Share

PERSEKONGKOLAN

Author: Reinee
last update Last Updated: 2021-02-03 12:40:50

    "Jadi ini Mas yang kamu bilang ke Bali?" 

    Mataku tajam menatap bergantian dua insan yang terlihat sedang sangat salah tingkah di depanku itu. Benar-benar tak kusangka kejadiannya akan sedramatis ini. Aku bahkan tak mengira akan memergoki suamiku berjalan bersama dengan gadis itu secepat ini. 

    "Han, aku bisa jelaskan," Mas Reyfan bergerak maju mendekatiku. Sementara si gadis nampak terdiam mematung di tempatnya. Wajahnya menunduk lesu seperti seekor cacing yang takut akan diinjak. 

    "Ya sudah, ayo jelaskan!" tantangku.

    "Ini ... ini nggak seperti yang kamu lihat, Han. Kita bisa duduk dulu kan, kita bicarakan baik-baik," bujuknya.

    "Bicara aja langsung sekarang! Aku sudah selesai dengan kakakmu, aku sudah mau pulang." Aku menoleh ke arah mbak Ratri yang juga masih mematung di tempatnya semula. Jelas sekali wajah wanita itu menyiratkan kecemasan.

    "Nggak nyangka ya Mas, kelakuan kamu di belakang aku ternyata kayak gini." Aku menggeleng-gelengkan kepala sambil berkacak pinggang. 

    "Kamu jangan salah sangka. Dengerin dulu, Han! Jangan marah-marah gitu. Ini nggak seperti yang kamu lihat." Dia masih ngotot tidak mau mengakui kesalahan.

    "Apa? Kamu pikir aku anak kecil, Mas? Aku nggak perlu ya sampai harus melihat kalian mesra-mesraan di depanku hanya untuk tau kalau kamu itu sudah berkhianat. Menjijikkan sekali!" umpatku kasar.

    "Han! Tenang dulu! Bisa nggak sih dengerin dulu penjelasanku?" 

    Aku tak mengindahkan kalimatnya. Aku justru bergerak maju menghampiri si gadis yang masih nampak tertunduk lesu dan takut-takut. 

    "Hei, kamu!!! Anak ingusan! Dibayar berapa kamu sama suamiku buat tidur sama dia?" tanyaku kasar. Aku sendiri tidak menduga bisa bicara sebegitu kasar dengan seseorang. 

    "Hani! Jaga bicara kamu!" Mas Reyfan tiba-tiba sudah ada di sampingku, berteriak ke arahku.

    "Ooh, jadi begini sekarang Mas? Kamu bentak-bentak istrimu demi membela gund*kmu ini?" teriakku lantang.

    "Kamu bisa tenang dulu nggak sih, Han? Jangan buat aku kehilangan kesabaran, pliss Hani!" Wajah Mas Reyfan terlihat mulai frustasi. Dia menarik rambutnya dengan kedua tangannya ke belakang kepala.

    "Ayo bilang! Kamu dibayar berapa buat nyenengin lelaki beristri ini, hah?!" Bentakku ke arahnya yang tetap tak bergerak di tempatnya. Lagi-lagi tak kuhiraukan Mas Reyfan yang sudah memerah wajahnya menahan amarah. 

    Kejadian ini benar-benar membuatku hilang kendali. Sungguh suatu kebetulan yang terlalu cepat dan membuatku tak bisa berpikir jernih lagi. Dalam hatiku hanya ada kemarahan, kebencian, dan jijik melihat manusia-manusia tidak tahu malu di sekelilingku ini.

    Aku tahu sekarang apa peran wanita yang kusebut sebagai kakak ipar itu dalam perselingkuhan suamiku. Sebagai kakak dia justru ikut melindungi kelakuan adiknya yang busuk dibanding mencegah perpecahan dalam rumah tangga kami.

    Muak, benci, jijik membuatku tak kuat lagi  menahan caci maki untuk kutumpahkan dari mulutku. Beruntung aku bukan orang yang terbiasa bertindak kasar, hingga gadis itu tak perlu mendapatkan amukan secara fisik dari kemarahanku. Walaupun sebenarnya ingin sekali rasanya kucabik-cabik wajah cantiknya yang telah membuat suamiku berpaling itu. 

