Share

SENYUMAN MAUT

Author: Reinee
last update Last Updated: 2021-02-03 12:39:07

Aku menepikan mobil hati-hati di pinggir jalan yang tak terlalu ramai dan memarkirkannya mobil dengan sempurna.

    Pak Hasan, lelaki paruh baya yang sejak 5 hari yang lalu menjadi trainer menyetirku mengacungkan 2 jempolnya ke arahku.

    "Good job, Bu Hani!" ucapnya. "Saya sudah siap diajak plesiran keliling Jawa nih kalau kayak gini. Tinggal nunggu Surat Ijin Mengemudinya jadi aja, Bu. Siap tancap gas!" lanjutnya terkekeh. 

    Aku pun tersenyum puas. Aku memang berlatih sangat keras beberapa hari ini demi mencapai tujuanku, melepaskan ketergantungan dari suami tercintaku yang sudah mulai berulah. 

    "Terima kasih ya, Pak," kataku tulus pada trainer senior di sebuah lembaga kursus mengemudi itu. "Jadi hari ini terakhir saya ketemu Pak Hasan dong ya?" candaku padanya. 

    "Ya jangan terakhir lah, Bu. Kesannya kok jadi kayak saya mau meninggal saja," orang tua itu terkekeh. 

    "O iya ya." Kutepuk dahiku dan ikut meramaikan kekehannya. 

    "Kalau gitu gimana kalau kita makan siang dulu Pak? Hitung-hitung ucapan terima kasih saya karena Bapak sudah sabar banget ngajarin saya." 

    "Oh boleh, Bu. Kebetulan, saya juga sudah lapar." Orang tua itu segera memakai kembali seatbelt yang tadi sempat dilepasnya. Dan aku pun melajukan mobil menuju ke restoran terdekat. 

    Kami memilih tempat duduk di dekat jendela restoran sambil menikmati lalu lalang kendaraan di jalanan kota. 

    "Cara nyetir Bu Hani terus terang bikin saya terkesan lho. Cara nikung, belok, nanjak untuk ukuran orang yang awam banget itu sangat lihai, Bu. Keren!" puji orang tua berkacamata itu, membuatku sedikit malu. 

    "Ah Bapak bisa saja. Saya masih grogi lho Pak ini." 

    "Saya serius lho Bu ini mujinya. Selama ngajarin pemula yang perempuan belum pernah secepat ini mahirnya."

    "Mungkin karena tekad saya gede kali ya Pak?" ucapku sambil terkekeh lagi. 

    "Memang pengen banget Bu bisa nyetir?"

    "Iya, Pak, soalnya anak sudah mau masuk sekolah, sedangkan suami bekerja. Jadi saya harus mandiri," jelasku.

    "Bener banget itu, Bu. Perempuan sekarang memang dituntut harus mandiri. Kalau nggak ya susah. Kayak istri saya nih Bu, biarpun usianya udah nggak muda lagi, tapi semangat kerjanya luar biasa. Saya yang kerjaannya hanya freelance kayak gini nih,  rasanya bersyukur memiliki istri kayak dia."

    "Oya? Istri Bapak memang kerja dimana?"

    "Di rumah, Bu, anak saya ada 5 orang. Semuanya masih membutuhkan biaya. Kalau bukan istri saya yang ulet, nggak tau deh saya bisa nyekolahin anak-anak saya sampai sekarang apa enggak."

    "Memangnya istri Pak Hasan kerja apa Pak di rumah?"

    "Dia pedagang online, Bu. Dulu awalnya saya hanya kasih dia modal 1 juta. Eh nggak nyangka dia bisa kembangin sampai sekarang omset dia sudah puluhan juta per bulannya."

    "Wah Alhamdulillah, hebat ya Pak?" ucapku tulus.

    "Iya, padahal kalau di rumah dia sambil ngurus kelima anak saya. Saya kadang juga bantuin sih kalau sedang off melatih. Tapi ya tetep saja dia ini bagi saya luar biasa."

    Aku termenung. Menatap orang tua di depanku dengan pandangan takjub. Bahagianya punya lelaki yang sangat bangga dan menghargai istri seperti Pak Hasan ini. Tetiba hatiku bertanya, pernah nggak ya Mas Reyfan memujiku di depan perempuan lain?

    "Istri Pak Hasan pasti bahagia sekali punya suami Bapak," gumamku.

