"Pa, gimana penampilan Mama? Sudah kelihatan glamor 'kan?" tanya Nyonya Shinta yang sedang mematut-matutkan gaun dan perhiasannya di depan cermin panjang kamarnya.Pak Arifian pun mendekati istrinya lalu memeluk pinggang ramping itu dari belakang. "Mama pokoknya cantik banget deh malam ini, nanti sepulang makan malam kita smack down di kasur ya?" godanya seakan dirinya masih muda saja."Wah ... babak belur dong ntar Mama, Pa!" sahut Nyonya Shinta seraya terkikik geli menanggapi candaan iseng suaminya."Nggak babak belur, tapi lemes iya, Ma. Hahaha," ujar Pak Arifian lalu ia pun mengajak istrinya untuk keluar kamar untuk berangkat ke Hotel Golden Lotus. Malam ini sekali lagi Deana Hartadinata akan dicarikan jodoh yang berasal dari keluarga konglomerat. Gadis itu didandani oleh make up artist terkenal di ibu kota hingga benar-benar tampil memesona. Balutan maxi body fit dress warna gold dari rumah mode Versace menyempurnakan tubuhnya dengan aura keanggunan nan mahal."Wow, kamu cantik
12 jam sebelumnya."TOK TOK TOK." Suara ketokan jamak di pintu depan sebuah rumah yang ada di dalam kampung Condet itu terdengar dari dalam."Tok, kamu bukain tuh pintunya ada tamu," suruh Abdul yang masih berbaring di kasur kapuk yang ada di lantai kamarnya. Dia malas bangun karena hari masih pukul 07.00, siapa pula yang mengganggu dengan bertandang ke rumahnya. Padahal dia seorang pengangguran.Dengan malas-malasan Anto pun mengalah untuk bangun dari tidurnya dan melangkah menuju pintu depan. Dia memutar anak kunci lalu membukakan pintu untuk tamunya. Namun, wajahnya sontak memucat saat melihat beberapa pria berseragam polisi di hadapannya."Maaf, cari siapa ya, Pak?" sapa Anto pura-pura santai padahal jantungnya berdegub kencang.Dengan sikap tegas sopan, Ipda Purnomo menjawab, "Kami ingin mencari Saudara Abdul Sukirman, pemilik rumah ini. Apa beliau ada?""Ohh—sebentar ya, teman saya itu masih tidur!" Anto bergegas masuk ke arah kamar Abdul untuk memanggilnya. Dia panik karena mer
"TING TONG." Bel pintu kamar Maya terdengar dari dalam kamar hotel tempat gadis itu tinggal selama seminggu terakhir ini. Di atas kursi rodanya, Maya mendekati pintu kamar lalu membukakannya. Dia tersenyum ketika mengetahui bahwa tamunya adalah Ananda."Selamat pagi, Cantik. Apa sudah siap untuk sarapan?" sapa Ananda seraya mengecup kening Maya. Dia lalu melihat di kamar itu ada Nyonya Melita juga masih mengenakan daster, mungkin karena tadi membantu Maya mandi pagi, duganya. "Pagi, Bu Melita!" serunya dari ambang pintu kamar."Pagi juga, Nak Nanda. Sudah kalian turun ke resto duluan saja. Nggak usah nunggu saya sama papanya Maya," ujar Nyonya Melita pengertian.Ananda memang menyukai calon mertuanya yang jarang sekali bertingkah merepotkan. Sekalipun keluarga Maya berasal dari kalangan menengah yang biasa sekali, bukannya keluarga konglomerat. Akan tetapi, mereka justru menyenangkan dan tak pernah berpura-pura demi menjaga gengsi."Oke, kalau begitu kami berangkat ya, Bu!" pamit Ana