    "Kamu juga, Mbak. Aku bener-bener nggak nyangka ya kamu justru menutupi kelakuan busuk mas Reyfan, bahkan sampai menyembunyikan gund*knya di rumahmu. Nggak ngerti aku jalan pikiranmu itu." Aku mendecih.

    "Hani cukup!" teriak Mas Reyfan. "Udah cukup kata-kata kotormu itu, Han. Kamu nggak berhak bicara begitu pada mbak Ratri." ujarnya tetap dengan nada keras.

    "Oya? Kenapa? Karena dia pelindungmu? Beraninya sembunyi di belakang perempuan. B*nci kamu, Mas!" Lagi-lagi aku mengumpat kasar. Dan tiba-tiba ...

Plakk!! 

    Mendidih darahku dan panas rasanya sekujur tubuhku menerima perlakuan suamiku yang begitu mendadak. Untuk pertama kalinya dalam kehidupan rumah tangga kami, dia menamparku. Sungguh sangat sakit. Tapi sepertinya lebih sakit lagi apa yang ada di dalam hatiku. Rasanya bagai teriris, perih bukan main. Dia bahkan melakukannya di hadapan gund*k dan kakak yang menutupi kebusukannya. 

    "Hani, maafkan aku, Sayang. Seharusnya tidak seperti ini," Mas Reyfan mengulurkan dua tangannya padaku barusaha meraih wajahku yang saat ini masih kututup sebagian dengan telapak tangan karena menahan sakit atas tamparannya. Kulihat raut penyesalan di wajahnya. Namun dengan kasar aku menepis uluran tangannya dengan satu tanganku.

    "Sudah Rey, biarkan saja dia! Mbak juga mau lihat dia bisa apa kalau tanpa kamu. Wanita yang bisanya hanya di rumah saja seperti dia, hanya bisa menengadahkan tangannya pada suami. Bisa apa dia?"

    Mbak Ratri tiba-tiba berseru dari tempatnya berdiri dan itu sontak membuatku kaget. Biasanya sikapnya padaku manis tak menampakkan ketidaksukaan padaku. Tapi hari ini, ternyata sifat ibl*snya muncul. Dia mengeluarkan kata-kata yang kurasa sepertinya sudah dipendamnya sejak lama terhadapku.

    Aku segera menoleh dan menatap ke dalam mata wanita itu dengan tajam. Di mataku, wajah Mbak Ratri tiba-tiba berubah menjadi seperti seorang wanita bengis. Aku tersenyum kecut ke arahnya. 

    "Baik! Kita lihat saja, apa yang bisa wanita lemah ini lakukan pada kalian semua!" teriakku. "Kamu!" Aku menunjuk ke arah mbak Ratri, "Kamu!" Lalu ke arah gadis tak tau malu itu. "Dan juga kamu, Mas," kataku. "We'll see." 

    Usai mengatakan itu, aku segera berlalu dengan langkah cepat meninggalkan pelataran rumah kakak iparku tanpa menoleh lagi. Bergegas aku menuju mobilku yang dan segera meninggalkan tempat terkutuk itu. 

    Perih, rasanya hatiku begitu perih melihat kenyataan yang baru saja kualami. Walaupun sebenarnya selama ini aku sudah menduga apa yang dilakukan suamiku di belakangku, namun melihatnya sendiri dengan mata kepalaku, apalagi justru kakaknya mendukung perbuatan busuknya itu, membuatku sangat sakit.

.

.

.

    Sampai di rumah, kulihat Mbok Jum baru saja selesai menidurkan Keenan di kamarnya. Dahi tuanya bertambah berkerut melihat raut wajahku yang kalut.

    "Bu, ada apa?" tanyanya cemas.

    "Tidak apa-apa, Mbok. Aku ke kamar dulu. Aku kurang enak badan," kataku, lalu bergegas ke dalam kamar dan menangis sejadinya disana. Br*ngs*k kamu Mas, kamu benar-benar tega melakukan semuanya ini padaku. 

    Mbok Jum datang tak berapa lama menyusulku ke kamar. Membawakanku secangkir wedang jahe kesukaanku. Minuman hangat itu lumayan membantuku merasa lebih nyaman. Lalu setelah beberapa saat aku pun mampu bangkit dan duduk menyenderkan diri di headboard tempat tidur. 

    Semua ini tak boleh dibiarkan begitu saja. Aku harus bertindak. Setidaknya omongan mbak Ratri tadi membuatku tercambuk. Dia benar, selama ini aku memang bodoh, selalu hanya bisa meminta dan meminta pada mas Reyfan, tanpa berpikir bagaimana caranya aku mampu berpijak pada kakiku sendiri. 

