Renata saat ini berada di toko butik nya, menyelesaikan dekoran untuk acara peresmiannya besok. Tinggal sedikit lagi menuju selesai, Renata bersama teman-temannya tampak serius.... mendekor, mereka tak mempekerjakan orang lain untuk mendekor, mereka melakukannya sendiri. Hari sudah siang dan mereka telah menyelesaikan semua, Renata merasakan getaran di saku celananya dan mengambil ponsel yang bergetar.
"Ya halo ma?"
.....................
"Oh iya Renata ingat kok."
.....................
"Iya Renata sama teman-teman otw ke bandara."
.....................
"See you mama, love you muach!"
Renata menutup sambungan telepon dan menyimpan kembali ke dalam saku. Dia menghampiri teman-temannya dan meminta tolong untuk menemaninya menjemput kedua orang tuanya di bandara. Dengan senang hati mereka menemani, karena orang tua Renata sangat lah humble, dan mereka sudah kenal lama dengan orang tua masing-masing. Pergilah mereka ke bandara dengan menggunakan mobil Revina.
Saat sampai di bandara, mereka belum melihat tanda-tanda kedatangan orang tua mereka. Renita mendapat telepon dari tunangannya, dirinya langsung menjauh dari teman-temannya. Mereka semua melihat dari jauh papa dan mama nya Renata, mereka berlari mendekat. Renata langsung memeluk mamanya erat sambil menangis.
"OMG MA! Renata kangen mama banget!!!" Dirinya memeluk sang mama dengan manjanya, orang tua dan teman-temannya tertawa geli menatap tingkah Renata seperti anak kecil merengek. Sedangkan dirinya langsung mencium pipi ayahnya dengan cepat kemudian mengulurkan telapak tangannya di depan ayahnya sambil terseyum menampilkan giginya. Ayahnya paham namun tak langsung memberikan yang di mau Renata, dirinya langsung membuat gerakan seolah-olah lupa dan tak mengerti. Renata langsung menatap datar kemudian beberapa detik merubah wajahnya menjadi cemberut. Mereka semua tertawa, ayahnya langsung memeluk dirinya dan mengambil seseuatu yang diinginkan oleh Renata kesayangannya tentu. Renata tentu menatap dengan berbinar, barang yang diincar nya itu memang tak cukup unik. Hanya sebuah buku incarannya dari dulu, sebenarnya bisa beli dari online tapi dia tidak mau karena banyak yang tak ori. Dan sekarang ayahnya membawakannya, kemudian dia memeluk sambil mencium pipi ayahnya berulang-ulang.
"Oh ya kalian hanya bertiga? bukankah seharusnya empat orang?" Mama Renata menyadari Renita yang tak ada, Renata langsung menjawab dengan nada tengilnya.
"Hadehh ma, biasa calonnya nelpon haha! Revina menoyor kening Renata saat mendengar itu. Revin sendiri langsung menimpali perkataan Renata dengan mengatakan bahwa dirinya sirik. Dan terjadi lah perdebatan seperti biasa antara keduanya.
"Permisi om, tante..."
Suara seseorang menghentikan perdebatan antara Revin dan Renata dan orang tua beserta Revina mengalihkan pandangannya. Berbeda-beda reaksi yang ditunjukan oleh mereka. Orang tua Renata tersenyum lebar, Revin dan Renita kaget sekaget-kagetnya, sedangkan Renata sendiri syok dan menatap benci sosok yang tak ingin dia temui. Suara tersebut ternyata Axel Jovian, mantan Renata sekaligus anak dari sahabat orang tuanya. Axel menyalim kedua orang tuanya dan menyapa teman-temannya.
"Hai duo Rev, dan hai Renata..." Berdecih! Renata berdecih dan membuang muka. Berbeda dengan Revina yang menatap kagum dengan mulut yang menganga lebar, tentu Revin yang melihatnya langsung menutup mulut Revina.
