12 jam sebelumnya."TOK TOK TOK." Suara ketokan jamak di pintu depan sebuah rumah yang ada di dalam kampung Condet itu terdengar dari dalam."Tok, kamu bukain tuh pintunya ada tamu," suruh Abdul yang masih berbaring di kasur kapuk yang ada di lantai kamarnya. Dia malas bangun karena hari masih pukul 07.00, siapa pula yang mengganggu dengan bertandang ke rumahnya. Padahal dia seorang pengangguran.Dengan malas-malasan Anto pun mengalah untuk bangun dari tidurnya dan melangkah menuju pintu depan. Dia memutar anak kunci lalu membukakan pintu untuk tamunya. Namun, wajahnya sontak memucat saat melihat beberapa pria berseragam polisi di hadapannya."Maaf, cari siapa ya, Pak?" sapa Anto pura-pura santai padahal jantungnya berdegub kencang.Dengan sikap tegas sopan, Ipda Purnomo menjawab, "Kami ingin mencari Saudara Abdul Sukirman, pemilik rumah ini. Apa beliau ada?""Ohh—sebentar ya, teman saya itu masih tidur!" Anto bergegas masuk ke arah kamar Abdul untuk memanggilnya. Dia panik karena mer
"TING TONG." Bel pintu kamar Maya terdengar dari dalam kamar hotel tempat gadis itu tinggal selama seminggu terakhir ini. Di atas kursi rodanya, Maya mendekati pintu kamar lalu membukakannya. Dia tersenyum ketika mengetahui bahwa tamunya adalah Ananda."Selamat pagi, Cantik. Apa sudah siap untuk sarapan?" sapa Ananda seraya mengecup kening Maya. Dia lalu melihat di kamar itu ada Nyonya Melita juga masih mengenakan daster, mungkin karena tadi membantu Maya mandi pagi, duganya. "Pagi, Bu Melita!" serunya dari ambang pintu kamar."Pagi juga, Nak Nanda. Sudah kalian turun ke resto duluan saja. Nggak usah nunggu saya sama papanya Maya," ujar Nyonya Melita pengertian.Ananda memang menyukai calon mertuanya yang jarang sekali bertingkah merepotkan. Sekalipun keluarga Maya berasal dari kalangan menengah yang biasa sekali, bukannya keluarga konglomerat. Akan tetapi, mereka justru menyenangkan dan tak pernah berpura-pura demi menjaga gengsi."Oke, kalau begitu kami berangkat ya, Bu!" pamit Ana
Acara pernikahan terheboh tahun ini diselenggarakan di Infinity Ballroom Hotel Cakrawala Indonesia. Semua persiapan pernikahan Ananda dan Maya dipersiapkan oleh Wedding Organizer Kencana Dewi yang terkenal paling bagus di kalangan selebritis dan konglomerat ibu kota. Dekorasi bunga-bunga dan buah segar tersebar menghiasi ballroom dengan tiang penyangga vas setinggi 1,5 meter. Karpet merah juga menutupi seluruh lantai ruangan dengan kain warna putih, pink, ungu terbentang di langit-langit ruangan dimana lampu chandelier tergantung dengan elegan di berbagai titik.Spot dekorasi yang terbuat dari pahatan es, hiasan pohon bambu Jepang, dan juga boneka-boneka lucu ditata di beberapa sudut ruangan pesta agar para tamu bisa berselfie dengan leluasa. Tentunya ada background foto kedua pengantin dalam bingkai besar dan inisial nama mereka berdua, A&M. Segalanya tampak sempurna di hari bahagia kedua mempelai.Ananda menemani istri sahnya yaitu Maya di pelaminan, diapit oleh kedua orang tua mer
Ananda sengaja tidak membawa Maya pulang ke rumah keluarga Kusuma Mulia. Kamar pengantin yang ia pilih ada di lantai 24 Hotel Cakrawala Indonesia, sebuah presidential suite room sudah dihias oleh pihak wedding organizer untuk menyambut malam pertama bagi pasangan pengantin baru itu."TING." Pintu lift pun terbuka saat mereka sampai di lantai 24 yang dituju. Kursi roda Maya didorong oleh Ananda hingga ke depan pintu kamar nomor 8 yang ada di ujung lorong sebelah barat. Dia membukanya dengan kartu akses kamar. "Selamat datang ke kamar kita, Pengantin Cantikku!" seru Ananda sambil tersenyum lebar kepada Maya. "Wow ... ini indah sekali, Mas Nanda! Kamarnya wanginya ... seperti lautan bunga ini mah," ujar Maya berdecak kagum. Suaminya mulai menyalakan lilin-lilin aroma terapi yang tersebar di sekeliling kamar luas berinterior mewah itu. Model presidential suite room hotel ini memang dibuat tanpa sekat kecuali shower box di pojok ruangan agar air mandi tidak membasahi lantai kamar. Namu