    Sayang sekali, rencanaku sebelumnya belum sepenuhnya berhasil, tetapi kejadiannya justru terlanjur seperti ini. Sekarang apa? Aku perlu berpikir lebih keras untuk membalikkan keadaan ini. Akan kubuat mbak Ratri tidak bisa lagi merendahkanku, begitupun mas Reyfan. 

.

.

.

    Belum juga bisa memikirkan apa yang akan kulakukan selanjutnya, malam itu kupeluk erat Keenan dalam tidur. Berdoa semoga anak kecil ini tak menyadari kepedihan apa yang sedang menimpaku. Kuelus rambut hitamnya yang lebat dengan lembut. Membuatnya sedikit menggeliat, namun kembali memejamkan mata dengan damai. 

    Haruskah aku putuskan untuk untuk berpisah dari mas Reyfan saat ini juga? Lalu bagaimana dengan Keenan? Apa yang akan terjadi padanya nanti saat kami berpisah?

    Lamunanku tentang putra semata wayangku buyar ketika tiba-tiba kurasakan ada yang meringsek di belakangku naik ke atas tempat tidur.

    "Belum tidur, Sayang?" Suara mas Reyfan mengagetkanku. Ternyata dia sudah pulang. Aku berusaha tidak menoleh ke arahnya. Rasanya masih begitu jijik melihatnya membohongiku dan justru sedang bersama wanita lain. 

    Aku menggeser tubuhku lebih mendekat ke arah Keenan, menjauhi suamiku. 

    "Mau apa kamu pulang?" tanyaku tanpa menoleh. 

    "Han, tolong maafkan aku. Aku benar-benar khilaf. Aku tidak tau akan jadi seperti ini."

    Aku sama sekali tak berniat untuk menjawabnya. Sakit hatiku saat dia menamparku di depan gund*k itu benar-benar sangat dalam. 

    "Hani, pliss Sayang, maafkan aku," katanya lagi berusaha menyentuh pundakku namun kutepis begitu saja.

    "Kamu pikir aku bisa memaafkan perbuatan kamu begitu saja? Pernah nggak berpikir kalau kamu ada di posisiku? Kira-kira apa kamu akan mau memaafkanku, Mas?" Aku berkata sambil tetap tak bergeming. Namun aku bisa melihat dari ekor mataku, dia sedang duduk di atas tempat tidur kami dengan wajah murung tak bersemangat.

    "Aku akan memperbaiki kesalahanku, Han. Aku janji. Tolong cobalah untuk memaafkanku. Aku akan berusaha lebih baik," katanya. 

    "Apa jaminanmu?" Entah kenapa mendengar permohonan maafnya itu membuatku tiba-tiba memiliki ide yang sungguh gila. 

    "Kamu mau apa, Sayang? Katakan saja! Aku akan memberikannya asal kamu bisa maafin aku. Aku nggak bisa kehilangan kalian. Kamu dan Keenan."

    Aku tiba-tiba bangkit duduk menghadap ke arahnya, menatap lekat ke dalam matanya, memastikan bahwa apa yang baru saja dikatakannya itu sungguh-sungguh.

    "Yakin kamu mau menuruti semua keinginanku jika aku maafkan?" tanyaku memastikan. 

    "Aku janji, Han." katanya pasti. Dan aku mengulum senyum, bertepuk tangan untuk diriku sendiri dalam hati. 

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Cerita nya bagus...kayak nya kakak iparnya jadi germo skrg
goodnovel comment avatar
ci panda
wkwkwk spertinya harus siap2 nabung soalnya ceritanya bagus bangeeet! eh kak author ada sosmed engga? aku pingin follow kakak~
goodnovel comment avatar
Yulinda Joeroetoelis
Mpok ipar edan, amit amit deh...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   TRIK HANI

