"Ada apa, Mas?"
"Kok aku kayak kenal sama orang yang ada di meja tengah itu?" desis Joko.
"Yang mana sih, Mas?"
"Itu yang duduknya membelakangi kita. Sama cewek rambut panjang, cuman enggak bisa lihat wajahnya, wong ketutupan kembang."
Sesaat Ana Dolly menoleh. Dia paham yang dimaksud oleh Joko pasti Beny dan Wulan.
"Mungkin teman Mas Joko kali."
"Hemmm, mungkin. Cuman enggak kelihatan aja. Kalau beneran itu teman aku, waduuhhh ...!"
"Kenapa sih, Mas Joko?"
"Yah, enggak enak lah. Kalau mereka sampai bilang ke istri aku, berabe."
Ana hanya melengos. Dalam hatinya, selalu istri dan istri yang dipikirkan Joko. Membuat Ana Dolly cemburu dan kesal.
***
Dalam detik yang sama. Binti dan Nadya perjalanan menuju sebuah cafe baru. Tak terlalu jauh dari rumah Nadaya.
Mobil yang dikendarai Nadya pun berbelok menuju pelataran parkir tersebut.
"Bin, enggak apa-apa kita di sini? Ini gila lho ramenya. Kalau a
"Mas Dony!" desis Binti."Haaahhh? Siapa kamu bilang?""D-dia, Nad. Mas Dony ada di sini. Tapi, kok sama cewek yang lebih tua-an?""Mana sih?""Itu, yang baru masuk dan duduk paling ujung. Kamu lihat enggak. Ceweknya usianya di atas kita deh kayaknya.""Huum, tapi kelihatan masih cantik, bodynya masih kinyis, dan satu lagi. Tampang horang kaya."Mendengar celoteh Nadya, rasa cemburu berkecamuk dalam hati Binti."Aku, enggak bisa terima ini, Nad!""Maksud kamu apa, Bin? Jangan bertindak dengan menghampiri mereka.""Memang itu yang akan aku lakukan!""Bin ... Binti!" Nadya berusaha mati-matian mencegah dengan menarik pergelangan temannya itu. Tampak Binti yang tersulut amarah penuh cemburu, tidak mengindahkan nasehat Nadya yang terus menghalanginya."Terserah, deh!"Nadya membiarkan Binti yang berjalan ke arah Dony dan wanita itu. Langkahnya berjalan cepat, hingga akhirnya sampai di depan meja Do
Raut wajah Binti berubah merah padam. Dia tidak menyangka jika suaminya berani bertemu dengan Wulan."Hei! Kamu ngapain ke sini sama suami orang?" bentak Binti kasar."Tanya aja sendiri sama suami kamu! Siapa yang ajak aku ke sini. Tanya tuh Mas Beny? Lagian, kenapa juga kamu sibuk urusi si Dony sama pacarnya? Apa enggak malu tuh?"Perkataan Wulan begitu menohok dirinya."Kamu ini pintar sekali mulutnya. Pintar juga godain suami orang.""Terus Jeng Binti sendiri apa?""Stop! Cukup pertengkaran kalian!" seru Beny. Yang menatap tajam ke arah Binti.Di tengah pertengkaran Binti dan Wulan. Seorang wanita datang mendekat. Seraya menunjuk ke arah Binti, dengan amarah."Hei! Jangan pernah sekali-kali lagi kamu dekatin Dony! Jangan jadi perusak hubungan kami," sentak wanita itu."Hei, Tante! Mending kamu urusin tuh pacarnya. Jangan asal nuduh seenaknya sendiri."Terdengar wanita itu terkikik geli, saat mendengar omo
"Ka-kamu pacaran sama teman si Wulan?""Jangan ngawur Mas. Memang ada hal penting yang perlu didiskusikan, tapi aku sama Ana enggak ada apa-apa kok.""Ana?" Joko mengangguk. Sampai Beny mengulangnya lagi. "Nama cewek itu ... Ana? Sama kayak nama istri Mas Joko?""Iya, Mas. Kenapa?" JOko keheranan melihat wajah Beny yang terkejut. Lalu, Beny menggeleng."Apa istri Mas Joko tahu?""Yo jangan bilang toh, Mas. Ini aja saya ke sini terpaksa.""Nemuin cewek cantik kok terpaksa.""Lah, Mas Beny juga nemuin Mbak Wulan. Malah parah, kalau Pak RT sampai tahu bisa gawat.""Ya, jangan bilang toh Mas Joko."Kemudian, Joko melirik ke arah meja Beny, di mana dia melihat Wulan dan Binti yang duduk di satu meja."Kok akur banget Mas. Mbak Wulan mau dijadikan yang kedua ya?""Akur dari Hongkong? Barusan mereka bertengkar hebat. Cuman aku ini curiga sama istri aku, Mas Joko. Kayaknya dia ada main sama Dony."Sont
Berulangkali Ana melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dia berjalan mondar mandir gelisah."Tumben sih Mas Joko Hpnya mati. Kesel ihhh. Enggak biasanya gini."Ting!Suara notifikasi pesan masuk."Tumben Mbak Binti, kirim pesan."{Kamu tahu enggak Mas Joko lagi sama siapa?}{Maksud Mbak Binti apa?}{Mas Joko lagi jalan sama cewek cantik buanget!}Sontak pesan itu membuat Ana lemas seketika. Jantungnya berdebar-debar."Apa benar Mas Joko sama cewek cantik? Kenapa Mas Joko bohong sama aku? Mau bikin perhitungan sama aku rupanya. Dikira cuman Bu RT aja yang punya jurus. Aku juga!" sahut Ana geram.Dia menunggu kedatangan sang suami di ruang tamu. Hanya berselang sepuluh menit, dia mendengar deru mobil Joko. Tak seperti biasa, Ana hanya berdiam dan duduk dengan kaki yang satu diletakkan di atas lutut, dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada.Saat pintu rumah ter
