sekali tidak memakai masker dan sesekali mengernyit mencium bau busuk yang angin bawa.Martinez mengisyaratkan Damian untuk berjalan menyeberangi jalan. Gregon terlihat semakin cemas, dia malah mengalihkan pandang ke arah lain saat Damian menatapnya."Gregon." Martinez memanggil dengan suara penuh intimidasi, tatapannya tak lepas dari wajah Gregon. Sebuah teknik yang ia lakukan untuk membuat lawannya mempelihatkan dengan jelas apa yang tengah mereka sembunyikan. "Di mana apa yang kau janjikan?"Mereka berhadapan dan kedua rekan Gregon tampak waspada di tempat. Tet
'Nyonya Deborah datang'.Bella terdiam di bukaan aula utama dan terus mengulang tiga kata itu dalam kepalanya.Tangannnya saling meremat, sementara perasaannya berkecamuk. Ia kira, ia akan baik-baik saja, tetapi kenyataannya berbeda.Bella merasa akan mengalami serangan panik karena ketakutan.Bayangan ketika ia masih berada di Delkins dan disiksa oleh majikannya terus terngiang-ngiang di kepalanya. Ketakutan yang sama kembali menggerogoti tubuhnya, seolah-olah ia masih menjadi budak di rumah Hugo dan Deborah.Mata Bella bergerak memperhatikan aula utama yang dipenuhi dengan orang-orang berjas dan bergaun. Bella hanya mengenali beberapa dari mereka—tak lain adalah keluarga mertuanya. Sisanya mungkin adalah anggota organisasi.Mereka semua datang untuk merayakan penobatan Damian.Bella mencari-cari keberadaan Deborah, tetapi wanita itu telah menghilang di depan meja makan. Dalam sekejap, ia terlihat berbicara dengan Martinez dan Mirabesy."Bella? Kenapa kau hanya berdiri di sini?"Bella
"Itu berarti ada orang yang sengaja memata-mataimu. Dia berada di pesta kemarin," ucap Martinez. Ia mengetukkan jarinya ke meja dengan tatapan menerawang. "Hanya satu yang Ayah curigai sekarang. Tidak ada yang berani untuk mengganggu Serpenquila dengan trik-trik kotor seperti itu kecuali organisasi Italisa itu. Ayah yakin organisasi Italisa itu sudah bangkit lagi dan berniat membalas dendam. Kalau bukan aku, sekarang targetnya adalah kau. Dia akan mengacaukan apa pun yang bersangkutan denganmu."Damian terdiam mendengar penjelasan ayahnya, kepalanya sakit memikirkan semuanya. Untuk kedepannya, ia tidak bisa membayangkan ancaman yang akan datang dari organisasi itu.Lebih dari apa pun, Damian mengkhawatirkan Ibunya dan Bella.Mereka berdua rentan terkena bahaya karena apa yang Damian dan Martinez tekuni. Tetapi dunia mafia adalah bagian dari kehidupan keduanya. Mereka tidak bisa memisahkan diri selayaknya pakaian yang harus mereka kenakan seumur hidup.Damian mengusap wajahnya dan hany
"Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."Bella menoleh mendengar ucapan Damian. Setelah menata pakaian di kamar baru mereka, Damian mengajaknya ke sebuah restoran untuk makan siang. Mereka menghabiskan waktu cukup lama di sana sembari menikmati pemandangan pantai yang tersaji.Bella tidak ingat lagi kapan terakhir kali ia melihat pantai. Mungkin sekali saat ia masih kecil. Selanjutnya, ia hanya bisa melihat gambar pantai di rumah mantan majikannya.Jika Bella larut dalam pikirannya dan memikirkan kembali kehidupan budaknya yang terkungkung, perasaan cemas itu kembali datang menghampiri.Bisa hidup bebas dan pergi ke mana pun tanpa ada rasa takut... ia tidak pernah membayangkan semua ini akan terjadi.Bahkan lebih bebas dari apa yang ia perkirakan.Harapan ibunya telah terkabul.Bella menghela napas panjang dan menggeleng. Ia tidak bisa terus memikirkan hal itu dan membuat dirinya kembali tenggelam dalam kubangan kesedihan."Ingin menunjukkan apa?" tanyanya saat Damian hanya terus menat
Ya Tuhan.Apa yang selama ini telah terjadi pada Bella sampai dia tidak yakin eksistensi Damian sebagai sesuatu yang nyata?Air mata Damian tumpah, tangisnya mengencang dan wajah Bella berubah menjadi sendu.“Damian... jangan... menangis,” ucap Bella susah payah. Ia mencoba mengangkat tangannya, tetapi nihil. Ia tidak memiliki secuil pun tenaga untuk mengelap air mata di wajah Damian. Hatinya hancur melihat Damian yang selalu terlihat kuat, kini rapuh layaknya kaca.“Aku nyata, Sayang. Aku di sini, aku di sini untuk menyelamatkanmu. Aku minta maaf karena tidak bisa datang lebih cepat.” Damian terisak lebih keras dan menciumi wajah Bella. Bibirnya bergetar. “Bertahanlah Sayangku, kita akan ke rumah sakit. Semuanya sudah berakhir. Tidak ada lagi yang akan menyakitimu.”Rasanya seperti mimpi.Bella menatap wajah Damian, tetapi sulit. Pandangannya terkadang jelas, terkadang buram. Setiap kali ia mencoba membuka matanya lebih lebar, rasanya ada paku yang menusuk-nusuk matanya. Ia ingin men
