Berulangkali Ana melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dia berjalan mondar mandir gelisah.
"Tumben sih Mas Joko Hpnya mati. Kesel ihhh. Enggak biasanya gini."
Ting!
Suara notifikasi pesan masuk.
"Tumben Mbak Binti, kirim pesan."
{Kamu tahu enggak Mas Joko lagi sama siapa?}
{Maksud Mbak Binti apa?}
{Mas Joko lagi jalan sama cewek cantik buanget!}
Sontak pesan itu membuat Ana lemas seketika. Jantungnya berdebar-debar.
"Apa benar Mas Joko sama cewek cantik? Kenapa Mas Joko bohong sama aku? Mau bikin perhitungan sama aku rupanya. Dikira cuman Bu RT aja yang punya jurus. Aku juga!" sahut Ana geram.
Dia menunggu kedatangan sang suami di ruang tamu. Hanya berselang sepuluh menit, dia mendengar deru mobil Joko. Tak seperti biasa, Ana hanya berdiam dan duduk dengan kaki yang satu diletakkan di atas lutut, dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada.
Saat pintu rumah ter
"Cewek cantik mana, Ana?""Mas Joko enggak usah bohong deh. Mas di tempat makan itu bertemu Mbak Binti 'kan?"'Waduhhh, gawat! Pasti si Binti ini yang kasih tahu Ana. Bisa ada perang dunia ke tiga ini,' gumam Joko dalam hati dengan mimik wajah gelisah dan cemas."Enggak usah bohong sama aku, Mas Joko. Aku tahu semuanya kok." Suara Ana begitu datar, tidak ada emosi dibaliknya. Apa ayng dibayangkan oleh Joko, salah. Dalam bayangannya Ana akan memaki, mengamuk, main kasar dengan tangan dan kakinya, berteriak tidak karuan, dan mungkin sudah menggunakan jurus sejuta bayangan milik Bu RT."Kenapa diam, Mas? Kaget aku bisa tahu semuanya ya?""Bu-bukan kaget sih. Mending kita duduk dulu di sini, Ana!" Seraya Joko menggandeng tangan Ana untuk duduk berdampingan dengannya."Sebelumnya aku memang mau minta maaf. Aku memang datang ke kafe itu, dengan seorang cewek. Maksudnya memang janjian sebelumnya. Dia memaksa untuk bertemu. Aku kira dia seo
"Paaaak! Pak!" teriak Bu RT yang sudah berdiri di belakangnya. Suara teriakan itu, membuat Pak RT berbalik dan melihat Bu RT yang berkacak pinggang. "Ngapain masih di sini, Pak? Jawab, jangan plonga plongo! Kayak kebo ketulup saja. Plengas plengos kayak gitu. Pulang sekarang!" ajak Bu RT kesal. Tak habis pikir, mengapa sang suami selalu menyukai "Cangkruk" di pos ronda. "Wong ya enggak ada apa-apa juga. Ngapain mesti di sana. Mau kopi yo tinggal bilang, mesti aku bikinin. Lah kok malah suka nangkring di pos. Opo mau lihat janda gatel itu?" "Ibu ini ngomong opo toh?" Tak biasanya Bu RT menarik lembut tangan sang suami. "Ayo cepetan jalannya." "Tumben?" "Lah, kok tumben. Mosok aku pengen gandeng suaminya enggak boleh? Opo mesti digandeng Wulan?" "Dia lagi, bisa enggak kalau tanpa sebutin Dek Wulan?!" Sontak Bu Rt menepiskan tangan suaminya. "Ohhhh, Bapak ini masih aja panggilan
Belum sampai Ana membalas kalimatnya,Tut tut tut!Telepon Bu RT sudah mati terlebih dahulu. Dengan cepat Bu RT meminum jamu tersebut. Saat balik kamar, dia melihat sang suami yang sudah tertidur."Lohhh, kok tidur? Pak ... Pak! Mau aku kasih hadiah kok malah tidur. Nanti kalau aku horny gimana ini?"_Satu jam berlalu_Terlihat Bu RT yang mulai gelisah. Sesekali dia mengguncang tubuh suaminya, yang pulas. Entah sungguhan atau hanya berpura-pura. Wanita bertubuh subur itu, mengambil ponselnya. Iseng dia melihat film dewasa di internet. Hasratnya semkain liar, sambil sesekali dia melihat sang suami."Pak ... Pak! Bangun o toh.""Ehhhmmmm!" Pak RT hanya menggeliat sebentar, lalu berpaling membelakangi BU RT yang manyun dan kesal."Awas, kamu Pak!"Tanpa pikir panjang, Bu RT turun dari ranjang, menuju dapur. Dengan wajah yang terlihat tegang, diliputi amarah. Derap langkahnya kian menghentak keras lantai. Senak Bu RT t