Mood ku langsung berubah menjadi buruk saat menatap Axel yang sok manis tersenyum padaku, langsung saja aku mengatakan ingin cepat-cepat pulang, namun mamaku kelewat pintar malah menarik pinggang ku dan menahan. Arghhhh mama malah tersenyum dan memperkenalkan ku pula dengan si brengsek ini. Aku menatapnya malas dan mendadak memelototkan mataku saat mendengar bahwa dirinya mengatakan aku dan dia pernah pacaran waktu SMA dulu.
"Cuih gk sudi, ya mungkin kita pernah berpacaran namun sebelum kebrengsekan anda menyerang!" Telingaku terasa perih saat mamaku menjewer telingaku. Mood ku semakin hancur saat melihat mamaku terlihat sangat polos meminta maaf kepada si bajingan ini karena kata-kata ku tadi. Axel diundang untuk bergabung bersama kami, lantas aku semakin emosi dan melepaskan rangkulan ibuku dan berjalan ke belakang teman-temanku.
"Kalau kalian mengundang nya aku tak akan ikut bersama kalian! Terserah apa yang mau kalian katakan aku tak peduli!!!" Setelah mengatakan itu dirinya berjalan menjauh. Revina dan Revin ijin pamit mengejar Renata dan diangguki papa Renata. Papa Renata menatap Axel dengan tatapan serius, Axel yang merasa ditatap langsung gugup dan menggaruk belakang telinganya yang sama sekali tak gatal. Papa Renata langsung bertanya apa sebenarnya yang terjadi antara Renata dengan dirinya sehingga Renata menjadi sangat membencinya. Axel sendiri tak tahu harus menjawab apa, dirinya menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal sama sekali.
Sial malah bertanya hal itu lagi! Axel membatin. Dirinya langsung tersenyum dan mengatakan bahwa dirinya dan Renata ada sedikit kesalahpahaman yang belum dia jelaskan sehingga membuat Renata marah. Bisa ku lihat papa Renata menatapku seperti tak mempercayai, tapi untung saja mamanya Renata menolongku dengan menyudahi pembicaraan ini. Mamanya meminta maaf karena tak dapat mengundangku hari ini, ya sebenarnya aku tak mengapa. Aku juga tak terlalu suka dengan si jelek Renata, kalau bukan karena ayah yang memaksa ku untuk mendekati nya mungkin saja aku tak akan mau bertemu dengan wanita ini. Ya ayahku meminta aku bisa nikah dengan seorang alih waris keluarga Gerrald dan akan mendapatkan saham perusahaan terbesar incaran keluarganya. Psttttt ini rahasia keluargaku dan pembaca semua, jangan beritahu siapa-siapa ya! Aku menggeleng kepala dan mengatakan tidak apa-apa, mungkin lain kali bisa. Aku mendengarkan mereka yang berpamitan pergi menyusul ke Renata.
Renata saat ini duduk dimobil sambil merobek-robek banyak tisu. Dirinya kesal dengan orang tuanya yang mengenalkannya dengan Axel, orang yang paling dihindari nya saat ini. Namun kegiatan konyol nya berhenti saat Revin mengatakan Renita mendadak pulang deluan namun tak mengatakan alasannya. Renata heran tumben sekali, tapi saat dirinya ingin mengambil tisu kembali, Revin dan Revina heboh memanggil dirinya untuk melihat orang tuanya yang datang mendekati mobil mereka. Dirinya langsung keluar dari mobil dan pergi menaiki taxi yang sedang mangkal di sekitaran.
Saat ini Kenzo sedang menelpon dengan seseorang yang merupakan orang suruhannya. Dia tersenyum saat mendengar bahwa orang-orangnya telah mendapatkan sedikit petunjuk. Ya tak apa sedikit asalkan perjuangan nya selama bertahun-tahun tak sia-sia. Dia mengajak ketemuan di sebuah jalanan yang banyak tak orang ketahui. Dia menutup sambungan teleponnya dan segera menatap foto yang tertempel di didinnya. Dia mulai tertawa pelan dan lama kelamaan menjadi tawa dengan suara yang keras.
