Mereka sudah pergi, bukan? Tidak ada lagi suara yang terdengar. Bella membuka pintu dapur dengan sangat hati-hati, kemudian mengamati sepanjang lorong yang mengarah ke sayap timur. Kosong. Ia tidak tahu ke mana dua orang itu menghilang, tetapi ia yakin mendengar suara langkah yang perlahan-lahan menjauh. Bella memegang erat cangkir tehnya dan berjalan melintasi aula dengan cepat. "Oh siapa ini?" Suara itu begitu mengejutkan hingga Bella terkesiap dan hampir menjatuhkan teh di tangannya. Ia menoleh ke samping, hanya untuk melihat seringai tipis dari pria kekar yang berdiri di balik pilar-pilar yang menjulang. Bella kira mereka sudah pergi, tetapi rupanya masih ada satu orang yang... ia bahkan tidak tahu apa yang pria itu lakukan di sini. Dia adalah pemilik dari suara mesin motor tadi. "Terkejut, ya?" tanyanya dengan jenaka. Seringainya melebar melihat ketakutan yang melintas di wajah Bella. Bella spontan berbelok ke samping, tetapi pergerakannya tidak cukup cepat ketika pria itu
Ketepatan Bella dalam menembak papan target sudah mulai meningkat. Pagi itu, Damian kembali membawanya ke tempat latihan menembak untuk mengasah kemampuannya. Mereka menghabiskan waktu di sana sampai jam sepuluh, kemudian kembali ke mansion saat salju mulai berjatuhan.Mereka sempat melewati rumah pribadi Damian yang tengah dipugar di beberapa bagian. Damian memberitahu bahwa mereka akan pindah ke sana setelah acara penobatannya selesai.Damian menjadi jauh lebih sibuk di hari berikutnya.Katanya, mereka akan meluncurkan senjata rakitan baru di sebuah pesta besar yang akan diselenggarakan. Jadi, Damian menghabiskan lebih banyak waktunya untuk berdiskusi dengan para petinggi organisasi.Masalah yang sebelumnya terjadi telah diselesaikan. Sebagian besar anggota organisasi mulai pergi dan tersisa lima orang yang memilih untuk tinggal lebih lama.Mereka adalah keluarga Tuan Martinez. Termasuk Ymar yang menghabiskan waktunya dengan menjelajahi seluruh isi mansion.Dia menyapa semua orang
"KAU PIKIR APA YANG KAU LAKUKAN, DAMIAN LINFORD?!" Damian menghela napas mendengar teriakan itu dan duduk di salah satu kursi yang kosong. Malam ini, ia dipanggil ke ruang tengah untuk sebuah pertemuan khusus setelah apa yang ia lakukan pada Ymar. Pria itu duduk di seberang meja dengan wajah babak belur, merah meradang dengan beberapa luka yang masih mengeluarkan darah. Kedua sisi matanya bengkak dan bibirnya tampak miring sebelah. Dia menatap Damian dengan wajah kesal luar biasa. Damian balas menatap dengan wajah dingin. Dia pantas mendapatkan hal itu, pikirnya. Seharusnya lebih. Kalau saja Damian tidak memikirkan ibu Ymar yang sedang sakit, ia akan menghabisi pria itu tanpa ampun. Setelah apa yang dia lakukan pada Bella, dia tidak berhak mendapat pengampunan. Tetapi sekarang, ia malah dipanggil untuk mendiskusikan tindakannya? Damian ingin mengumpat keras. Ayah Ymar—Massimo—menganggap bahwa tindakannya terlalu berlebihan. Pamannya itu tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia telah