"Cewek cantik mana, Ana?""Mas Joko enggak usah bohong deh. Mas di tempat makan itu bertemu Mbak Binti 'kan?"'Waduhhh, gawat! Pasti si Binti ini yang kasih tahu Ana. Bisa ada perang dunia ke tiga ini,' gumam Joko dalam hati dengan mimik wajah gelisah dan cemas."Enggak usah bohong sama aku, Mas Joko. Aku tahu semuanya kok." Suara Ana begitu datar, tidak ada emosi dibaliknya. Apa ayng dibayangkan oleh Joko, salah. Dalam bayangannya Ana akan memaki, mengamuk, main kasar dengan tangan dan kakinya, berteriak tidak karuan, dan mungkin sudah menggunakan jurus sejuta bayangan milik Bu RT."Kenapa diam, Mas? Kaget aku bisa tahu semuanya ya?""Bu-bukan kaget sih. Mending kita duduk dulu di sini, Ana!" Seraya Joko menggandeng tangan Ana untuk duduk berdampingan dengannya."Sebelumnya aku memang mau minta maaf. Aku memang datang ke kafe itu, dengan seorang cewek. Maksudnya memang janjian sebelumnya. Dia memaksa untuk bertemu. Aku kira dia seo
"Paaaak! Pak!" teriak Bu RT yang sudah berdiri di belakangnya. Suara teriakan itu, membuat Pak RT berbalik dan melihat Bu RT yang berkacak pinggang. "Ngapain masih di sini, Pak? Jawab, jangan plonga plongo! Kayak kebo ketulup saja. Plengas plengos kayak gitu. Pulang sekarang!" ajak Bu RT kesal. Tak habis pikir, mengapa sang suami selalu menyukai "Cangkruk" di pos ronda. "Wong ya enggak ada apa-apa juga. Ngapain mesti di sana. Mau kopi yo tinggal bilang, mesti aku bikinin. Lah kok malah suka nangkring di pos. Opo mau lihat janda gatel itu?" "Ibu ini ngomong opo toh?" Tak biasanya Bu RT menarik lembut tangan sang suami. "Ayo cepetan jalannya." "Tumben?" "Lah, kok tumben. Mosok aku pengen gandeng suaminya enggak boleh? Opo mesti digandeng Wulan?" "Dia lagi, bisa enggak kalau tanpa sebutin Dek Wulan?!" Sontak Bu Rt menepiskan tangan suaminya. "Ohhhh, Bapak ini masih aja panggilan
Belum sampai Ana membalas kalimatnya,Tut tut tut!Telepon Bu RT sudah mati terlebih dahulu. Dengan cepat Bu RT meminum jamu tersebut. Saat balik kamar, dia melihat sang suami yang sudah tertidur."Lohhh, kok tidur? Pak ... Pak! Mau aku kasih hadiah kok malah tidur. Nanti kalau aku horny gimana ini?"_Satu jam berlalu_Terlihat Bu RT yang mulai gelisah. Sesekali dia mengguncang tubuh suaminya, yang pulas. Entah sungguhan atau hanya berpura-pura. Wanita bertubuh subur itu, mengambil ponselnya. Iseng dia melihat film dewasa di internet. Hasratnya semkain liar, sambil sesekali dia melihat sang suami."Pak ... Pak! Bangun o toh.""Ehhhmmmm!" Pak RT hanya menggeliat sebentar, lalu berpaling membelakangi BU RT yang manyun dan kesal."Awas, kamu Pak!"Tanpa pikir panjang, Bu RT turun dari ranjang, menuju dapur. Dengan wajah yang terlihat tegang, diliputi amarah. Derap langkahnya kian menghentak keras lantai. Senak Bu RT t
Aduhhh, matek aku. Kenapa aku pakek salah ngomong segala ini,' bisik Pak RT dalam hati."Loh, Bapak kok malah diam. Jawab pertanyaan aku tadi, Pak?!" teriak Bu RT semakin kencang."Hussst! Jangan kenceng-kenceng, nanti kedengeran sama tetangga BU. Masa kita malam-malam bertengkar.""Biarin! Sekarang jawab aku Pak! Apa Bapak pernah main sama janda gatel itu?""Main, apa?""Ya, main kuda sama tuh janda Pak! Ngaku kamu sekarang?""Enggak! Enggak pernah aku main sama wanita lain. Ibu harus percaya kalau aku bilang!""Ya udah aku percaya deh sama Bapak. Tapi--"Pak RT langsung bernapas lega. Dia pun kembali ingin melanjutkan tidurnya."Tapi apa Bu?" Sambil merebahkan diri. Sambil mengingatkan snag istri pada kalimat yang terpenggal tadi.Bu RT tidak memberikan komentar sama sekali. Dia langsung melompat ke atas tubuh Pak RT, yang berada di ranjang. Seketika tubuhnya terhenyak dan Pak RT sulit untuk bernapas