Share

PIN PONSEL

Author: Reinee
last update Last Updated: 2021-02-03 12:38:35

Minggu pagi, kulihat dia bangun lebih awal. Saat aku mulai membuka mata, dia sudah rapi dengan pakaian olahraga dan sneakernya. 

    "Mau kemana, Mas?" tanyaku dengan suara masih serak khas bangun tidur.

    "Jogging. Mau ikut?" tanyanya sambil merapikan rambut tebal dan hitamnya.

    "Nggak ah. Belum shalat subuh," sahutku cepat, lalu segera bangkit dan menuju kamar mandi. 

    Mungkin ini keberuntunganku, karena usai shalat subuh ternyata kulihat ponsel mas Reyfan tergeletak begitu saja di atas nakas. Aku berjingkat mendekat, tiba-tiba timbul keinginan untuk memeriksa apakah ponsel itu masih diberi PIN atau tidak. 

    Perlahan kuraih benda pipih itu dan lagi-lagi aku harus kecewa karna ternyata ponselnya masih dikunci. Dengan dahi berkerut, aku berusaha menebak sebenarnya berapa PIN yang dipakainya. Tapi nyatanya tak ada satu hal pun yang terlintas di kepalaku saat ini. Karena jengkel, akhirnya kuletakkan kembali ponsel tersebut di tempatnya semula. Namun baru saja ingin kulangkahkan kaki keluar kamar, tiba-tiba ponsel itu berbunyi.

Beep!!

Refleks aku menoleh dan sedikit terkejut melihat layarnya menyala. Lebih terkejut lagi karena sepagi ini ada yang berkirim pesan padanya dengan nada begitu mesra.

    [Sayang, jadi jogging? Aku kangen.] 

'Shasha' adalah nama pengirim yang tertulis di layar.

    Glekk!! Aku menelan ludah, pahit. Sayang sekali ponsel itu terkunci. Jika saja tidak, mungkin aku sudah ngamuk pada perempuan yang pagi-pagi buta begini sudah menggoda suami orang. Dalam hati aku bertanya, mungkinkah perempuan ini sama dengan yang tempo hari dikirimi pesan suamiku dan justru malah terkirim padaku? Entahlah. 

    "Ada apa, Han?" 

Oops! Aku tertangkap basah. Mas Reyfan tiba-tiba sudah muncul dari pintu kamar yang memang sedari tadi terbuka. Dan ponselnya sedang nangkring di tanganku dengan indahnya saat ini.

    "Eh, Mas. Kok sudah balik? Cepet amat joggingnya?" Aku berusaha tidak menampakkan kekagetan.

    Dia berjalan mendekatiku, wajahnya yang sudah mulai berpeluh terlihat berkilat terkena cahaya lampu kamar yang masih menyala. Matanya menatap lekat padaku seolah ingin mencari tahu. 

    "Ponselnya ketinggalan ya, Sayang?" tanyaku sambil mengulurkan ponsel yang masih ku pegang. 

    "I-ya, baru inget kemarin Ruslan ngajakin jogging bareng. Aku mau telpon dia dulu," katanya sedikit gugup. 

    "Ooh." Ruslan adalah tetangga kompleks kami yang lumayan dekat dengannya. Aku membulatkan mulut seolah mengerti. Dikiranya aku tidak tahu apa yang sedang dilakukannya? "Oiya Mas. ngomong-ngomong, ponselnya sekarang dikunci ya? Tadi aku mau lihat kontak ibu, mau aku telpon tapi kontak di ponselku nggak sengaja terhapus," kataku berbohong.

    "Eeh ... iya. Memang dari dulu aku kunci kan ponselku." 

    "Oooh, ya maaf nggak tau, aku kan nggak pernah buka-buka ponselmu." 

Perlahan aku mendekatinya yang sekarang kulihat sedang membuka layar ponsel. Diam-diam kuperhatikan wajahnya dari dekat yang sedikit kaget, namun tak ditampakkannya. Aku tahu wajahnya seperti itu pasti karena pesan yang di kirimkan perempuan tadi padanya. Mungkin saat ini dia sedang bertanya-tanya apakah aku sudah membaca pesan itu atau belum. "Jadi berapa dong PIN nya?" Aku mencoba memecah konsentrasinya. 

    "Eh, apa? PIN? ponselku?" Dia terlihat sangat gugup. 

    "Iya, Sayang. Nggak ada apa-apa kan di ponsel, Mas? Nggak ada yang disembunyikan 'kan?" cerocosku dengan banyak pertanyaan, lalu mendekatinya sambil mengelus lengannya manja.