“Wajahmu tertembak?”Martinez buru-buru mendekat melihat Damian yang muncul di lorong. Dia terus memegangi rahang kanannya yang telah dibalut kain secara asal-asalan. Tangannya berlumuran darah.“Ya, peluru Van. Kukira... kukira lidahku terpotong.” Damian meringis. Rasa sakitnya membuat wajahnya seolah akan terbelah. Ia tidak bisa berbicara tanpa denyutan nyeri yang mengikuti di belakang. “Tapi ternyata masih utuh. Tidak apa-apa, bukan organ vital. Bagaimana dengan yang lain? Apa masih ada yang tersisa?”Martinez menghela napas. “Semuanya sudah dibereskan. Tinggal Ymar dan Lester. Ymar pasti masih berada di rumah ini, dan Andrius sedang mencarinya. Soal Lester, kita akan menemukannya nanti,” jelasnya dengan suara serak. Ia kelelahan, pakaiannya compang-camping terkena tembakan, dan lorong itu tidak memiliki penghangat yang memadai. “Aku akan meminta para anggota untuk membersihkan rumah ini. Yang lain sudah berpencar untuk memeriksa semua ruangan. Bagaimana dengan Van?”“Sudah tewas.
“Sial, sensornya bagus juga. Di mana dia mendapatkannya?”“Bukan saatnya untuk menanyakan itu, brengsek,” dengus Tyson pada Bogdan yang masih sempat-sempatnya bertanya tentang sensor yang Van gunakan di rumahnya.Setelah melumpuhkan dua penjaga yang berjaga di gerbang depan, Damian, Tyson, dan Bogdan menunggu aba-aba dari Martinez dan Andrius. Beberapa menit telah berlalu, tetapi tidak ada tanda apa pun yang terlihat. Damian berdiri dengan cemas, sudah tidak sanggup menahan diri lebih lama untuk menemukan gadisnya.Ia bersumpah akan membunuh mereka semua, jika ia sampai menemukan Bella dalam keadaan yang tidak ia inginkan.“Ck, kenapa lama sekali?” Bogdan menatap bingung. “Apa sebaiknya aku menyusul?”Damian hendak membantah ketika suara tembakan menggelegar mendadak terdengar. Mereka tersentak dan menatap ke dalam rumah Van.“Sepertinya mereka telah ketahuan. Ayo.” Damian membuka pengaman pistolnya dan bergegas berlari menuju pintu depan. Tyson segera mengikuti di belakang, sementar
Bella termangu menatap tembok pucat di hadapannya. Beberapa hari telah berlalu sejak Lester datang menemuinya waktu itu. Tetapi, ia tidak bisa berhenti memikirkan ucapannya. Ibunya ada di sini. Di rumah ini. Di tempat yang sama dengannya. Apakah itu mungkin? Entah Lester bicara jujur atau hanya mengatakan kebohongan semata, pikiran itu terus menghantuinya. Ia merindukan ibunya. Setiap malam, ia memimpikan sebuah tangan ringkih yang membelai kepalanya dengan lembut. Senandung yang terlontar dari bibir wanita itu terasa sangat nyata, sampai-sampai Bella kira ia tidak sedang bermimpi. Apakah ini semua hanya pengaruh obat-obatan? Mereka menyuntiknya setiap hari, nyaris tidak membiarkannnya untuk bergerak seinci pun dari tempat tidurnya. Bella terus bertanya-tanya apakah ia akan mati di sini? Tubuhnya lemas, nyeri, dan pucat seperti mayat. Matanya bahkan terasa sulit untuk dibuka lebar-lebar. Ia tidak bisa mengangkat tangannya, apalagi menggerakan kakinya. Mungkin, berat bada
“Hei Putri Tidur, sampai kapan kau akan terus menutup matamu?”Sebuah guncangan terasa di pundak Bella, disusul suara yang tidak asing. Aroma alkohol menerpa penciumannya dan membuat hidung Bella berkerut.“Putri Tidur? Apa aku perlu menciummu agar kau mau bangun? Atau kau ingin berhibernasi seperti seekor beruang bodoh?”Suara kasar itu kembali menyerbu pendengarannya. Bella berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat, rasanya seolah ada lem yang menempel di sana.“Akhirnya Putri Tidur kita bangun juga,” kata Lester dengan seringai tipis. Ia duduk di tepi ranjang dan menatap Bella dengan saksama.Bella terperanjat dari tempatnya dan hendak bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia membuka mulut untuk bicara, tetapi hanya suara serak yang keluar.Ke mana suaranya pergi?Bella kira kondisinya telah membaik, tetapi mendadak saja ia merasa begitu lemas. Setelah pertemuan mengejutkannya dengan Van, ia sepertinya mengalami serangan panik dan pingsan.Ketika ia bangun, Lester
