Jadi, saat di dalam rumah Fatma segera berkata lembut, “Kamu kan bekerja pada Madam. Nah, pekerjaan kamu adalah melayani dan memuaskan nafsu para pria di sana. Lalu tadi kenapa saat salah satu pelanggan menghubungi sikap Ami sangat kaku? Jangan seperti itu Sayang ... kamu harus tetap bisa menggoda para pria itu walaupun hanya lewat telepon.” Belaian lembut Fatma selaras dengan kalimatnya.Namun, selembut apapun penyampaian Fatma setiap kalimat yang keluar dari mulutnya menjadi luka untuk Amira. “Iya, Ma ....” Suara kecilnya dan seakan hampir habis karena sedang menahan pilu. ‘Ternyata mama bukan khilaf, ternyata mama memang sengaja menjualku.’ Kenyataan ini memukulnya, tetapi Amira tetap mengumbar senyuman dan berdiri tegap bahkan jemuran yang masih sangat banyak diteruskan seiring menahan air mata.Sementara, di dalam sana Fatma sangat bangga pada Amira yang mudah menyerap nasihat kotornya. “Kamu adalah sumber keuangan mama, jadi mama harus banyak menjejal kamu dengan pengatahuan kot
Kini, yang dilakukan Erzhan hanya memerhatikan Amira walaupun hanya bisa melihat punggungnya saja. Hingga segelas teh hangat tersaji. “Silakan ....” Amira masih melukiskan keceriaannya hingga membuat Erzhan tidak bisa menahan diri. “Apa yang terjadi di rumahmu, apa kamu menemukan kebahagiaan yang membuatmu sangat melayang?” Sebelah alis Erzhan terangkat. “Hihi ....” Amira tersipu seiring menutup bibirnya menggunakan sebelah telapak tangannya. “Kenapa menanyakan itu ..., bukankah itu privasi?” Amira sedikit merajuk, kemudian kembali menunduk kecil karena mungkin sikapnya tidak sopan. Namun, Erzhan bersikap santai dan hangat demi mencari tahu apa yang telah terjadi hingga gadis yang duduk di hadapannya tampak sangat aneh, “Ceritakan saja, aku akan mendengarnya.” Senyuman ditambahkan hingga kehangatannya berlipat. Kini Amira mendesah pelan, tetapi sejurus kemudian kembali melukis senyuman. “Aku hanya sedang berusaha membuka lembaran baru. Aku tidak tahu apakah lembaran baru di hidupk
Hari berganti, Amira kembali ditinggalkan oleh Erzhan karena pria itu harus tetap berada di AB Gruf, berusaha mengembalikan saham perusahaan sekaligus mencoba mengembangkan merk dagang mereka di pasaran besar, di kalangan atas.Cakwala sudah menunggu kedatangan putranya sejak dua puluh menit yang lalu. “Kenapa kamu selalu pulang ke villa? Padahal ada banyak hal yang ingin Papa bahas.” Dinginnya seperti biasanya. Sikap Cakrawala tidak pernah menunjukan kehangatan sedikit pun.“Maaf Pa, Erzhan butuh menenangkan diri,” santun Erzhan yang bahkan belum mendudukan dirinya.“Apakah rumah tidak cukup tenang untukmu. Hm?” Yang dilakukan Cakrawala semenjak saham perusahaan anjlok hanya mendesak Erzhan dalam beberapa bidang, salah satunya privasi putranya. Cakrawala berusaha mengatur privasi Erzhan, tetapi bukan niatnya ingin mengganggu, pria ini hanya inginkan putranya jauh lebih baik, dirinya berniat mengajarkan jika privasi yang tidak begitu penting bisa dikesampingkan demi fokus mengembalika
Sore harinya Riska menyudahi pelajarannya, wanita ini berpesan hangat, “Tunjukan hasil belajarmu pada Erzhan.”“Iya ....” Anggukan patuh Amira yang mengantar Riska hingga ke halaman. Saat mobil wanita itu berlalu, grasah-grusuh dirinya menghubungi Tasya. Sebenarnya sudah sejak tadi siang mulutnya gatal ingin menanyakan kabar adiknya, tetapi karena pelajaran sedang berlangsung, maka Amira menahan keinginannya karena takut dianggap tidak menghargai Riska, hingga akhirnya kini panggilannya tersambung. “Tasya, kamu masih di tempat latihan, kan?”“Iya Kak ... kenapa?” Tasya sedang berkumpul dengan sesama trainee.“Tidak apa-apa, Kakak cuma mau tahu saja dan ingin mendengar kamu baik-baik saja,” aku Amira, tetapi tidak dengan alasan utamanya.“Kakak lucu deh. Hihi ....” Sikap Tasya sangat manis, “Tasya baik-baik saja. Oh iya, sekarang Kakak di mana?” Sebenarnya pertanyaan ini mengganjal di hatinya karena bisa saja Amira sedang berada di tempat madam, wanita yang pernah disebutkan ibunya.“K