    "Enggak .. apa memangnya yang perlu disembunyikan?" Aku tahu dia berusaha meyakinkan, meskipun saat ini wajahnya tak bisa menyembunyikan kegugupan. 

    "Oke, kalau begitu berapa pin nya?"

    "Standard aja kok, 1234, masa nggak ngerti sih?" Nada kalimatnya terdengar sedikit jengkel sekarang. Dia berkata bahkan tanpa sedikitpun menatap ke arahku. 

    "Iya deh. Nanti aku pinjam kalau Mas udah selesai ya? Aku mau telpon ibu. Aku ke bawah dulu." pamitku.

Lalu aku melangkah meninggalkannya setelah mengecup lembut pipi kanannya. Aku mau lihat Mas apakah ada yang berubah dengan ponselmu setelah ini?

.

.

.

    Sarapan sudah siap, dan Keenan, anak semata wayangku pun sudah wangi. Selesai memandikannya aku meminta tolong Mbok Jum untuk menyuapinya, sedangkan aku bermaksud kembali ke kamar ingin segera membersihkan diri. Sebenarnya, juga ingin melihat apa yang sedang dilakukan Mas Reyfan karena sedari tadi aku belum melihatnya lagi turun dari lantai atas. 

    "Mas," kataku sengaja mengagetkannya. Dia menoleh dengan wajah kagetnya. Suamiku itu sedang duduk di pinggir ranjang memegang ponselnya, masih mengenakan pakaian olahraga dan sepatunya lengkap. Ngapain aja dia dari tadi? Dahiku berkerut.

    "Ngapain sih, Sayang? Nggak jadi jogging?" 

    "Eh, enggak, tiba-tiba males. Ruslan dihubungi nggak bisa," katanya.

    "Oooh, ya udah aku mandi dulu ya, habis ini kita sarapan." 

    Aku bergegas ke kamar mandi kami yang berada di dalam kamar. Melirik sekilas wajah suamiku yang nampak tidak tenang, sebelum akhirnya aku menghilang di balik pintu kamar mandi. 

    Saat akhirnya aku selesaikan mandiku, kulihat Mas Reyfan sudah tak ada. Entah kemana dia, tapi ponselnya tergeletak begitu saja di atas nakas. Dia meninggalkannya?

    Aku mengambil benda pipih itu setelah selesai berganti pakaian dan memoleskan make up tipis ke wajahku yang sudah terlihat segar. Aku sudah bersiap mengetikkan angka 1234 di layar ponsel, namun aku sedikit kaget karena ternyata ponsel itu kini tak terkunci lagi. Dia menonaktifkan PIN, dan refleks saja senyum di bibirku mengembang. 

    Segera saja kubuka layar ponsel yang kini tak lagi ber-PIN itu dan langsung menuju ke aplikasi hijau yang merupakan sumber kecurigaanku padanya. Menscroll layar dari atas sampai bawah dan aku sungguh tak heran saat pesan dari wanita bernama 'Shasha' tadi tak bisa kutemukan lagi di deretan chat whatsappnya. Tentu saja, dia pasti sudah menghapusnya. Aku tersenyum kecut.

    Sejurus kemudian aku sudah berselancar di chat pesan SMS, log panggilan, dan galeri. Semuanya bersih. Jadi, kamu sudah menghapus semuanya Mas? Kamu menghilangkan jejak? Aku sudah menduganya, itulah sebabnya kenapa dari tadi kamu tidak turun ke lantai bawah dan melanjutkan joggingmu. Setidaknya, ini semakin menguatkan bukti bahwa kamu memang sedang menyembunyikan bangkai dalam rumah tangga kita.

    Saat akhirnya kuputuskan turun ke lantai bawah untuk sarapan, kubawa serta ponselnya. Dan kukembangkan senyum manisku padanya yang sedang menggoda Keenan yang sedang disuapi mbok Jum. Rupanya dia sudah melepas sepatu dan kaos olahraganya. 

    "Mandi gih, Mas. Ayo sarapan. Aku lapar," kataku manja sambil mengulurkan ponsel padanya. Wajahnya terlihat lega saat menerima ponsel itu. Dan aku tahu alasannya, karena aku saat ini sedang tersenyum sangat manis padanya. Sama sekali tak kutampakkan kemarahan ataupun kecurigaan.