    "Ah biasa saja, Bu Hani. Saya malah justru yang beruntung memiliki istri seperti itu. Dia jarang mengeluh meskipun kerjaannya banyak."

    "Hebat banget!" Sepertinya mataku berkaca-kaca mengucapkan kalimat itu. Di usianya yang separuh baya, mereka masih sempat untuk saling memuji pasangannya, berbangga, dan saling merasa beruntung memiliki satu sama lain. Seandainya kehidupanku dengan Mas Reyfan juga seindah itu. 

.

.

.

    Sepanjang perjalanan usai makan siang dengan Pak Hasan, pikiranku jadi terbuka. Terbersit keinginan untuk memaafkan, dan membicarakan ini secara baik-baik dengan Mas Reyfan. Tapi, mungkinkah dengan cara ini dia takkan mengulangi lagi hal yang sama? Bagaimana jika dia malah menjadi tambah tenang mencurangiku karena merasa aku tak lagi mencurigainya? Ah, sepertinya aku belum sanggup. Harus kupastikan dulu sebenarnya apa saja yang telah dia lakukan di belakangku. Apakah dia hanya bermain dengan gadis muda itu, atau ada hal lainnya lagi yang belum kutau?

    "Wah, cara parkir kamu keren, Sayang." 

    Aku kaget melihat Mas Reyfan ternyata sudah ada di belakangku saat aku keluar dari pintu mobil. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling sejenak. Oh pantas, mobil hatchback dia terparkir di pinggir jalan agak jauh dari rumah kami. 

    "Siang gini kok sudah ada di rumah, Mas?" tanyaku keheranan, mengerutkan dahi.

    "Iya, Mas mau siap-siap. Ada acara kantor mendadak ke Bali, Sayang."

    "Ke Bali?"

    "Iya." Dia mengangguk pasti.

    "Semendadak ini?"

    "He em." Dia mengangguk lagi. "Yuk!" ajaknya. Mataku sontak membulat.

    "Kemana? Aku diajak?" tanyaku antusias. Tapi dia justru terbahak.

    "Enggak dong, bantuin packing aku. Yuuk?" ajaknya lagi. Aku mendelik ke arahnya. Kirain mau diajak?

    "Serius Mas mau ke Bali?" tanyaku masih tak percaya di sela-sela kesibukanku merapikan pakaiannya ke koper.

    "Iya. Bos juga mendadak bilangnya tadi pagi."

    "Berapa hari?"

    "Cuma 2 hari kok."

    "Oh, ya sudah deh. Berarti bajunya kebanyakan. Yang ini sama ini nggak usah aja," kataku sambil mengeluarkan kembali beberapa pakaiannya dari koper. "By the way, jangan lupa oleh-olehnya lho."

    "Iya, beres lah itu."

    "Eh, oya Mas, ngomong-ngomomg kok aku jadi kepikiran pengen usaha ya, Mas?"

    "Usaha? Usaha apaan?" Dahinya mengernyit.

    "Ya usaha. Belum tau sih, nanti kupikirkan."

    "Memangnya kenapa sih? Masih belum cukup uang belanjanya ya?"

    "Bukan gitu sih, pengen ada kesibukan aja. Bosen di rumah terus. Tapi kalau uang bulanan mau ditambahin, boleh juga tuh," ucapku menggoda.

    "Serius? Pengen nambah berapa?"

    "Seikhlasnya aja deh. Tapi yang penting sih aku pengen usaha, Mas."

    "Ya pikirin dulu dong usahanya apa. Jangan usaha ntar gagal kan buang-buang duit jadinya."

    "Ya deh, nanti aku pikirin dulu. Tapi mas suntikin modalnya, ya kan?"

    "Lihat dulu dong nanti berapa butuhnya."

    "Lah, masak perhitungan gitu sama istri. Tinggal bilang 'iya' aja gitu kek. Ayolah. Ya, Sayang?" Aku mendekatinya, lalu memeluk pinggangnya erat sambil mendongakkan kepala tepat menatap ke bola matanya yang juga sontak jadi menatapku. Tak lupa kuhadiahkan senyum indah yang sangat menggoda. 

    "Ya deh, kita bicarakan nanti sepulang dari Bali. Ok?"

    "Oke Boss." Mataku pun berbinar dengan cerahnya.