“Kau yakin ini hasilnya?”Van menatap hasil tes DNA dengan mata melebar tidak percaya. Ditatapnya Joseph yang mengangguk dengan ekspresi meyakinkan, sama sekali tidak ada keraguan di sana.Van tidak akan pernah meragukan Joseph, tetapi hasil di kertas ini...Bagaimana mungkin ini nyata?Van terduduk lemas di kursi dan menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Dari semua hal yang telah ia usahakan setengah mati selama bertahun-tahum, bagaimana mungkin ia bisa melewatkan informasi sepenting ini?Bella adalah anaknya.Arabella Charlotte.Kekasih Damian, musuhnya. Bella yang telah ia siksa. Bella yang ia kira hanyalah bagian dari musuhnya. Bella yang ia jadikan sandera...Bagaimana mungkin dia adalah Bella yang selama ini ia cari? Malaikat kecilnya. Anaknya dengan Helena. Putrinya yang ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu...Bagaimana mungkin mereka adalah satu orang yang sama?Van memijat kepalanya dan terdiam untuk waktu yang lama. Fakta itu hanya membuatnya terguncang dengan perasaan ka
Damian menegakkan tubuhnya dan menoleh ke luar jendela. Matanya dengan awas meneliti sekitar.Ada sesuatu yang tidak beres.Intuisinya mengatakan bahwa ada seseorang yang tengah mengawasinya. Ia hanya berhenti untuk menerima telepon dari Andrius, tetapi rasanya seolah ada yang sedang mengintainya sekarang.Angin dingin berembus dari arah timur, menerbangkan rambutnya hingga jatuh ke dahi. Damian hanya terus menatap kaca spion mobil selama beberapa detik, kemudian kembali mengawasi sekitar dengan saksama.Pohon dan bangunan tua terbengkalai. Rainelle terlihat sepi tanpa penghuni, tetapi Damian yakin ada sesuatu yang tengah menunggunya jika ia melajukan mobilnya sekarang.Ia baru saja mengambil senjata di markas, dan berniat kembali ke mansion. Ia harus memberitahu ayahnya terlebih dahulu sebelum menyerang ke tempat Van. Waktunya semakin menipis, tetapi pergi tanpa persiapan apa pun sama saja dengan membunuh dirinya sendiri dan Bella.Damian tidak ingin membiarkan semuanya berakhir sia-
“Anda tahu saya tidak akan memberikan informasi apa pun, bukan?” Valeriy bersandar di mobil rongsokannya dan menatap Damian. “Informasi yang kuberikan waktu itu sudah cukup. Sekalipun Anda memberikan senjata rakitan lagi, saya tetap tidak bisa.”Damian tahu bahwa Valeriy memegang teguh peraturan dalam organisasinya, tetapi ini tentang hidup dan matinya. Damian akan melakukan apa pun, meskipun itu berarti ia harus melanggar kode etik yang sepatutnya ia taati. Ia tidak peduli apa pun lagi selain menyelamatkan gadisnya.“Baiklah, saya harus pergi.” Valeriy sudah hendak berbalik ketika Damian melontarkan seutas kalimat yang membuatnya membeku di tempat.“Adikmu berada di penjara Alcatraz, bukan?”Valeriy berbalik dengan mata menyipit. Mulutnya terbuka, uap berembus keluar, tetapi dia seolah kehilangan kata-kata.“Aku bisa mengeluarkannya dari sana,” lanjut Damian.Valeriy terlihat goyah dan matanya menatap Damian dengan saksama. Ekspresi Damian keras dan tatapannya yang tajam menunjukkan
Damian terus mondar-mandir dengan gusar. Ia merasa akan meledak saat ini juga. Khawatir, tegang, takut, cemas, ngeri, marah, kesal, sedih, semuanya bercampur menjadi satu. Ia tidak bisa duduk diam, sementara gadisnya entah berada di mana dan dalam keadaan apa.Damian menggeram. “Apa komputer sialan itu sudah terhubung dengan pelacaknya?!”“Diam brengsek! Aku sedang berusaha!” Bogdan balas berteriak. Wajah memerah murka dan Martinez akhirnya bangkit berdiri.“Duduk, Damian.”Damian berdecak dan melemparkan tubuhnya ke kursi. Ia memijat sisi kepalanya yang berdenyut sakit dan menghela napas keras.Stres berat. Itulah yang ia rasakan. Ia tegang dan cemas sepanjang waktu. Ia tidak bisa berhenti memikirkan hilangnya Bella dan bagaimana ia bisa menemukan gadisnya. Sudah tiga hari berlalu, tetapi mereka belum mendapatkan lokasi pasti tempat di mana Bella berada.Tiap detik yang berlalu terasa membunuhnya. Tiap detik yang terbuang dan Damian merasa akan menggila. Bella masih berada di sana, d