Related chapters

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   SENYUMAN MAUT

    Aku menepikan mobil hati-hati di pinggir jalan yang tak terlalu ramai dan memarkirkannya mobil dengan sempurna. Pak Hasan, lelaki paruh baya yang sejak 5 hari yang lalu menjadi trainer menyetirku mengacungkan 2 jempolnya ke arahku. "Good job, Bu Hani!" ucapnya. "Saya sudah siap diajak plesiran keliling Jawa nih kalau kayak gini. Tinggal nunggu Surat Ijin Mengemudinya jadi aja, Bu. Siap tancap gas!" lanjutnya terkekeh. Aku pun tersenyum puas. Aku memang berlatih sangat keras beberapa hari ini demi mencapai tujuanku, melepaskan ketergantungan dari suami tercintaku yang sudah mulai berulah. "Terima kasih ya, Pak," kataku tulus pada trainer senior di sebuah lembaga kursus mengemudi itu. "Jadi hari ini terakhir saya ketemu Pak Hasan dong ya?" candaku padanya. "Ya jangan terakhir lah, Bu. Kesannya kok jadi kayak saya mau meninggal saja," orang tua itu terkekeh. "O iya ya." Kutepuk dahiku dan ikut meramaikan kekehannya. "Kalau gitu gimana kalau kita mak

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   ALAMAT ITU

    [Hai Hani, sedang apa?] Pesan w******p dari Adam siang itu membuyarkan konsentrasiku yang sedang berselancar di internet mencari informasi peluang usaha. Karena sedang tak minat mengetik, segera saja kutekan nomor kontaknya untuk melakukan panggilan. "Hai, Dam. Apa kabar?" tanyaku. Sepertinya sudah beberapa hari kami memang tak saling bertegur sapa lagi. Tepatnya sejak dia mengirimkam video suamiku dengan si gadis belia di kampusnya waktu itu. "Baik, kamu sendiri?" "Baik juga, Alhamdulillah. Ada apa, Dam? Tumben chat? Ada yang penting kah?" "Nggak ada, Han. Cuma pengen tau kabar kamu aja. Bisa ketemu nggak?" tanyanya membuatku sedikit kaget. "Sekarang?" "Iya, kalau kamu nggak sibuk sih," ucapnya ragu. "Gimana ya, Dam, tapi suamiku sedang keluar kota tuh. Atau, gimana kalau kita ketemuan di rumah Bapak aja lagi?" usulku. Tapi sepertinya dia tidak begitu antusias dengan ajakanku. "Ooh gitu. Kalau gitu lain kali sesempatnya aja, Han. Aku cuma mau

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   TERTANGKAP BASAH

    Entah sudah berapa bulan aku tak mengunjungi rumah ini, aku lupa. Tapi, aku memang tidak begitu dekat dengan Mbak Ratri. Padahal, dia adalah satu satunya satu-satunya kakak ipar yang kupunya. Mas Reyfan adalah anak kedua dari 3 bersaudara, Mbak Ratri, dia, dan satu lagi adik lelakinya, Irwan. Irwan sendiri masih duduk di bangku kuliah. Dengan Irwan, aku pun tak dekat, mungkin karena dia laki-laki. Sementara dengan Mbak Ratri, dari awal pernikahanku dengan Mas Reyfan, kutahu dia sosok yang sedikit tertutup. Dulu ketika masih sama-sama sering berkunjung ke rumah orang tua Mas Reyfan, kami masih agak lumayan sering ngobrol walaupun hanya basa-basi. Tapi setelah satu tahun kemudian suami mbak Ratri pergi dan kakak iparku itu menjanda, kami jarang berinteraksi. Mbak Ratri pun seperti menjadi lebih tertutup dari sebelumnya. Kami jarang bertemu lagi di rumah mertuaku. Kuingat terakhir kali aku berkunjung ke rumah ini setahun yang lalu saat Mas Reyfan mengajakku mengan

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   PERSEKONGKOLAN

    "Jadi ini Mas yang kamu bilang ke Bali?" Mataku tajam menatap bergantian dua insan yang terlihat sedang sangat salah tingkah di depanku itu. Benar-benar tak kusangka kejadiannya akan sedramatis ini. Aku bahkan tak mengira akan memergoki suamiku berjalan bersama dengan gadis itu secepat ini. "Han, aku bisa jelaskan," Mas Reyfan bergerak maju mendekatiku. Sementara si gadis nampak terdiam mematung di tempatnya. Wajahnya menunduk lesu seperti seekor cacing yang takut akan diinjak. "Ya sudah, ayo jelaskan!" tantangku. "Ini ... ini nggak seperti yang kamu lihat, Han. Kita bisa duduk dulu kan, kita bicarakan baik-baik," bujuknya. "Bicara aja langsung sekarang! Aku sudah selesai dengan kakakmu, aku sudah mau pulang." Aku menoleh ke arah mbak Ratri yang juga masih mematung di tempatnya semula. Jelas sekali wajah wanita itu menyiratkan kecemasan. "Nggak nyangka ya Mas, kelakuan kamu di belakang aku ternyata kayak gini." Aku menggeleng-gelengkan kepala sambil ber