Related chapters

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   ALAMAT ITU

    [Hai Hani, sedang apa?] Pesan w******p dari Adam siang itu membuyarkan konsentrasiku yang sedang berselancar di internet mencari informasi peluang usaha. Karena sedang tak minat mengetik, segera saja kutekan nomor kontaknya untuk melakukan panggilan. "Hai, Dam. Apa kabar?" tanyaku. Sepertinya sudah beberapa hari kami memang tak saling bertegur sapa lagi. Tepatnya sejak dia mengirimkam video suamiku dengan si gadis belia di kampusnya waktu itu. "Baik, kamu sendiri?" "Baik juga, Alhamdulillah. Ada apa, Dam? Tumben chat? Ada yang penting kah?" "Nggak ada, Han. Cuma pengen tau kabar kamu aja. Bisa ketemu nggak?" tanyanya membuatku sedikit kaget. "Sekarang?" "Iya, kalau kamu nggak sibuk sih," ucapnya ragu. "Gimana ya, Dam, tapi suamiku sedang keluar kota tuh. Atau, gimana kalau kita ketemuan di rumah Bapak aja lagi?" usulku. Tapi sepertinya dia tidak begitu antusias dengan ajakanku. "Ooh gitu. Kalau gitu lain kali sesempatnya aja, Han. Aku cuma mau

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   TERTANGKAP BASAH

    Entah sudah berapa bulan aku tak mengunjungi rumah ini, aku lupa. Tapi, aku memang tidak begitu dekat dengan Mbak Ratri. Padahal, dia adalah satu satunya satu-satunya kakak ipar yang kupunya. Mas Reyfan adalah anak kedua dari 3 bersaudara, Mbak Ratri, dia, dan satu lagi adik lelakinya, Irwan. Irwan sendiri masih duduk di bangku kuliah. Dengan Irwan, aku pun tak dekat, mungkin karena dia laki-laki. Sementara dengan Mbak Ratri, dari awal pernikahanku dengan Mas Reyfan, kutahu dia sosok yang sedikit tertutup. Dulu ketika masih sama-sama sering berkunjung ke rumah orang tua Mas Reyfan, kami masih agak lumayan sering ngobrol walaupun hanya basa-basi. Tapi setelah satu tahun kemudian suami mbak Ratri pergi dan kakak iparku itu menjanda, kami jarang berinteraksi. Mbak Ratri pun seperti menjadi lebih tertutup dari sebelumnya. Kami jarang bertemu lagi di rumah mertuaku. Kuingat terakhir kali aku berkunjung ke rumah ini setahun yang lalu saat Mas Reyfan mengajakku mengan

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   PERSEKONGKOLAN

    "Jadi ini Mas yang kamu bilang ke Bali?" Mataku tajam menatap bergantian dua insan yang terlihat sedang sangat salah tingkah di depanku itu. Benar-benar tak kusangka kejadiannya akan sedramatis ini. Aku bahkan tak mengira akan memergoki suamiku berjalan bersama dengan gadis itu secepat ini. "Han, aku bisa jelaskan," Mas Reyfan bergerak maju mendekatiku. Sementara si gadis nampak terdiam mematung di tempatnya. Wajahnya menunduk lesu seperti seekor cacing yang takut akan diinjak. "Ya sudah, ayo jelaskan!" tantangku. "Ini ... ini nggak seperti yang kamu lihat, Han. Kita bisa duduk dulu kan, kita bicarakan baik-baik," bujuknya. "Bicara aja langsung sekarang! Aku sudah selesai dengan kakakmu, aku sudah mau pulang." Aku menoleh ke arah mbak Ratri yang juga masih mematung di tempatnya semula. Jelas sekali wajah wanita itu menyiratkan kecemasan. "Nggak nyangka ya Mas, kelakuan kamu di belakang aku ternyata kayak gini." Aku menggeleng-gelengkan kepala sambil ber

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   TRIK HANI

    Kami berdua duduk berhadapan di meja dapur. Ini sudah lewat dari tengah malam, tapi demi mendengar tawaran janjinya yang akan menuruti semua keinginanku jika aku mau memaafkannya, mendadak aku jadi antusias untuk segera membahasnya. Setelah menyeduh dua cangkir kopi beberapa menit yang lalu, kini kami menikmati aroma wangi kopi masing-masing yang merebak dari kedua cangkir di hadapan kami. "Jadi, apa yang kamu inginkan, Han?" Dia memulai pembicaraan. "Kamu masih ingat kan kemarin waktu kita packing pakaianmu saat kamu bilang mau ke Bali, Mas?" tanyaku mengingatkan. "Iya ingat." Dia mengangguk. "Aku mau memulai usaha. Kamu harus siapkan modal buat aku." "Sudah kamu hitung berapa yang kamu butuhkan?" "Siapkan saja 150 juta." "Apa? Itu besar sekali, Han. Tabunganku nggak ada segitu. Kamu tau sendiri kan kemarin habis dipakai beli mobil kamu." "Memangnya berapa sisa tabungan kamu, Mas?" "Paling tinggal 50 juta aja," "Boleh aku liat?

