"Aku tidak mengerti. Kenapa orang orang-orang selalu bertindak sesuka hati mereka? Pelayan atau bahkan yang lebih rendah seperti seorang budak, mereka tidak lebih dari sampah, sama sekali tidak dihargai. Seolah-olah kami ini bukan manusia. Laki-laki bisa melakukan apa pun sesuka mereka, tetapi perempuan? Apalagi di dunia kita, harga diri wanita sangat rendah." Damian terdiam mendengar kata-kata Bella. Gadis itu agak mabuk setelah minum dua gelas tinggi vodka. Awalnya dia hanya diam, tetapi setelah beberapa saat, dia seolah berusaha mencurahkan segala hal yang ada di hatinya. Damian hanya diam dan membiarkan Bella bicara. Ia mengerti mengenai apa yang coba gadis itu ungkapkan. Mereka hidup di dunia yang kejam, di mana kekuasaanlah yang menjadi patokan dari segalanya. "Mereka juga ingin dihargai, sedikit saja," lanjut Bella dengan suara serak menahan tangis. Tangannya ditekan ke pembatas balkon yang dingin, kemudian ia menghela napas panjang. "Tapi hal itu mungkin tidak akan pernah bi
"Damian tunggu—tunggu sebentar. Sepertinya aku—" Bella mencengkeram lengan Damian saat kakinya tergelincir di atas es. Tawanya membahana di penjuru halaman belakang ketika tubuhnya miring ke kanan dan ke kiri. Damian segera meraih pinggang gadis itu dan membantunya untuk berdiri tegak. Mereka masih berada di tepi danau yang membeku, tetapi Bella sudah tergelincir sampai tiga kali. Dia tidak bisa berhenti tertawa dan Damian ikut tertawa karenanya. "Sudah lama aku tidak memakai sepatu ini dan ternyata jauh lebih sulit dari apa yang kubayangkan," ucap Bella dengan sisa-sisa tawanya yang belum hilang. Ia melingkarkan lengannya di leher Damian yang menatapnya dengan senyum lebar. Bella mengecup singkat leher pria itu. "Bagaimana kalau kita ke bagian tengah danau?" "Kau sudah bisa menyeimbangkan diri?" tanya Damian, menggoda. Bella tertawa kecil dan menggeleng. "Pelan-pelan saja." "Oke. Mari kita coba." Sambil mengeratkan pelukannya pada pinggang Bella, Damian membawa gadis itu ke teng
Pengumuman pertunangan Bella dan Damian telah tersebar di penjuru mansion.Bella tidak tahu sudah berapa banyak ucapan selamat yang ia dapat dari pelayan maupun pengawal rumah ini—secara tulus dan tidak. Ia tahu beberapa dari mereka tidak menyukainya, tetapi Bella sama sekali tidak ambil pusing. Berusaha membuat mereka berhenti membencinya adalah hal yang sia-sia.Bella hanya ingin fokus pada acara pertunangannya dengan Damian.Setelah percakapan serius yang mereka lakukan semalam, Damian menginginkan pertunangan keduanya dilaksanakan lebih awal.Minggu depan, katanya.Mulai hari ini, persiapan telah dilakukan dengan mendekor sayap timur dengan tema musim dingin yang menenangkan. Damian secara khusus menginginkan pertunangan dilaksanakan di sayap pribadi miliknya.Warna biru dan putih mendominasi ruangan. Hiasan kertas berbentuk kristal salju digantung di setiap sudut bersama bunga mawar putih. Kandelar emas yang semula dipakai juga diganti dengan kandelar berwarna putih untuk menyesu
Hari demi hari tak terasa berlalu dengan sangat cepat. Bella dengan gugup menatap refleksinya di cermin. Dalam balutan gaun satin putih, ia merasa berbeda. Ia merasa jauh lebih istimewa dibanding hari-hari yang lain. Dan hari ini adalah apa yang ditunggu oleh semua orang. Hari pertunangannya dengan Damian. Bella menatap wajahnya yang telah dirias, dengan lapisan tipis bedak yang masih memperlihatkan bintik-bintik hitam kecokelatan di hidung dan pipinya. Erina memberi sedikit perona pipi berwarna peach, kemudian bibirnya dipoles dengan lipstik senada. Bella menyentuh rambutnya yang dikepang ke belakang dengan gaya Prancis, tampak sangat indah dengan bunga mawar putih mini yang menjadi hiasan di beberapa bagian. Semuanya tampak sempurna. Dalam hidupnya, tidak pernah ia merasa secantik ini. Bella menggigit bibir bawahnya dan berdoa dalam hati. Ia merasa sangat gugup sampai rasanya ingin pingsan. Keringat dingin terasa merambati tangan dan kakinya. Bella meremat tangannya dan mena