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   TRIK HANI

    Kami berdua duduk berhadapan di meja dapur. Ini sudah lewat dari tengah malam, tapi demi mendengar tawaran janjinya yang akan menuruti semua keinginanku jika aku mau memaafkannya, mendadak aku jadi antusias untuk segera membahasnya. Setelah menyeduh dua cangkir kopi beberapa menit yang lalu, kini kami menikmati aroma wangi kopi masing-masing yang merebak dari kedua cangkir di hadapan kami. "Jadi, apa yang kamu inginkan, Han?" Dia memulai pembicaraan. "Kamu masih ingat kan kemarin waktu kita packing pakaianmu saat kamu bilang mau ke Bali, Mas?" tanyaku mengingatkan. "Iya ingat." Dia mengangguk. "Aku mau memulai usaha. Kamu harus siapkan modal buat aku." "Sudah kamu hitung berapa yang kamu butuhkan?" "Siapkan saja 150 juta." "Apa? Itu besar sekali, Han. Tabunganku nggak ada segitu. Kamu tau sendiri kan kemarin habis dipakai beli mobil kamu." "Memangnya berapa sisa tabungan kamu, Mas?" "Paling tinggal 50 juta aja," "Boleh aku liat?

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   PONSEL RAHASIA

    "Ma, Papa! Papa!" teriak Keenan sambil berlari-lari kecil ke dalam rumah. Aku yang sedang ngobrol dengan Mbok Jum di ruang tamu segera menoleh. Benar saja, mobil Mas Reyfan sudah terparkir di garasi. Keasikan ngobrol, kami sampai tidak menyadari ada suara mobil yang datang. "Mana, Sayang?" tanyaku pada bocah lelaki berumur 3 tahun itu dengan wajah cerah. Keenan segera menunjuk-nunjukkan tangannya ke arah luar. Mbok Jum dengan cekatan segera keluar menghampiri Mas Reyfan dan membawakan tas kerjanya. Kugandeng bocah kecilku menyambut kedatangan papanya di pintu. "Assalamu'alaikum. Hai, Sayang," sapanya sambil mencium pipiku, lalu meraih Keenan ke dalam gendongannya dan langsung menciumi putranya itu dengan gemas. Begitulah kehidupan kami 2 minggu setelah percakapanku dengan Mas Reyfan di dapur membicarakan soal kesepakatan dan janjinya itu. Aku berusaha bersikap wajar mulai hari itu, dan dia pun lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah setelah pulang dari kan

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   MANA KUNCI MOBIL?

    "Mbok Juuum ... !" teriak Mas Reyfan sambil menuruni tangga ke lantai bawah. Dia bergerak cepat menuruni tangga sambil sebelah tangannya membenarkan letak dasinya. "Ya, Pak?" Mbok Jum yang sedang membantuku menyiapkan sarapan tergopoh-gopoh menghampirinya. "Mbok liat kunci mobil nggak?" tanyanya panik. Astaga!!! Jantungku rasanya mau copot mendengar itu. Bagaimana aku bisa salah taruh kunci? Harusnya kutaruh kembali di atas nakas tadi malam. Duuuh, bagaimana ini? Jantungku sontak berdegup kencang sementara keringat dingin sepertinya sudah mulai membasahi tengkukku. "Nggak liat tuh Pak. Apa biasanya ndak di kamar Bapak?" Mbok Jum balik tanya. Untuk menghindari kecurigaan, aku segera berjalan menghampiri Mas Reyfan. "Nyari apa sih Mas? Kok teriak-teriak gitu?" "Itu ... kunci mobil. Dimana ya kok ngga ada?" "Kan biasanya di kamar. Di atas nakas," kataku meyakinkan. "Iyaa, seingatku juga kemarin aku taruh di sana, tapi nggak ada." "Yakin?

    Last Updated : 2021-02-03
  • GARA-GARA SALAH KIRIM   DIA ITU KAN ...