"Aku tidak mengerti. Kenapa orang orang-orang selalu bertindak sesuka hati mereka? Pelayan atau bahkan yang lebih rendah seperti seorang budak, mereka tidak lebih dari sampah, sama sekali tidak dihargai. Seolah-olah kami ini bukan manusia. Laki-laki bisa melakukan apa pun sesuka mereka, tetapi perempuan? Apalagi di dunia kita, harga diri wanita sangat rendah." Damian terdiam mendengar kata-kata Bella. Gadis itu agak mabuk setelah minum dua gelas tinggi vodka. Awalnya dia hanya diam, tetapi setelah beberapa saat, dia seolah berusaha mencurahkan segala hal yang ada di hatinya. Damian hanya diam dan membiarkan Bella bicara. Ia mengerti mengenai apa yang coba gadis itu ungkapkan. Mereka hidup di dunia yang kejam, di mana kekuasaanlah yang menjadi patokan dari segalanya. "Mereka juga ingin dihargai, sedikit saja," lanjut Bella dengan suara serak menahan tangis. Tangannya ditekan ke pembatas balkon yang dingin, kemudian ia menghela napas panjang. "Tapi hal itu mungkin tidak akan pernah bi
"Damian tunggu—tunggu sebentar. Sepertinya aku—" Bella mencengkeram lengan Damian saat kakinya tergelincir di atas es. Tawanya membahana di penjuru halaman belakang ketika tubuhnya miring ke kanan dan ke kiri. Damian segera meraih pinggang gadis itu dan membantunya untuk berdiri tegak. Mereka masih berada di tepi danau yang membeku, tetapi Bella sudah tergelincir sampai tiga kali. Dia tidak bisa berhenti tertawa dan Damian ikut tertawa karenanya. "Sudah lama aku tidak memakai sepatu ini dan ternyata jauh lebih sulit dari apa yang kubayangkan," ucap Bella dengan sisa-sisa tawanya yang belum hilang. Ia melingkarkan lengannya di leher Damian yang menatapnya dengan senyum lebar. Bella mengecup singkat leher pria itu. "Bagaimana kalau kita ke bagian tengah danau?" "Kau sudah bisa menyeimbangkan diri?" tanya Damian, menggoda. Bella tertawa kecil dan menggeleng. "Pelan-pelan saja." "Oke. Mari kita coba." Sambil mengeratkan pelukannya pada pinggang Bella, Damian membawa gadis itu ke teng
Pengumuman pertunangan Bella dan Damian telah tersebar di penjuru mansion.Bella tidak tahu sudah berapa banyak ucapan selamat yang ia dapat dari pelayan maupun pengawal rumah ini—secara tulus dan tidak. Ia tahu beberapa dari mereka tidak menyukainya, tetapi Bella sama sekali tidak ambil pusing. Berusaha membuat mereka berhenti membencinya adalah hal yang sia-sia.Bella hanya ingin fokus pada acara pertunangannya dengan Damian.Setelah percakapan serius yang mereka lakukan semalam, Damian menginginkan pertunangan keduanya dilaksanakan lebih awal.Minggu depan, katanya.Mulai hari ini, persiapan telah dilakukan dengan mendekor sayap timur dengan tema musim dingin yang menenangkan. Damian secara khusus menginginkan pertunangan dilaksanakan di sayap pribadi miliknya.Warna biru dan putih mendominasi ruangan. Hiasan kertas berbentuk kristal salju digantung di setiap sudut bersama bunga mawar putih. Kandelar emas yang semula dipakai juga diganti dengan kandelar berwarna putih untuk menyesu
Hari demi hari tak terasa berlalu dengan sangat cepat. Bella dengan gugup menatap refleksinya di cermin. Dalam balutan gaun satin putih, ia merasa berbeda. Ia merasa jauh lebih istimewa dibanding hari-hari yang lain. Dan hari ini adalah apa yang ditunggu oleh semua orang. Hari pertunangannya dengan Damian. Bella menatap wajahnya yang telah dirias, dengan lapisan tipis bedak yang masih memperlihatkan bintik-bintik hitam kecokelatan di hidung dan pipinya. Erina memberi sedikit perona pipi berwarna peach, kemudian bibirnya dipoles dengan lipstik senada. Bella menyentuh rambutnya yang dikepang ke belakang dengan gaya Prancis, tampak sangat indah dengan bunga mawar putih mini yang menjadi hiasan di beberapa bagian. Semuanya tampak sempurna. Dalam hidupnya, tidak pernah ia merasa secantik ini. Bella menggigit bibir bawahnya dan berdoa dalam hati. Ia merasa sangat gugup sampai rasanya ingin pingsan. Keringat dingin terasa merambati tangan dan kakinya. Bella meremat tangannya dan mena
