Hari ini merupakan hari yang cukup menyakitkan bagi Maria. Dimana ia harus menyaksikan suaminya bersenda gurau mengingat masa lalu bersama sang mantan kekasih.Canda tawa menggelegar menghiasai tiap sudut ruangan. Tanpa mereka sadari ada hati yang tersakiti.Ya, Maria merasa sakit hati pada suaminya. Sebab, ia merasa terabaikan. Namun, apalah daya. Maria tak dapat mengubah masa lalu suaminya itu."Maria beritahu suamimu ini, agar lebih ikhlas menerima kekalahan. Hahaha." Entah apa yang sedang dibahas Casandra, tetapi hal itu sukses mencubit hati Maria."Iya, nanti aku beri tahu." Maria pun memaksakan senyuman untuk sekedar membalas ucapan Casandra."Enak saja, saat itu aku tidak kalah taruhan. Melainkan Joe yang curang. Apa iya aku harus memakai lipstik sebagai hukuman? Enak saja. Mau ditaruh di mana harga diriku?" balas Mark."Benar kata orang, bahwa Mark dan Casandra terlihat sangat serasi. Mereka lebih pantas menjadi pasangan suami istri. Sedangkan aku? Aku hanyalah seseorang yang
Tidak ada sesuatu yang kebetulan. Melainkan telah dirancang oleh Tuhan. Terkadang manusia menganggap suatu peristiwa adalah bagian dari kemustahilan. Namun, bagi Tuhan tak ada yang tidak mungkin di dunia ini bila Dia sudah berkehendak.Seperti yang terjadi hari ini. Dimana Maria dan Leo harus berakhir di ranjang pengantin Mark. Sehingga menyebabkan kekacauan yang tak terelakan.Sebagai suami, tentu saja Mark marah sekaligus terluka ketika menyaksikan istrinya berbaring di sisi pria lain."Biadab!"Bug! Bug!Tanpa berkata-kata lagi, Mark menarik Leo dari pembaringan. Lantas melayangkan pukulan keras di wajahnya hingga menyisakan memar pada bagian sudut bibir.Leo yang kesadarannya masih belum stabil, merasa terkejut luar biasa. Sebab, masih tak tahu alasan mengapa Mark memukulnya."Mark, apa yang terjadi? Mengapa kau memukulku?" tanya Leo dengan polosnya. Sementara Maria masih belum sadarkan diri."Kau masih bertanya ada apa? Apa kau tidak bisa melihat dirimu sendiri? Kau benar-benar m
Hari itu Maria dan Leo akhirnya keluar dari kediaman megah Mark. Mereka tidak membawa apapun, kecuali pakaian di badan.Terutama Maria, seluruh harta benda yang diberi Mark sewaktu dulu, tak satupun ia bawa pergi. Hanya cinta serta kesetiaan yang masih berdiri kokoh di dalam hati.Sayangnya perasaan itu tak ada yang tahu, kecuali Leo dan Maria sendiri.Seluruh pelayan yang menyaksikan kepergian Maria, merasa terpukul sekaligus sedih. Betapa tidak, selama menjadi Nyonya di rumah itu, tak sekalipun Maria meninggikan suara kepada mereka. Sebaliknya, Maria justru mengakrabkan diri kepada orang-orang itu tanpa batas. Maria merangkul para pelayan selayaknya keluarga sendiri. Maria sangat paham, karena ia berasal dari kalangan yang sama dengan para pelayan itu. Tak ayal ia pun bisa merasakan apa dirasa oleh mereka.Kini Maria berjalan seorang diri. Menyusuri jalan raya yang basah, karena hujan mendadak turun. Seolah alam pun turut sedih menyaksikan nasib malang wanita tersebut.Maria menang
Malam itu Leo menemui Mark di kediamannya setelah berpikir matang. Mark harus tahu fakta, bahwa ia akan segera menjadi seorang Ayah.Dengan begitu Maria akan kembali ke pelukan Mark. Dan mereka pun akan membesarkan anak itu secara bersama-sama.Membayangkan itu, Leo pun tersenyum girang. Akhirnya, setelah semua yang terjadi hari itu, Tuhan masih menyisahkan sedikit harapan untuk rumah tangga sahabatnya itu."Mark... Mark..." Leo berteriak memanggil nama Mark. Namun, rumah itu terlihat gelap gulita bagai tak berpenghuni.Bahkan suara para pelayan yang biasanya ramai, bagai ditelan bumi. Entah kemana semua perginya orang-orang itu."Mark..." Sekali lagi Leo memanggil Mark sembari mencari-cari saklar lampu."Mark!" Dan akhirnya ketemu.Namun, Leo harus dikejutkan dengan kondisi rumah yang berantakan bagai kapal pecah. Akan tetapi, yang tak kalah menarik dari semua itu adalah kondisi Mark yang sungguh memprihatinkan.Dimana pria itu tengah duduk di kursi mini bar rumahnya sembari meneguk
Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Sekiranya itulah yang sedang dialami oleh Maria saat ini. Dimana ia telah diceraikan suaminya satu hari setelah insiden tersebut. Terlalu cepat memang. Bahkan Leo masih belum memberitahu perihal sikap Mark yang menolak tahu tentang dirinya. Namun, tiba-tiba saja ia mendapat surat cerai yang dikirim langsung ke rumah sakit. Entah siapa yang memberitahu Mark, bahwa Maria sedang menjalani perawatan di rumah sakit tersebut. Tahu-tahunya wanita itu telah mendapat nokta merah perkawinan. Asli pemberian Mark lengkap dengan tanda tangan. Luka hati yang masih menganga lebar akibat dari kejadian kala itu, kini dilengkapi dengan nokta merah pernikahan sebagai lambang dari berakhirnya hubungan mereka. Maria menatap nanar carik kertas putih itu. Dengan bersimbah air mata, ia terduduk lemas. Wanita itu tak bersuara. Seolah dunianya seketika runtuh hanya dalam hitungan detik. Rupanya alam pun menolak tahu kehamilan sekaligus penderitaan wanita malang tersebut.