Acara pernikahan terheboh tahun ini diselenggarakan di Infinity Ballroom Hotel Cakrawala Indonesia. Semua persiapan pernikahan Ananda dan Maya dipersiapkan oleh Wedding Organizer Kencana Dewi yang terkenal paling bagus di kalangan selebritis dan konglomerat ibu kota. Dekorasi bunga-bunga dan buah segar tersebar menghiasi ballroom dengan tiang penyangga vas setinggi 1,5 meter. Karpet merah juga menutupi seluruh lantai ruangan dengan kain warna putih, pink, ungu terbentang di langit-langit ruangan dimana lampu chandelier tergantung dengan elegan di berbagai titik.Spot dekorasi yang terbuat dari pahatan es, hiasan pohon bambu Jepang, dan juga boneka-boneka lucu ditata di beberapa sudut ruangan pesta agar para tamu bisa berselfie dengan leluasa. Tentunya ada background foto kedua pengantin dalam bingkai besar dan inisial nama mereka berdua, A&M. Segalanya tampak sempurna di hari bahagia kedua mempelai.Ananda menemani istri sahnya yaitu Maya di pelaminan, diapit oleh kedua orang tua mer
Ananda sengaja tidak membawa Maya pulang ke rumah keluarga Kusuma Mulia. Kamar pengantin yang ia pilih ada di lantai 24 Hotel Cakrawala Indonesia, sebuah presidential suite room sudah dihias oleh pihak wedding organizer untuk menyambut malam pertama bagi pasangan pengantin baru itu."TING." Pintu lift pun terbuka saat mereka sampai di lantai 24 yang dituju. Kursi roda Maya didorong oleh Ananda hingga ke depan pintu kamar nomor 8 yang ada di ujung lorong sebelah barat. Dia membukanya dengan kartu akses kamar. "Selamat datang ke kamar kita, Pengantin Cantikku!" seru Ananda sambil tersenyum lebar kepada Maya. "Wow ... ini indah sekali, Mas Nanda! Kamarnya wanginya ... seperti lautan bunga ini mah," ujar Maya berdecak kagum. Suaminya mulai menyalakan lilin-lilin aroma terapi yang tersebar di sekeliling kamar luas berinterior mewah itu. Model presidential suite room hotel ini memang dibuat tanpa sekat kecuali shower box di pojok ruangan agar air mandi tidak membasahi lantai kamar. Namu
Tubuh Maya rasanya seperti mau rontok saja, suaminya menghajarnya entah berapa kali semalaman hingga yang terakhir 4 jam yang lalu. Wajar saja bila Ananda masih tertidur pulas hingga pukul 08.00 WIB. Namun, Maya benar-benar kelaparan saat ini. Dia tak sanggup menahan lagi karena asam lambungnya mulai kumat. Akhirnya dia mencoba membangunkan suaminya."Mas ... Mas Nanda, bangun sebentar dong!" Maya menepuk-nepuk bahu telanjang Ananda yang nampak kokoh saat tidur tertelungkup memeluk bantal dengan wajah menghadap Maya di sebelahnya.Perlahan sepasang mata berbulu lentik itu membuka sekalipun nampak begitu berat. "Hmm ... ada apa, Sayang?" gumam Ananda, telapak tangan lebarnya menangkup wajah Maya."Aku lapar banget, Mas dan ini sudah agak siang lho, jam 8!" jawab Maya mencebik.Dengan segera Ananda bangun terduduk di atas ranjang yang berantakan seperti habis terkena gempa bumi. "Aku pesankan sarapan via room service deh sekarang. Tunggu ya, May!" ucap Ananda lalu bergegas berjalan menu
Setelah 3 hari pasca menikah, Ananda pun membawa istri barunya ke rumah keluarga Kusuma Mulia. Memang ada sedikit kekuatiran dalam hatinya kalau-kalau papa mamanya masih sulit menerima Maya sebagai wanita pendamping hidupnya. Namun, Ananda menepis perasaan itu, dia percaya orang tuanya bisa menghormati keputusannya memilih Maya.Saat Ananda dan Maya sampai di teras depan rumah megah itu, keponakan kesayangannya berlari-lari menyambut mereka. "Om Nanda, Tante Maya! Horeee ... akhirnya penulis dongeng favoritku sekarang jadi bibiku!" sorak Edward penuh kegembiraan memberi pelukan kepada paman dan bibi barunya dengan hangat.Maya dan Ananda tertawa berderai menanggapi kegembiraan bocah 8 tahun itu. Ananda lalu berkata kepada Edward, "Kamu jangan bikin Tante Maya kecapekan ya? Nanti kamu minta dibacain dongeng melulu lagi! Om Nanda 'kan juga butuh perhatian Tante Maya.""Ahh, Om ini 'kan udah gede ... diperhatiin apa lagi coba?!" bantah Edward menjulurkan lidahnya dengan menggemaskan hing