"AKU AKAN MENEMUKAN KALIAN SEGERA!!!"
Kenzo melangkah kan kaki dan keluar dari ruangan itu sambil menutup pintu dengan kencang. Dirinya langsung masuk kedalam mobil dan mengendarakan mobil dengan kecepatan tinggi. Tak memikirkan pengguna lain yang mengklaksonkan kendaraan mereka, dirinya hanya ingin cepat menemui orang suruhannya dan mendengar info tersebut. Sebenarnya bisa saja dirinya melihat dari pesan, namun Kenzo bukan tripe seperti itu, dirinya lebih suka mendengar fakta secara langsung dari mulut orang tersebut daripada membaca dari ponsel. Sampailah dirinya di sebuah jalanan sempit dan tampak sepi. Jalanan ini mendekati jurang membuat para pengguna kendaraan tak melintasi jalan ini.
Aku turun dari mobil menghampiri orang suruhanku, lebih tepatnya tangan kananku yaitu Dave. Dave sudah bekerjasama denganku saat aku masih berusia sekitar dua puluh dua dan Dave berusia dua puluh enam. Dan sampai saat ini mereka masih bersama, ya sama-sama menghormati walaupun terkadang mengeluarkan sikap sok berkuasa nya namun Dave paham dan tak mempermasalahkan semua itu.
"Apa yang kau temukan segera katakan!" Aku mengatakan itu karena aku sudah tak sabar ingin mendengarnya. Karena ini baru pertama kali aku mendengar hal baik seperti ini. Aku melihat dirinya yang sedang mengeluarkan sesuatu di saku celannya dan ternyata secarik kertas yang tak isinya. Dia memberikannya kepadaku dan ternyata itu bukanlah kertas biasa melainkan sebuah foto wanita yang tampak tak asing baginya namun dirinya tak mengetahui ataupun mengingat siapa wanita itu. Kenzo menatap foto itu kemudian beralih ke arah Dave yang menatapnya dengan tatapan datar sambil mengangguk. Aku mendengar suara Dave yang mengatakan bahwa wanita itu adalah salah satu anggota keluarga si pembunuh. Dia memfoto dari ponselnya kemudian meremas kertas foto yang ia pegang namun menimpannya di balik jas. Dirinya mengucapkan terimakasih kepada Dave dan meminta tolong agar segera memberitahu info-info yang didapatnya, dan Dave menganggukan kepalanya. Kenzo segera pergi ke sebuah tempat yang akan menjadi pelampiasan rasa senang dan marah yang bercampur aduk.
Sampailah dirinya di club kemudian melangkahkan kakinya ke dalam. Penjaga club dengan cepat menemuinya dan bertanya wanita apa yang sedang dirinya cari. Kenzo mengbaikan pertanyaan itu, dirinya malah meminta sebotol wine untuk diteguk. Penjaga tersebut langsung mengangguk dan pergi mengambil pesanan Kenzo. Dirinya membuka ponsel dan melihat foto tadi dan menatap lama kemudian dengan segera dia mematikan ponsel itu karena beberapa orang datang mengantarkan beberapa botol kepadanya dan mulai meneguknya sampai kesadarannya mulai menghilang. Dia bangkit dari duduknya menghampiri penjaga tugas dan segera membawanya ke kamar pribadinya.
