Felix baru saja selesai dengan urusannya, ia tadi pergi menemui Talitha, salah seorang model yang sedang menjalin hubungan bersamanya, tetapi itu beberapa saat yang lalu, karena sekarang sudah jadi mantan sepenuhnya.
Yap! Benar sekali, Felix memutuskan kekasih modelnya itu.Sudah Felix bilang kan, kalu ia sedang bosan dengan model-model centil itu.Ngomong-ngomong tentang pacar, Felix teringat obrolannya dengan Etthan tadi sore terkait aplikasi Kontrak Pacar itu.Felix mulai membuka handphone-nya dan mencari aplikasi itu kemudian ia d*wnload. Saat dilihat, aplikasi itu ternyata banyak juga peminatnya, did*wnload ribuan orang, berbintang empat dengan beribu ulasan tentang aplikasi itu. Felix makin tertarik.Setelah mend*wnload, cowok jangkung itu mulai mendaftar. Di sana dikatakan kalau mendaftar, sebaiknya jangan gunakan nama asli untuk menjaga keamanan informasi pribadi. Oke, Felix menggunakan user name DaddyF sebagai ganti namanya.Kemudian tahap selanjutnya adalah mengisi data pribadi terkait tentang tinggi badannya dan kriteria pasangan impiannya.Felix mengisi data tinggi badannya dengan jujur, 179 cm. Lumayan tinggi. Lalu mengenai kriteria pasangan Felix menulis: imut, mungil, penurut dan manis. Tipikal cewek yang disukai banyak pria lainnya.Done! Felix menyimpan data tersebut dan muncul tulisan 'Mohon tunggu. Kami sedang mengolah data dan informasi Anda.'Tidak lama setelahnya ada pemberitahuan kalau data telah tersimpan dan Felix bisa menggunakan aplikasi tersebut.Pertama-tama Felix mulai mengunggah foto profil dirinya, hanya foto ketika ia menaiki motor dan mukanya tertutup helm full face. Dengan begitu tak akan ada yang mengenal wajah aslinya sebelum bertemu.Tring!Satu notifikasi masuk ke ponsel Felix dari aplikasi tersebut, tulisannya 'Aktifkan fitur near by untuk mendeteksi pengguna lain di sekitar Anda.'.Oke, Felix mulai mengaktifkannya dan terlihat ada beberapa akun yang muncul di sana. Kebanyakan akun dengan user name pria seperti Regal, Andar, Angkasa dan lainnya, ada beberapa akun perempuan di sana tapi tak ada yang membuatnya tertarik sampai akhirnya ia melihat satu akun yang kelihatan sangat feminim. Background untuk foto profilnya berwarna merah muda.Felix tertarik dan mengklik akun tersebut, user name-nya LittleCatty, seperti namanya yang sangat feminim foto profilnya pun sama, gambar seorang perempuan dengan rambut sebahu yang mukanya tertutup kue cake strowberry.Felix mulai melihat deskripsi gadis itu, tinggi badan 167, lebih pendek darinya jadi masuk kriterianya. Selanjutnya adalah deskripsi kriteria pasangan idaman, di sana tertulis: Cari pasangan cool yang bisa jaga rahasia pribadi sesudah kontrak selesai.Oke sejauh ini menarik, tidak ada unsur sifat centil pada perempuan ini berdasarkan ketikannya. Felix mulai mengirim sebuah pesan.[Mau saya kontrak?]Pesan yang dikirim Felix to the point, tidak berbasa-basi. Tak lama setelahnya pesan balasan diterima Felix.[Oke. Besok diskusi kontrak di Kafe Mawar.]Jawaban tersebut membuat Felix tersenyum, sepertinya ia akan klop dengan perempuan ini.[Di Harmony Restaurant. Meja atas nama Felix. 14-00.]Felix meralat tempat bertemu mereka.[Oke.]Lihat. Bahkan perempuan ini tak berniat membantah, tipikal penurut yang sangat disukai Felix. Ia jadi tak sabar untuk segera menjalin kontrak.***Pukul dua siang. Felix masih belum berangkat, ia sengaja mengulur waktu, penasaran kira-kira bagaimana reaksi perempuan LittleCatty itu nanti ketika ia datang terlambat. Ya, Felix berencana datang terlambat.Ia sengaja berangkat dari rumah jam dua tepat dan menghabiskan waktu sekitar 30 menit di jalan.Saat sudah sampai di restaurant, Felix langsung menuju meja yang sudah ia pesan kemarin yang letaknya ada di pojok ruangan, bersebelahan dengan jendela.Di sana, Felix melihat seorang perempuan tengah menunggu, dia pasti si LittleCatty itu."Hai," sapa Felix sambil menarik satu kursi dan mulai duduk di sana.Perempuan itu mendongak dengan tampang kesal dan jengkel. Ia tidak menjawab sapaan Felix sama sekali."Kamu telat 30 menit, kalau emang enggak niat, ya, enggak usah," semprotnya."Well, jalanan macet sekali, jadi, ya ... begitulah," kata Felix mencoba berbohong."Dusta," sanggah perempuan di depan Felix itu, "kamu ke sini dengan motor," katanya sambil menunjuk kunci motor di tangan Felix.Felix tersenyum, perempuan ini kritis juga, ia mengusap dagunya pelan dan mencari alasan lain."Motorku mogok," ujar Felix santai"Bagus sekali, sekalian saja nafasmu yang mogok," jawab si perempuan itu dengan ketus. "Aku sudah menghabiskan dua dessert dan Kamu harus membayarnya sebagai kompensasi," lanjutnya dengan mata melotot lucu.Bukannya takut, Felix malah sukses dilanda gemas."Itu sudah kupesankan untukmu," tunjuk perempuan itu pada sebuah puding cokelat dan kopi di atas meja, masih dengan tampang yang digalak-galakin.Perempuan ini seperti kucing kecil galak yang siap menyakar Felix kapan saja. Ia mulai senang dengan gadis ini, tipikal perempuan yang berani melawannya, persis seperti yang ia cari."Well, Catty, aku mengaku salah," kata Felix menyerah, ia mengangkat tangannya menyerah.Perempuan itu tak menjawab dan lebih memilih mengambil sesuatu dari dalam tasnya."Sepertinya Kamu ini pengguna aplikasi baru, tentu tak menyiapkan semuanya dengan lengkap. Berterima kasihlah padaku, belum jadi pacar kontrak saja aku sudah bertingkah seperti pacar yang baik hati." Perempuan itu menyodorkan beberapa lembar kertas pada Felix.Felix menaikkan alisnya bingung, ia mulai mengambil kertas tersebut."Itu kontrak yang harus ditandatangani, aku sudah menulis beberapa kesepakatan di sana, kalau ada yang kurang sesuai ayo diskusikan, beri tambahan kalau perlu." Perempuan tersebut berucap.Felix mengangguk dan mulai membacanya, di sana tertulis:_____SURAT PERJANJIAN.Surat ini berisi perjanjian yang harus dipatuhi pihak A dan B, dengan pihak A DaddyF dan pihak B LittleCatty (Adara Lansonia).Kontrak berjalan selama sebulan.Ketentuan:1. Pihak A dan B bisa menjaga rahasia masing-masing terkait kontrak ini.2. Pihak A boleh memberi hadiah pada pihak B, baik berupa uang atau barang sebagai imbalan.3. Pihak A dan B bertindak sebagai pacar yang baik selama kontrak berlangsung.4. Masing-masing pihak boleh menolak keinginan pihak lainnya jika dianggap tak rasional.5. Kedua pihak tak boleh ikut campur urusan pribadi pihak lainnya.6. Pihak mana pun tak boleh menjalin hubungan dengan orang lain selama kontrak berlangsung.7. Kalau ada pihak yang melanggar, hukuman disesuaikan oleh pilak lainnya.Demikian.Jika ada tambahan akan dilakukan perubahan secara berkala. Perpanjangan kontrak akan disepakati bersama di masa depan._____Felix mengusap dagunya pelan, jadi nama gadis di depannya adalah Adara Lansonia."Bagaimana aku harus memanggilmu?" tanya Felix."Ara saja," jawab Ara."Aku Felix," kata Felix memperkenalkan namanya. Ara hanya mengangguk saja.Felix menopangkan kedua tangannya di atas meja. "Aku kurang setuju dengan poin nomor empat, jika kita terikat kontrak, urusanmu juga jadi urusanku," katanya."Bisa berikan alasan yang lebih spesifik? Seperti apa contohnya?" tanya Ara."Saat ada yang mengganggumu, dia berurusan denganku, saat aku ada masalah, kamu membantuku, masih kurang jelas?" tanya Felix."Baiklah, aku setuju, nanti diubah." Ara mengangguk paham kemudian mengambil lagi kertas tersebut dan memasukkannya ke dalam tas.Felix tersenyum dan mengeluarkan beberapa lembar uang untuk membayar makanan mereka yang bahkan tak ia sentuh sama sekali."Ayo, ikut aku, kuperkenalkan pada teman-temanku dan selamat datang di dunia seorang Felix," ajak Felix.Ara hanya menurut dan mengekor di belakang.Kemarin setelah membawa Ara dan memperkenalkannya sebagai pacar di depan semua anak geng, Felix memutuskan untuk mengantar gadis itu pulang ke kosnya. Ara menyewa salah satu kos-kosan yang terbilang sangat sederhana, penjaga kosnya juga galak dan Felix tak suka itu. Ia dilarang bertamu sampai larut malam di sana, padahal ia tak akan melakukan apa pun dengan Ara. Ia hanya masih ingin menggoda dengan membuat kesal gadis itu.Tetapi tenang saja, setelah semalaman berpikir, Felix akhirnya punya solusi untuk masalah tersebut, yaitu dengan membelikan apartemen untuk Ara supaya ia bebas untuk mengunjunginya. Satu apartemen bukan masalah yang besar baginya. Felix mulai mendial nomor Ara, kemarin mereka bertukar nomor ponsel, pada dering ketiga, telepon dari Felix diangkat. "Halo," sapa Ara di seberang sana, suaranya terdengar serak seperti baru bangun tidur. "Baru bangun?" tanya Felix heran, pasalnya ini sudah jam sepuluh pagi, kebo sekali gadis itu. "Iya, tadi malam gadang." Jawaban dari
Setelah kemarin Felix menghabiskan waktu seharian untuk membantu Ara pindahan, mereka akhirnya memutuskan menandatangani kontrak perjanjian yang sudah direvisi.Poin-poin dalam perjanjian itu mulai berlaku dan tak boleh dilanggar, kalau dilanggar akan ada hukuman yang menanti. Felix saat ini sedang berada di markas gengnya. Tempat ini adalah apartemen Etthan mulanya, tetapi karena tak lagi dipakai, mereka mengubahnya menjadi markas. Anggota geng sering kumpul di sini. "Lo ternyata seriusan sama aplikasi itu, Lix, enggak nyangka banget, mana gercep lagi," kata Etthan pada Felix yang terlihat sibuk memegang ponselnya dan senyum-senyum sendiri. "Hm." Felix hanya bergumam sebagai jawaban, ia lebih tertarik berbalas pesan dengan Ara dari pada mengobrol dengan Etthan. "Buset, dah, yang pacaran mah dunia serasa milik berdua, yang lain cuma ngontrak," ujar Etthan yang merasa diabaikan kehadirannya. "Sirik aja lo," ketus Felix. Mood-nya tiba-tiba berubah karena Ara tak bisa diajak jalan ka
Talitha mendengus kesal, ia tak suka karena ada yang mengganggu ciumannya bersama Felix, apalagi oleh seorang gadis. "Pergi!" seru Felix sekali lagi, suaranya lebih keras kali ini, tatapannya masih mengarah ke arah gadis di depannya--Ara. Talitha tersenyum senang, Felix pasti sangat menikmati ciumannya dan tak suka diganggu, makanya ia sampai semarah itu. Talitha kasihan dengan gadis yang tak ia tahu namanya itu. "Oke, aku pergi," kata Ara datar. Kalau Felix memang ingin ia pergi, maka ia akan segera pergi. Ia mulai membalikkan badannya, tetapi terhenti karena perkataan pria itu lagi. "Bukan Kamu," kata Felix cepat dan berjalan mendekap gadis itu. Bukan Ara yang ia suruh pergi, melainkan Talitha. Tatapannya memang mengarah ke Ara, tetapi ia tak bermaksud seperti itu. "Felix," raung Talitha marah melihat hal tersebut. Ia sudah senang karena mengira Felix lebih memilihnya dan mengusir gadis pengganggu itu, tetapi kenyataannya malah ia yang diusir. Awas saja nanti. "Pergi sana!" per
"Eiiittsss, jangan sentuh, jangan sentuh! Ingat, Kamu masih dalam masa hukuman, tinggal dua hari lagi," peringat gadis yang sedang asik makan di depan Felix kali ini, siapa lagi kalau bukan Ara. Felix datang dan mengunjungi Ara setiap hari ke apartemen gadis itu. Seperti hari ini, ia datang dengan membawa satu kotak pizza sebagai buah tangan. Bukannya memeluk atau mencium Felix sebagai ucapan terima kasih, Ara malahan cuma mengambil kotak pizza-nya dan menjaga jarak dari pria itu, Ia bahkan tak mau duduk terlalu dekat. Felix yang menjalani hukumannya selama lima hari ini terasa bagai di neraka. Oke, itu mungkin berlebihan, tetapi sungguh, ia dibuat tak berdaya oleh gadis manis, tetapi galak itu. Ara selalu berkeliaran di apartemen dengan celana pendek dan kaos atau kemeja kebesaran yang membuat Felix gemas setengah mati, tetapi karena hukuman sialan ini, ia tak bisa berbuat apa pun. "Kapan ini akan berakhir?" tanya Felix gusar. Ia terlihat sangat frustrasi, rasanya tak akan sanggu
"Yeay!" Ara berseru senang ketika ia sudah sampai di salah satu mall terbesar di Jakarta. Melihat hal itu, Felix yang berada di sebelah gadis itu hanya memasang senyum kecil saja. Di matanya sekarang, Ara seperti bocah umur sepuluh tahun yang baru pertama kali diajak ke luar oleh Ibunya. "Jangan jauh-jauh, nanti ilang!" perintah Felix, ia takut kalau Ara akan tersesat nantinya karena gadis itu terlalu antusias memerhatikan sekitar dan tak menghiraukan keberadaan Felix. "Aku bukan anak kecil!" Ara merengut kesal mendengar perkataan Felix yang seolah-olah mengatakan ia bisa hilang kapan saja di tempat ini. "Tingkah Kamu kayak anak kecil," kata Felix santai. Ara menghentakkan kakinya kecil, ia tambah kesal dengan perkataan Felix barusan. "Ish!" seru Ara. "Nanti kalau ilang beneran, nangis," ucap Felix, ia gemas dengan tingkah gadis di sampingnya ini. Katanya bukan anak kecil, tetapi lihat sekarang, Ara memasang tampang cemberut sambil memegang ujung baju Felix. 'Sangat menggemaska
[Lix, Lo udah putus sama Ara?] Felix yang baru sampai di rumahnya langsung membaca pesan yang dikirim Etthan. Pesan tersebut membuat dahi Felix berkerut dalam, ia tentu saja bingung, kenapa Etthan bisa menanyakan hal tersebut, padahal Felix tak ada masalah apa-apa dengan Ara, mereka baik-baik saja. Akhirnya, setelah cukup lama terdiam dan larut dalam pikirannya, Felix memutuskan untuk membalas pesan dari sahabatnya itu. [Enggak, emangnya kenapa, sih?] Tak sampai tiga menit, balasan dari Etthan segera datang. [Tadi gue ketemu Ara di jalan dan anterin dia pulang. Kata dia, Lo bukan pacarnya lagi.] Balasan tersebut membuat Felix tambah bingung, berbagai macam pertanyaan tentang kenapa Ara bisa dihantar pulang oleh Etthan merasuki pikiran Felix sekarang. "Tunggu dulu ...," gumam Felix seperti tengah mencoba mengingat sesuatu. "Sialan!" Felix mengumpat keras saat mengingat kalau dirinya meninggalkan Ara sendiri di mall, padahal ia sudah berjanji untuk menjemput gadis itu. Felix yan
"Kamu mau ketemu sama Etthan?" tanya Felix, ia sangat penasaran, tadi ia sempat menanyakan hal serupa pada Etthan tetapi tak dijawab.'Sungguh sialan!' Felix diam-diam mengumpat sahabatnya yang dengan tega membuatnya merasa penasaran, awas saja nanti. "Enggak tahu!" jawab Ara, gadis itu masih sedikit ketus saat menjawab, rupanya acara marah-marah hari ini belum berakhir. "Kok gitu, sih?" tanya Felix lagi, sungguh ia mulai kesal sekarang, ia hanya ingin tahu saja, kenapa Ara membuatnya sangat sulit. Hening, Ara kembali bungkam dan mengabaikan Felix. "Pokoknya Kamu enggak boleh ketemu Etthan!" kata Felix tegas.Mendengar kalau Ara akan menemui sahabat karibnya itu membuat Felix sedikit khawatir, alasan kekhawatirannya juga tak jelas, intinya Felix tak ingin mereka bertemu, itu saja. "Kamu sebenarnya ada masalah apa, sih?" tanya Ara ikutan kesal.Siapa yang tak kesal kalau hidupnya diatur-atur seperti itu. Ini pertama kalinya ia merasa kewalahan menghadapi partner-nya sejak terjun ke
"Felix, udah dong tidurnya." Ara mulai mengeluh, pasalnya sejak kepulangan mereka dari markas, pria itu langsung menagih janjinya. Sudah satu jam lebih Ara mengusap kepala yang ada di pahanya dan sekarang ia merasa kram, kepala Felix cukup berat ternyata. "Hmm, nanti dulu ini nyaman," jawab Felix masih memejamkan matanya, ia juga menahan pinggang Ara yang ingin bangkit dengan memeluknya erat sekali. "Manja banget, sih," gerutu Ara kesal. Felix ini menurut Ara hanya luarnya saja yang terlihat sangar, padahal dalamnya sangat manja. Siapa yang menduga kalau pria yang ditakuti dan dijadikan bos di gengnya adalah sosok yang manja dan moody-an seperti ini. "Ponsel Kamu dari tadi bunyi terus, tuh," kata Ara lagi. Memang benar, sejak Felix meletakkan ponsel itu di atas meja, benda tersebut terus berbunyi, ada saja notifikasi yang masuk, entah itu panggilan maupun SMS. Akan tetapi, alih-alih terganggu, Felix justru masih nyaman dengan tidurnya. "Angkat dulu sana, siapa tahu penting!" per
Ara menyerahkan uang ke pengemudi taksi yang ditumpanginya dengan tergesa-gesa, kemudian dengan ekspresi panik yang sangat kentara di wajahnya, gadis itu langsung keluar dan berlari ke arah markas yang sudah kelihatan walau dari jalan raya sekali pun.Akan tetapi, belum sempat gadis itu berlari lebih jauh, ia malah menabarak sesuatu. . . tidak, bukan seusatu, tetapi seseorang. Ara tentu saja langsung meringis kesakitan, sebab tubuh orang yang ditabraknya lumayan keras."Maaf-maaf, saya lagi buru-buru. Sekali lagi maa-- . . . Loh, Felix?!" Tanpa sadar Ara menjerit.Ara tentu terkejut melihat sosok pria yang menjadi beban kekhawatirannya baik-baik saja, tidak kecelakaan seperti yang dikatakan Etthan di chat."Ara?!" Felix tak kalah terkejutnya dengan Ara, bedanya ia dengan cepat menghapus rasa terkejut di hatinya yang langsung diisi dengan perasaan lega."Are you good?" tanya Felix sambil menarik Ara ke dalam dekapannya, dipeluknya dengan erat gadis itu, bersyukur karena ia baik-baik sa
Ara menggerutu di dalam taxi yang dinaikinya, kali ini ia berencana untuk menginap saja di hotel dari pada berdua dengan Felix di apartemen."Apaan sih, biasanya juga kalau aku marah Felix bakal bujuk, ini malah dia yang marah balik. Malesin banget!"Ara terus menggerutu sampai akhirnya ia tiba-tiba menyeletuk, "tapi dia kan lagi sakit, kira-kira bisa urus diri sendiri enggak ya?"Ara merenung, terbesit rasa khawatir dengan keadaan sang kekasih di benaknya."Bodo amatlah, dia aja sekarang kurang peduli," celetuk Ara yang masih bermonolog, supir taxi hanya menyaksikan dalam diam saat gadis itu mengeluarkan unek-uneknya.Saat sampai di tujuan, Ara membayar dan langsung turun. "Makasih," katanya dan berjalan masuk ke dalam hotel yang sebelumnya sudah ia pesan secara online.***Sementara di lain tempat, Felix menghela napas gusar. Jujur saja, saat ini ia tengah berada dalam fase bingung akan apa yang ia rasakan.Sebagai seorang pria, tentu saja Felix tak suka diperlakukan semena-mena sepe
Ara melangkah dan mendudukkan dirinya di sisi kosong dari kasur yang tak ditempati oleh Felix."Mana yang sakit, hm?" Ara bertanya sambil mengusap pelan kening Felix yang dibanjiri keringat.Merasakan suhu tubuh pria tersebut yang lumayan hangat membuat Ara bertambah cemas."U-ugh!" Felix hanya bergumam pelan sambil sesekali masih sesenggukan, ternyata sejak masuk ke dalam kamar pria tersebut menangis saking kesalnya pada Etthan. "Jangan deket Etthan lagi, Ara," kata pria tersebut dengan lemah, membuat Ara menghela napas panjang.Huuft! Di tengah demamnya, rupanya Felix masih mengingat dengan jelas kecemburuannya beberapa saat yang lalu. Ara jadi berpikir, apakah penyebab pria itu demam adalah rasa cemburunya yang berlebihan?"Iya, Etthan juga udah aku suruh pulang, sekarang mana yang sakit, hm? Udah, dong, nangisnya," ucap Ara mengiyakan, tak ingin membuat Felix tambah cemburu dan berakhir ngambek padanya.Felix yang sakit ditambah ngambek bisa jadi hal yang sangat merepotkan."Pusin
Felix menatap Ara jengah, setelah membuatnya melakukan cabang olahraga senam lima jari alias co-li, gadis itu terlihat seolah tanpa beban, ia tetap santai sambil melihat-lihat majalah yang ada di pangkuannya."Minggu ini udah ke rumah sakit?" tanya Felix menanyakan kegiatan rutin gadis itu yang mengunjungi sang ayah setiap minggunya."Udah, makasih, ya." Ara meletakkan kembali majalah yang sedari tadi ia lihat ke meja di depannya."Hm. Kita kan, udah sepakat buat enggak bahas masalah uang lagi, lagian Kamu kan pacar aku sekarang." Felix menggumam pelan sambil berjalan menghampiri Ara dan duduk tepat di samping gadis manis tersebut."Bukan cuma masalah uang, tapi waktu, pengertian, sama kesempatannya juga, aku tahu kalau banyak buat kesalahan, hehe." Ara nyengir.Felix merotasikan bola matanya seolah kesal. "Hm, bagus kalau Kamu tahu, giimana sama masalah Rendy?" tanya pria tersebut dengan raut wajah serius."Masih sering kirim pesan spam, ganggu banget!" ketus Ara.Jujur saja, sejak ke
Ara mengelus punggung Felix lembut. Mereka sudah di apartemen lagi, setelah beberapa saat lalu pria itu mengeluh pusing lantaran bercerita tentang masa lalunya dengan sang mama.Ara tadinya sempat menawarkan untuk mencari paracetamol di apotek, tetapi Felix menolak dengan alasan ingin pulang saja."Kamu kenal Rendy di mana?" tanya Felix yang saat ini menegakkan badannya yang tadi bersandar pada Ara.Ada jeda sebentar sebelum Ara menjawab. "Di aplikasi," jawab Ara, padahal sebelumnya sudah menjelaskan, mungkin karena Felix sedang marah waktu utu, ia jadi tak fokus menyimak apa yang Ara katakan."Kamu masih main?" tanya Felix lagi, kali ini dengan alis terangkat."Iya hehe," cengir Ara sambil menatap Felix dengan rasa bersalah."Jangan main lagi, sini hp Kamu, hapus aja aplikasinya," titah Felix, pria itu juga menengadahkan tangannya, tanda meminta handphone gadis itu.Ara yang diperintah seperti itu cuma pasrah. "Nih," katanya.***"Udah lama, ya, enggak ketemu Etthan," kata Ara.Sore i
Di sinilah Felix berada sekarang, di sebuah rumah sakit swasta yang cukup terkenal di ibu kota, tempat di mana Ayah Ara yang sedang koma dirawat. Setelah penjelasan yang menguras emosi dan air mata beberapa waktu yang lalu di apartemen, akhirnya Ara memutuskan untuk membawa Felix melihat Ayahnya. "Terima kasih, Dokter," kata Felix sambil tersenyum pada dokter Arya, dokter senior yang merawat Ayah Ara selama ini. Felix bangkit dari kursi yang didudukinya, diikuti oleh Ara yang berada di sampingnya. Mereka berdua keluar dari ruangan Dokter Arya, tadi Felix memang sempat memaksa untuk berbicara dengan sang dokter. Dari hasil pembicaraannya, Felix sadar mengapa Ara membutuhkan banyak sekali biaya. Ayah Ara ditempatkan di ruangan Vip dengan fasilitas yang memadai dan perawatan intensif yang membutuhkan setidaknya satu tenaga medis untuk selalu berjaga."Kita enggak boleh masuk ke ruangan Ayah, ya?" tanya Felix pada Ara yang sedari tadi hanya terdiam di sampingnya. Entah sejak kapan, Fe
"Bukannya aku udah pernah bilang? Jangan berurusan sama bajingan itu, hah! Bagian mana dari kata-kata aku yang Kamu enggak ngerti, Ara?!" Ara hanya diam dan melihat Felix dengan takut-takut. Felix langsung mengamuk begitu mereka sampai di apartemen, sasarannya tentu saja Ara. "Aku ajak ke sana Kamu enggak mau dan selalu aja ada alasan buat nolak, giliran sama dia Kamu malah mau-mau aja, ada hubungan apa Kamu sama dia?" tanya Felix masih dengan ekspresi marahnya. Wajah pria itu memerah dengan tangan terkepal kuat. Felix benar-benar emosi. "Maaf--." "Jangan cuma bisa minta maaf! Percuma minta maaf kalau akhirnya nanti diulangin lagi, gitu aja terus!" Felix geram dan memukul pintu apartemen dengan kencang. Rasa sakit yang dirasakan di buku-buku jarinya tak ia hiraukan, pria itu butuh sesuatu untuk menyalurkan emosinya yang tengah memuncak. Dari kemarin mood Felix memang sudah tak beraturan, penyebabnya banyak sekali; mulai dari Papanya yang mengajak ke berbagai pesta dengan alasan
"Pulang!"Baru beberapa saat yang lalu mata Ara bersitatap secara tak sengaja dengan Felix, pria itu sekarang sudah berada di depannya.Ara bingung, gelisah, dan takut.Bagaimana sekarang? Alasan apa lagi yang harus ia karang untuk menutupi semuanya."Wess, apaan nih bos?" Rendy yang sedari tadi diam akhirnya ikut bersuara, ia juga menjadi tameng ketika Felix terlihat akan menyeret Ara keluar dari tempat acara."Lo kemarin-kemarin gue sabarin tapi malah jadi belagu, ya!" ketus Felix, kali ini beralih pada Rendy.Sedari tadi, Felix sudah berusaha untuk tak menghuraukan keberadaan Rendy yang selalu bisa memancing emosinya ke batas maksimal."Lo kali yang selalu belagu," kata Rendy santai, berbanding terbalik dengan keadaan Felix. "Enggak inget kelakuan banget!" sindir Rendy terlihat meremehkan."Minggir!" titah Felix tegas, ia tak ingin menanggapi bacotan Rendy di tempat ramai seperti ini, apalagi di sini juga ada Papanya.Bisa gawat kalau ia nekat baku hantam di sini."Hak lo nyuruh-nyu
Pagi ini keadaan Felix sudah lumayan baikan. "Sarapan dulu, ya," kata Ara. "Enggak mau sarapan bubur," jawab Felix. Menghela napas pelan, Ara berucap dengan lembut. "Ini enak, loh, cobain dulu, ya, biar perutnya ada isi, ... ayo." "Enggak mau, Ara," kata Felix lagi saat sesendok bubur sudah berada di depan mulutnya. Dari dulu ia memang sedikit tak suka dengan bubur. "Ya udah, kalau gitu mau sarapan apa? Biar aku masakin," kata Ara akhirnya, memilih untuk mengalah. "Nasi putih sama telur ceplok aja," kata Felix. "Oke, tunggu ya." Baru saja Ara akan bangkit, tetapi tangannya malah ditahan Felix. "Lepas dulu, aku cuma mau ngambil makanannya ke dapur," ucap Ara sambil berusaha melepaskan tangan Felix yang sekarang sudah beralih merangkul pinggangnya dengan posesif. Felix dalam keadaan baik-baik saja sudah manja dan posesif, apalagi sekarang ketika ia tengah sakit, level manja dan keposesifannya bertambah berkali-kali lipat. "Enggak usah sarapan aja, deh." Felix merengut sambil m