"Luka-luka ini..."Damian menyusuri luka-luka yang membekas di punggung Bella, meninggalkan garis-garis melintang berwarna hitam dan cokelat yang sangat kentara di kulit pucatnya.Semua itu adalah bekas cambukan yang dia dapat di rumah Hugo. Lalu di bagian tubuhnya yang lain, terdapat luka lebam yang bekasnya sudah hampir menghilang.Damian menghela napas dan menunduk. Ia menciumi sepanjang punggung Bella, kemudian turun menuju pinggangnya.Bella merintih dan memperkuat cengkeramannya pada seprai di bawahnya. Bibir lembab Damian yang menempel di kulitnya membawa sensasi lain yang membuat perutnya terasa berpilin.Di atas ranjang yang telah acak-acakan itu, Damian menarik selimut yang menutupi ketelanjangan gadisnya."Damian...""Sekali lagi?" bisik Damian dengan suara parau. Di ruangan yang temaram itu, iris Damian tampak berkilau terpantul cahaya bulan yang menelusup masuk.Damian meraih pundak Bella dan membalik tubuh mungil itu. Ia kembali menunduk untuk menatap wajah Bella dari de
"Apa kita akan pergi sekarang?""Pagi-pagi sekali adalah waktu terbaik sebelum jalanan dipadati oleh para pekerja." Damian tersenyum dan menghampiri kekasihnya. Rambutnya yang disisir rapi ke belakang tampak beterbangan ringan diterpa angin yang datang. "Apa kau masih mengantuk?""Tidak, hanya dingin." Bella menyengir dan bergidik ketika angin dingin kembali berembus.Langit kelabu menaungi mereka, tetapi syukurlah salju tidak turun pagi ini. Semalam, salju turun cukup lebat, yang membuat udara jauh menurun dratis hari ini. Dahan-dahan pohon cemara terlihat melengkung ke bawah, tampak akan patah oleh salju yang menumpuk tinggi di atasnya. Damian menaikkan ritsleting jaket Bella sampai ke leher, lalu memperbaiki kupluknya. "Apa kau ingin aku ambilkan syal di dalam?" tanyanya, mendarat satu kecupan kecil di dahi kekasihnya.Gadis itu menggeleng ringan. "Aku baik-baik saja. Ayo berangkat sekarang?""Baiklah."Rencananya, mereka akan berkunjung ke Alderson—di mana rumah pribadi Damian ya
"Bagaimana menurut Ayah?" Damian menatap ayahnya yang masih fokus membolak-balik berkas. Keningnya berkerut, memikirkan pertanyaan Damian soal surat pengurusan perbudakan Bella. Damian menunggu dengan sabar, matanya sesekali melirik keluar jendela. Salju turun dengan lebat malam ini. Kemungkinan besar ia akan datang ke markas menjelang makan siang, tepat setelah jalanan dibersihkan. Penobatan Damian sebagai ketua baru resmi dilakukan besok. Damian awalnya ingin memperkenalkan Bella sebagai pasangannya, tetapi ia mengubah rencananya. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan, jadi Damian akan menunggu sampai surat pembebasan Bella sebagai budak keluar. Ia tidak mau gadis itu berada dalam masalah. Sebagai calon ketua baru, Damian memang memiliki kekuasaan dan wewenang yang tinggi, tetapi bukan berarti ia bisa bertindak seenaknya. Bella masih terhubung dengan organisasi yang menopang Hugo dan Deborah. Hugo telah meninggal, jadi Damian hanya perlu mendapat persetujuan secara resmi d
