Rachel sengaja memakai celana jeans kulot dan kaos ringer, agar nyaman selama perjalanan naik motor.“Pegangan! Awas ntar lu jatuh ke belakang!” seru Jonathan setelah motor melaju meninggalkan rumah Rachel.“Lu mau nyari kesempatan ya? Jangan harap!” jawab Rachel sembari memundurkan tubuhnya untuk memberi jarak. Kedua tangannya memegang behel motor belakang.Jo mendengus pelan. Mempercepat laju motornya dan mengerem mendadak agar posisi Rachel lebih dekat dengannya. Dan sesuai harapannya tubuh Rachel merosot ke depan karena posisi jok motor yang licin.“Pegangan makanya, gue mau ngebut nih!” perintah Jo lagi.Bukannya memegang pinggang Jo, justru Rachel meremas pundak Jonathan.“Dasar cewek aneh!!” gerutu Jonathan.“Apa Jo? Lu ngomong apa tadi?” tanya Rachel yang tak mendengar jelas ucapan Jonathan.“Gak jadi!”Jo kembali memacu motornya menuju tempat dimana Ray dan pacar barunya sudah menunggu mereka.Rachel yang sedikit mengingat arah rumah Jonathan, sontak merasa aneh ketika Jo jus
“Gue mau pulang aja!” ucap Jo segera bangkit dari duduknya. Namun terlambat, film sudah akan dimulai.“Hey mas, duduk dong. Badannya ngehalangin kita!” celetuk salah satu pengunjung yang duduk di belakang mereka.Bagaimana tidak, dengan postur tubuh Jo yang tingginya 180 centi tentu akan menghalangi pandangan orang lain. Akhirnya Jo memutuskan untuk duduk kembali.“Hey Cupu, tutup mata elu kalau takut. Nih pakai!” ucap Jo sembari menyodorkan jaketnya pada Rachel.“Memangnya kenapa Jo?” tanya Rachel penasaran.“Kita nonton film horor, si Ray salah pesan tiket. Harusnya nonton film action bukan horor,” bisik Jonathan yang mengira jika Rachel penakut. Seperti saat dirinya terjebak di gudang, Rachel meraung-raung ketakutan.“Serius film horor? Eh, iya bener Jo, gue pernah lihat trailernya nih. Wah seru ini filmnya,” ucap Rachel dengan mata berbinar. Gadis itu mulai fokus menatap layar.“What? Seru? Lu bilang seru? Sakit lu!”Jonathan tak menyangka jika cewek Cupunya penyuka film horor. Bu
“Kak Bara?” ucap Rachel dengan mata melebar. Baru beberapa jam yang lalu dia diantar oleh Bara, kini kembali bertemu dengan mantan kakak kelasnya itu.“Gue mau nonton. Kalian nonton juga? Udah nonton apa belum?” tanya Bara dengan senyum lebarnya.“Kami udah nonton kak, ni sekarang mau pulang,” jawab Rachel. “Yuk Mil kita pulang!” ucap Rachel menoleh ke Mila yang wajahnya tampak bingung.Rachel meraih tangan Mila lalu kembali menatap Bara, “kak kita duluan ya,” ucapnya.Namun saat hendak melangkah, kehadiran seorang wanita dengan menenteng dua minuman membuat langkah Rachel terhenti.“Sayang, udah beli tiketnya?” tanya wanita berambut pendek namun penampilannya sangat modis.Bara tak menanggapi ucapan wanita itu, justru menarik tangan wanita untuk menjauhi Rachel dan Mila.“Eh Chel? Kok lu bisa kenal sama Bara? Bukannya dia kakak kelas kita dulu ya?” tanya Mila penasaran.“Hum,” Rachel hanya membalasnya dengan bergumam. Tatapannya tertuju pada Bara dan wanita yang digandengnya.Pacarny
