Pintu kamar terbuka perlahan, Erzhan berjalan kecil menyusuri lantai atas tempat kamar tidur berkumpul termasuk kamarnya Amira. Jadi, langkahnya terhenti seiring memandangi pintu kamar yang tertutup rapat, tetapi sejurus kemudian langkahnya menuntun ke arah dapur kemudian tersenyum hambar. “Pertama kali kamu menginap di villa, makanan yang kau incar. Tapi kenapa sekarang kau tidak di dapur,” kekeh kecilnya.Erzhan masih sangat mengingat pertemuan pertama dirinya dan Amira. Masa-masa itu tidak akan dilupakan walaupun saat itu Amira tidak berarti sama sekali, seolah Erzhan sedang memungut anak anjing di tengah hujan, kedinginan dan dalam bahaya.Gadis yang sedang menari dalam kepalanya masih berada di dalam kamar, terbaring dengan nyaman. “Bagaimana jadinya kalau aku menikah dengan Erzhan, apa benar keluarga ini menerimaku? Lalu ... bagaimana dengan kehidupanku, apakah mereka masih mau mengenalku?” desah pasrahnya karena kehidupannya dan keluarga ini bagaikan langit dan bumi.Di sisi la
Amira merespon cepat karena perasaan bahagia. “Kakak akan segera ke rumah Mama!” riangnya. Namun, saat ini Erzhan mengerutkan dahinya.‘Sejak kapan Amira bersemangat menemui ibu tirinya?’ Erzhan ingin meluncurkan larangan, tetapi dirinya tidak memiliki hak hingga kesana.Panggilan telah terputus. Saat ini Amira melukis wajah cerah. “Tasya bilang mama merindukanku, mama juga akan meminta maaf.”Mobil yang dikendarai Erland segera menepi. Kemudian menatap Amira dengan serius. “Kamu mau menemui mama kamu?”“Iya. Kenapa kamu berhenti, apa kamu tidak akan mengantar sampai ke gedung? Rumah mama tidak jauh dari gedung,” heran Amira pada sikap dan reaksi Erzhan.“Bukan begitu. Tapi kamu ingat kan bagaimana cara mama tiri kamu memperlakukan kamu? Apalagi akhir-akhir ini mama kamu mencoba menjual rumah peninggalan mendiang papa kamu. Andai aku tidak membelinya, sekarang rumah kalian sudah berada di tangan oranglain.”“Iya, aku ingat semuanya,” sendu segera membuncai hingga wajah ceria yang baru
Panggilan segera mengarah pada Erzhan, tetapi hingga dua kali memanggil Erzhan tidak kunjung menjawabnya. “Pasti Erzhan sedang sibuk bekerja, lalu bagaimana denganku. Bagaimana nasibku nanti!” cemas Amira. Kini, chat dikirimkan. [Mama memaksaku menemui Madam. Tolong selamatkan aku lagi!]Sebenarnya chat yang dikirimkan Amira bukanlah harapan karena Erzhan bisa membaca chatnya kapan saja termasuk satu hingga dua jam kemudian, bahkan lebih. “Aku harap sesibuk apapun kamu, kamu tetap memeriksa handphone.”Tok tok tok“Amira. Kenapa lama sekali. Cepatlah!” Fatma tidak bisa menunggu lama, dirinya harus segera membawa Amira pada Madam agar terlepas dari jeratan hutang. Namun, andaipun Amira dapat membayar hutangnya pada Madam menggunakan uang pribadinya, Fatma tidak akan pernah menyutujui hal itu karena dia ingin menyingkirkan anak tirinya. Maka dari itu hingga saat ini dia tidak memberikan penjelasan apapun pada si gadis malang.Amira belum membuka celana jeansnya karena dirinya memang tid
Amira masih berhadapan dengan Madam yang memandanginya dengan sengit. “Jadi selama ini kamu menjadi wanita malam yang disewa pribadi? Itu melanggar perjanjian.” Kalimat yang dilontarkan wanita ini selalu santai dengan intonasi normal, tetapi tatapannya selalu tajam.“Ti-tidak, bukan begitu ....” Bibir Amira semakin bergetar ketakutan.“Lalu apa, hm? Kamu dibawa pergi oleh salah satu pelanggan. Jangan menyangkalnya, Sayang.” Sebuah minuman berwarna merah diraih. Gelas berkaki itu tampak mengkilap, tetapi seolah berbisa sama halnya dengan si wanita.“I-itu ....” Terlalu ketakutan hingga Amira tidak dapat berbicara dengan benar.“Ibumu sudah menandatangani perjanjian. Jika perjanjiannya dilanggar maka ada denda yang harus dibayarkan.” Satu alis Madam terangkat meremehkan karena wanita ini yakin Fatma maupun Amira tidak akan mampu membayarnya jadi walaupun terpaksa, gadis itu harus tetap berada di sini, melayani pria hidung belang kemudian Madam hanya membayarnya sepuluh persen saja dari