Kepalaku pusing dan sangat berat. Aku tidur di ranjang yang kosong menutup mataku sambil merilekskan badanku yang terasa panas. Beberapa saat aku menutup mataku, mendengar suara pintu yang terbuka mencoba membuka mata dan melihat siapa yang datang. Samar-samar seperti seorang wanita berjalan mendekatinya. Tak bisa terlihat jelas wajah wanita tersebut namun sepertinya wanita ini ahli dalam memuaskan. Kenzo mencoba menolak, kerena dirinya tak menyukai wanita-wanita seperti ini. Apa boleh buat, tubuhnya lemas dan menerima sentuhan wanita itu seperti wanita jalang pada umumnya. Dirinya tak kuat, mulai lah dia membalas wanita itu dan membalikan tubuhnya menjadi diatas sedangkan wanita tersebut dibawah. Nafsu nya mendadak hilang saat melihat wanita didepannya adalah wanita sialan yang mengejar-ngejar dirinya saat masa sekolah, wanita murahan yang bersedia memberikan tubuhnya secara cuma-cuma kepada banyak laki-laki.
Aku mendecih dan segera menjauh dari tubuh sialan ini. Aku bisa lihat dirinya kaget saat ku menjauh dari tubuhnya, wanita murahan yang mendesah dan berani-beraninya dia bisa lolos atau masuk ke dalam ruang pribadiku.Aku tak menyukai jalang yang sudah dipakai laki-laki! Aku tak suka bekasan. Kuturun dari ranjang dengan kesadaran yang mulai kembali dan pergi meninggalkan wanita itu yang berteriak memanggilku. Ku ambil lakban di lemari penyimpananku dan membawanya kembali ke ruangan yang berisi wanita tadi. Dia tersenyum padaku, kemudian mendekatiku sambil menyentuhku secara sensual. Cuihh dikiranya aku akan terangsang? Oh tentu tidak. Namun aku tersenyum miring kemudian merebahkan tubuhnya ke ranjang.
"Kau ingin bermain denganku malam ini?" Ku lihat dia melengguh akibat belaian ku dia are lehernya dan dirinya menganggukan kepalanya. Aku tersenyum kemudian mendekatkan wajahku ke dekat telinganya.
"Bersiaplah honey!"
Aku mengambil lakban, menutup mulutnya dan menjambak rambutnya dengan kuat. Kudengar diri nya menggerang kesakitan namun tertahan dengan lakban yang menempel di mulutnya. Aku tertawa jahat dihadapannya sambil menatapnya dengan tatapan rendah,
"Kau! Kau wanita murah yang berani menyentuhku, sedangkan kau sudah di sentuh banyak pria-pria brengsek di luar sana! BITCH!" Aku menampar sebelah pipinya kemudian mencekik lehernya sampai wajahnya terlihat merah sekali. Aku tak sejahat itu sampai membunuh orang rendahan seperti dia. Aku melepaskan cekikan ku kemudian berjalan ke luar menghampiri penjaga-penjaga club yang terdiri beberapa orang. Aku menyuruh mereka untuk mengurus wanita sialan itu. Terserah mau kalian apakan asalkan jangan membunuhnya saja. Kulihat tatapan mereka bahagia saat ku memberikan wanita itu, baguslah setidaknya aku memenuhi permintaan wanita jalang itu untuk bermain-main.
Hari ini Renata sedang merias dirinya dengan seorang perias pribadinya. Hari ini tampil cantik dengan dress putih panjangnya yang berkilau, kemudian wajahnya yang telah di make up membuat dirinya tampil lebih memukau. Rambut yang sedikit di tata dan ditambah sedikit perhiasan agar tampil lebih sempurna. Renata tersenyum melihat dirinya tampak berbeda seperti biasanya, ya walaupun biasanya dirinya tetap cantik, pede dulu gapapa ya kan.
Renata berterimakasih pada periasnya yang setia meriasnya dari jaman dirinya kucel dulu hingga sekarang ya lebih lumayan. Dering telepon membuatnya berhenti berkaca. Dia mengangkat telepon tersebut yang ternyata dari mama nya. Wajahnya berubah menjadi murung saat mendengar pernyataan ibunya yang mengatakan hari ini tak dapat hadir bersama ayahanya sebab mereka sedang ada tugas penting, dan tadi malam mereka harus berangkat ke luar kota. Renata tak bisa melarang karena dia paham akan orang tua nya yang sangat giat mendapatkan proyek-proyek. Dengan berat hati dirinya mengatakan tidak apa-apa. Sambungan telepon terputus, dirinya menghapus sedikit air matanya yang menetes.