“Jo, mau kemana kita? Gak ambil motor dulu?” tanya Ray tampak bingung. Sedari tadi memang dia tak melihat keberadaan Mila dan Rachel karena posisinya yang membelakangi.“Memang elu gak lihat Rachel dan Mila tadi? Mereka kabur,” jawab Jo mempercepat langkahnya.Tadinya Jessi tak terima Jonathan menolak permintaannya, namun Jo tetap pergi. Mau tidak mau, Jessi terpaksa meminta Dodit untuk menemaninya.Sementara itu, Rachel tengah melangkah tanpa tujuan, menyusuri trotoar dengan langkah terburu-buru.“Astaga Chel, mau kemana kita? Elu marah ya pasti? Tadi lihat Jo sama Jessi?” tanya Mila menebak. Tentu apalagi alasan Rachel bersikap aneh seperti ini.“Ngapain gue marah, itu hak dialah. Mau sama Jessi, toh mereka cocok!” jawab Rachel ketus.“Lu cemburu kan? Kayaknya bener deh, dugaan gue selama ini. Lu sama Jonathan ada hubungan. Kalian dijodohin, kan?” Ucapan Mila berhasil menghentikan langkah Rachel. Dipandanginya Mila dengan tatapan terkejut dan penuh tanda tanya.“Mil, elu tahu dari
“Elu ada masalah apa sih? Kabur Mulu,” ucap Jo dengan intonasi tinggi. Nafasnya tampak memburu, dan tenggorokannya terasa kering. Diambilnya minuman di depan Rachel, tanpa permisi meminumnya langsung.“Jo, itu minuman gue!” sentak Rachel yang tak terima minuman yang belum sempat ia nikmati, diminum Jonathan tanpa ijin lagi.“Gue haus, gara-gara nyariin elu!” ucap Jonathan, lalu kembali meminum es cappucino itu hingga tersisa setengah gelas.Mila tersenyum melihat kehadiran Jonathan, dan itu membuat dugaannya benar.“Tuh kan, Chel. Apa gue bilang tadi?” ucap Mila setengah berbisik, membuat Rachel menjadi salah tingkah. Hatinya berbunga-bunga melihat sosok Jonathan yang berdiri di hadapannya.“Nih lu minum sisa gue,” ujar Jo sembari menyodorkan gelas yang tersisa setengah itu.“Gak, bekas mulut lu, ogah gue!” tolak Rachel sambil mendorong gelas itu kembali.“Yeh sombongnya, lagian kenapa kalau bekas mulut gue? Gue kan gak rabies kali!” balas Jonathan dengan wajah kesal.Sementara itu Ra
Entah sadar atau tidak, Jonathan semakin memupus jarak di antara mereka. Menatap lekat manik mata Rachel yang terlihat indah, seakan menghipnotis dirinya untuk bergerak semakin dekat.Kali ini Rachel hanya terdiam. Tidak menolak seperti tempo hari saat tengah menjadi guru les Jonathan. Mungkin saja pikiran Rachel dipengaruhi oleh ucapan Mila yang menduga jika Jo memiliki perasaan lebih padanya.Dia sendiri merasa nyaman dan tak ingin menolak. Menggigit bibir bawah, perlahan mata bulatnya tertutup. Menanti akan sesuatu yang entah dia sendiri tak tahu apa yang akan terjadi. Dia hanya mengikuti apa kata hati.“Heh Cupu! Ngapain lu merem? Ngarep gue cium?” ucap Jo membuat mata Rachel kembali terbuka.Terlihat Jonathan dengan senyum jahilnya.“Apaan sih, gak lah!” ucap Rachel kesal dan segera memutuskan kontak mata.“Lu ngarep kan? Jujur deh!” goda Jonathan lagi, membuat Rachel mati kutu.Rachel sendiri tak tahu mengapa dia tak bisa mengendalikan dirinya. Bukannya menghindar, justru pasrah
“Rachel!”Suara serak Jonathan terdengar jelas. Gadis itu bergeming di posisinya. Jantungnya terus bertalu, apalagi Rachel kini mendengar langkah Jo yang semakin mendekat ke arahnya. Meraih lengan Rachel dan memaksa gadis itu untuk melihat ke arahnya.“Habis dari mana lu?” tanya Jo dengan tatapan mengintimidasi.“Gue.. gue mau minum Jo,” jawab Rachel terbata. Entahlah Rachel sendiri tidak bisa menemukan jawaban yang pas.Dia sendiri tahu jika di lantai dua ini hanya ada kamar Jonathan. Namun Rachel gengsi jika harus mengungkapkan alasan yang sesungguhnya.Rachel memutar tubuhnya dan segera menuruni tangga, disusul dengan Jonathan yang memang ada niat ke dapur. Mendadak perutnya lapar setelah bangun tidur.Rachel segera melangkah ke dapur, tanpa berani menoleh ke belakang. Dia yakin Jo pun masih mengikutinya.Dia pun segera mengambil gelas untuk mengisinya dengan air putih. Sementara Jonathan membuka kulkas untuk mencari makanan yang bisa dia makan untuk pengganjal perut.“Lu laper?” t