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   PONSEL RAHASIA

    "Ma, Papa! Papa!" teriak Keenan sambil berlari-lari kecil ke dalam rumah. Aku yang sedang ngobrol dengan Mbok Jum di ruang tamu segera menoleh. Benar saja, mobil Mas Reyfan sudah terparkir di garasi. Keasikan ngobrol, kami sampai tidak menyadari ada suara mobil yang datang. "Mana, Sayang?" tanyaku pada bocah lelaki berumur 3 tahun itu dengan wajah cerah. Keenan segera menunjuk-nunjukkan tangannya ke arah luar. Mbok Jum dengan cekatan segera keluar menghampiri Mas Reyfan dan membawakan tas kerjanya. Kugandeng bocah kecilku menyambut kedatangan papanya di pintu. "Assalamu'alaikum. Hai, Sayang," sapanya sambil mencium pipiku, lalu meraih Keenan ke dalam gendongannya dan langsung menciumi putranya itu dengan gemas. Begitulah kehidupan kami 2 minggu setelah percakapanku dengan Mas Reyfan di dapur membicarakan soal kesepakatan dan janjinya itu. Aku berusaha bersikap wajar mulai hari itu, dan dia pun lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah setelah pulang dari kan

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   MANA KUNCI MOBIL?

    "Mbok Juuum ... !" teriak Mas Reyfan sambil menuruni tangga ke lantai bawah. Dia bergerak cepat menuruni tangga sambil sebelah tangannya membenarkan letak dasinya. "Ya, Pak?" Mbok Jum yang sedang membantuku menyiapkan sarapan tergopoh-gopoh menghampirinya. "Mbok liat kunci mobil nggak?" tanyanya panik. Astaga!!! Jantungku rasanya mau copot mendengar itu. Bagaimana aku bisa salah taruh kunci? Harusnya kutaruh kembali di atas nakas tadi malam. Duuuh, bagaimana ini? Jantungku sontak berdegup kencang sementara keringat dingin sepertinya sudah mulai membasahi tengkukku. "Nggak liat tuh Pak. Apa biasanya ndak di kamar Bapak?" Mbok Jum balik tanya. Untuk menghindari kecurigaan, aku segera berjalan menghampiri Mas Reyfan. "Nyari apa sih Mas? Kok teriak-teriak gitu?" "Itu ... kunci mobil. Dimana ya kok ngga ada?" "Kan biasanya di kamar. Di atas nakas," kataku meyakinkan. "Iyaa, seingatku juga kemarin aku taruh di sana, tapi nggak ada." "Yakin?

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   DIA ITU KAN ...

    Aku kembali ke rumah dengan perasaan tak menentu. Kembali kuingat-ingat lagi pesan Adam sebelum aku meninggalkan cafe tadi. Dia bilang, aku tidak boleh gugup, bersikap tenang seolah tak tau apa-apa. Jangan sampai membicarakan masalah ponsel itu. karena jika mas Reyfan tahu ponsel itu aku yang bawa, maka rencana untuk melaporkan kasus itu bisa jadi berantakan. Sebelum aku memarkirkan mobilku di garasi, sempat kulihat mobil mas Reyfan terparkir di jalan depan rumah kami. Dengan tenang, kuayunkan langkah menuju ke dalam. Di ruang tengah, Mas Reyfan sedang berdiri mondar-mandir dengan gelisah di depan mbok Jum yang sedang duduk di sofa memangku Keenan. "Ada apa, Mas?" tanyaku saat akhirnya aku mencapai tempatnya berdiri. Mimik mukaku kubuat senatural mungkin. "Han, kamu nggak buka mobilku semalam kan?" Mas Reyfan menatapku tajam.Sudah kuduga, sepertinya dia sudah tahu bahwa ponselnya hilang. Dan sekarang dia sedang kebingungan mencarinya. "Buka mobil? Memangnya