Revina, Renita dan Revin terpana dengan pesona Renata hari ini, menurut nya mereka ini terlalu beraksi lebay. Ya walaupun dia juga merasa cantik namun dia juga merasa mereka bertiga juga berbeda dari biasanya. Revin menggelengkan kepalanya, dia heran dengan tingkah Revin yang aneh kemudian bertanya ada apa.
"Ini sepertinya bukan Renata kita deh, gak mungkin dia jadi cantik. Biasanya kan kucel sampai malu nganggep dia teman hahaha." Aku menjambak rambutnya yang sudah ditatanya dan menjadi acak kembali. Aku tertawa melihat Revin yang mengaduh kesakitan. Saat aku tertawa Revina menanyakan ku sesuatu tentang cowok yang aku ceritakan waktu itu saat di toko butik ku. Aku mendadak tersenyum malu saat mengingat Kenzo. Ntah apa yang ku pikirkan, sepertinya aku menyukainya, only suka bukan cinta. Aku mengatakan kepada mereka bahwa aku ingin mendapatkan hati pria itu. Reaksi mereka biasa saja. WHAT?! Kenapa biasa saja? Aku bertanya kenapa mereka santai saja saat mendengar pernyataan ku.
"Ya kami tau kau hanya bermain-main saja seperti kau di luar negeri Sudahlah memang kau susah mendapatkan jodoh."
Cihhh apa-apan itu. Ya memang saat di luar negeri aku senang bermain-main dengan pria, ya hanya sebatas ciuman tak lebih. Namun aku ingin berubah, cukup satu pria yang dapat memahami ku dan menemani ku sampai tua nanti, oh ya jangan lupa pria itu juga harus mencintaiku dengan tulus. Arghhh bapernya aku dengan pemikiranku. Aku hanya merengut sebal kemudian mengajak mereka untuk berjalan ke ruangan yang sudah diisi banyak sekali orang mulai dari rekan kerja ayahku, mamaku beserta teman-teman lamaku yang tak kuingat beberapa, maafkan lah diriku yang pelupa. Kepala ku menoleh ke seluruh ruangan mencari seseorang, namun tak dapat ku melihatnya. Hufttt mungkin tak datang pikirku.
"Mencariku nona?"
“Mencariku nona?”Aku terperanjat mendengar suara seseorang yang tiba-tiba terdengar di belakang telinga ku. Aku berbalik dan melihat Kenzo menatapku sambal berdiri, tangan di masukan ke dalam saku celana. Terlihat sangat tampan dan menawan. Aku tersenyum gugup saat di tatap dalam seperti ini.“H-hah? Oh t-tidak.” Berbohong sedikit mungkin tak apa sepertinya.“Yah sedihnya aku, kirain mencari ku.”Aku yang mendengarnya menjadi tak enak, ya sebenarnya aku mencarinya. Namun tak mungkin aku jujur mengatakannya, gengsi lah brayyyy. Jantungku berdetak tak karuan saat Kenzo menggandeng tanganku kemudian menatapku dengan tatapan mautnya.“Kau tak ingin mengenalkan ku pada orang lain? Aku tak mengenal siapapun disini nona.” Astaga aku kelupaan untuk mengenalkannya pada teman-temanku. Ku pastikan mereka akan heboh melihat ketampanan Kenzo. Aku pun membawanya kearah perkumpulan teman-teman ku yang tampa m
