“Mencariku nona?”
Aku terperanjat mendengar suara seseorang yang tiba-tiba terdengar di belakang telinga ku. Aku berbalik dan melihat Kenzo menatapku sambal berdiri, tangan di masukan ke dalam saku celana. Terlihat sangat tampan dan menawan. Aku tersenyum gugup saat di tatap dalam seperti ini.
“H-hah? Oh t-tidak.” Berbohong sedikit mungkin tak apa sepertinya.
“Yah sedihnya aku, kirain mencari ku.”
Aku yang mendengarnya menjadi tak enak, ya sebenarnya aku mencarinya. Namun tak mungkin aku jujur mengatakannya, gengsi lah brayyyy. Jantungku berdetak tak karuan saat Kenzo menggandeng tanganku kemudian menatapku dengan tatapan mautnya.
“Kau tak ingin mengenalkan ku pada orang lain? Aku tak mengenal siapapun disini nona.” Astaga aku kelupaan untuk mengenalkannya pada teman-temanku. Ku pastikan mereka akan heboh melihat ketampanan Kenzo. Aku pun membawanya kearah perkumpulan teman-teman ku yang tampa malu makan deluan di dekat sofa ujung ruangan.
“Hai all, kenalin dia eum teman seberang apartemenku namanya Kenzo Alastor.” Semua temanku menatap Kenzo tanpa berkedip kemudian Revina membulatkan matanya sambal ingin memberitahukan bahwa pria ini adalah pria yang kuceritakan namun sebelum dirinya mengatakan sesuatu aku aku membekap mulutnya. Revina memukul-mukul tanganku dengan kencang dan aku baru sadar ternyata Kenzo sedang menatap ku. Tentu saja dengan cepat aku langsung melepaskan bekapanku dari Revin kemudian berdehem untuk menghilangkan kegugupan.
“Ah ya Kenzo mari ikut aku ke depan, akan ku kenalkan kau kepada beberapa orang lagi.” Aku membuat alas an untuk bisa pergi dari kerumunan menyesatkan ini. Aku tak ingin mereka mengatakan hal aneh-aneh lagi. Kenzo menganggukan kepalanya dan mengikuti langkahku. Diriku membawanya ke perkumpulan beberapa kerabat jauh ayah ku.
“Paman, bibi kenalin dia temanku Kenzo.” Kenzo bersalaman dengan paman beserta tante ku. Pamanku menatapnya dengan tatapan biasa saja beda dengan tanteku yang menatapnya seperti sedang menatap berlian. Sang paman bertanya apa pekerjaan Kenzo dan aku melihat dirinya yang diam. Astaga mampus aku! Paman ini tipiukal yang anti banget sama yang namanya orang yang bukan berasal dari keluarga kaya raya. Tetapi bukannya Kenzo tak punya kerjaan namun memiliki harta melimpah?
Aku mendengar Kenzo yang mengatakan dirinya tak memiliki pekerjaan, membuat paman dan bibiku mengubah raut wajah nya menjadi datar. Mereka langsung mendekat padauk dan membawa ku berada di sebelah mereka. Aku menatap tatapan santai milik Kenzo yang sedang menatap ku.
“Apa yang salah tak memiliki pekerjaan? Ah aku tinggal dahulu bye paman, bibi.”
Diriku segera membawa Kenzo ke tempat lain, tak enak hati jika paman dan bibiku nyinyir kepada dia. Sampai lah aku di tempat yang tak terlalu banyak orang namun disini biasanya stand minuman. Aku melihat jam di tanganku, sepertinya acara untuk ucapan terimaksih akan mulai sebentar lagi,
“Oh ya, aku minta maaf soal paman dan bibiku.” Aku mengatakannya dengan tak enak hati.
“Dan ya aku harus naik ke atas panggung. Kau bebas melakukan apapun yang kau mau.” Aku langsung pergi saat dirinya menganggukan kepala. Mengatur nafas sebelum di panggil untuk mengucapkan kata-kata terimakasih. Dan tibalah saatnya dia naik ke atas panggung tanpa kehadiran kedua orang tuanya kembali. Saat dia di panggung, dirinya menatap banyak orang sedang menatapnya, bahkan beberapa media massa ikut serta menatap dan mengambil gambar. Aku menghembuskan nafas dengan perlahan kemudian mengambil mikrofonnya dan mulai bersuara.
