Perjalanan menuju tempat latihan menembak terbilang lancar. Mereka hanya melewati kemacetan kecil sebelum tiba di sebuah padang rumput yang sangat luas. Bella selalu memperhatikan jalanan, tetapi tidak ada lagi kejadian yang sama seperti sebelumnya. Ia menghela napas panjang dan berusaha mengubur harapan itu. Mobil Damian berhenti di depan sebuah bangunan kecil dan dia memberikan semacam kode pada pria kekar yang tengah berjaga. Pintu gerbang dibuka, lalu sebuah lapangan luas yang mengarah ke hutan terlihat dalam pandangan. Bella turun dari mobil dan memperhatikan beberapa papan target di sepanjang lapangan. Ia meremas tangannya, mendadak merasa gugup memikirkan apa yang akan ia lakukan. Ia akan belajar menembak. Damian telah menjelaskan dan mempratekkan bagaimana cara memegang pistol ketika mereka masih berada di mansion. Jenis pistol yang mereka gunakan adalah pistol semi otomatis yang merupakan favorit Damian. Katanya, pistol revolver cukup sulit untuk pemula, jadi Bella menur
Perjalanan menuju tempat yang mereka tuju memakan waktu tiga jam lebih, padahal mereka melewati jalanan kosong tanpa hambatan apa pun.'SELAMAT DATANG DI NORFOLK!'Tertulis di sebuah palang yang menempel di pohon Sequoia. Mereka mulai memasuki perkotaan yang ramai, lalu tidak lama kemudian, Volvo Damian berhenti di depan sebuah toko yang tidak terlalu besar dibanding yang lainnya."Ayo," ajak Damian, membukakan pintu dan mengulurkan tangannya. Ia menyelipkan sebuah pistol kecil di saku belakang celananya, kemudian mereka melangkah ke dalam toko. Rupanya, itu adalah toko perhiasan.Bagian luar terlihat seperti toko makanan dengan gambar roti lapis dan salad, sementara bagian dalam dipenuhi lemari kaca yang berisi aksesoris dari emas dan perak."Selamat datang, Tuan dan Nyonya," ucap seorang pelayan perempuan dengan pakaian kuning yang licin dan sangat rapi, sepertinya mempresentasikan emas yang mereka jual. Ia menghampiri keduanya dan tersenyum manis. "Anda ingin perhiasan seperti apa
Jantung Bella berdebar kencang oleh antisipasi perayaan ulang tahun yang akan Damian lakukan di tengah malam. Lima belas menit lagi sebelum jam menunjukkan pukul dua belas malam. Bella duduk di tepi kasur Damian sambil meremas tangannya yang terasa dingin. Ia tidak pernah merayakan ulang tahunnya. Terutama setelah menjadi budak di rumah Tuan Hugo, semua hari terasa sama saja. Tidak ada yang istimewa. Ia bahkan tidak punya waktu luang untuk sekadar bahagia. Ia tidak punya uang sepeser pun untuk membeli kue yang paling murah sekali pun. Tetapi sekarang... Bella duduk dengan gugup di tempatnya. Ruangan itu remang dan Damian sedang keluar untuk mengambil sesuatu. Bermenit-menit rasanya berlalu ketika alarm tengah malam berbunyi keras di atas nakas. Bella tersentak karena terkejut, kemudian apa yang terdengar selanjutnya membuat matanya terbuka lebar. Damian masuk ke kamar dengan membawa buket bunga mawar yang sangat besar, hampir seukuran tubuhnya. Sebuah kue cokelat berada di tanga