Sepulang dari rumah sakit, Maria tampak diam dan murung. Tidak banyak kata yang terucap dari bibir tipisnya. Bahkan dia seakan lupa bagaimana cara untuk tersenyum.Nokta merah perkawinan yang sehari lalu ia terima, sukses mengubah seluruh dunianya. Beruntung Leo selalu setia mendampingi. Meski terkadang wanita itu tampak enggan.Akan tetapi, Leo tidak pernah lalai dan ingkar pada janji yang telah lama terpatri di dalam hati, bahwa ia akan terus menjaga Maria walau apapun yang terjadi."Makanlah, Nak. Kasihan bayimu jika kau tidak makan. Setidaknya lakukan untuk dia." Ibu Leo membujuk Maria untuk tetap memperhatikan nutrisinya."..."Namun, lagi-lagi Maria bungkam. Tak ada gairah yang menggetarkan jiwanya, meski ada cabang bayi yang siap menjadi teman pelipur lara kelak.Setelah dari rumah sakit, Leo memutuskan untuk membawa Maria ke rumahnya. Sebab ia tahu, bahwa wanita itu tidak mempunyai sanak saudara di kota Praha.Satu-satunya keluarga yang dimiliki hanyalah Mark. Namun, mereka te
Maria menggedor-gedor pintu rumah. Memanggil-manggil kedua orang tuanya agar segera dibukakan pintu. Hendak memberi penjelasan kepada mereka, bahwa semua yang didengar hanyalah omong kosong belaka.Akan tetapi, sepasang suami istri setengah baya itu tidak berencana untuk menerima Maria kembali. Mereka telah membuang wanita malang itu."Ayah, Ibu. Dengarkan aku dulu. Semua yang Ayah dan Ibu dengar tidaklah benar. Aku tidak melakukan kesalahan." Maria terus berteriak menjelaskan kepada orang tuanya. Namun, seperti yang terlihat, bahwa mereka tidak bergeming sama sekali."Maria, tenanglah. Orang-orang nelihat kita." Leo menghampiri Maria. Memberitahunya, bahwa ada beberapa warga tengah memperhatikan mereka.Alhasil Maria pun diam. Meski tak puas pada hasil yang didapat, tetapi nama baik kedua orang tuanya lebih penting.Mungkin benar, bila selama ini ia membuat malu mereka dengan segala gosip yang beredar."Leo, apa yang harus aku lakukan sekarang? Tidak ada yang percaya padaku. Semua or
"Tuan, silahkan temani istri Anda untuk memicu kontraksi.""Ha?"Leo terkesiap ketika Dokter berjenis kelamin perempuan itu memintanya untuk masuk ke dalam ruang bersalin guna menemani Maria."Memicu kontraksi? Bukankah dia sudah mengalami pecah ketuban? Seharusnya bayi itu sudah keluar?"Leo merasa heran, bagaimana bisa Maria belum melahirkan. Sementara sewaktu diperjalanan menuju rumah sakit tadi, wanita itu terlihat kesakitan. Seolah hendak melahirkan segera.Namun, sudah satu jam berlalu, perempuan dua puluh tahun tersebut masih belum selamat juga.Sialnya, Leo justru diminta untuk segera menemani Maria di dalam sana."Iya, Tuan. Seharusnya begitu. Akan tetapi, istri Anda kurang pandai mendorong bayi untuk segera keluar. jadi, tolong kerja samanya, Tuan," papar Dokter itu."Tapi saya bukan...""Aakk...""Tuan, cepat masuk. Jangan buang-buang waktu lagi. Atau nyawa istri Anda akan melayang."Leo tak sempat memberitahu Dokter itu, bahwa ia bukanlah suami Maria. Namun, suara teriakan