Ketegangan terasa menguar di udara, ketika Volkov Gambino mulai membuka dokumen resmi untuk mengesahkan penobatan Damian.Volkov menatap semua orang yang hadir di ruangan itu dan mulai membaca surat pengesahannya."Dengan ini, kami menyatakan bahwa Damian Linford yang merupakan pewaris sah dari Martinez Linford—disaksikan oleh Volkov Gambino, Angelo Carasimo, Torre von Neverova dan para anggota inti—sebagai pemimpin baru dari organisasi Serpenquila Mafioso.Segala peraturan, masalah, dan rahasia dalam organisasi akan menjadi tanggung jawab Damian Linford. Dia akan setia pada organisasi dan menjadikan nyawanya sebagai jaminan atas segalanya. Jika Damian Linford terbukti melakukan pengkhianatan terhadap organisasi, maka dia akan diturunkan dari jabatannya dan mendapat hukuman berat di Alcatraz..."Damian mendengarkan dengan seksama seraya menatap ayahnya yang duduk di seberang meja. Di bawah cahaya keemasan kandelar, seluruh anggota inti yang berjumlah 10 orang duduk dalam satu meja.Ru
Langit kelabu menaungi kota Rainelle. Angin kencang tak henti-hentinya berembus, menampar-nampar wajah Damian dengan keras. Sore itu, hujan sepertinya akan turun menyapa.Damian berdiri diam dibalik batang pohon pinus. Matanya tertuju pada bangunan tua yang berdiri di seberang jalan. Bau karat besi dan sampah busuk menyengat hidungnya, tetapi ia tetap berdiri di sana.Damian menggenggam erat pistolnya dan menajamkan pandangan. Urat sarafnya terasa tegang. Sudah setengah jam ia menunggu, tetapi Lester tak kunjung menampakkan batang hidungnya.Dari informasi yang ia dapatkan, Lester kembali ke rumah lamanya hari ini untuk melakukan transaksi. Damian tidak akan membiarkan pria itu lolos begitu saja. Dia mengambil andil sangat besar dalam rencana penculikan Bella.“Ya, para keparat itu sudah mati.”Sebuah suara terdengar dari seberang jalan. Damian menatap waspada dan menempelkan tubuhnya ke pinus di belakangnya.Sedetik kemudian, Lester muncul dengan ponsel yang menempel di telinga. Dia
Untuk sesaat, Bella kira ia sedang bermimpi. Tetapi sentuhan tangan ibunya begitu nyata, mengelus lembut wajahnya. Air mata mendesak keluar, dan pada akhirnya Bella terisak kencang. Tanpa bisa ditahan, tangis Helena ikut tumpah. “Sayang...” gumam Helena dan tangis Bella mengencang. Betapa Bella merindukan suara ibunya. Setelah sekian tahun tidak bertemu, ini semua terasa seperti kemustahilan. “Ibu... ibu sungguh di sini?” Bella tersedak tangisnya sendiri. Ia ingin merangkul ibunya ke dalam dekapan, tetapi tangannya terlalu lemah untuk diangkat. “Ya, Ibu di sini, Nak. Ibu di sini...” Helena tidak sanggup untuk melanjutkan kata-katanya dan membungkuk untuk memeluk Bella. “Anakku... Ibu merindukanmu. Ibu sangat merindukanmu.” “Aku juga sangat merindukan... ibu! Kupikir... kita tidak akan bertemu... lagi. Ibu sungguh di sini... Ini...” Bella terisak-isak, tubuhnya bergetar hebat. Pelukan Helena menguat dan Bella merasa tenggelam dalam kerinduan yang menyakitkan. Untuk waktu yang l
“Massimo sedang mengejarnya. Segera setelah kita temukan lokasinya, maka dia akan berakhir sama seperti anggota Uncamord lainnya.”Damian mengangguk mendengar penjelasan ayahnya. Setelah Bella dirawat bersama ibunya di mansion, mereka bergerak lebih lanjut untuk menemukan kelompok Evren yang ikut berkhianat dalam pesta. Mereka menolak untuk bekerja sama, jadi Serpenquila membantai mereka semua.Setidaknya, hama di dunia para mafioso telah menghilang.“Yang lainnya sedang beristirahat setelah mendapat beberapa jahitan. Kau juga, Damian. Istirahatlah,” lanjut Martinez, menatap rahang, kepala, bahu, dan punggung Damian yang diperban.“Ya, Ayah juga.” Damian berdiri dari kursinya dan berhenti sejenak. Ia menatap Martinez, lalu tersenyum tipis. “Terima kasih, Ayah. Selamat malam.”Martinez mengangguk dengan senyum kecil. “Sudah seharusnya aku melakukan ini, Nak. Selamat malam untukmu.”Damian melangkah pergi dan bergegas menuju kamarnya. Bella dirawat di sana dan masih tidak sadarkan diri.