Aku memencet bel pintu apartemen milik Kenzo. Sesuai isi pesan tadi malam, yang mengundangku untuk sarapan bersama. Pintu terbuka, terlihatlah Kenzo menggunakan celemek masak, dan keringat di dahi nya membuatku terpesona. Kenzo mempersilahkan diriku masuk kemudian ia menghidangkan seluruh masakannya ke atas meja. Aku kagum padanya, selain memiliki wajah tampan, ternyata bisa masak makanan sebanyak ini. Aku boro-boro masak banyak, dua menu aja terkadang udah malas. Malu sendiri jadinya jika di bandingkan dengan Kenzo notabe nya seorang pria.Dia mengatakan agar menunggu sebentar, baiklah walaupun tak sabar ingin mencicipi tapi aku masih punya malu dan sopan santun. Ku lihat dirinya membawakan dua gelas berisi minuman yang kelihatannya tampak segar.“Baiklah nona silahkan cicipi dan katakan bagaimana rasanya.”Aku tersenyum menanggapi perkataan itu. Sebelum mencicipi makanan, aku tak lupa untuk berdoa. Setelah selesai langsung saja men
Renata saat ini telah berbaring di kasur kamarnya. Kejadian di restoran tadi masih terbayang-bayang di pikirannya. Sungguh dia tak bisa menghapus kejadian manis tadi. Alay dan lebay namun ini lah kenyataannya. Wanita mana sih yang tak baper jika di panggil sayang di depan wanita lain terus di rengkuh pinggang kita. Tak mau berlarut dalam pikirannya, Renata segera duduk di meja kerja nya. Menatap gambar yang telah di buat. Masih belum selesai dan jauh dari kata sempurna. Otaknya tak mendapat ide apapun belakangan ini.Aku berjalan ke ruangan yang berisi buku-buku. Ku lihat satu persatu rak yang berisi buku, membacanya dan melihat buku mana saja yang bisa dijadikan inspirasi oleh ku. Melihat buku satu persatu dan mencoba mendesain. Deadline dari perlombaan ini sisa satu minggu tiga hari lagi, dan dirinya belum ada yang di buat. Ditengah keseriusan mengerjakan, deringan ponsel membuat nya harus berhenti sejenak. Mengambil ponsel tersebut kemudian melihat nama pemanggil, ternyata
Matahari bersinar terang, jalanan dipenuhi oleh banyak pengguna membuat kemacetan terjadi. Aku menatap lurus dan melihat kericuhan yang terjadi. Banyak yang tak mau mengalah, jelas-jelas lampu lalu lintas bewarna merah, tapi masih aja ada yang menerobos, dan melanggar. Indahnya kota ini. Lampu sudah bewarna hijau, aku mulai melajukan mobil dengan perlahan. Hari ini aku akan pergi ke sebuah kampung yang sangat terpencil. Kampung itu adalah tempat ku tinggal saat masih kecil. Namun aku sekarang tinggal di kota untuk merubah nasib sesuai keingingan orang tua ku. Dan juga ingin mencari pelaku pembunuh keluargaku. Kejadian itu masih terekam jelas di otak ku dan tak akan pernah di lupakan.Betapa indahnya masa kecilku sebelum peristiwa itu menyerang, walaupun dulunya keluargaku adalah keluarga yang tak berkecukupan namun kasih sayang mereka sangat melimpah. Ibu adalah seorang malaikat bagiku, masih teringat jelas dirinya yang tak pernah marah kepadaku apapun itu permas
Kenzo saat ini sedang berberes-beres merapikan rumah nya yang berada di kampung. Mulai dari mengelap meja, kursi-kursi tua kemudian dilanjutkan menyapu lantai, mengepel hingga membersihkan jaring laba-laba yang berada diatas sudut dinding rumah. lanjut kedalam kamar mandi yang tampak sangat kotor akibat beberapa tahun tak dipakai. Mulai menyikat lantai, bak mandi hingga dinding. Membersihkan seluruh ruangan dengan telaten. Saat semua sudah selesai, Kenzo dudul sambil memperhatikan sekeliling ruangan yang tampak jauh lebih bersih dan rapi. Kenzo bangkit dari duduk nya, pergi keluar rumah dan menatap para warga kampung yang sedang bekerja. Melangkah mendekat kearah bapak-bapak yang sedang memanen jagung."Permisi pak, saya mau bantu bapak boleh?" tanya Kenzo kepada sekumpulan bapak-bapak.Dengan senang hati para bapak-bapak itu mengatakan boleh. Kenzo diajari cara memanen jagung. Kenzo juga diajak mengobrol bareng."Kalau bapak gak salah ingat,