"Luka-luka ini..."Damian menyusuri luka-luka yang membekas di punggung Bella, meninggalkan garis-garis melintang berwarna hitam dan cokelat yang sangat kentara di kulit pucatnya.Semua itu adalah bekas cambukan yang dia dapat di rumah Hugo. Lalu di bagian tubuhnya yang lain, terdapat luka lebam yang bekasnya sudah hampir menghilang.Damian menghela napas dan menunduk. Ia menciumi sepanjang punggung Bella, kemudian turun menuju pinggangnya.Bella merintih dan memperkuat cengkeramannya pada seprai di bawahnya. Bibir lembab Damian yang menempel di kulitnya membawa sensasi lain yang membuat perutnya terasa berpilin.Di atas ranjang yang telah acak-acakan itu, Damian menarik selimut yang menutupi ketelanjangan gadisnya."Damian...""Sekali lagi?" bisik Damian dengan suara parau. Di ruangan yang temaram itu, iris Damian tampak berkilau terpantul cahaya bulan yang menelusup masuk.Damian meraih pundak Bella dan membalik tubuh mungil itu. Ia kembali menunduk untuk menatap wajah Bella dari de
“Hei Putri Tidur, sampai kapan kau akan terus menutup matamu?”Sebuah guncangan terasa di pundak Bella, disusul suara yang tidak asing. Aroma alkohol menerpa penciumannya dan membuat hidung Bella berkerut.“Putri Tidur? Apa aku perlu menciummu agar kau mau bangun? Atau kau ingin berhibernasi seperti seekor beruang bodoh?”Suara kasar itu kembali menyerbu pendengarannya. Bella berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat, rasanya seolah ada lem yang menempel di sana.“Akhirnya Putri Tidur kita bangun juga,” kata Lester dengan seringai tipis. Ia duduk di tepi ranjang dan menatap Bella dengan saksama.Bella terperanjat dari tempatnya dan hendak bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia membuka mulut untuk bicara, tetapi hanya suara serak yang keluar.Ke mana suaranya pergi?Bella kira kondisinya telah membaik, tetapi mendadak saja ia merasa begitu lemas. Setelah pertemuan mengejutkannya dengan Van, ia sepertinya mengalami serangan panik dan pingsan.Ketika ia bangun, Lester
“Kau yakin ini hasilnya?”Van menatap hasil tes DNA dengan mata melebar tidak percaya. Ditatapnya Joseph yang mengangguk dengan ekspresi meyakinkan, sama sekali tidak ada keraguan di sana.Van tidak akan pernah meragukan Joseph, tetapi hasil di kertas ini...Bagaimana mungkin ini nyata?Van terduduk lemas di kursi dan menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Dari semua hal yang telah ia usahakan setengah mati selama bertahun-tahum, bagaimana mungkin ia bisa melewatkan informasi sepenting ini?Bella adalah anaknya.Arabella Charlotte.Kekasih Damian, musuhnya. Bella yang telah ia siksa. Bella yang ia kira hanyalah bagian dari musuhnya. Bella yang ia jadikan sandera...Bagaimana mungkin dia adalah Bella yang selama ini ia cari? Malaikat kecilnya. Anaknya dengan Helena. Putrinya yang ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu...Bagaimana mungkin mereka adalah satu orang yang sama?Van memijat kepalanya dan terdiam untuk waktu yang lama. Fakta itu hanya membuatnya terguncang dengan perasaan ka