Nenek Maria membiarkan cucu-cucunya tidur lebih lama, tak berniat untuk membangunkan. Dan segera meninggalkan mereka untuk melakukan aktivitas pagi.Waktu berlalu dengan cepat, tak terasa cahaya mentari mulai masuk lewat celah-celah gorden yang sedikit tersingkap.Jonathan merasakan berat pada pundak kirinya. Kedua matanya terbuka perlahan, dan kesadarannya pun sedikit demi sedikit terkumpul.Pandangannya tertuju pada tangan mungil seseorang yang berada dalam genggamannya. Membuatnya segera menyadari jika dirinya tak sendiri.Perlahan Jo memutar kepalanya ke samping, terlihat wajah Rachel yang tertutup oleh helaian rambut. Nafasnya teratur, menandakan jika Rachel masih lelap tertidur.Tangan kanannya terulur untuk menyibak helaian rambut Rachel. Kini wajah Rachel terlihat bercahaya dalam pandangannya. Setelah sekian lama, Jo baru menyadari jika calon istrinya ini mempunyai wajah cantik dan menarik.Tanpa sadar tangan kiri Jo semakin meremas erat tangan Rachel. Ada gelenyar aneh yang m
Detik-detik terasa begitu lambat, Jonathan tak sabar ingin segera bertemu dengan Rachel. Bisa dia bayangkan, bagaimana ketakutannya Rachel saat dirinya tersesat di tempat asing. Mungkin saja gadis itu kini sedang menangis karena ketakutan, apalagi hari sudah cukup larut.Berulang kali Jonathan menghirup nafas dalam-dalam, mencoba untuk menahan gejolak emosi yang terus menyeruak di dalam dada.“Pak, masih jauh?” tanya Jonathan pada supir taksi.“Tidak mas, mungkin sepuluh menit lagi.”Ponsel Jonathan kembali berdering. Kini terlihat nama papa Jacob di layar.“Halo, om?”“Jo, dimana kamu? Sudah bertemu Rachel?” tanya pria dari seberang telepon.“Sebentar lagi Jo sampai, Om. Ini masih dalam perjalanan. Mungkin sekitar sepuluh menit lagi sampai.”“Jo, tolong hubungi papa jika sudah ketemu Rachel.”Panggilan pun berakhir, Jonathan kembali menyimpan ponselnya. Melirik ke arah tas ransel milik Rachel di sebelahnya.Tangannya terulur mengambil tas itu untuk diletakkan di atas paha. Jarinya be
Sebuah truk dengan muatan bahan bangunan terlihat dari kejauhan, Rachel melambaikan kedua tangan untuk mengisyaratkan pengemudi truk agar berhenti. Berharap mendapatkan pertolongan dari orang itu. Dan sesuai harapan, truk berwarna kuning itu berhenti. Rachel segera berjalan menghampiri. Sang supir truk mengeluarkan kepalanya lewat jendela. “Ada apa, dik? Ada yang bisa bapak bantu?” teriak sang supir truk berusia empat puluhan dengan wajah mengerut. Melihat gadis seusia putrinya berjalan sendirian di jalanan sepi, membuat rasa iba muncul dalam hatinya. Rachel mendongakkan kepala ke atas. “Pak tolong saya, saya tersesat. Bisakah bapak mengantar saya?” “Dimana rumahnya dik?” tanya pak supir sembari melihat ke sekeliling. Tak ada satu orangpun terlihat di sepanjang jalan yang sudah gelap. “Rumah saya jauh pak, saya bukan orang sini. Tadinya saya sedang ikut kegiatan study tour. Tapi entah apa yang membuat saya tersesat, saya masih mengingatnya.” Melihat wajah gadis yang memelas itu,