Tubuh Maya rasanya seperti mau rontok saja, suaminya menghajarnya entah berapa kali semalaman hingga yang terakhir 4 jam yang lalu. Wajar saja bila Ananda masih tertidur pulas hingga pukul 08.00 WIB. Namun, Maya benar-benar kelaparan saat ini. Dia tak sanggup menahan lagi karena asam lambungnya mulai kumat. Akhirnya dia mencoba membangunkan suaminya."Mas ... Mas Nanda, bangun sebentar dong!" Maya menepuk-nepuk bahu telanjang Ananda yang nampak kokoh saat tidur tertelungkup memeluk bantal dengan wajah menghadap Maya di sebelahnya.Perlahan sepasang mata berbulu lentik itu membuka sekalipun nampak begitu berat. "Hmm ... ada apa, Sayang?" gumam Ananda, telapak tangan lebarnya menangkup wajah Maya."Aku lapar banget, Mas dan ini sudah agak siang lho, jam 8!" jawab Maya mencebik.Dengan segera Ananda bangun terduduk di atas ranjang yang berantakan seperti habis terkena gempa bumi. "Aku pesankan sarapan via room service deh sekarang. Tunggu ya, May!" ucap Ananda lalu bergegas berjalan menu
Setelah 3 hari pasca menikah, Ananda pun membawa istri barunya ke rumah keluarga Kusuma Mulia. Memang ada sedikit kekuatiran dalam hatinya kalau-kalau papa mamanya masih sulit menerima Maya sebagai wanita pendamping hidupnya. Namun, Ananda menepis perasaan itu, dia percaya orang tuanya bisa menghormati keputusannya memilih Maya.Saat Ananda dan Maya sampai di teras depan rumah megah itu, keponakan kesayangannya berlari-lari menyambut mereka. "Om Nanda, Tante Maya! Horeee ... akhirnya penulis dongeng favoritku sekarang jadi bibiku!" sorak Edward penuh kegembiraan memberi pelukan kepada paman dan bibi barunya dengan hangat.Maya dan Ananda tertawa berderai menanggapi kegembiraan bocah 8 tahun itu. Ananda lalu berkata kepada Edward, "Kamu jangan bikin Tante Maya kecapekan ya? Nanti kamu minta dibacain dongeng melulu lagi! Om Nanda 'kan juga butuh perhatian Tante Maya.""Ahh, Om ini 'kan udah gede ... diperhatiin apa lagi coba?!" bantah Edward menjulurkan lidahnya dengan menggemaskan hing
Seusai sarapan pagi, Maya melepas kepergian suaminya berangkat ke kantor dari teras depan rumah. Dia duduk di kursi rodanya dan Ananda mengecup keningnya sambil berpesan, "Sayang , aku berangkat ke kantor dulu ya. Nanti kalau kamu ada sesuatu yang penting jangan ragu untuk menghubungiku. Ponselku selalu stand by buat kamu, oke?""Iya, Mas Nanda. Sudah jangan terlalu mikirin aku, yang penting kerjaan kamu di kantor lancar, Mas," jawab Maya lalu mentabik tangan suaminya sebelum Ananda naik ke mobil Ferarri merah kesayangannya.Ananda membuka kaca jendela mobil lalu melambaikan tangan kanannya kepada Maya yang juga dibalas dengan lambaian tangan oleh istrinya. "Bye bye, Maya Sayang! Mas berangkat sekarang!" serunya seraya melempar senyum gantengnya. Kemudian ia pun melajukan mobilnya meninggalkan depan teras rumahnya.Untungnya rumah megah keluarga Kusuma Mulia memiliki fasilitas lift untuk kelima lantainya ditambah satu lantai basement, jadi Maya bisa kembali ke kamarnya di lantai 2 den
Sekitar pukul 19.00 WIB, Ananda sampai juga ke rumahnya. Dia begitu merindukan istrinya karena seharian tak bertemu dengannya. Segera usai memarkir mobilnya di garasi, pria itu bergegas naik tangga ke lantai 2 dimana kamar mereka berada. "Maya—" panggilnya sembari menutup pintu kamar kembali. Namun, alisnya langsung berkerut karena istrinya terbaring di atas ranjang memunggunginya.Ananda segera menghampiri di sisi ranjang Maya berbaring miring untuk memeriksa keadaannya. Ternyata memang istrinya itu sudah tidur, sebuah hal yang sedikit janggal. Dia lalu menggoyang-goyang bahu Maya pelan untuk membangunkannya."Sayang ... Sayangku ... ada apa? Kamu apa lagi nggak enak badan?" tanya Ananda sembari membelai kepala Maya dengan lembut.Mata Maya seperti diolesi lem super hingga berat sekali untuk membuka sekalipun dia mendengar suara Ananda menanyakan kondisinya. Badannya juga terasa letih sekali, tadi sore pelayan rumah mengantarkan secangkir teh manis hangat lalu ia merasa sangat menga