Ini adalah pengalaman pertama baginya.Di hari ulang tahunnya.Jantung Bella berdebar tidak karuan ketika Damian melepas pakaian terakhir yang membungkus tubuhnya. Tatapan pria itu tidak lepas sedetik pun darinya, begitu intens hingga ia merasa Damian seolah berusaha melihat isi hatinya.Hanya satu orang, pikir Bella. Dalam hidupnya, hanya satu orang pria yang ia percaya dan cintai.Damian membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan merangkak di atasnya dengan perlahan. Napasnya terdengar memburu. Damian hanya menatapnya untuk waktu yang lama, sebelum membungkuk untuk memberi ciuman lembut di bibirnya."Peluk aku," pinta Damian.Bella melingkarkan kedua lengannya di leher pria itu, kakinya melingkari pinggangnya. Ia menatap ke dalam mata Damian yang membara oleh gairah dan sejuta sensasi terasa beterbangan dalam dadanya.Damian akan melakukannya malam ini. Menjadikannya miliknya. Untuk selamanya.Bella tidak akan pernah mencintai pria lain, jadi ia tidak merasa ragu sedikit pun.Setelah
Warna putih memenuhi pandangan. Pohon, gerbang, rumput, istal, dan pegunungan dari kejauhan diselimuti oleh salju.Langit mendung dan udara menurun drastis, tetapi Bella tetap saja tersenyum lebar ketika membuka pintu menuju halaman belakang. Setelah kejadian semalam dan Damian yang tidak henti-hentinya membisikkan kata-kata manis ke telinganya, ia tidak bisa berhenti tersenyum.Suasana hatinya sedang berada di puncak hari ini.Ia menatap cincin di jari manisnya dan bibirnya secara otomatis tertarik membentuk senyum lebar. Seperti inikah yang dikatakan orang-orang di televisi? Bahwa cinta terkadang membuatmu merasa gila?Bella tertawa kecil dan menggeleng pelan. Ia bergidik ketika melangkah melewati pintu, meskipun mantel tebal dan syal yang ia pakai hanya memperlihatkan matanya saja. Musim dingin kali ini jauh lebih membekukan dari biasanya.Bella meraih sekopnya, lalu membersihkan sepanjang jalan setapak kecil yang terhubung ke gerbang. Para pelayan dan pengawal sibuk membersihkan
Bella terbangun oleh suara erangan rendah Damian di telinganya. Kelopak matanya terbuka dan ia mengernyit merasakan kulit Damian yang begitu panas. Pria itu memeluknya dari belakang dengan erat, dan entah kenapa suhu tubuhnya kelewat hangat. Bella mengerjap-ngerjap menatap ruangan yang temaram, kemudian berusaha mengumpulkan kesadarannya. Jam berapa sekarang? Rasanya ia belum tidur terlalu lama. Dengan lembut, disentuhnya lengan Damian yang berada di perutnya—memang sangat panas. Tangannya turun ke jemari Damian yang agak lembab karena keringat. Ini tidak normal. Apakah Damian demam? Mendadak, pria itu kembali mengerang. Suaranya parau dan jelas kesakitan. Napasnya yang berembus di kepalanya terdengar berat. Bella segera berbalik, lalu menyentuh dahi Damian yang basah. "Ah, panas sekali," gumamnya spontan. Ia bergegas bangun dari tempat tidur dan meraba rahang hingga leher pria. Keringat telah membasahi tubuh Damian sampai ke pinggang. Bella bergegas menyalakan lampu. Jam dindin
Pria ini hanya ingin menggodanya, bukan? Apakah dia sebenarnya tidak sakit?Damian tidak bisa menahan tawanya untuk meledak ketika melihat ekspresi kekasihnya. "Sayang, apa kau harus memasang wajah seperti itu?"Bella kontan melotot, bibir semakin maju saat sadar kalau Damian benar-benar hanya ingin mempermainkannya. Ia mengulurkan tangannya untuk mencubit lengan Damian, tetapi pria itu lebih dulu menangkapnya."Baiklah, baiklah. Aku hanya bercanda," ucapnya, terkekeh. "Tapi apa salah jika aku memintanya pada kekasihku sendiri?"Tanpa permisi, Damian malah membawa tangan Bella ke dadanya. Bella menggigit bibir bawahnya merasakan kulit panas pria itu. Terlebih ketika Damian menurunkan tangannya menuju kotak-kotak keras yang terbentuk dengan baik di perutnya. Begitu seksi dan maskulin.Darahnya terasa berdesir. Damian terus mengarahkan tangannya untuk meraba tubuhnya, sementara tatapannya terpaku pada wajahnya. Rasanya ada aliran listrik tegangan rendah yang mengaliri tubuhnya.Damian m