    Aku kembali ke rumah dengan perasaan tak menentu. Kembali kuingat-ingat lagi pesan Adam sebelum aku meninggalkan cafe tadi. Dia bilang, aku tidak boleh gugup, bersikap tenang seolah tak tau apa-apa. Jangan sampai membicarakan masalah ponsel itu. karena jika mas Reyfan tahu ponsel itu aku yang bawa, maka rencana untuk melaporkan kasus itu bisa jadi berantakan. Sebelum aku memarkirkan mobilku di garasi, sempat kulihat mobil mas Reyfan terparkir di jalan depan rumah kami. Dengan tenang, kuayunkan langkah menuju ke dalam. Di ruang tengah, Mas Reyfan sedang berdiri mondar-mandir dengan gelisah di depan mbok Jum yang sedang duduk di sofa memangku Keenan. "Ada apa, Mas?" tanyaku saat akhirnya aku mencapai tempatnya berdiri. Mimik mukaku kubuat senatural mungkin. "Han, kamu nggak buka mobilku semalam kan?" Mas Reyfan menatapku tajam.Sudah kuduga, sepertinya dia sudah tahu bahwa ponselnya hilang. Dan sekarang dia sedang kebingungan mencarinya. "Buka mobil? Memangnya

    Last Updated : 2021-02-03

Latest chapter

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   HAPPY ENDING

    Satu bulan setelah pertemuannya kembali dengan Santi, hari ini keduanya nampak sedang duduk di sebuah ruang pertemuan di salah satu sudut kantor Adam.Di hadapan keduanya ada 4 orang karyawan inti di perusahaan Adam yang sedang menghadap ke arah mereka. Nampak di depan mereka tumpukan berkas yang baru saja selesai dibahas."Jadi rencanaku bisnis kosmetik ini nantinya akan seperti itu. Bagaimana menurut kalian?" tanya Adam pada keempat anak buahnya."Bagus, Pak. Saya rasa ide ini sangat cemerlang mengingat pasar kosmetik yang saya lihat saat ini sedang lesu-lesunya. Hampir tak ada brand baru yang muncul akhir-akhir ini," ujar salah satu karyawan itu."Iya itu maksudku. Ya sudah kalau gitu kita cukup

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   GADIS YANG CERDAS

    Malam itu entah kenapa ada sesuatu yang mengganggu pikiran Adam. Kedatangan mantan karyawannya dengan penampilan yang sedikit berbeda namun masih sama malu-malunya itu membuatnya justru susah untuk lupa.Dari sejak lelaki itu menginjakkan kaki di rumah orangtuanya, Adam hanya terlihat mondar mandir dari kamar menuju balkon. Secangkir kopi dibawanya ke sana kemari dengan perasaan kacau yang sulit dia mengerti sendiri."Lagi ngapain kamu, Dam? Mama perhatikan dari pintu tadi kayak orang lagi bingung gitu?"Ibunya yang sedari tadi mengamati tingkah aneh putranya menghentikan langkahnya di pintu balkon."Mama ngagetin aja." Muka Adam langsung memerah karenanya.

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   RENCANA HANI

    Beberapa minggu setelah pertemuannya dengan mantan bosnya, gadis itu melakukan treatment di sebuah klinik kecantikan. Hani juga telah membekalinya uang yang cukup untuk dia belanjakan beberapa potong baju yang akan lebih membuatnya percaya diri saat bertemu dengan Adam nanti.Dan siang itu adalah hari yang telah direncanakannya untuk menemui Adam. Santi melangkah dengan penuh kayakinan menuju ke kantor Adam usai turun dari taksi online yang ditumpanginya."Bisa saya bertemu dengan pak Adam?" tanyanya pada resepsionis."Maaf, apa ada sudah janji sebelumnya, Bu?" tanya balik sang gadis dengan seragam warna violet itu."Mmmm."Santi mulai men

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   MANTAN KARYAWAN

    Rapatnya Hani menyimpan rasa shock atas pertemuannya dengan Adam, bahkan membuat Daniel pun tak menyadari bahwa istrinya memang sedang sedikit tak enak badan hari itu. Sampai-sampai lelaki itu setengah memaksa mengajak sang istri untuk mau ikut bersamanya keluar larut malam.Hanya untuk membuat Daniel tak cemas dengan kondisi dirinya yang memang sedang kurang baik setelah kejadian yang menimpa siang harinya, Hani pun terpaksa menuruti ajakan suaminya.Daniel membawa istrinya ke sebuah Kafe bernuansa outdoor di daerah pinggiran kota malam itu. Mereka tiba di tujuan saat hari telah lewat. Meski begitu, suasana masih terlihat lumayan ramai. Tempatnya yang didesain sangat romantis ternyata sedikit membawa suasana hati Hani menjadi lebih membaik."Kamu suka temp