“……………………. Aku benar-benar tak terlalu pandai dalam berkata-kata, namun semua kata -kata yang ku katakana tulus dari hatiku paling dalam. Pengen nangis sebenarna tapi ya make up ku bagus banget, mana belum foto-foto lagi. Kan saying kalua luntur hahaha…..”
Aku menatap Wanita itu sedang berbicara diatas panggung. Senyuman dan tawanya sangat lepas yang membuat dirinya terlihat sangat manis. Kuakui dia sangat bahkan sangat-sangat cantik malam ini. Entah mengapa aku memikirkannya. Aku menatap pria tua yang menatapku dengan tatapan aneh, seperti melihat kotoran saja. Sepertinya dia mendekat kearah ku, ternyata benar seperti dugaan
“Hai anak muda, aku ingin berbicara padamu sebentar apakah bisa?” Pria tua ini ada apa mencariku. Baiklah kuikuti saja permainannya dahulu. Aku menganggukkan kepalaku dan berjalan mengikutinya. Sampai lah saat ini aku berada di sebuah ruangan tampak sepi dan kumuh, tak ada orang berlalu lalang disini. Aku menatap pri tua ini dengan tatapan datar, sambil memasukkan kedua tangan ku di saku celana.
“Ku akui gaya mu cukup menarik nak, tetapi aku berharap kau bisa menjaga jarak dengan Renata.”
Aku sudah yakin kalua pria tua ini tak menyukai ku. Ya aku mengaku tak punya pekerjaan, karena pekerjaan ku illegal dan tak ingin banyak orang yang mengetahuinya. Aku hanya diam tak berniat membalas perkatannya.Pria tua itu mendekat dan menepuk pundakku sambil membisikkan sesuatu.
“Kau tak sepadan dengan Renata, jadi tolong sadar diri!” Setelah mengatakan itu pria tua tersebut pergi meninggalkan ku sendiri. Sedangkan aku hanya tersenyum sinis mendengarkan ucapannya. Mengusap bahu yang tadi di pegang oleh pria tua tersebut dan berjalan kembali menuju ruangan acara. Terlihat dari jauh Renata seperti sedang mencari seseorang, sepertinya aku yang dicari. Melangkahkan kaki mendekatinya dan tanganku dengan spontan memeluk pinggangnya.
Aku sedang mencari keberadaan Kenzo. Sejak pertengahan aku berkata-kata diatas panggung, aku tak dapat melihatnya sampai sekarang. Apakah dirinya telah kembali pulang atau apa. Aku berusaha menyari dengan menolehkan kepala k uke seluruh ruangan. Tubuh ku menegang saat merasakan sebuah tangan melingkar di pinggangku. Aku menoleh kesamping ternyata Kenzo lah yang memeluk ku. Astaga!!!! Udah bikin orang cemas eh sekarang malah bikin terbang, sial aku gugup sekarang.
“K-kenzo kau darimana saja? Kupikir kau di culik orang haha.” Aku mengatakan itu agar tak terlalu kelihatan sedang gugup. Aku mendengar sedikit tawa nya kemudian menatapku dengan wajah yang sangat dekat dengan wajahku. Wajahnya semakin mendekat dan aku mulai menutup mataku, hingga beberapa detik aku tak merasakan apapun dan terdengar suara bisikan yang membuat tubuhku menegang.
“Wajah mu memerah, dan itu sangat menggemaskan.” Aku langsung membuang muka dan melepaskan pelukan dia pada pinggangku. Gawat! Jantungku sepertinya sudah tak normal lagi, mungkin lain kali aku harus cek ke dokter.
“Baiklah kau bisa makan apapun yang kau mau, aku tinggal dahulu.” Dengan langkah cepat aku meninggalkannya sendiri, tak peduli apa tanggapannya. Saat ini aku sangat gugup jika bertemu dengan nya.