Mereka sudah pergi, bukan? Tidak ada lagi suara yang terdengar. Bella membuka pintu dapur dengan sangat hati-hati, kemudian mengamati sepanjang lorong yang mengarah ke sayap timur. Kosong. Ia tidak tahu ke mana dua orang itu menghilang, tetapi ia yakin mendengar suara langkah yang perlahan-lahan menjauh. Bella memegang erat cangkir tehnya dan berjalan melintasi aula dengan cepat. "Oh siapa ini?" Suara itu begitu mengejutkan hingga Bella terkesiap dan hampir menjatuhkan teh di tangannya. Ia menoleh ke samping, hanya untuk melihat seringai tipis dari pria kekar yang berdiri di balik pilar-pilar yang menjulang. Bella kira mereka sudah pergi, tetapi rupanya masih ada satu orang yang... ia bahkan tidak tahu apa yang pria itu lakukan di sini. Dia adalah pemilik dari suara mesin motor tadi. "Terkejut, ya?" tanyanya dengan jenaka. Seringainya melebar melihat ketakutan yang melintas di wajah Bella. Bella spontan berbelok ke samping, tetapi pergerakannya tidak cukup cepat ketika pria itu
“Hei Putri Tidur, sampai kapan kau akan terus menutup matamu?”Sebuah guncangan terasa di pundak Bella, disusul suara yang tidak asing. Aroma alkohol menerpa penciumannya dan membuat hidung Bella berkerut.“Putri Tidur? Apa aku perlu menciummu agar kau mau bangun? Atau kau ingin berhibernasi seperti seekor beruang bodoh?”Suara kasar itu kembali menyerbu pendengarannya. Bella berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat, rasanya seolah ada lem yang menempel di sana.“Akhirnya Putri Tidur kita bangun juga,” kata Lester dengan seringai tipis. Ia duduk di tepi ranjang dan menatap Bella dengan saksama.Bella terperanjat dari tempatnya dan hendak bangun, tetapi seluruh tubuhnya terasa lemas. Ia membuka mulut untuk bicara, tetapi hanya suara serak yang keluar.Ke mana suaranya pergi?Bella kira kondisinya telah membaik, tetapi mendadak saja ia merasa begitu lemas. Setelah pertemuan mengejutkannya dengan Van, ia sepertinya mengalami serangan panik dan pingsan.Ketika ia bangun, Lester
“Kau yakin ini hasilnya?”Van menatap hasil tes DNA dengan mata melebar tidak percaya. Ditatapnya Joseph yang mengangguk dengan ekspresi meyakinkan, sama sekali tidak ada keraguan di sana.Van tidak akan pernah meragukan Joseph, tetapi hasil di kertas ini...Bagaimana mungkin ini nyata?Van terduduk lemas di kursi dan menyentuh kepalanya yang terasa sakit. Dari semua hal yang telah ia usahakan setengah mati selama bertahun-tahum, bagaimana mungkin ia bisa melewatkan informasi sepenting ini?Bella adalah anaknya.Arabella Charlotte.Kekasih Damian, musuhnya. Bella yang telah ia siksa. Bella yang ia kira hanyalah bagian dari musuhnya. Bella yang ia jadikan sandera...Bagaimana mungkin dia adalah Bella yang selama ini ia cari? Malaikat kecilnya. Anaknya dengan Helena. Putrinya yang ia tinggalkan bertahun-tahun yang lalu...Bagaimana mungkin mereka adalah satu orang yang sama?Van memijat kepalanya dan terdiam untuk waktu yang lama. Fakta itu hanya membuatnya terguncang dengan perasaan ka