    Kami berdua duduk berhadapan di meja dapur. Ini sudah lewat dari tengah malam, tapi demi mendengar tawaran janjinya yang akan menuruti semua keinginanku jika aku mau memaafkannya, mendadak aku jadi antusias untuk segera membahasnya. Setelah menyeduh dua cangkir kopi beberapa menit yang lalu, kini kami menikmati aroma wangi kopi masing-masing yang merebak dari kedua cangkir di hadapan kami. "Jadi, apa yang kamu inginkan, Han?" Dia memulai pembicaraan. "Kamu masih ingat kan kemarin waktu kita packing pakaianmu saat kamu bilang mau ke Bali, Mas?" tanyaku mengingatkan. "Iya ingat." Dia mengangguk. "Aku mau memulai usaha. Kamu harus siapkan modal buat aku." "Sudah kamu hitung berapa yang kamu butuhkan?" "Siapkan saja 150 juta." "Apa? Itu besar sekali, Han. Tabunganku nggak ada segitu. Kamu tau sendiri kan kemarin habis dipakai beli mobil kamu." "Memangnya berapa sisa tabungan kamu, Mas?" "Paling tinggal 50 juta aja," "Boleh aku liat?

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   PONSEL RAHASIA

    "Ma, Papa! Papa!" teriak Keenan sambil berlari-lari kecil ke dalam rumah. Aku yang sedang ngobrol dengan Mbok Jum di ruang tamu segera menoleh. Benar saja, mobil Mas Reyfan sudah terparkir di garasi. Keasikan ngobrol, kami sampai tidak menyadari ada suara mobil yang datang. "Mana, Sayang?" tanyaku pada bocah lelaki berumur 3 tahun itu dengan wajah cerah. Keenan segera menunjuk-nunjukkan tangannya ke arah luar. Mbok Jum dengan cekatan segera keluar menghampiri Mas Reyfan dan membawakan tas kerjanya. Kugandeng bocah kecilku menyambut kedatangan papanya di pintu. "Assalamu'alaikum. Hai, Sayang," sapanya sambil mencium pipiku, lalu meraih Keenan ke dalam gendongannya dan langsung menciumi putranya itu dengan gemas. Begitulah kehidupan kami 2 minggu setelah percakapanku dengan Mas Reyfan di dapur membicarakan soal kesepakatan dan janjinya itu. Aku berusaha bersikap wajar mulai hari itu, dan dia pun lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah setelah pulang dari kan

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   MANA KUNCI MOBIL?

    "Mbok Juuum ... !" teriak Mas Reyfan sambil menuruni tangga ke lantai bawah. Dia bergerak cepat menuruni tangga sambil sebelah tangannya membenarkan letak dasinya. "Ya, Pak?" Mbok Jum yang sedang membantuku menyiapkan sarapan tergopoh-gopoh menghampirinya. "Mbok liat kunci mobil nggak?" tanyanya panik. Astaga!!! Jantungku rasanya mau copot mendengar itu. Bagaimana aku bisa salah taruh kunci? Harusnya kutaruh kembali di atas nakas tadi malam. Duuuh, bagaimana ini? Jantungku sontak berdegup kencang sementara keringat dingin sepertinya sudah mulai membasahi tengkukku. "Nggak liat tuh Pak. Apa biasanya ndak di kamar Bapak?" Mbok Jum balik tanya. Untuk menghindari kecurigaan, aku segera berjalan menghampiri Mas Reyfan. "Nyari apa sih Mas? Kok teriak-teriak gitu?" "Itu ... kunci mobil. Dimana ya kok ngga ada?" "Kan biasanya di kamar. Di atas nakas," kataku meyakinkan. "Iyaa, seingatku juga kemarin aku taruh di sana, tapi nggak ada." "Yakin?

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   DIA ITU KAN ...

    Aku kembali ke rumah dengan perasaan tak menentu. Kembali kuingat-ingat lagi pesan Adam sebelum aku meninggalkan cafe tadi. Dia bilang, aku tidak boleh gugup, bersikap tenang seolah tak tau apa-apa. Jangan sampai membicarakan masalah ponsel itu. karena jika mas Reyfan tahu ponsel itu aku yang bawa, maka rencana untuk melaporkan kasus itu bisa jadi berantakan. Sebelum aku memarkirkan mobilku di garasi, sempat kulihat mobil mas Reyfan terparkir di jalan depan rumah kami. Dengan tenang, kuayunkan langkah menuju ke dalam. Di ruang tengah, Mas Reyfan sedang berdiri mondar-mandir dengan gelisah di depan mbok Jum yang sedang duduk di sofa memangku Keenan. "Ada apa, Mas?" tanyaku saat akhirnya aku mencapai tempatnya berdiri. Mimik mukaku kubuat senatural mungkin. "Han, kamu nggak buka mobilku semalam kan?" Mas Reyfan menatapku tajam.Sudah kuduga, sepertinya dia sudah tahu bahwa ponselnya hilang. Dan sekarang dia sedang kebingungan mencarinya. "Buka mobil? Memangnya