Ku lihat Renata pergi menjauhi ku. Shit, wajahnya begitu menggemaskan! Ingin rasanya ku menghabisinya dengan sentuhan pastinya. Aku menatap sekeliling dan menatap stand minuman, melangkahkan kaki ku dan memesan satu gelas anggur. Meneguknya sambil memainkan ponsel denga nasal. Mataku tertuju pada satu objek menarik menurutku, perlahan ku angkat ponselku dan menjepret seseorang yang tampak tertawa lebar. Aku menatap hasil fotoku, tampak seperti foto candid. Aku tersenyum menatap foto itu, akan ku cetak beberapa nanti saat berada di rumah. Berjalan mendekati dirinya kemudian meminta ijin untuk pulang. Ya aku sedang meminta ijin pada Renata sebagai pemilik acara. Bisa ku lihat dirinya menganggukan kepala dan menawarkan ku untuk mengantarnya pulang, namun aku tak mau merepotkan jadi aku kembali sendiri. Sepanjang perjalanan, bayangan wajah Renata selalu berada di pikaranku. Senyumannya, wajah merah alkibat malu, dan gugup yang sangat terlihat jelas. Hahaha sepertinya aku ke canduan dirinya. Sampailah aku di depan apartemen, menoleh ke belakang melihat pintu Renata yang tertutup. Sebuah ide muncul di pikiranku, dengan segera masuk ke dalam dan mengambil sesuatu. Yash aku menemukannya di laci, sebuah kertas memo dan pena. Berjalan ke luar dan mendekati pintu apartemen milik Renata. Aku menuliskan sesuatu dan menempelkan tepat di pintu. Sebelum berbalik, ku pandang tulisan itu sambil sedikit tersenyum dan berbalik badan melangkahkan kaki menuju apartemen ku kembali.
Saat ini acara telah selesai, dan para tamu telah berpulangan, begitu juga ketiga temanku yang berkata lelah dan ingin tidur. Aku menatap jam ditangan ku sudah menunjukan pukul setengah satu malam. Aku ingin pulang dan merebahkan tubuh di Kasur ternyamanku. Saat ingin mengunci took butik, tanganku ditarik paksa oleh Axel. Si sialan ini mau apa lagi yang dilakukannya. Tak bisakah aku tenang sedikit tanpa harus diganggu olehnya. Dirinya membawaku ke dalam mobil, aku ingin keluar namun mobil sudah melaju dengan kencang.
“Brengsek! Biarkan aku turun, aku tak sudi pulang bersama mu!” Aku menjerit di sebelahnya. Namun dia tak menanggapi kata-kata ku. Dirinya terus saja menyetir mobil dengan lajuan yang sangat kencang. Baiklah terpaksa diri ini duduk diam, tak ada guna nya juga berteriak lagian sudah larut malam. Beberapa menit sampailah aku di apartemen, dia ikut turun membuat kebingungan bagiku.
“Kau? Kau mengapa ikut turun, pergi sana!” Kulihat dirinya sedikit tertawa kemudian mengacak rambutku.
“Aku ingin mengantarmu sampai kau masuk.” Dirinya mengatakan itu, namun tak ku hiraukan. Percuma juga jika ku mengatakan tidak, dia pasti akan tetap mengikuti ku. Sampailah aku di depan pintu apartemen, aku melihat secarik kertas yang tertempel di pintu. Aku mengambil dan membacanya. Senyum di bibir ku mengembang, ternyata ini merupakan pesan dari Kenzo yang mengajak ku sarapan di apartemen miliknya. Aku segera menyimpan kertas itu, sebuah tangan menarik bahuku, ya pemilik tangan itu adalah Axel.
“Apa isi kertas itu?”
.
