"Itu dulu, Bin. Kita masih belum punya tanggung jawab. Sekarang coba aku tanya. Apa alasan kamu jalan sama duda ganteng itu? Apa kamu benar-benar cinta atau hanya napsu semata?"
"Haduhhh ... aku merasa terciduk."
"Lah, santai aja sama aku. Rahasia kamu enggak akan menguap."
"Entahlah, Nad. Aku merasa perkawinanku sama Mas Beny beberapa tahun belakangan ini, hambar. Enggak ada asin, manis, apalagi gurih."
"Penyebabnya apa?"
"Entahlah, Nad. Aku juga merasakan Mas Beny yang sudah enggak sehangat dulu. Mungkin dia punya wanita lain. Atau paling enggak, ada wanita lain di hatinya."
"Memang kamu pernah memergokinya? Atau punya bukti kongkret yang dilakukan sama suami kamu?"
Binti terdiam dan menggeleng.
"Enggak!"
"Lah, terus tuduhan kamu tadi asalnya dari mana? Atau ... jangan-jangan kamu sedang mencari pembenaran atas kesalahan yang kamu lakukan?"
Binti sampai tersedak hingga terbatuk-batuk.
"Kok, kamu nuduh aku
Binti hanya bisa menggeleng. Dia tidak tahu harus berkata apa. Yang ada dalam benaknya saat ini, hanya kemarahan dan rasa cemburu terhadap sosok si Tante ini."Ahhh, sudahlah! Jangan kamu pikirkan lagi. Nih, suami aku baru balas pesan yang aku kirim. Aku dibolehin keluar sama kamu. Kita cari udara segar di kafe itu. Oke?"Binti terlihat lemas dan sedih."Oke, Nad."_Pukul lima sore_"Hallo, Wulan!""Iya, Mas.""Ini aku mau berangkat, mending kamu enggak usah bawa mobil sendiri lah. Sama aku aja Lan.""Ehmmm ... gimana ya, Mas?""Udahlah enggak usah kebanyakan mikir. Setengah jam lagi aku tunggu di gerbang."Telepon langsung ditutup oleh Beny."Siapa?" tanya Ana Dolly."Mas Beny, ajak barengan sama dia.""Emang kamu mau keluar sama dia?"Wulan mengangguk pelan."Haaaahhh, hati-hati kalau ketahuan istrinya.""Kata Mas Beny, istrinya lagi keluar sama teman-temannya."
Setelah mengantar Yono balik kantor, Joko langsung melaju menuju arah kota. Di mana cafe yang telah ditentukan oleh Ana Dolly untuk mereka bertemu.Ada desir kegelisahan di hati, yang Joko rasa. Dia sebenarnya tidak ingin melakukan ini. Akan tetapi Ana selalu mengancam untuk berlaku lebih brutal lagi.Lima menit dia terlambat datang dari jam yang dijanjikan. Bergegas Joko memasuki cafe tersebut. Sejenak dia berdiri sambil melihat ke setiap sudut ruang. Namun sosok Ana belum juga terlihat.Belum sampai Joko memutuskan untuk memilih tempat duduk yang mana. Tiba-tiba ponselnya berdering."Ana," bisik Joko.Bergegas dia mengangkat teleponnya."Hallo!""Mas Joko, maaf ini macet buanget. Aku agak telat, jangan marah ya?""Aku tunggu dalam sepuluh menit. Kalau belum datang juga, jangan marah!" Joko pun membalik kalimat Ana Dolly.Setelahnya Joko memesan minuman dan snack kentang goreng. Dia pun tidak tahu harus pesa
"Ada apa, Mas?""Kok aku kayak kenal sama orang yang ada di meja tengah itu?" desis Joko."Yang mana sih, Mas?""Itu yang duduknya membelakangi kita. Sama cewek rambut panjang, cuman enggak bisa lihat wajahnya, wong ketutupan kembang."Sesaat Ana Dolly menoleh. Dia paham yang dimaksud oleh Joko pasti Beny dan Wulan."Mungkin teman Mas Joko kali.""Hemmm, mungkin. Cuman enggak kelihatan aja. Kalau beneran itu teman aku, waduuhhh ...!""Kenapa sih, Mas Joko?""Yah, enggak enak lah. