"Pak, ikuti mobil Avanza putih itu," titah Rudi pada Antok–sopirnya. "Siap, Pak," jawab Antok. Lelaki sepantaran dengan Rudi itu langsung tancap gas tanpa banyak bertanya. Mobil Pajero hitam milik Rudi terlihat gagah membelah jalanan, melaju seperti sebuah singa yang tengah mengejar mangsanya. Sementara semua yang ada di dalam kendaraan itu diam seolah mengerti apa yang terjadi.Mobil yang dikendarai Santi dan Haris memasuki pelataran sebuah hotel bintang lima. Begitu juga dengan Pajero milik Rudi."Pak, maaf. Ini ada kabar dari kantor kalau Pak Iyan sekarang berada di sana." Bella mengatakannya ketika Rudi bersiap untuk turun. Rudi terlihat begitu emosi, apalagi ketika ekor matanya melihat Santi begitu mesra menggandeng tangan Haris."Hah!" Hanya itu yang keluar dari bibir Rudi. "Kalian tunggu di sini, jika dalam waktu lima menit aku gak keluar, kamu hubungi aku, Bell," pesannya pada sang asisten. Setelah itu Rudi bergegas pergi."Pak!" seru Bella membuat Rudi menghentikan langkahny
Vina menyimpan ponselnya dalam tas, kemudian dia ikut menyimak perbincangan antara kakaknya dan si manejer. Untuk sesaat Vina terpaku setelah tanpa sengaja menatap Rudi yang sedang tersenyum. Vina seolah kenal dengan senyuman itu. Namun dia lupa siapa pemilik senyum yang mirip dengan manejer itu, tanpa sadar Vina menatap Rudi cukup lama, hingga membuat Bella kesal."Baiklah, Pak Rudi. Kami permisi dulu, aku pribadi benar-benar berterima kasih pada Pak Rudi yang sudah bekerja keras mengembangkan kantor ini," ucap Iyan sambil mengulurkan tangannya pada Rudi. Setelah mereka puas berbincang-bincang."Terima kasih kembali, Pak. Saya akan melakukan semampu saya untuk memajukan kantor ini," sahut Rudi sambil menjabat tangan bosnya."Sabtu depan datanglah ke Bogor, Ibu dan Ayah ingin berkenalan dengan Pak Rudi. Ajak serta keluarga bapak." Setelah berucap Iyan pun melangkah hendak keluar, begitu juga dengan Vina."Jangan macam-macam sama Pak Rudi, dia sudah berkeluarga," bisik Bella pada Vina.
Haris tersentak ketika merasakan pukulan di tubuhnya, lelaki itu tak bisa menghalau serangan yang datang secara tiba-tiba dan bertubi-tubi dari Rudi. Tatapannya nanar ketika menyadari siapa pelakunya. Dalam hati Haris mengumpat, mengapa Rudi bisa mengetahuinya. Lelaki yang masih belum memakai baju itu hanya bisa mengadu kesakitan. Hal itu semakin membuat Rudi semakin bersemangat untuk menghajarnya.Santi berlari sambil menjerit menyaksikan selingkuhannya dihajar oleh sang suami, wanita pemilik bibir seksi itu berusaha untuk menghentikan aksi Rudi. Namun, bukannya berhenti, Rudi semakin kalap."Brengsek!" sentak Rudi sambil terus melayangkan bogem mentahnya."Hentikan, Mas!" seru Santi sambil berusaha menarik tangan suaminya. Namun, dengan sekali sentak dari Rudi, tubuh Santi terpelanting, wanita itu terjatuh dengan jeritan kesakitan.Setelah melihat Haris tak berdaya dengan luka memar di sekujur wajahnya, barulah Rudi berhenti. Dengan napas yang masih tersengal, Rudi langsung menyeret
"Ambar, apa yang terjadi?" tanya Rahayu setelah mendapati mantan menantunya itu bersimpuh di lantai sambil menangis dengan tangan yang memegang erat jemari mungil putranya.Sebelum Ambar menjawab pertanyaan, Alif kembali mengigau memanggil ayahnya. Rahayu langsung mengerti duduk permasalahannya, Alif merindukan ayahnya. Bisa juga, demamnya ini juga karena rindu. Wanita baya itu duduk di sisi ranjang, lalu perlahan mengelus rambut ikal sang cucu."Ayah, Alif kangen," ucap bocah itu dengan mata terpejam. Mendengar hal tersebut, Ambar menutup mulutnya agar tangisnya tak sampai terdengar. Wanita bertubuh langsing itu tak menangisi mantan suaminya. Namun, dia seolah merasakan kesedihan putranya. Tak jauh berbeda dengan Rahayu, wanita baya itu menutup matanya sambil menghela napas, dia juga bisa merasakan pedihnya hati sang cucu karena merindu.Kedua wanita itu menitihkan air mata dalam keheningan yang tiba-tiba tercipta. Rudi, sebuah nama yang beberapa bulan ini sengaja dihindari mereka. N