Damian menegakkan tubuhnya dan menoleh ke luar jendela. Matanya dengan awas meneliti sekitar.Ada sesuatu yang tidak beres.Intuisinya mengatakan bahwa ada seseorang yang tengah mengawasinya. Ia hanya berhenti untuk menerima telepon dari Andrius, tetapi rasanya seolah ada yang sedang mengintainya sekarang.Angin dingin berembus dari arah timur, menerbangkan rambutnya hingga jatuh ke dahi. Damian hanya terus menatap kaca spion mobil selama beberapa detik, kemudian kembali mengawasi sekitar dengan saksama.Pohon dan bangunan tua terbengkalai. Rainelle terlihat sepi tanpa penghuni, tetapi Damian yakin ada sesuatu yang tengah menunggunya jika ia melajukan mobilnya sekarang.Ia baru saja mengambil senjata di markas, dan berniat kembali ke mansion. Ia harus memberitahu ayahnya terlebih dahulu sebelum menyerang ke tempat Van. Waktunya semakin menipis, tetapi pergi tanpa persiapan apa pun sama saja dengan membunuh dirinya sendiri dan Bella.Damian tidak ingin membiarkan semuanya berakhir sia-
“Anda tahu saya tidak akan memberikan informasi apa pun, bukan?” Valeriy bersandar di mobil rongsokannya dan menatap Damian. “Informasi yang kuberikan waktu itu sudah cukup. Sekalipun Anda memberikan senjata rakitan lagi, saya tetap tidak bisa.”Damian tahu bahwa Valeriy memegang teguh peraturan dalam organisasinya, tetapi ini tentang hidup dan matinya. Damian akan melakukan apa pun, meskipun itu berarti ia harus melanggar kode etik yang sepatutnya ia taati. Ia tidak peduli apa pun lagi selain menyelamatkan gadisnya.“Baiklah, saya harus pergi.” Valeriy sudah hendak berbalik ketika Damian melontarkan seutas kalimat yang membuatnya membeku di tempat.“Adikmu berada di penjara Alcatraz, bukan?”Valeriy berbalik dengan mata menyipit. Mulutnya terbuka, uap berembus keluar, tetapi dia seolah kehilangan kata-kata.“Aku bisa mengeluarkannya dari sana,” lanjut Damian.Valeriy terlihat goyah dan matanya menatap Damian dengan saksama. Ekspresi Damian keras dan tatapannya yang tajam menunjukkan
Damian terus mondar-mandir dengan gusar. Ia merasa akan meledak saat ini juga. Khawatir, tegang, takut, cemas, ngeri, marah, kesal, sedih, semuanya bercampur menjadi satu. Ia tidak bisa duduk diam, sementara gadisnya entah berada di mana dan dalam keadaan apa.Damian menggeram. “Apa komputer sialan itu sudah terhubung dengan pelacaknya?!”“Diam brengsek! Aku sedang berusaha!” Bogdan balas berteriak. Wajah memerah murka dan Martinez akhirnya bangkit berdiri.“Duduk, Damian.”Damian berdecak dan melemparkan tubuhnya ke kursi. Ia memijat sisi kepalanya yang berdenyut sakit dan menghela napas keras.Stres berat. Itulah yang ia rasakan. Ia tegang dan cemas sepanjang waktu. Ia tidak bisa berhenti memikirkan hilangnya Bella dan bagaimana ia bisa menemukan gadisnya. Sudah tiga hari berlalu, tetapi mereka belum mendapatkan lokasi pasti tempat di mana Bella berada.Tiap detik yang berlalu terasa membunuhnya. Tiap detik yang terbuang dan Damian merasa akan menggila. Bella masih berada di sana, d
“Ibu, Ayah di mana? Kenapa Ayah tidak pernah pulang lagi? Apakah Ayah mencari uang di tempat yang sangat jauh?”Bella menatap ibunya dengan heran. Sudah hampir sebulan berlalu, tetapi ayahnya tidak kunjung menampakkan diri.Bella sudah bosan makan roti dari tepung biji ek, jamur tumis liar, dan jus apel. Ia ingin makan daging atau setidaknya roti gandum. Tetapi gandum cukup mahal akhir-akhir ini, jadi ibunya tidak bisa membelinya. Apalagi daging yang harganya berkali-kali lipat.Ayam mereka telah habis dimakan oleh musang dan rakun liar yang berkeliaran di sekitar hutan. Mereka tidak memiliki ternak domba atau sapi seperti warga lainnya. Bella pikir mereka juga tidak menyukai ibunya dan tidak pernah berbagi apa pun saat perayaan. Hanya keluarga Damian yang baik padanya, tetapi mereka juga bukan orang kaya.“Ayah akan pulang, Sayang. Tapi kita harus bersabar.” Helena berjongkok dan membelai wajah putrinya dengan sayang. “Kau harus bersabar sedikit lagi, ya? Ibu akan buatkan kue enak da