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   ADA TAMU

    "Han, kenalin ini Kompol Daniel Devanno. Beliau dari Satuan Reskrim," kata Adam padaku saat memperkenalkan seseorang yang katanya sahabatnya itu. Dan dia, si Daniel itu, ternyata adalah lelaki yang aku jumpai diparkiran tadi. Jadi, lelaki tadi adalah seorang polisi? Aku bangkit dari dudukku saat lelaki itu mengulurkan tangannya hendak menyalamiku. Rasanya aku seperti kehilangan muka saat dia menatapku sangat lekat dengan kedua matanya. Ternyata mata yang tadi sempat membuatku penasaran, yang ditutupinya dengan kacamata itu, memiliki sorot yang begitu tajam hingga seolah jantungku berhenti berdetak seketika saat telapak tangannya berhasil mendarat di telapak tanganku. Pemandangan yang terjadi selanjutnya adalah bahwa tangan kokoh itu kini seperti tangan raksasa yang akan meremukkan tulang-tulang tanganku yang kecil. Mendadak aku bergidik ngeri saat dalam beberapa detik tangan itu tak jua dilepaskannya dariku. Kurasa sepertinya dia memang berniat ingin meremukkan tulangku karen

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   TERDUGA

    "Di luar ada polisi yang mencari Bapak," kata Mbok Jum memberi tahu. Mas Reyfan dan aku saling berpandangan, dan aku yakin aku tak salah lihat kalau wajah suamiku saat ini berubah pucat. Tak berapa lama kemudian kami bertiga menuruni tangga menuju lantai bawah berurutan dengan saling membisu. Kami seperti larut dalam pikiran masing-masing. Dan saat sampai di ruang tamu, aku melihatnya. Daniel, si manusia tanpa senyum itu, sedang berdiri di sana berbicara dengan tiga orang berseragam polisi lengkap. Sementara dia sendiri, masih mengenakan blue jeans dan atasan kaosnya yang sore tadi dia kenakan, hanya saja telah terbungkus rapat dengan jaket warna hitam. "Selamat Malam, Pak Reyfan. Saya Daniel Devanno dari Polresta. Kakak Anda, ibu Tantri Kusuma, beberapa saat yang lalu telah tertangkap tangan tengah melakukan kagiatan prostitusi. Dan anda diduga terlibat dalam kasus ini. Untuk itu, Anda harus ikut dengan kami untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut di kantor."

    Last Updated : 2021-02-07
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   HARTA REYFAN?

    "Mami? Mami kapan datang? Maaf Mi, aku nggak tau," kataku penuh penyesalan, lalu bermaksud mencium tangannya. Tapi perempuan paruh baya itu menolak mengulurkan tangannya padaku. Wajahnya mencelos, membuatku menelan ludah. "Udah jangan basa basi, Han. Mami sudah tau, kamu kan yang melaporkan Ratri sama Reyfan ke polisi?" Pertanyaannya yang tiba-tiba, membuatku sangat terkejut. Bagaimana mungkin mereka mengetahui hal itu? "Kamu benar-benar istri nggak tau diri, Han. Lihat apa yang Reyfan sudah berikan sama kamu. Bukannya berterima kasih kamu malah nusuk dia dari belakang," lanjut wanita itu mulai mengumpatiku. Walaupun selama ini aku tahu bahwa ibu mertuaku itu tak pernah bisa menyukaiku dengan tulus, tapi aku tidak menyangka dia akan datang dengan marah-marah tidak jelas seperti sekarang. "Mami, apa yang sedang Mami bicarakan ini sih?" Aku mencoba mencari tahu. "Halah jangan pura-pura kamu, Hani. Kita semua sudah tau apa yang kamu lakukan di rumah Ratri. Kamu

    Last Updated : 2021-02-08
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   REYFAN DIBEBASKAN