Aduhhh, matek aku. Kenapa aku pakek salah ngomong segala ini,' bisik Pak RT dalam hati."Loh, Bapak kok malah diam. Jawab pertanyaan aku tadi, Pak?!" teriak Bu RT semakin kencang."Hussst! Jangan kenceng-kenceng, nanti kedengeran sama tetangga BU. Masa kita malam-malam bertengkar.""Biarin! Sekarang jawab aku Pak! Apa Bapak pernah main sama janda gatel itu?""Main, apa?""Ya, main kuda sama tuh janda Pak! Ngaku kamu sekarang?""Enggak! Enggak pernah aku main sama wanita lain. Ibu harus percaya kalau aku bilang!""Ya udah aku percaya deh sama Bapak. Tapi--"Pak RT langsung bernapas lega. Dia pun kembali ingin melanjutkan tidurnya."Tapi apa Bu?" Sambil merebahkan diri. Sambil mengingatkan snag istri pada kalimat yang terpenggal tadi.Bu RT tidak memberikan komentar sama sekali. Dia langsung melompat ke atas tubuh Pak RT, yang berada di ranjang. Seketika tubuhnya terhenyak dan Pak RT sulit untuk bernapas
"Tahu Mas Beny jalannya sama siapa?""Enggak tahu aku. Memangnya jalan e sama sopo toh?" Mbok Lasmi benar-benar penasaran."Sama Jeng Wulan.""Waaaahhh, gosip yang bener-bener nendang ini."Bu Tami mengambil sebuah kursi dan mereka duduk di teras."Gosip ini udah mulai heboh, Mbok. Di grup pada kirim pesan masing-masing. Aku juga tahunya dari istri Bang Sitompul, Jeng Fatma.""Terus ... terus?""Nah, sekarang juragan kamu." Mbok Lasmi manggut-manggut. "Tahu enggak sama siapa?""Yo, enggak tahu lah! Kalau udah tahu enggak mungkin aku tanya toh?"Kemudian, Tami merengkuh bahu MBok Lasmi untuk lebih mendekat."Mas Joko itu sama temannya Mbak Wulan yang namanya Ana. Dia sering tidur di rumah Wulan 'kan sekarang. Ada kemungkiinan memnag lagi deketin Mas Joko.""Haaahhh? Apaaa?" Mbok Lasmi semakin melotot. "Sudah gila apa ya, Mas Joko ini? Mbak Ana kurang apa coba? Sudah cantik, enggak neko-neko, kok ditinggal se
"Ohhh ... jadi kamu?"Ana dan Wulan mengernyit, tidak paham maksud wanita yang ada di hadapan."Maksud Ibu?" ulang Ana sopan."Bukannya kamu ini yang ingin merebut majikan saya?" Mbok Lasmi menantang dengan kedua tangan di pinggang."Majikan?" ulang Ana Dolly heran. Dia menoleh pada Wulan hanya bisa menarik napas panjang, kemudian berbisik,"Dia ini pembokatnya si Mas Joko. Namanya Mbok Lasmi.""Ohhh!""Kenapa kalian berdua bisik-bisik? Bicarain saya ya?"Ana Dolly berjalan mendekati Mbok Lasmi, yang mundur beberapa langkah."Mbok Lasmi, nama saya Ana!" Sembari mengulurkan tangan dengan tersenyum manis. Membuat Mbok Lasmi terpana sesaat. Yang akhirnya menyambut uluran tangan Ana Dolly."Wahhh, kulit Mbok Lasmi masih halus dan lembut banget nih. Rahasianya apa nih Mbok?"Sontak kalimat yang baru saja terlontar, membuat Mbok Lasmi tercengang."Ku-kulit saya?"Sambil tersenyum lebar A
"Namanya mata-mata itu, Mbok Lasmi harus laporkan semuanya! Biar pun semua baik-baik saja. Mbok Lasmi mengerti?"Wanita itu mengangguk."Lalu, saya dapat apa saja?""Sepaket produk skincare biar wajah Mbok Lasmi kinclong dan makin muda kayak saya. Mau?"Dengan cepat Mbok Lasmi mengangguk, "Mau!""Ada satu lagi syarat yang harus Mbok Lasmi lakukan?"Membuat wanita tua itu, memandang lekat pada Ana Dolly."Apa lagi toh syaratnya?""Ini point pentinga, Mbok!""Iya, apa toh Jeng?""Mbok Lasmi dilarang, menceritakan kesepakatan kita ini. Mengerti Mbok?""Oalaaa, kalau itu sih siaaap, Jeng Ana."Ana Dolly tersenyum lebar pada wanita itu."Ya udah Mbok. Kita mau cari makanan buat sarapan dulu ya."Mbok Lasmi manggut-manggut. Membiarkan mereka pergi meninggalkannya."Hemmm ... lah aku kok mau dibulusin. Yo pinter aku toh." Seraya terkikik lucu. "Yang penting aku bisa dapat skincare."
Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup." Deg! Jeng Tami agak kelimpungan dibuatnya. Dia tak bisa mengelak lagi, karena tebakan wanita bertubuh subur ini sangat tepat. "Ehhh, iya Bu RT." "Emang ada gosip apa?"Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup." Jeng Tami pun kelimpungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa, pada Bu RT. "Kok malah diam?" "Ehhh, saya bingung Bu." "Apa yang bikin bingung? Jeng Tami tinggal cerita aja, gitu aja kok repot!" Wanita berambut ikal itu, menggaruk kepalanya sendiri. "Ceritanya panjang Bu RT." "Saya punya waktu panjang kok Jeng Tami. Silakan cerita!"