“Apa kau sudah menyuntiknya dengan obat itu?”“Ya, Tuan. Dia sudah tidak sadarkan diri di ruangan itu.”“Bagus.” Van mengangguk dan melirik Fabrizio yang sedang sibuk bicara dengan seseorang di telepon. Van lantas mengisyaratkan Lester untuk pergi, sementara ia menghubungi asistennya agar terus mengawasi Helena.Van akan kembali menemuinya malam ini.Helena masih enggan bicara padanya, tetapi ia tidak peduli. Selama wanita itu berada dalam genggamannya, maka ia pasti bisa membalikkan keadaan suatu saat nanti. Jika ia berhasil menemukan putrinya kembali, ia yakin Helena mau berkompromi dan memaafkannya.Ini hanya masalah waktu.Van memasukkan ponselnya ke saku saat Fabrizio mendekat. Dia menyelipkan pistolnya ke saku dan mengangguk pada Van.“Ayo.”Van berjalan lebih dulu, sementaraFabrizio mengikutinya dari belakang. Mereka menyusuri lorong gedung tua terbengkalai itu dengan tenang, sampai akhirnya tiba di ruangan yang dituju.Van mendorong pintu terbuka secara perlahan. Ia melangkah
Ada sesuatu yang terasa berdenyut di bagian belakang kepala Bella. Denyut itu terus membesar setiap detiknya hingga rasanya tengkoraknya akan pecah. Bella berusaha membuka matanya yang berat, tetapi pandangannya sangat buram, lebih buruk dari sekadar melihat dari kaca berembun.Ia berkedip-kedip beberapa kali sampai pandangannya sedikit lebih baik, tetapi rasa sakit lain di tubuhnya mulai muncul. Rasanya seolah ia telah dipukul habis-habisan. Yang paling nyeri adalah kedua pergelangannya. Bella tidak bisa mengangkatnya, sepertinya tangannya benar-benar telah patah.Ia meraba papan kayu di bawahnya—kotor dan berdebu. Sekelilingnya gelap, hanya sedikit cahaya yang berhasil masuk dari celah kecil di atas jendela yang ditutupi gorden. Ia tidak tahu apa sekarang sudah malam atau cuaca sedang mendung di luar. Ia bahkan tidak tahu apa ia masih berada di Norfolk atau kota lain.Damian...Wajah pria itu melintas di benaknya. Suasana pesta yang kacau terbayang-bayang. Hati Bella mencelos mengin
Ibunya selalu bilang bahwa takdir itu sulit ditebak, kau tidak tahu hal mengejutkan apa yang akan terjadi satu jam kedepan, satu menit ke depan, atau bahkan satu detik ke depan.Itu sebabnya Ibunya selalu memiliki harapan untuknya, bahwa Bella bisa terbebas dari perbudakan dan menjalani kehidupan yang lebih baik di masa depan.Setelah bertemu Damian kembali, hidupnya terasa dijungkir-balikkan. Ada lebih banyak kebahagiaan yang datang padanya dibanding kesedihan yang selama ini mengungkungnya. Tetapi, ia tahu bahwa tidak selamanya kehidupan seseorang akan penuh dengan bunga yang mekar. Ada kalanya bahaya dan kesedihan itu datang mengintai, menghempas apa pun layaknya badai.Dan Bella tahu itulah yang terjadi malam ini.Tembakan mendesing ke segala penjuru. Suasana pesta yang tadinya tenang seketika menjadi kacau. Semua orang berlarian dengan panik, jeritan ketakutan mereka memenuhi ruangan.Bella terhuyung di tempat, bahunya sakit setelah ditubruk berulang kali. Ia berusaha untuk berla