"Jo, Rachel gak ada di bus. Gue udah bilang ke Bu Lastri," ucap Mila saat panggilan terhubung. Berita menghilangnya Rachel mulai tersebar di kalangan guru dan murid-murid. Setiap peserta ditanya satu persatu oleh Bu Lastri selaku wali kelas, juga guru pembimbing di bus 12B. Tak ada satu orang pun yang mengetahui kemana perginya Rachel. Selain dari pengakuan Mila dan teman-teman satu mejanya, jika terakhir kalinya Rachel berpamitan ke toilet sebelum gadis itu menghilang. Perjalanan terpaksa ditunda. Bu Lastri menyampaikan hal ini pada guru-guru yang lain. Mereka pun segera berpencar untuk mencari keberadaan muridnya. Jonathan tampak panik, sedari tadi dia mengelilingi bangunan resto hingga berkali-kali. Namun tak juga menemukan keberadaan Rachel. Hari sudah semakin gelap, matahari pun sudah tenggelam di peraduan. Rasa khawatir dalam hati Jonathan pun semakin menjadi-jadi. Saat tengah berpikir, dua temannya menghampiri Jonathan yang tengah berjalan mondar-mandir. “Jo?” su
Jonathan merasakan bahagia yang teramat sangat. Meskipun dia tak mendengar jawaban dari bibir Rachel secara langsung, namun cukup dengan anggukan Rachel sudah mampu meyakinkan diri jika perasaan cintanya telah disambut.Hari ini Jonathan akan mencatat dalam memorinya, hari dan tanggal mereka jadian.Rachel kini adalah kekasihnya, status itu tentu akan memperkuat hubungan mereka sebelum menuju ke jenjang yang lebih serius.Tak ada lagi yang berani mengganggu Rachel, termasuk Jessi. Jonathan akan berada di garda terdepan melindungi Rachel dari para pengganggu.Saat langkah mereka tiba di ambang pintu resto, Rachel menarik tangannya dari genggaman Jonathan. Membuat pemuda itu menoleh dengan raut bingung.“Kenapa Beb?”Deg, Rachel terkesiap mendengar panggilan Jonathan padanya. Apakah semua orang akan memanggil dengan sebutan itu, ketika sudah berpacaran? Seperti Mila dan Rayjendra.“A-aku mau makan sama Mila,” jawab Rachel sembari menundukkan pandangan. Baru kali ini dia merasa sangat ma
Jessi dibuat melongo dengan kata-kata yang keluar dari mulut Jonathan. Bagaimana tidak, jika dia mendengar langsung pengakuan dari pemuda itu?“Apa lu bilang, Jo? Calon istri?” tanya Jessi dengan tatapan tak percaya. Berusaha menarik lengan pemuda itu agar mau melihat ke arahnya, namun Jonathan justru membantu gadis Cupu itu.“Lu gak apa, Chel? Ada yang luka?” tanya Jonathan dengan tatapan menelisik pada baju Rachel yang sedikit kotor terkena rumput kering.Mila yang lebih dulu berdiri menatap ke arah Jessi dengan remeh sembari berkata, “tuh kan apa gue bilang. Lu gak budeg kan? Telinga lu masih bisa mendengar? Ngapain lu masih di sini?” tanya Mila ketus.Wajah Jessi tampak memerah. Pertanyaannya bahkan belum sepenuhnya dijawab oleh Jonathan, justru kini dia diserang oleh gadis gembel yang dia benci.“Gue gak percaya, gue gak akan percaya sampai gue melihat bukti itu sendiri!” tukas Jessi berusaha menutupi rasa kecewanya.Mila tersenyum sinis, “bukti apa lagi? Lu kan udah denger sendi
Rachel segera beranjak dari ranjang menghampiri Jonathan dan segera mengunci pintu.“Gawat, terus gimana Jo? Bisa gawat kalau yang lain tahu lu ada di sini!”Rachel tampak panik, namun segera memikirkan langkah yang tepat. Hingga akhirnya tercetus satu ide untuk mengeluarkan Jonathan dari kamarnya tanpa diketahui orang lain.“Jo, sini deh! Lu keluar lewat sini,” perintah Rachel sembari membuka lebar kaca jendela.Jonathan tampak masih bingung, tak berpindah dari posisinya. Hingga terdengar ketukan pintu dari luar. Suara Mila terdengar memanggil nama Rachel.Karena tak sabar, Rachel segera menghampiri Jonathan dan menarik tangannya.“Buruan Jo! Cepetan, kalau gak mau kena masalah!” Rachel berusaha mendorong tubuh jangkung itu agar mau menaiki jendela yang tingginya hanya sebatas paha.“Tapi Chel, jendelanya kecil. Mana muat badan gue?” “Dicoba dulu!” Rachel kembali mendorong tubuh Jonathan.“Aduh, batang gue nyangkut Chel!” seru Jonathan ketika setengah tubuhnya keluar, namun miliknya