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   ADA TAMU

    "Han, kenalin ini Kompol Daniel Devanno. Beliau dari Satuan Reskrim," kata Adam padaku saat memperkenalkan seseorang yang katanya sahabatnya itu. Dan dia, si Daniel itu, ternyata adalah lelaki yang aku jumpai diparkiran tadi. Jadi, lelaki tadi adalah seorang polisi? Aku bangkit dari dudukku saat lelaki itu mengulurkan tangannya hendak menyalamiku. Rasanya aku seperti kehilangan muka saat dia menatapku sangat lekat dengan kedua matanya. Ternyata mata yang tadi sempat membuatku penasaran, yang ditutupinya dengan kacamata itu, memiliki sorot yang begitu tajam hingga seolah jantungku berhenti berdetak seketika saat telapak tangannya berhasil mendarat di telapak tanganku. Pemandangan yang terjadi selanjutnya adalah bahwa tangan kokoh itu kini seperti tangan raksasa yang akan meremukkan tulang-tulang tanganku yang kecil. Mendadak aku bergidik ngeri saat dalam beberapa detik tangan itu tak jua dilepaskannya dariku. Kurasa sepertinya dia memang berniat ingin meremukkan tulangku karen

    Last Updated : 2021-02-03

Latest chapter

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   HAPPY ENDING

    Satu bulan setelah pertemuannya kembali dengan Santi, hari ini keduanya nampak sedang duduk di sebuah ruang pertemuan di salah satu sudut kantor Adam.Di hadapan keduanya ada 4 orang karyawan inti di perusahaan Adam yang sedang menghadap ke arah mereka. Nampak di depan mereka tumpukan berkas yang baru saja selesai dibahas."Jadi rencanaku bisnis kosmetik ini nantinya akan seperti itu. Bagaimana menurut kalian?" tanya Adam pada keempat anak buahnya."Bagus, Pak. Saya rasa ide ini sangat cemerlang mengingat pasar kosmetik yang saya lihat saat ini sedang lesu-lesunya. Hampir tak ada brand baru yang muncul akhir-akhir ini," ujar salah satu karyawan itu."Iya itu maksudku. Ya sudah kalau gitu kita cukup

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   GADIS YANG CERDAS

    Malam itu entah kenapa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Adam. Kedatangan mantan karyawannya dengan penampilan yang sedikit berbeda namun masih sama malu-malunya itu membuatnya justru susah untuk lupa.Dari sejak lelaki itu menginjakkan kaki di rumah orangtuanya, Adam hanya terlihat mondar mandir dari kamar menuju balkon. Secangkir kopi dibawanya ke sana kemari dengan perasaan kacau yang sulit dia mengerti sendiri."Lagi ngapain kamu, Dam? Mama perhatikan dari pintu tadi kayak orang lagi bingung gitu?"Ibunya yang sedari tadi mengamati tingkah aneh putranya menghentikan langkahnya di pintu balkon."Mama ngagetin aja." Muka Adam langsung memerah karenanya.

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   RENCANA HANI

    Beberapa minggu setelah pertemuannya dengan mantan bosnya, gadis itu melakukan treatment di sebuah klinik kecantikan. Hani juga telah membekalinya uang yang cukup untuk dia belanjakan beberapa potong baju yang akan lebih membuatnya percaya diri saat bertemu dengan Adam nanti.Dan siang itu adalah hari yang telah direncanakannya untuk menemui Adam. Santi melangkah dengan penuh kayakinan menuju ke kantor Adam usai turun dari taksi online yang ditumpanginya."Bisa saya bertemu dengan pak Adam?" tanyanya pada resepsionis."Maaf, apa ada sudah janji sebelumnya, Bu?" tanya balik sang gadis dengan seragam warna violet itu."Mmmm."Santi mulai men

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   MANTAN KARYAWAN

    Rapatnya Hani menyimpan rasa shock atas pertemuannya dengan Adam, bahkan membuat Daniel pun tak menyadari bahwa istrinya memang sedang sedikit tak enak badan hari itu. Sampai-sampai lelaki itu setengah memaksa mengajak sang istri untuk mau ikut bersamanya keluar larut malam.Hanya untuk membuat Daniel tak cemas dengan kondisi dirinya yang memang sedang kurang baik setelah kejadian yang menimpa siang harinya, Hani pun terpaksa menuruti ajakan suaminya.Daniel membawa istrinya ke sebuah Kafe bernuansa outdoor di daerah pinggiran kota malam itu. Mereka tiba di tujuan saat hari telah lewat. Meski begitu, suasana masih terlihat lumayan ramai. Tempatnya yang didesain sangat romantis ternyata sedikit membawa suasana hati Hani menjadi lebih membaik."Kamu suka temp