Damian menegakkan tubuhnya dan menoleh ke luar jendela. Matanya dengan awas meneliti sekitar.Ada sesuatu yang tidak beres.Intuisinya mengatakan bahwa ada seseorang yang tengah mengawasinya. Ia hanya berhenti untuk menerima telepon dari Andrius, tetapi rasanya seolah ada yang sedang mengintainya sekarang.Angin dingin berembus dari arah timur, menerbangkan rambutnya hingga jatuh ke dahi. Damian hanya terus menatap kaca spion mobil selama beberapa detik, kemudian kembali mengawasi sekitar dengan saksama.Pohon dan bangunan tua terbengkalai. Rainelle terlihat sepi tanpa penghuni, tetapi Damian yakin ada sesuatu yang tengah menunggunya jika ia melajukan mobilnya sekarang.Ia baru saja mengambil senjata di markas, dan berniat kembali ke mansion. Ia harus memberitahu ayahnya terlebih dahulu sebelum menyerang ke tempat Van. Waktunya semakin menipis, tetapi pergi tanpa persiapan apa pun sama saja dengan membunuh dirinya sendiri dan Bella.Damian tidak ingin membiarkan semuanya berakhir sia-
“Anda tahu saya tidak akan memberikan informasi apa pun, bukan?” Valeriy bersandar di mobil rongsokannya dan menatap Damian. “Informasi yang kuberikan waktu itu sudah cukup. Sekalipun Anda memberikan senjata rakitan lagi, saya tetap tidak bisa.”Damian tahu bahwa Valeriy memegang teguh peraturan dalam organisasinya, tetapi ini tentang hidup dan matinya. Damian akan melakukan apa pun, meskipun itu berarti ia harus melanggar kode etik yang sepatutnya ia taati. Ia tidak peduli apa pun lagi selain menyelamatkan gadisnya.“Baiklah, saya harus pergi.” Valeriy sudah hendak berbalik ketika Damian melontarkan seutas kalimat yang membuatnya membeku di tempat.“Adikmu berada di penjara Alcatraz, bukan?”Valeriy berbalik dengan mata menyipit. Mulutnya terbuka, uap berembus keluar, tetapi dia seolah kehilangan kata-kata.“Aku bisa mengeluarkannya dari sana,” lanjut Damian.Valeriy terlihat goyah dan matanya menatap Damian dengan saksama. Ekspresi Damian keras dan tatapannya yang tajam menunjukkan
Damian terus mondar-mandir dengan gusar. Ia merasa akan meledak saat ini juga. Khawatir, tegang, takut, cemas, ngeri, marah, kesal, sedih, semuanya bercampur menjadi satu. Ia tidak bisa duduk diam, sementara gadisnya entah berada di mana dan dalam keadaan apa.Damian menggeram. “Apa komputer sialan itu sudah terhubung dengan pelacaknya?!”“Diam brengsek! Aku sedang berusaha!” Bogdan balas berteriak. Wajah memerah murka dan Martinez akhirnya bangkit berdiri.“Duduk, Damian.”Damian berdecak dan melemparkan tubuhnya ke kursi. Ia memijat sisi kepalanya yang berdenyut sakit dan menghela napas keras.Stres berat. Itulah yang ia rasakan. Ia tegang dan cemas sepanjang waktu. Ia tidak bisa berhenti memikirkan hilangnya Bella dan bagaimana ia bisa menemukan gadisnya. Sudah tiga hari berlalu, tetapi mereka belum mendapatkan lokasi pasti tempat di mana Bella berada.Tiap detik yang berlalu terasa membunuhnya. Tiap detik yang terbuang dan Damian merasa akan menggila. Bella masih berada di sana, d
“Ibu, Ayah di mana? Kenapa Ayah tidak pernah pulang lagi? Apakah Ayah mencari uang di tempat yang sangat jauh?”Bella menatap ibunya dengan heran. Sudah hampir sebulan berlalu, tetapi ayahnya tidak kunjung menampakkan diri.Bella sudah bosan makan roti dari tepung biji ek, jamur tumis liar, dan jus apel. Ia ingin makan daging atau setidaknya roti gandum. Tetapi gandum cukup mahal akhir-akhir ini, jadi ibunya tidak bisa membelinya. Apalagi daging yang harganya berkali-kali lipat.Ayam mereka telah habis dimakan oleh musang dan rakun liar yang berkeliaran di sekitar hutan. Mereka tidak memiliki ternak domba atau sapi seperti warga lainnya. Bella pikir mereka juga tidak menyukai ibunya dan tidak pernah berbagi apa pun saat perayaan. Hanya keluarga Damian yang baik padanya, tetapi mereka juga bukan orang kaya.“Ayah akan pulang, Sayang. Tapi kita harus bersabar.” Helena berjongkok dan membelai wajah putrinya dengan sayang. “Kau harus bersabar sedikit lagi, ya? Ibu akan buatkan kue enak da