    "Maaf Pak Randi, tapi kenapa ya rumah saya harus diamankan? Apa Bapak juga polisi?" "Oh bukan, Bu. Saya bukan polisi. Saya hanya salah satu kenalan Pak Daniel. Lebih tepatnya, anak buah Pak Daniel. Tapi untuk pertanyaan ibu itu, mohon maaf saya tidak bisa menjawab, karena saya hanya diberi amanat saja sama beliau untuk berjaga di sini," kata pria bertubuh kekar itu. Aku mendesah, pria itu semakin aneh saja. Tadinya kupikir Pak Randi juga anggota kepolisian, tapi ternyata bukan. Jadi penjagaan atasku dan keluargaku ini berarti bukan resmi dari kepolisian dong. Apa sebenarnya tujuan pria bernama Daniel itu? "Ya sudah Pak, kalau begitu saya permisi dulu. Saya harus ke rumah orang tua saya. Permisi," pamitku dengan sopan pada pria yang kutaksir berusia lebih dari 30 tahunan itu. "Silahkan, Bu," sahut Pak Randi. Kemudian pria itu membantuku membukakan pintu pagar dan menutupnya kembali. "Terima kasih, Pak," kataku sebelum akhirnya melajukan mobilnya pelan. . .

    Last Updated : 2021-02-08

Latest chapter

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   HAPPY ENDING

    Satu bulan setelah pertemuannya kembali dengan Santi, hari ini keduanya nampak sedang duduk di sebuah ruang pertemuan di salah satu sudut kantor Adam.Di hadapan keduanya ada 4 orang karyawan inti di perusahaan Adam yang sedang menghadap ke arah mereka. Nampak di depan mereka tumpukan berkas yang baru saja selesai dibahas."Jadi rencanaku bisnis kosmetik ini nantinya akan seperti itu. Bagaimana menurut kalian?" tanya Adam pada keempat anak buahnya."Bagus, Pak. Saya rasa ide ini sangat cemerlang mengingat pasar kosmetik yang saya lihat saat ini sedang lesu-lesunya. Hampir tak ada brand baru yang muncul akhir-akhir ini," ujar salah satu karyawan itu."Iya itu maksudku. Ya sudah kalau gitu kita cukup

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   GADIS YANG CERDAS

    Malam itu entah kenapa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Adam. Kedatangan mantan karyawannya dengan penampilan yang sedikit berbeda namun masih sama malu-malunya itu membuatnya justru susah untuk lupa.Dari sejak lelaki itu menginjakkan kaki di rumah orangtuanya, Adam hanya terlihat mondar mandir dari kamar menuju balkon. Secangkir kopi dibawanya ke sana kemari dengan perasaan kacau yang sulit dia mengerti sendiri."Lagi ngapain kamu, Dam? Mama perhatikan dari pintu tadi kayak orang lagi bingung gitu?"Ibunya yang sedari tadi mengamati tingkah aneh putranya menghentikan langkahnya di pintu balkon."Mama ngagetin aja." Muka Adam langsung memerah karenanya.

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   RENCANA HANI

    Beberapa minggu setelah pertemuannya dengan mantan bosnya, gadis itu melakukan treatment di sebuah klinik kecantikan. Hani juga telah membekalinya uang yang cukup untuk dia belanjakan beberapa potong baju yang akan lebih membuatnya percaya diri saat bertemu dengan Adam nanti.Dan siang itu adalah hari yang telah direncanakannya untuk menemui Adam. Santi melangkah dengan penuh kayakinan menuju ke kantor Adam usai turun dari taksi online yang ditumpanginya."Bisa saya bertemu dengan pak Adam?" tanyanya pada resepsionis."Maaf, apa ada sudah janji sebelumnya, Bu?" tanya balik sang gadis dengan seragam warna violet itu."Mmmm."Santi mulai men

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   MANTAN KARYAWAN

    Rapatnya Hani menyimpan rasa shock atas pertemuannya dengan Adam, bahkan membuat Daniel pun tak menyadari bahwa istrinya memang sedang sedikit tak enak badan hari itu. Sampai-sampai lelaki itu setengah memaksa mengajak sang istri untuk mau ikut bersamanya keluar larut malam.Hanya untuk membuat Daniel tak cemas dengan kondisi dirinya yang memang sedang kurang baik setelah kejadian yang menimpa siang harinya, Hani pun terpaksa menuruti ajakan suaminya.Daniel membawa istrinya ke sebuah Kafe bernuansa outdoor di daerah pinggiran kota malam itu. Mereka tiba di tujuan saat hari telah lewat. Meski begitu, suasana masih terlihat lumayan ramai. Tempatnya yang didesain sangat romantis ternyata sedikit membawa suasana hati Hani menjadi lebih membaik."Kamu suka temp