Erzhan segera berdiri meninggalkan duduknya. “Tidurlah, sudah malam.” Pria ini berlalu karena tidak ingin kesedihannya disaksikan Amira. Namun, setibanya di dalam kamar dia sangat lemah. Perasaan membunuhnya untuk kedua kalinya. “Dulu kamu meninggalkanku karena alasan perjodohanku dan Alisha, lalu kamu menikah dengan pria lain. Sekarang kamu muncul dengan pria itu. Apa kamu pikir aku masih bisa bertahan saat kamu menyakitiku berulang kali.”Erzhan si pria dingin di hadapan Amira ternyata memiliki sisi lemah jika dihadapkan pada perasaan. Dia meringkuk bak anak kecil yang membutuhkan pelukan hangat, Erzhan yang biasanya bersikap gagah kini sangat berbeda.Sementara, Amira masih selalu merisaukan Tasya. “Lambat laun aku harus mengatakan pada Tasya. Tasya tidak boleh menjadi korban mama yang selanjutnya walau mungkin kemungkinannya sangat minim karena Tasya anak kandung mama. Tapi ... kapan aku akan mengatakannya, apa bulan depan saat Tasya akan pulang ke rumah?”Selain memikirkan waktu
Riska tiba, tetapi kali ini tidak banyak yang disampaikannya karena Amira sudah lumayan pintar dalam hal kedewasaan, terutama dari sikap dan cara bicaranya, sebenarnya itu sudah cukup menjadi modal dirinya di hadapan Cakrawala. Hanya tinggal make up dan cara berpakaiannya, tetapi ini adalah bagian paling mudah menurutnya karena andaipun Amira masih belum bisa merias diri, itu bisa dilakukan di salon.“Mungkin ini hari terakhir aku datang kesini,” ucap Riska bersama senyuman lembut.“Apa aku sudah bisa disebut dewasa?” Amira menggunakan sikap kedewasaan yang diajarkan Riska.“Sudah, kamu bisa memakai ilmu yang aku berikan di hadapan orangtuanya Erzhan,” kekeh Riska.“Jadi Kak Riska tahu semua ya, tentang aku dan Erzhan?” Amira tidak memanggil dirinya Ami karena panggilan kecil itu seolah berkesan kekanak-kanakan.“Ya, Erzhan menceritakannya. Kami cukup dekat, maka Erzhan tidak sungkan meminta bantuanku,” kekeh Riska lagi.Amira tersenyum kecil menanggapi kalimat Riska. “Terimakasih ata
Malam ini bisa dikatakan Erzhan lolos dari desakan Cakrawala karena ayahnya tidak membahas penuruanan saham sama sekali. Hingga pagi tiba, susana tetap hangat. Satu keluarga menjalani sarapan penuh kehangatan, tetapi bagaimanapun suasana yang tercipta, pikiran Erzhan tetap tidak tenang karena ini hari ketiga dari waktu satu minggu yang diberikan Cakrawala.‘Papa memang tidak bertanya apapun, tapi pasti papa sedang menunggu hasil baik.’ Desah penuh keluhan Erzhan karena waktu yang mengalir cukup menyiksanya. Saat dalam perjalanan menuju AB Gruf, sambungan dihubungankan pada Amira, “Sekarang kamu di mana? Jangan meninggalkan villa, apalagi kembali pada ibu kamu!” tegasnya karena akan sangat sulit meminta Amira kembali saat gadis itu kembali ke kediamananya walau itu terbilang mustahil. Amira seolah telah kehilangan minat pada ibunya.“Aku di villa ..., aku baru saja mengisi kulkas, tadi ada kang sayur, sekalian aku juga dapat banyak sayuran dari bu Melinda.” Amira sedang menyapu halaman
Amira masih berdiri di hadapan daun pintu. “Apa tadi Erzhan sempat pulang ya dan mencariku?” prasangkan baiknya, “sepertinya begitu. Aku harus segera mengabarinya sebelum dia marah dan menyuruhku kembali memperlajari menjadi dewasa.”Handphone segera dirogoh. [Sekarang kamu di mana? Maaf tadi aku pergi sebentar, aku berolahraga bersama bu Melinda dan kak Cindy. Ada apa mencariku, sampai masuk ke kamarku segala?] Dengan sengaja dirinya membongkar rahasia kecilnya jika gadis ini akan mengetahui saat Erzhan memasuki kamarnya supaya pria itu tidak melakukannya lagi karena kamar adalah daerah privasinya.Erzhan sedang dibuat memutar kepala oleh keadaan saham yang belum menunjukan perubahan baik walau dua cara dari hasil rapat telah dilakukan. “Ok, Erzhan. Bersabarlah sebentar lagi, semua membutuhkan proses dan semua tidak akan instan, seinstan seperti yang kamu inginkan.” Pria ini harus memotivasi dirinya sendiri karena siapa lagi yang akan melakukannya karena yang dulunya ini adalah tugas