“Apa kau sudah menyuntiknya dengan obat itu?”“Ya, Tuan. Dia sudah tidak sadarkan diri di ruangan itu.”“Bagus.” Van mengangguk dan melirik Fabrizio yang sedang sibuk bicara dengan seseorang di telepon. Van lantas mengisyaratkan Lester untuk pergi, sementara ia menghubungi asistennya agar terus mengawasi Helena.Van akan kembali menemuinya malam ini.Helena masih enggan bicara padanya, tetapi ia tidak peduli. Selama wanita itu berada dalam genggamannya, maka ia pasti bisa membalikkan keadaan suatu saat nanti. Jika ia berhasil menemukan putrinya kembali, ia yakin Helena mau berkompromi dan memaafkannya.Ini hanya masalah waktu.Van memasukkan ponselnya ke saku saat Fabrizio mendekat. Dia menyelipkan pistolnya ke saku dan mengangguk pada Van.“Ayo.”Van berjalan lebih dulu, sementaraFabrizio mengikutinya dari belakang. Mereka menyusuri lorong gedung tua terbengkalai itu dengan tenang, sampai akhirnya tiba di ruangan yang dituju.Van mendorong pintu terbuka secara perlahan. Ia melangkah
Ada sesuatu yang terasa berdenyut di bagian belakang kepala Bella. Denyut itu terus membesar setiap detiknya hingga rasanya tengkoraknya akan pecah. Bella berusaha membuka matanya yang berat, tetapi pandangannya sangat buram, lebih buruk dari sekadar melihat dari kaca berembun.Ia berkedip-kedip beberapa kali sampai pandangannya sedikit lebih baik, tetapi rasa sakit lain di tubuhnya mulai muncul. Rasanya seolah ia telah dipukul habis-habisan. Yang paling nyeri adalah kedua pergelangannya. Bella tidak bisa mengangkatnya, sepertinya tangannya benar-benar telah patah.Ia meraba papan kayu di bawahnya—kotor dan berdebu. Sekelilingnya gelap, hanya sedikit cahaya yang berhasil masuk dari celah kecil di atas jendela yang ditutupi gorden. Ia tidak tahu apa sekarang sudah malam atau cuaca sedang mendung di luar. Ia bahkan tidak tahu apa ia masih berada di Norfolk atau kota lain.Damian...Wajah pria itu melintas di benaknya. Suasana pesta yang kacau terbayang-bayang. Hati Bella mencelos mengin
Ibunya selalu bilang bahwa takdir itu sulit ditebak, kau tidak tahu hal mengejutkan apa yang akan terjadi satu jam kedepan, satu menit ke depan, atau bahkan satu detik ke depan.Itu sebabnya Ibunya selalu memiliki harapan untuknya, bahwa Bella bisa terbebas dari perbudakan dan menjalani kehidupan yang lebih baik di masa depan.Setelah bertemu Damian kembali, hidupnya terasa dijungkir-balikkan. Ada lebih banyak kebahagiaan yang datang padanya dibanding kesedihan yang selama ini mengungkungnya. Tetapi, ia tahu bahwa tidak selamanya kehidupan seseorang akan penuh dengan bunga yang mekar. Ada kalanya bahaya dan kesedihan itu datang mengintai, menghempas apa pun layaknya badai.Dan Bella tahu itulah yang terjadi malam ini.Tembakan mendesing ke segala penjuru. Suasana pesta yang tadinya tenang seketika menjadi kacau. Semua orang berlarian dengan panik, jeritan ketakutan mereka memenuhi ruangan.Bella terhuyung di tempat, bahunya sakit setelah ditubruk berulang kali. Ia berusaha untuk berla