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   TAMBATAN HATI LAIN

    Tubuh Hani masih gemetar, bahkan ketika mobilnya sudah memasuki halaman rumah. Usai Adam membiarkannya pergi dari parkiran mall, wanita itu mengendarai dengan sangat pelan sembari berusaha menenangkan kembali gejolak di dalam dadanya. Kalimat demi kalimat Adam terngiang-ngiang di kepalanya seolah tak mau pergi."Lho, Bu Hani kenapa?" Bik Marni yang saat itu sedang bermain bersama dengan Tasya dan Keenan di serambi rumah sedikit kaget melihat Hani nampak seperti orang linglung saat keluar dari mobilnya di garasi.Sesaat Hani baru menyadari ada yang memperhatikannya. Buru-buru wanita itu menggeleng."Enggak kok, Bi'. Cuma agak pusing sedikit," jawabnya.Lalu dengan sigap, Bi' Marni pun segera m

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   OBSESIF

    "Sudah dibayar sama mas yang di sana, Bu."Hani dan 3 orang teman wanitanya saling pandang. Lalu bersamaan menoleh ke arah yang di tunjuk oleh kasir restoran."Yang mana? Yang di dalam ruangan itu?" tanya salah seorang teman Hani."Iya, yang sedang memimpin rapat itu, Bu."Hani tak mungkin tak mengenalnya. Di dalam ruang meeting dengan dinding kaca itu memang ada Adam dan beberapa orang yang mengenakan seragam yang dia kenali sebagai karyawan kantor Adam."Kamu kenal, Han?" tanya salah seorang temannya lagi, melihat Hani seolah sedang menunggu orang itu membalikkan badan untuk melihat ke arah mereka.

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   PELARIAN DIVA

    "Setelah sidang putusan minggu depan, datanglah ke kantor. Aku sudah menyiapkan semuanya untuk kamu," ucap Adam siang itu saat bangkit dari tempat duduknya di sebuah restoran mewah di kota itu.Diva mendongak, memandangnya dengan senyuman remeh."Menyiapkan apa?" tanyanya. Sebenarnya Diva sudah tahu apa maksud dari kata-kata lelaki yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya itu. Namun Diva tak mudah begitu saja untuk merendahkan dirinya. Apalagi di hadapan Adam, yang menurutnya telah menghancurkan impian dan masa depannya."Bagianmu. Itu sudah kewajibanku sebagai mantan suami," jawab Adam singkat. Diva pun melengos mendengar itu. Baginya, ucapan Adam itu adalah sebuah penghinaan."Ambil saja u

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   MENGALAH

    "Kalau boleh aku sarankan, pertimbangkan lagi rencanamu untuk menaikkan kasus direktur PT Diwangga Karya itu, Daniel. Itu tidak akan baik untuk karirmu."Kapten Gunardi, lelaki yang masih nampak gagah di usianya yang sudah hampir menginjak masa pensiun itu menatap lekat bawahannya dari kursi kebesarannya.Daniel baru saja menceritakan semua kejadian yang telah menimpanya dan keluarganya pada atasannya itu dan semua hal yang berkaitan dengan kasus PT. Diwangga Karya."Tapi saya sudah merasa dirugikan dengan kelakuan direktur itu, Pak. Saya hanya ingin minta keadilan. Lagipula, dia telah melakukan pelanggaran hukum dengan membuat laporan palsunya. Merekayasa kejadian demi untuk mencapai tujuannya.""Aku ta

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   TERBONGKAR

    "Pak, ada perkembangan terbaru kasus Diwangga," kata seorang ajudan yang baru saja masuk ke ruangan Daniel siang itu.Setelah memerintahkan anak buahnya itu untuk duduk, Daniel pun memeriksa berkas yang baru saja diserahkan."Jadi gudang yang terbakar itu sebenarnya sudah tidak dipakai?" tanya Daniel kemudian. Dahinya nampak berkerut."Betul, Pak. Tim sudah menyelidiki semuanya. Bahkan menurut warga setempat, semuanya juga bilang seperti itu. Jadi, ada kemungkinan ini bukan sabotase, melainkan memang sengaja dibakar."Dahi Daniel makin berkerut."Lalu apa kira kira motifnya?""Itu yang

DMCA.com Protection Status