"Sekarang ponselnya ndak aktif, Bu," ucap Fitri yang masih berusaha menghubungi Rudi. Mendengar penuturan perempuan yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri itu, Rahayu menghela napasnya. Wanita senja itu terlihat kecewa sekaligus sedih. Harapannya pupus, kini Rahayu semakin yakin kalau putra yang dulu sangat dicintainya sudah melupakannya.Ambar yang secara tidak sengaja mendengar ucapan Fitri dan melihat kesedihan di wajah Rahayu, mencoba untuk tetap menghibur wanita yang disayanginya tersebut. Ambar sepenuhnya sadar jika Rudi sudah menjadi orang asing untuk dirinya, bahkan mungkin untuk Alif juga. Namun, Rahayu adalah wanita yang telah melahirkannya, pasti wanita senja itu juga merindukan lelaki itu."Mungkin dia sibuk, Fit. Jangan diganggu lagi. Nanti, kalau ada waktu pasti Mas Rudi akan menghubungimu," ucap Ambar. "Taksinya sudah menunggu di depan, Bu. Sebaiknya kita segera membawa Alif ke rumah sakit," imbuh Ambar sambil menatap lekat mata Rahayu."Semua sudah kamu siapkan, M
"Bang, Jum'at besok Mbak Ambar ngak bisa bikin nasi kotak," ucap Vina setelah menghampiri Iyan di kamarnya. Lelaki itu terlihat sibuk di depan laptop."Kenapa emang?" tanyanya dengan tatapan yang tetap fokus ke layar laptop."Alif masuk ke rumah sakit," sahut Vina. Saat ini gadis yang tengah menggunakan celana caka pans itu merebahkan tubuh mungilnya di ranjang sang kakak."Kita ke rumah sakit jenguk Alif yuk," ajak Vina setelah memiringkan tubuhnya, kali ini dia menatap intens pada sang kakak."Nggak bisa sekarang, Vin. Aku lagi sibuk," sahut Iyan."Ayo lah, Bang. Aku udah kangen sama Alif. Sejak di wa Mbak Ambar tadi, aku jadi kepikiran Alif terus." "Ntar kalau ini sudah selesai. Kamu udah tahu Alif dirawat di rumah sakit mana?" tanya Iyan akhirnya. Karena sebenarnya dia juga merasa cemas dengan bocah berambut ikal tersebut, padahal mereka tak pernah bertegur sapa. Namun, Iyan sering memperhatikan tingkah pola Alif, ketika mereka sedang makan di warung Ambar. Ketika melihat Alif, d
Ruangan bernuansa klasik dengan warna gold itu nampak megah, berbanding terbalik dengan perasaan Santi yang muram. Dia sangat marah dan kecewa, hingga melampiaskannya dengan sebatang rokok. Perempuan itu benar-benar terluka melihat kemarahan suaminya, karena dia sangat mencintai Rudi dan berharap jika Rudi adalah lelaki terakhir dalam petualangan cintanya."Sebenarnya apa yang terjadi dengan kalian, San?" tanya Samina setelah dia masuk ke kamar putrinya. Santi tak langsung menjawab, dia menghisap rokok sangat dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan."Sebaiknya ibu keluar. Saat ini aku sedang pusing," pinta Santi pada wanita yang telah melahirkannya itu. Samina menghela napasnya ketika mendengar perkataan sang buah hati. Tak ingin berdebat, dia pun berbalik hendak keluar."Buk! Sudah ke rumah Pak Dalang?" tanya Santi sebelum Samina benar-benar menghilang dari balik pintu."Sudah, tapi gak ketemu," sahut Samina tanpa menoleh."Harusnya ditunggu dong, Bu. Biar bisa ketemu! seru S
Rahayu pun menitihkan air matanya, perlahan wanita senja itu menunduk untuk menyentuh pundak putranya, kemudian memintanya untuk berdiri."Maafkan aku, Bu." Untuk kesekian kalinya Rudi mengucapkan kata maaf kemudian memeluk ibunya."Masuklah, Alif ada di dalam," ucap Rahayu yang mirip sebuah bisikan. Setelah itu dia pun melanjutkan langkahnya. Rudi terlihat ragu, tetapi sekejap kemudian dia pun mengayunkan langkahnya mengikuti Rahayu."Nenek ...!" seru Alif, bocah itu terlihat bahagia melihat kedatangan neneknya. "Nek, tadi—" Alif tak melanjutkan langkahnya. Bocah berambut ikal itu terperangah tak percaya melihat siapa yang berdiri di belakang neneknya."Ayah!" serunya, membuat Ambar segera menoleh. Rudi tersenyum kemudian berjalan mendekati sang putra. Senyum kebahagiaan terlihat jelas pada wajah keduanya, Rudi dan Alif. Jika Alif tersenyum bahagia, Rudi meneteskan air matanya. Air mata kebahagiaan. Sementara Ambar ikut bahagia ketika melihat senyum mereka di bibir sang putra.Alif