Ya Tuhan.Apa yang selama ini telah terjadi pada Bella sampai dia tidak yakin eksistensi Damian sebagai sesuatu yang nyata?Air mata Damian tumpah, tangisnya mengencang dan wajah Bella berubah menjadi sendu.“Damian... jangan... menangis,” ucap Bella susah payah. Ia mencoba mengangkat tangannya, tetapi nihil. Ia tidak memiliki secuil pun tenaga untuk mengelap air mata di wajah Damian. Hatinya hancur melihat Damian yang selalu terlihat kuat, kini rapuh layaknya kaca.“Aku nyata, Sayang. Aku di sini, aku di sini untuk menyelamatkanmu. Aku minta maaf karena tidak bisa datang lebih cepat.” Damian terisak lebih keras dan menciumi wajah Bella. Bibirnya bergetar. “Bertahanlah Sayangku, kita akan ke rumah sakit. Semuanya sudah berakhir. Tidak ada lagi yang akan menyakitimu.”Rasanya seperti mimpi.Bella menatap wajah Damian, tetapi sulit. Pandangannya terkadang jelas, terkadang buram. Setiap kali ia mencoba membuka matanya lebih lebar, rasanya ada paku yang menusuk-nusuk matanya. Ia ingin men
“Wajahmu tertembak?”Martinez buru-buru mendekat melihat Damian yang muncul di lorong. Dia terus memegangi rahang kanannya yang telah dibalut kain secara asal-asalan. Tangannya berlumuran darah.“Ya, peluru Van. Kukira... kukira lidahku terpotong.” Damian meringis. Rasa sakitnya membuat wajahnya seolah akan terbelah. Ia tidak bisa berbicara tanpa denyutan nyeri yang mengikuti di belakang. “Tapi ternyata masih utuh. Tidak apa-apa, bukan organ vital. Bagaimana dengan yang lain? Apa masih ada yang tersisa?”Martinez menghela napas. “Semuanya sudah dibereskan. Tinggal Ymar dan Lester. Ymar pasti masih berada di rumah ini, dan Andrius sedang mencarinya. Soal Lester, kita akan menemukannya nanti,” jelasnya dengan suara serak. Ia kelelahan, pakaiannya compang-camping terkena tembakan, dan lorong itu tidak memiliki penghangat yang memadai. “Aku akan meminta para anggota untuk membersihkan rumah ini. Yang lain sudah berpencar untuk memeriksa semua ruangan. Bagaimana dengan Van?”“Sudah tewas.