Seusai sarapan pagi, Maya melepas kepergian suaminya berangkat ke kantor dari teras depan rumah. Dia duduk di kursi rodanya dan Ananda mengecup keningnya sambil berpesan, "Sayang , aku berangkat ke kantor dulu ya. Nanti kalau kamu ada sesuatu yang penting jangan ragu untuk menghubungiku. Ponselku selalu stand by buat kamu, oke?""Iya, Mas Nanda. Sudah jangan terlalu mikirin aku, yang penting kerjaan kamu di kantor lancar, Mas," jawab Maya lalu mentabik tangan suaminya sebelum Ananda naik ke mobil Ferarri merah kesayangannya.Ananda membuka kaca jendela mobil lalu melambaikan tangan kanannya kepada Maya yang juga dibalas dengan lambaian tangan oleh istrinya. "Bye bye, Maya Sayang! Mas berangkat sekarang!" serunya seraya melempar senyum gantengnya. Kemudian ia pun melajukan mobilnya meninggalkan depan teras rumahnya.Untungnya rumah megah keluarga Kusuma Mulia memiliki fasilitas lift untuk kelima lantainya ditambah satu lantai basement, jadi Maya bisa kembali ke kamarnya di lantai 2 den
Beberapa bulan kemudian sesuai janji Maya kepada Dokter Joyo Baskara, usai kelahiran anak kembar laki-laki dan perempuannya berselang masa nifasnya. Dia mengunjungi TPU Tanah Kusir bersama suaminya kali ini. Mereka hanya berdua saja dan ketiga anak mereka dititipkan di rumah kakek neneknya.Langit pagi itu biru cerah dengan gumpalan awan putih di angkasa. Musim kemarau baru berjalan tak lama di Indonesia waktu itu. Angin di taman pemakaman yang asri dan tenang itu bertiup sepoi-sepoi menerbangkan rambut panjang Maya yang tergerai. Suara serangga tongeret terdengar nyaring mengisi kesunyian tempat dimana ratusan jasad terkubur di bawah tanah berlapis rumput hijau yang terpangkas rapi.Ananda berjalan sembari menggenggam tangan kanan Maya dengan tangan satunya membawakan keranjang bunga mawar tabur untuk makam mendiang Andre dan mamanya.Dari kejauhan mereka dapat mengenali nisan putih bertuliskan nama sepasang ibu dan anak yang telah tiada tak lama berselang itu. Mereka berdua melangka
"Maafkan kami, Bu Maya. Kondisi fisik Nyonya Astrid semakin hari semakin melemah. Secara kejiwaan dan juga pikiran memang terapi psikologisnya berhasil membawa akal sehatnya kembali normal. Hanya saja—semangat hidupnya telah sirna, di situlah letak kesulitannya," terang Dokter Joyo Baskara yang merawat mama Andre selama berbulan-bulan terakhir ini.Maya pun menanggapi perkataan Dokter Joyo melalui sambungan telepon antar negara itu, "Baik, Dok. Kalau boleh saya tahu apakah Tante Astrid masih mau makan teratur setiap hari?""Masih, hanya terlalu sedikit. Dia juga lebih banyak tidur dibanding beraktivitas. Jarang berkomunikasi dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Saya yang paling sering berbicara dengan beliau untuk menjalani konseling kejiwaan," ujar Dokter Joyo berusaha menjelaskan situasi sulit yang dihadapinya terkait pasien yang ditanganinya.Setelah berpikir sejenak, Maya pun bertanya, "Seandainya saya datang ke sana, apa beliau mau berbicara dengan tenang?""Nyonya Astrid me