“Chel, akhirnya lu..” Ucapan Jonathan mengambang di udara, ketika yang dilihatnya justru seorang wanita aneh dengan pakaian seksi. Wanita dengan riasan menor, dengan bulu mata palsu berlapis. Juga bibir tebal dengan lipstik merah menyala. Mata Jonathan terbelalak mengawasi wanita yang seperti makhluk jadi-jadian itu. Mulai melangkah mundur, selangkah demi selangkah tatkala wanita itu berjalan gemulai ke arahnya. “Hay ganteng! Butuh kehangatan?” ucap wanita itu dengan suara bariton yang sengaja dibuat mendayu. Jonathan bergidik ngeri melihat sosok yang sama menakutkannya dengan hantu di film horor. “Tidak Om, eh.. Tante. Saya mau cari pacar, eh.. maksudnya istri saya,” jawab Jonathan dengan senyum yang terlihat kaku. Dadanya semakin berdegup kencang, kala wanita aneh itu terus melangkah maju ke arahnya. “Jangan panggil Tante dong, eike masih muda keles.” “Eit! Tante mau ngapain?” tanya Jonathan dengan sikap siaga. Meletakkan kedua tangannya menyilang di depan dada. “Bener, you
Rachel menekan dada Jonathan untuk menjauhkan tubuhnya, namun supir bus mengerem mendadak. Membuat tubuh Rachel malah semakin melekat, hingga pipinya menempel pada dada Jonathan.Dag, Dig, Dug!Bunyi detak jantung Jonathan begitu jelas terdengar di telinganya. Rachel sedikit mendongakkan kepala, terlihat pemuda itu menahan nafas dengan wajah memerah.Terdengar beberapa murid perempuan yang berteriak histeris, bahkan ada beberapa yang beranjak dari bangku untuk melihat ke depan. Untuk melihat, hal apa yang membuat bus berhenti mendadak.Tangan Jonathan terulur memegang kedua bahu Rachel, lalu mendorong agar gadis itu kembali duduk di posisinya. Tentunya dengan gerakan lembut dan sangat hati-hati.“Gue bisa kehilangan akal sehat, kalau posisi lu terlalu dekat,” ujarnya setengah berbisik, membuat Rachel tersadar dan segera membuang pandangannya ke samping.Jonathan pun beranjak dari kursi, melihat ke depan. Ternyata bus berhenti karena ada seekor anjing melintas. Setelah hewan berkaki em
“Ya, gue cemburu, Chel!”Mata Rachel melebar setelah mendengar ucapan Jonathan dengan wajahnya yang serius itu. Lidahnya mendadak kelu, tak mampu berkata-kata.“Lu milik gue, dan gue gak ijinin siapapun deketin lu! Gue harap lu paham,” lanjut Jonathan. Diraihnya tangan Rachel yang terkulai di atas meja. Lalu menggenggamnya erat, seraya mengusapnya dengan kedua ibu jarinya.Rachel menelan salivanya dengan susah payah, mendadak tenggorokannya terasa kering. Degup jantungnya terus berpacu.“Kalau gue gak boleh dekat sama Nolan, lalu lu sendiri kenapa masih dekat sama Jessi,” balas Rachel sembari membuang pandangannya ke samping.“Lu kan tahu sendiri, bukan gue yang deketin Jessi. Tapi dia yang terus deketin gue.” Jonathan coba menjelaskan.“Tapi kalian cocok kok, sama-sama tinggi dan idola,” sahut Rachel dengan suara lirih. Wajahnya terlihat kesal, bibirnya pun mengerucut. Hal itu terlihat di pandangan Jonathan, meskipun gadis itu berusaha menghindari kontak mata dengannya.“Lu cemburu?”