Aku memencet bel pintu apartemen milik Kenzo. Sesuai isi pesan tadi malam, yang mengundangku untuk sarapan bersama. Pintu terbuka, terlihatlah Kenzo menggunakan celemek masak, dan keringat di dahi nya membuatku terpesona. Kenzo mempersilahkan diriku masuk kemudian ia menghidangkan seluruh masakannya ke atas meja. Aku kagum padanya, selain memiliki wajah tampan, ternyata bisa masak makanan sebanyak ini. Aku boro-boro masak banyak, dua menu aja terkadang udah malas. Malu sendiri jadinya jika di bandingkan dengan Kenzo notabe nya seorang pria.Dia mengatakan agar menunggu sebentar, baiklah walaupun tak sabar ingin mencicipi tapi aku masih punya malu dan sopan santun. Ku lihat dirinya membawakan dua gelas berisi minuman yang kelihatannya tampak segar.“Baiklah nona silahkan cicipi dan katakan bagaimana rasanya.”Aku tersenyum menanggapi perkataan itu. Sebelum mencicipi makanan, aku tak lupa untuk berdoa. Setelah selesai langsung saja men
Renata saat ini telah berbaring di kasur kamarnya. Kejadian di restoran tadi masih terbayang-bayang di pikirannya. Sungguh dia tak bisa menghapus kejadian manis tadi. Alay dan lebay namun ini lah kenyataannya. Wanita mana sih yang tak baper jika di panggil sayang di depan wanita lain terus di rengkuh pinggang kita. Tak mau berlarut dalam pikirannya, Renata segera duduk di meja kerja nya. Menatap gambar yang telah di buat. Masih belum selesai dan jauh dari kata sempurna. Otaknya tak mendapat ide apapun belakangan ini.Aku berjalan ke ruangan yang berisi buku-buku. Ku lihat satu persatu rak yang berisi buku, membacanya dan melihat buku mana saja yang bisa dijadikan inspirasi oleh ku. Melihat buku satu persatu dan mencoba mendesain. Deadline dari perlombaan ini sisa satu minggu tiga hari lagi, dan dirinya belum ada yang di buat. Ditengah keseriusan mengerjakan, deringan ponsel membuat nya harus berhenti sejenak. Mengambil ponsel tersebut kemudian melihat nama pemanggil, ternyata
Matahari bersinar terang, jalanan dipenuhi oleh banyak pengguna membuat kemacetan terjadi. Aku menatap lurus dan melihat kericuhan yang terjadi. Banyak yang tak mau mengalah, jelas-jelas lampu lalu lintas bewarna merah, tapi masih aja ada yang menerobos, dan melanggar. Indahnya kota ini. Lampu sudah bewarna hijau, aku mulai melajukan mobil dengan perlahan. Hari ini aku akan pergi ke sebuah kampung yang sangat terpencil. Kampung itu adalah tempat ku tinggal saat masih kecil. Namun aku sekarang tinggal di kota untuk merubah nasib sesuai keingingan orang tua ku. Dan juga ingin mencari pelaku pembunuh keluargaku. Kejadian itu masih terekam jelas di otak ku dan tak akan pernah di lupakan.Betapa indahnya masa kecilku sebelum peristiwa itu menyerang, walaupun dulunya keluargaku adalah keluarga yang tak berkecukupan namun kasih sayang mereka sangat melimpah. Ibu adalah seorang malaikat bagiku, masih teringat jelas dirinya yang tak pernah marah kepadaku apapun itu permas
Kenzo saat ini sedang berberes-beres merapikan rumah nya yang berada di kampung. Mulai dari mengelap meja, kursi-kursi tua kemudian dilanjutkan menyapu lantai, mengepel hingga membersihkan jaring laba-laba yang berada diatas sudut dinding rumah. lanjut kedalam kamar mandi yang tampak sangat kotor akibat beberapa tahun tak dipakai. Mulai menyikat lantai, bak mandi hingga dinding. Membersihkan seluruh ruangan dengan telaten. Saat semua sudah selesai, Kenzo dudul sambil memperhatikan sekeliling ruangan yang tampak jauh lebih bersih dan rapi. Kenzo bangkit dari duduk nya, pergi keluar rumah dan menatap para warga kampung yang sedang bekerja. Melangkah mendekat kearah bapak-bapak yang sedang memanen jagung."Permisi pak, saya mau bantu bapak boleh?" tanya Kenzo kepada sekumpulan bapak-bapak.Dengan senang hati para bapak-bapak itu mengatakan boleh. Kenzo diajari cara memanen jagung. Kenzo juga diajak mengobrol bareng."Kalau bapak gak salah ingat,