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   TAMBATAN HATI LAIN

    Tubuh Hani masih gemetar, bahkan ketika mobilnya sudah memasuki halaman rumah. Usai Adam membiarkannya pergi dari parkiran mall, wanita itu mengendarai dengan sangat pelan sembari berusaha menenangkan kembali gejolak di dalam dadanya. Kalimat demi kalimat Adam terngiang-ngiang di kepalanya seolah tak mau pergi."Lho, Bu Hani kenapa?" Bik Marni yang saat itu sedang bermain bersama dengan Tasya dan Keenan di serambi rumah sedikit kaget melihat Hani nampak seperti orang linglung saat keluar dari mobilnya di garasi.Sesaat Hani baru menyadari ada yang memperhatikannya. Buru-buru wanita itu menggeleng."Enggak kok, Bi'. Cuma agak pusing sedikit," jawabnya.Lalu dengan sigap, Bi' Marni pun segera m

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   OBSESIF

    "Sudah dibayar sama mas yang di sana, Bu."Hani dan 3 orang teman wanitanya saling pandang. Lalu bersamaan menoleh ke arah yang di tunjuk oleh kasir restoran."Yang mana? Yang di dalam ruangan itu?" tanya salah seorang teman Hani."Iya, yang sedang memimpin rapat itu, Bu."Hani tak mungkin tak mengenalnya. Di dalam ruang meeting dengan dinding kaca itu memang ada Adam dan beberapa orang yang mengenakan seragam yang dia kenali sebagai karyawan kantor Adam."Kamu kenal, Han?" tanya salah seorang temannya lagi, melihat Hani seolah sedang menunggu orang itu membalikkan badan untuk melihat ke arah mereka.

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   PELARIAN DIVA

    "Setelah sidang putusan minggu depan, datanglah ke kantor. Aku sudah menyiapkan semuanya untuk kamu," ucap Adam siang itu saat bangkit dari tempat duduknya di sebuah restoran mewah di kota itu.Diva mendongak, memandangnya dengan senyuman remeh."Menyiapkan apa?" tanyanya. Sebenarnya Diva sudah tahu apa maksud dari kata-kata lelaki yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya itu. Namun Diva tak mudah begitu saja untuk merendahkan dirinya. Apalagi di hadapan Adam, yang menurutnya telah menghancurkan impian dan masa depannya."Bagianmu. Itu sudah kewajibanku sebagai mantan suami," jawab Adam singkat. Diva pun melengos mendengar itu. Baginya, ucapan Adam itu adalah sebuah penghinaan."Ambil saja u

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   MENGALAH

    "Kalau boleh aku sarankan, pertimbangkan lagi rencanamu untuk menaikkan kasus direktur PT Diwangga Karya itu, Daniel. Itu tidak akan baik untuk karirmu."Kapten Gunardi, lelaki yang masih nampak gagah di usianya yang sudah hampir menginjak masa pensiun itu menatap lekat bawahannya dari kursi kebesarannya.Daniel baru saja menceritakan semua kejadian yang telah menimpanya dan keluarganya pada atasannya itu dan semua hal yang berkaitan dengan kasus PT. Diwangga Karya."Tapi saya sudah merasa dirugikan dengan kelakuan direktur itu, Pak. Saya hanya ingin minta keadilan. Lagipula, dia telah melakukan pelanggaran hukum dengan membuat laporan palsunya. Merekayasa kejadian demi untuk mencapai tujuannya.""Aku ta

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   TERBONGKAR

    "Pak, ada perkembangan terbaru kasus Diwangga," kata seorang ajudan yang baru saja masuk ke ruangan Daniel siang itu.Setelah memerintahkan anak buahnya itu untuk duduk, Daniel pun memeriksa berkas yang baru saja diserahkan."Jadi gudang yang terbakar itu sebenarnya sudah tidak dipakai?" tanya Daniel kemudian. Dahinya nampak berkerut."Betul, Pak. Tim sudah menyelidiki semuanya. Bahkan menurut warga setempat, semuanya juga bilang seperti itu. Jadi, ada kemungkinan ini bukan sabotase, melainkan memang sengaja dibakar."Dahi Daniel makin berkerut."Lalu apa kira kira motifnya?""Itu yang

DMCA.com Protection Status