Aku baru saja pulang lari pagi. Bulir-bulir keringat bercucuran di kening dan tubuhku. Aku menatap kearah pintu apartemen seeorang yang sudah beberapa hari tak kulihat. Sedikit rasa rindu melihat wajah tampan pria itu. Berjalan masuk kedalam apartemen milik ku, lalu melangkah ke dapur dan membuka kulkas mengambil minuman dingin. Aku berjalan ke arah rak piring ingin mengambil cangkir. Mataku terhenti pada sebuah kotak makan. Mengambil nya, lalu kembali teringat pada seseorang yaitu Kenzo. Kemana dia? Aku kangen masakannya. Berjalan keluar dan mendekati apartemen Kenzo. Memencet bell siapa tau ada didalam namun tak ada jawaban membuatku menghembuskan nafas.“Kemana kau?” Aku mengatakan itu dengan suara pelan.Saat ini Kenzo masih berada di kampung tempat tinggalnya dulu. Dirinya sedang mempersiapkan barang-barang untuk dia pulang. Tentu saja dia tak boleh berlama-lama disini, sebab ada banyak pekerjaan yang harus dituntaskannya. Berjalan keluar rumah lalu me
BRAK!!!Aku memukul maling tersebut tanpa ampun. Merasa puas dengan semua yang ku lakukan, namun ku mendengar suara kesakitan maling itu tampak familiar ditelinga ku. Membalikkan badan sang maling, betapa terkejutnya aku saat melihat siapa maling tersebut.“Shit, Re ini aku Kenzo!” Ya orang tersebut adalah Kenzo, aku terkejut dan meminta maaf padanya. Lalu membantu dia berdiri.“Astaga maafkan aku, mari ku bantu mengobatinya,” ucapku tak enak hati.“Tidak apa-apa, untunglah aku kuat jadi tak merasa sakit,” ucapnya dengan nada sombong. Aku tertawa mendengarnya. Tetapi sebuah pertanyaan ada dalam pikiranku, mengapa malam-malam begini Kenzo datang. Bukannya dia sudah menghilang selama beberapa hari? Mungkin akan ku tanya saja agar tak penasaran.“Kenzo aku ingin bertanya boleh?” Aku meminta ijin terlebih dahulu yang di balas dengan anggukan kepalanya.“Kau kenapa datang
Aku merasakan sesuatu menimpa tubuh. Mataku perlahan terbuka, betapa terkejut nya saat melihat sebuah tangan di hadapanku. Jantung ini hampir mau copot rasa nya. Bagaimana tidak, baru saja membuka mata dan di depan ku langsung ada sebuah tangan menggelantung, kan kirain hantu. Bangkit dari tidur, lalu mulai berdiri. Pipi ku memanas saat mengetahui bahwa Kenzo dan aku tidur berdempetan. Mengambil sweater yang tadi menyelimuti ku. Tersenyum lalu meletakan sweater tersebut ke tubuh Kenzo. “Pagi.” Terdengar sapaan dari Kenzo, membuat ku terkejut. “Sudah bangun?” Tanyaku “Maaf membuatmu terganggu,” sambungku kembali dengan tak enak hati. “Mari sarapan bersama.” Tawaran nya tentu ku setujui dengan cepat, lumayan penghematan. Kemudian kami pergi ke sebuah kafe yang berada di seberang butik. Beberapa jam setelah nya, Kenzo mengantar ku tepat di depan pintu. “Terimakasih banyak,” ucapku tulus sambil tersenyum lembut. Lalau dia mengangguk dan ijin untuk pergi k