“Sial, sensornya bagus juga. Di mana dia mendapatkannya?”“Bukan saatnya untuk menanyakan itu, brengsek,” dengus Tyson pada Bogdan yang masih sempat-sempatnya bertanya tentang sensor yang Van gunakan di rumahnya.Setelah melumpuhkan dua penjaga yang berjaga di gerbang depan, Damian, Tyson, dan Bogdan menunggu aba-aba dari Martinez dan Andrius. Beberapa menit telah berlalu, tetapi tidak ada tanda apa pun yang terlihat. Damian berdiri dengan cemas, sudah tidak sanggup menahan diri lebih lama untuk menemukan gadisnya.Ia bersumpah akan membunuh mereka semua, jika ia sampai menemukan Bella dalam keadaan yang tidak ia inginkan.“Ck, kenapa lama sekali?” Bogdan menatap bingung. “Apa sebaiknya aku menyusul?”Damian hendak membantah ketika suara tembakan menggelegar mendadak terdengar. Mereka tersentak dan menatap ke dalam rumah Van.“Sepertinya mereka telah ketahuan. Ayo.” Damian membuka pengaman pistolnya dan bergegas berlari menuju pintu depan. Tyson segera mengikuti di belakang, sementar
Bella termangu menatap tembok pucat di hadapannya. Beberapa hari telah berlalu sejak Lester datang menemuinya waktu itu. Tetapi, ia tidak bisa berhenti memikirkan ucapannya. Ibunya ada di sini. Di rumah ini. Di tempat yang sama dengannya. Apakah itu mungkin? Entah Lester bicara jujur atau hanya mengatakan kebohongan semata, pikiran itu terus menghantuinya. Ia merindukan ibunya. Setiap malam, ia memimpikan sebuah tangan ringkih yang membelai kepalanya dengan lembut. Senandung yang terlontar dari bibir wanita itu terasa sangat nyata, sampai-sampai Bella kira ia tidak sedang bermimpi. Apakah ini semua hanya pengaruh obat-obatan? Mereka menyuntiknya setiap hari, nyaris tidak membiarkannnya untuk bergerak seinci pun dari tempat tidurnya. Bella terus bertanya-tanya apakah ia akan mati di sini? Tubuhnya lemas, nyeri, dan pucat seperti mayat. Matanya bahkan terasa sulit untuk dibuka lebar-lebar. Ia tidak bisa mengangkat tangannya, apalagi menggerakan kakinya. Mungkin, berat bada
“Hei Putri Tidur, sampai kapan kau akan terus menutup matamu?”Sebuah guncangan terasa di pundak Bella, disusul suara yang tidak asing. Aroma alkohol menerpa penciumannya dan membuat hidung Bella berkerut.“Putri Tidur? Apa aku perlu menciummu agar kau mau bangun? Atau kau ingin berhibernasi seperti seekor beruang bodoh?”Suara kasar itu kembali menyerbu pendengarannya. Bella berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat, rasanya seolah ada lem yang menempel di sana.“Akhirnya Putri Tidur kita bangun juga,” kata Lester dengan seringai tipis. Ia duduk di tepi ranjang dan menatap Bella dengan saksama.Bella terperanjat dari tempatnya dan hendak bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia membuka mulut untuk bicara, tetapi hanya suara serak yang keluar.Ke mana suaranya pergi?Bella kira kondisinya telah membaik, tetapi mendadak saja ia merasa begitu lemas. Setelah pertemuan mengejutkannya dengan Van, ia sepertinya mengalami serangan panik dan pingsan.Ketika ia bangun, Lester
“Kau yakin ini hasilnya?”Van menatap hasil tes DNA dengan mata melebar tidak percaya. Ditatapnya Joseph yang mengangguk dengan ekspresi meyakinkan, sama sekali tidak ada keraguan di sana.Van tidak akan pernah meragukan Joseph, tetapi hasil di kertas ini...Bagaimana mungkin ini nyata?Van terduduk lemas di kursi dan menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Dari semua hal yang telah ia usahakan setengah mati selama bertahun-tahum, bagaimana mungkin ia bisa melewatkan informasi sepenting ini?Bella adalah anaknya.Arabella Charlotte.Kekasih Damian, musuhnya. Bella yang telah ia siksa. Bella yang ia kira hanyalah bagian dari musuhnya. Bella yang ia jadikan sandera...Bagaimana mungkin dia adalah Bella yang selama ini ia cari? Malaikat kecilnya. Anaknya dengan Helena. Putrinya yang ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu...Bagaimana mungkin mereka adalah satu orang yang sama?Van memijat kepalanya dan terdiam untuk waktu yang lama. Fakta itu hanya membuatnya terguncang dengan perasaan ka