Ketika Ananda sarapan pagi bersama Maya dan Bayu, di sekeliling meja makan juga ada Aji dan Marcella yang sudah dianggap seperti anggota keluarga kecil mereka."Ji, bikinin janji ke rumah sakit sepulang kerja nanti buat Maya ya. Kami mau periksa kehamilan," ujar Ananda santai sambil menikmati menu sarapan paginya.Mendengar perintah bosnya, Aji dan Marcella saling bertukar pandang kikuk. Mereka lalu diam-diam tersenyum satu sama lain. Aji pun menjawab, "Siap, Pak Nanda. Nanti saya buatkan janji ke dokter Obsgyn. Oya, kalau nanti kami nebeng berangkat ke rumah sakit apa boleh, Pak?"Kali ini Maya dan Ananda yang heran lalu Maya yang bereaksi terlebih dahulu, "Siapa yang sakit nih?""Cella juga mau periksa kehamilan sore ini, Bu Maya!" jawab Aji yang membuat seisi meja makan tertawa.Ananda pun menanggapi, "Kok bisa barengan nih jadinya. Padahal bikinnya nggak janjian 'kan?" Mendengar candaan suaminya, Maya mencubit pinggang pria itu hingga mengaduh-aduh. "Mas Nanda ini bisa-bisanya—"
"Hai, Hubby ... apa kamu capek?" sambut Marcella Wrigley saat bayi besarnya memeluknya erat-erat di balik pintu kamar tidur mereka sepulang kerja.Dengan manja Aji menyurukkan wajahnya di lekuk leher istrinya yang menguarkan aroma parfum feminin nan lembut. Dia menyesap kulit putih terang itu, tetapi Marcella membiarkannya begitu sekalipun akan membekas tanda kepemilikan berwarna merah tua nantinya yang tentu saja bertahan cukup lama."Baby Cella, Sayangku ...," gumam Aji sembari meraup tubuh istrinya menuju ke tempat tidur mereka.Wanita berambut pirang dengan sepasang mata biru itu melingkarkan kedua lengannya di leher Aji sambil menatap wajah pemuda berondong menggemaskan yang sedang menggendongnya. "Ji ... aku punya kabar mengejutkan untukmu," ujar Marcella hati-hati saat tubuhnya dibaringkan di atas ranjang. "Apa tuh, Cella?" sahut Aji santai seolah yakin dia tak akan terkejut mendengar pemberitahuan istrinya. Mereka sudah menikah berbulan-bulan dan kipernya telalu ahli menjaga
"Terdakwa penculikan putera dari CEO Grup Kusuma Mulia yaitu pasangan ibu dan anak Hartadinata telah menerima vonis bersalah dari pengadilan dan dijatuhi hukuman kurungan selama 5 tahun. Demikian laporan Desti Triana dan cameraman Rizky Setiadi dari depan ruang sidang. Kembali ke studio 5 Surya TV!" Berita siaran petang itu menjadi tayangan yang menyita perhatian Pak Alan dan Nyonya Belina. Mereka saling bertukar pandang prihatin. Kemudian Nyonya Belina berkata, "Kasihan sebenarnya, Pa. Sekeluarga kok bisa masuk bui semua. Mas Arifian juga masih 14 tahun penjara hukumannya."Pak Alan mendesah lelah, dia pun menanggapi, "Itu keluarga kacau balau, Ma. Kita telah salah mengenali di awal berteman dengan mereka. Tadinya konglomerat, sekarang malah sudah jatuh miskin masih harus tinggal di hotel prodeo. Malunya berlipat-lipat kalau dulu kita jadi berbesan sama mereka, tingkah mereka aneh-aneh begini!""Benar, Pa. Memang Mama dulu salah menilai, justru keluarganya Maya yang baik-baik saja m
Selang 24 jam pasca menghilangnya Bayu dari kediaman Kusuma Mulia. Pihak kepolisian dan juga Ananda Kusuma ditemani oleh sekretarisnya mendatangi Royal Heir Dharmawangsa apartment."TING TONG." Bunyi bel apartment milik Nyonya Shinta terdengar mengejutkan dia dan puterinya yang memang sengaja tidak keluar kemana pun dari apartment itu sejak kemarin malam."Ehh—siapa tuh, Ma?" tanya Deana cemas bertukar pandang dengan mamanya di sofa.Kemudian Nyonya Shinta berjalan ke pintu keluar unit apartmentnya dan mengintip siapa tamunya dari lubang intip. Ketika dia melihat petugas polisi berseragam, makin paniklah dia. "Dea ... Dea, ada polisi di depan!" serunya berlari menuju ke sofa.Namun, gedoran di pintu terdengar bersama suara amarah Ananda. "Buka pintunya atau perlu didobrak?!" teriaknya mengancam dari balik pintu. "Waduh Ma, gimana nih? Kok Mas Nanda tahu kita ada di sini?" Deana mencicit panik.Sementara Bayu yang tadinya diam mulai menjerit-jerit, "PAAPAA ... PAAAPAAA ...."Setelah m