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   TAMBATAN HATI LAIN

    Tubuh Hani masih gemetar, bahkan ketika mobilnya sudah memasuki halaman rumah. Usai Adam membiarkannya pergi dari parkiran mall, wanita itu mengendarai dengan sangat pelan sembari berusaha menenangkan kembali gejolak di dalam dadanya. Kalimat demi kalimat Adam terngiang-ngiang di kepalanya seolah tak mau pergi."Lho, Bu Hani kenapa?" Bik Marni yang saat itu sedang bermain bersama dengan Tasya dan Keenan di serambi rumah sedikit kaget melihat Hani nampak seperti orang linglung saat keluar dari mobilnya di garasi.Sesaat Hani baru menyadari ada yang memperhatikannya. Buru-buru wanita itu menggeleng."Enggak kok, Bi'. Cuma agak pusing sedikit," jawabnya.Lalu dengan sigap, Bi' Marni pun segera m

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   OBSESIF

    "Sudah dibayar sama mas yang di sana, Bu."Hani dan 3 orang teman wanitanya saling pandang. Lalu bersamaan menoleh ke arah yang di tunjuk oleh kasir restoran."Yang mana? Yang di dalam ruangan itu?" tanya salah seorang teman Hani."Iya, yang sedang memimpin rapat itu, Bu."Hani tak mungkin tak mengenalnya. Di dalam ruang meeting dengan dinding kaca itu memang ada Adam dan beberapa orang yang mengenakan seragam yang dia kenali sebagai karyawan kantor Adam."Kamu kenal, Han?" tanya salah seorang temannya lagi, melihat Hani seolah sedang menunggu orang itu membalikkan badan untuk melihat ke arah mereka.

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   PELARIAN DIVA

    "Setelah sidang putusan minggu depan, datanglah ke kantor. Aku sudah menyiapkan semuanya untuk kamu," ucap Adam siang itu saat bangkit dari tempat duduknya di sebuah restoran mewah di kota itu.Diva mendongak, memandangnya dengan senyuman remeh."Menyiapkan apa?" tanyanya. Sebenarnya Diva sudah tahu apa maksud dari kata-kata lelaki yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya itu. Namun Diva tak mudah begitu saja untuk merendahkan dirinya. Apalagi di hadapan Adam, yang menurutnya telah menghancurkan impian dan masa depannya."Bagianmu. Itu sudah kewajibanku sebagai mantan suami," jawab Adam singkat. Diva pun melengos mendengar itu. Baginya, ucapan Adam itu adalah sebuah penghinaan."Ambil saja u

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   MENGALAH

    "Kalau boleh aku sarankan, pertimbangkan lagi rencanamu untuk menaikkan kasus direktur PT Diwangga Karya itu, Daniel. Itu tidak akan baik untuk karirmu."Kapten Gunardi, lelaki yang masih nampak gagah di usianya yang sudah hampir menginjak masa pensiun itu menatap lekat bawahannya dari kursi kebesarannya.Daniel baru saja menceritakan semua kejadian yang telah menimpanya dan keluarganya pada atasannya itu dan semua hal yang berkaitan dengan kasus PT. Diwangga Karya."Tapi saya sudah merasa dirugikan dengan kelakuan direktur itu, Pak. Saya hanya ingin minta keadilan. Lagipula, dia telah melakukan pelanggaran hukum dengan membuat laporan palsunya. Merekayasa kejadian demi untuk mencapai tujuannya.""Aku ta

  • GARA-GARA SALAH KIRIM   TERBONGKAR

    "Pak, ada perkembangan terbaru kasus Diwangga," kata seorang ajudan yang baru saja masuk ke ruangan Daniel siang itu.Setelah memerintahkan anak buahnya itu untuk duduk, Daniel pun memeriksa berkas yang baru saja diserahkan."Jadi gudang yang terbakar itu sebenarnya sudah tidak dipakai?" tanya Daniel kemudian. Dahinya nampak berkerut."Betul, Pak. Tim sudah menyelidiki semuanya. Bahkan menurut warga setempat, semuanya juga bilang seperti itu. Jadi, ada kemungkinan ini bukan sabotase, melainkan memang sengaja dibakar."Dahi Daniel makin berkerut."Lalu apa kira kira motifnya?""Itu yang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status