Aku baru saja pulang lari pagi. Bulir-bulir keringat bercucuran di kening dan tubuhku. Aku menatap kearah pintu apartemen seeorang yang sudah beberapa hari tak kulihat. Sedikit rasa rindu melihat wajah tampan pria itu. Berjalan masuk kedalam apartemen milik ku, lalu melangkah ke dapur dan membuka kulkas mengambil minuman dingin. Aku berjalan ke arah rak piring ingin mengambil cangkir. Mataku terhenti pada sebuah kotak makan. Mengambil nya, lalu kembali teringat pada seseorang yaitu Kenzo. Kemana dia? Aku kangen masakannya. Berjalan keluar dan mendekati apartemen Kenzo. Memencet bell siapa tau ada didalam namun tak ada jawaban membuatku menghembuskan nafas.“Kemana kau?” Aku mengatakan itu dengan suara pelan.Saat ini Kenzo masih berada di kampung tempat tinggalnya dulu. Dirinya sedang mempersiapkan barang-barang untuk dia pulang. Tentu saja dia tak boleh berlama-lama disini, sebab ada banyak pekerjaan yang harus dituntaskannya. Berjalan keluar rumah lalu me
BRAK!!!Aku memukul maling tersebut tanpa ampun. Merasa puas dengan semua yang ku lakukan, namun ku mendengar suara kesakitan maling itu tampak familiar ditelinga ku. Membalikkan badan sang maling, betapa terkejutnya aku saat melihat siapa maling tersebut.“Shit, Re ini aku Kenzo!” Ya orang tersebut adalah Kenzo, aku terkejut dan meminta maaf padanya. Lalu membantu dia berdiri.“Astaga maafkan aku, mari ku bantu mengobatinya,” ucapku tak enak hati.“Tidak apa-apa, untunglah aku kuat jadi tak merasa sakit,” ucapnya dengan nada sombong. Aku tertawa mendengarnya. Tetapi sebuah pertanyaan ada dalam pikiranku, mengapa malam-malam begini Kenzo datang. Bukannya dia sudah menghilang selama beberapa hari? Mungkin akan ku tanya saja agar tak penasaran.“Kenzo aku ingin bertanya boleh?” Aku meminta ijin terlebih dahulu yang di balas dengan anggukan kepalanya.“Kau kenapa datang
Aku merasakan sesuatu menimpa tubuh. Mataku perlahan terbuka, betapa terkejut nya saat melihat sebuah tangan di hadapanku. Jantung ini hampir mau copot rasa nya. Bagaimana tidak, baru saja membuka mata dan di depan ku langsung ada sebuah tangan menggelantung, kan kirain hantu. Bangkit dari tidur, lalu mulai berdiri. Pipi ku memanas saat mengetahui bahwa Kenzo dan aku tidur berdempetan. Mengambil sweater yang tadi menyelimuti ku. Tersenyum lalu meletakan sweater tersebut ke tubuh Kenzo. “Pagi.” Terdengar sapaan dari Kenzo, membuat ku terkejut. “Sudah bangun?” Tanyaku “Maaf membuatmu terganggu,” sambungku kembali dengan tak enak hati. “Mari sarapan bersama.” Tawaran nya tentu ku setujui dengan cepat, lumayan penghematan. Kemudian kami pergi ke sebuah kafe yang berada di seberang butik. Beberapa jam setelah nya, Kenzo mengantar ku tepat di depan pintu. “Terimakasih banyak,” ucapku tulus sambil tersenyum lembut. Lalau dia mengangguk dan ijin untuk pergi k
“Fyuh sulit banget sih, perasaan pas nonton gampang.” Ya saat ini aku tengah mencoba membuat kue. Tak kusangka bakal serumit ini, bahkan lebih gampang mendesain baju daripada memasak sepert ini. Aku memasukan dua butir telur, lalu tepung. Okey Tepung terigu dan tepung roti, apa perbedaannya sekarang? Karena terlihat sama saja aku pun mencium kedua tepung tersebut agar tau perbedaannya. Bukannya menemukan, aku malah bersin sambil membersihkan tepung yang ada di wajah. “Sialan!” Maki ku dengan keras, tanpa peduli mana tepunng terigu atau roti aku langsung memasukan semua nya menjadi satu. Kemudian aku memasukan tiga butir telur dan bahan-bahan lainnya. Saat di mixer dia merasa adonan kue nya sangat cair bukan seperti video yang sedang ditonton nya. “Tampak nya aku harus mengulang kembali!!!” Merasa gagal dengan percobaan yang pertama, aku kembali mengulang sampai tiga kali percobaan masih saja gagal. Ingin menyerah namun bayangan Kenzo memberiku makanan