“Jadi kamu masih menganggur. Kamu kalah jauh sama gadis enam belas tahun di kamar sebelah, dia sudah mendapatkan pelanggan!” Wanita yang barusaja mengantarkan Jack, kini mencibir Amira saat membuka pintu kamar si gadis dengan lancang padahal salah satu aturan di sini adalah jangan saling mengunjungi.Amira menatap nanar ke arah wanita itu. “Aku ....” Amira ingin meminta bantuan, tetapi dia yakin wanita ini tidak akan pernah membantunya.“Kamu tidak menarik hingga tidak ada yang mau padamu. Kecuali Madam yang memilihkan pelanggan!” Di dalam bangunan ini kalimat itu adalah penghinaan, jelas sangat berbeda dengan kehidupan Amira yang serba terjaga hingga tubuhnya tetap suci.Di sisi lain, Jack terkejut saat melihat wajah gadis di hadapannya. ‘Ini bukan Amira yang dimaksud tuan Erzhan.” Foto wajah Amira dipandangi, wajah cantik, polos dan lugu tergambar jelas di permukaan layar kaca.Di dalam ruangan pribadinya, Madam menyeringai licik. “Amira pernah menjadi sewaan pribadi pasti hasil pek
Jack tidak berbasa-basi. Segera, uang seratus juta diserahkannya pada Madam. “Itu adalah hutangnya Amira. Amira sudah melunasinya, jadi seharusnya Madam membebaskannya,” lugas dan tegasnya.Tranferans segera diperiksa. Jumlahnya genap seratus juta. Saat ini Madam menatap Jack yang telah berubah. “Kau membebaskan gadis itu menggunakan uangmu. Siapa gadis ini, hm. Adikmu?” Senyuman sarkasme Madam yang tetap menyimpan cibiran pada Jack yang pernah menjadi pesuruh.Sejenak, Jack melirik ke arah Amira. Kemudian memandang datar pada Madam. “Amira adalah kekasih dari pewaris AB Gruf!”Sebelah alis Madam terangkat. Banyak informasi yang diketahuinya tentang AB Gruf yang berisi kekayaan mereka. “Begitu ya ....” Datarnya. Saat ini dia dapat menyimpulkan jika Jack masih menjadi pesuruh hanya saja lebih terhormat. Kini tatapannya mengarah pada Amira. “Kamu bebas.” Sikapnya masih datar. Pembebasan Amira melalui jalur perjanjian dalam kontrak, tetapi Madam tetap tidak menyukai kepergiaan si gadis k
Di dalam kamar, Amira masih memikirkan ajakan pernikahan yang akan dilayangkan Erzhan kapan saja. “Aku siap menikah denganmu. Baiklah, ayo kita menikah!” Gadis ini menghadap pada cermin, berlatih mengungkapkan jawabannya. “Astaga ... apa aku terlihat seperti kebelet nikah? Aku tidak percaya diri. Atau mungkin aku harus mengungkapkannya dengan sedikit kelembutan bukan excited atau ... seperti mau tidak mau?”Hoam ....Kini Amira sudah tidak tahan menahan kedua kelopak matanya, maka dia memilih tidur. Lalu, di pagi harinya barulah air mata bercucuran kala membaca pemecatan dari Erlangga kemudian menyaksikan foto dirinya yang lebih ramai diperbincangan dibandingkan yang sudah-sudah. “Kenapa ....” Dadanya sangat sesak. Memang benar dirinya mengunjungi tempat haram dengan pakaian erotis, tetapi bukan berarti melakukan hal haram, dan yang paling membuatnya sangat keberatan, keberadaannya di sana bukan keinginannya. “Kenapa selalu aku yang dilihat negatif, dikabarkan negatif. Kenapa ... apa
Amira tidak berpikir apapun lagi. Dia segera menyodorkan semua uang yang dia punya asalkan sopir taxi menghentikan mobilnya. Butiran bening turun saat dia berdiri di tepian jalan. “Aku bukan pelacur. Aku bukan pelacur ....”Hujan turun dengan lebat, tetapi Amira tetap berdiri di tengah hujan seakan tidak merasakan apapun karena hal ini dilakukannya dengan sengaja supaya air matanya tidak terlihat. Tatapan orang di sekeliling terasa dingin melebihi udara hari ini, selain itu seolah semua orang mencibirnya. “Kenapa? Kenapa harus seperti ini ... aku bukan pelacur. Aku bukan pelacur,” gumam Amira yang hanya menatap kosong ke atas tanah.Beberapa lama di bawah hujan membuat Amira tidak sadarkan diri, tetapi tangan malaikat menangkapnya. Dibaringkan di atas tempat tidur. Pakaian basahnya sudah ditanggalkan, sekalian dengan semua pakaian dalam yang menggantung di atas sofa.Perlahan, Amira membuka matanya. Selama beberapa saat tatapannya masih kosong, hingga akhirnya matanya yang sayu mulai