Suara tangisan dan rengekan bayi terdengar memenuhi mobil Alphard putih yang tengah melaju di jalanan ibu kota yang padat oleh kendaraan bermotor petang itu. Sang sopir melirik curiga melalui spion tengah mobil yang dia kemudikan. 'Perasaan tadi nyonya besar dan nyonya muda berangkat nggak bawa bocah. Lha ini ... lantas anak siapa? Jangan-jangan mereka nyulik anak orang!' batin Pak Suryo gelisah sembari berjibaku dengan lalu lintas yang begitu ramai."Rewel banget sih nih bocah!" keluh Deana yang memangku putera Maya. Dia memang tidak suka anak kecil. "Sabar, Dea. Sebentar lagi juga sampai di apartment," bujuk Nyonya Shinta melirik puterinya dan Bayu yang menangis tak henti-hentinya. Memang mereka berdua tidak mengerti kalau bocah laki-laki itu kelaparan, tadi Suster Sisca pergi ke dapur untuk membuatkan susu untuk Bayu dan Nyonya Shinta membawa pergi bocah itu diam-diam.Mobil Alphard putih itu membelok ke apartment Royal Heir Dharmawangsa yang mewah. Pasca hotel milik keluarga Ha
Sore itu kediaman Keluarga Kusuma Mulia ramai dikunjungi oleh serombongan nyonya-nyonya sosialita. Ada arisan elite bulanan yang digelar di sana. Tempat acara bergengsi itu berpindah-pindah sesuai giliran dan kebetulan kali ini jatuh di rumah mama Ananda.Maya pun diundang bersama putera tunggalnya untuk diperkenalkan ke teman-teman arisan Nyonya Belina. Sekalipun Maya sebenarnya tidak terbiasa mengikuti acara semacam itu, mau tak mau demi menghormati mama suaminya dia pun hadir."Jeng-jeng, kenalkan ini Maya Angelita, menantu saya. Mungkin sebagian sudah kenal ya karena dia ini penulis dongeng anak terkenal lho, nggak cuma di Indonesia ... sampai luar negeri juga bukunya dijual. Dan yang ini cucu saya, namanya Bayu. Lucu ya?!" tutur Nyonya Belina berdiri bersama Maya dan Bayu yang digendong mamanya di hadapan teman-teman arisan yang tajir melintir itu.Apa pun yang bisa disombongkan harus ditonjolkan, itulah prinsip anggota arisan elite yang diikuti Nyonya Belina. Para wanita itu pun
Pagi dengan gerimis rintik-rintik sisa hujan besar semalam masih mengguyur kota Jakarta. Wanita cantik dengan gaun hitam selutut itu menguatkan tekadnya untuk mengunjungi TPU Tanah Kusir, tempat dimana mendiang Andre dimakamkan. Mungkin sedikit terlambat, tetapi dia memang baru mengetahui berita duka cita itu belakangan.Payung hitam yang dia bawa untuk menaungi tubuhnya meneteskan air di ujung-ujung rusuk benda itu. Angin dingin yang menerpanya serasa menusuk tulang, pipinya basah oleh air mata yang mengalir di balik kaca mata hitam yang menutupi sebagian wajahnya.Selangkah demi selangkah Maya menuju ke sebuah gundukan tanah merah yang masih baru dibuat. Ada sebentuk nisan yang tertancap bertuliskan nama familiar seorang pemuda yang pernah begitu berarti dalam hidupnya.Keranjang bunga mawar tabur terayun pelan di tangan kanannya. Semakin dekat ia melangkah, dadanya terasa semakin sesak. Maya mungkin telah memiliki cinta baru yang indah bersama Ananda. Namun, kenangan manis masa pac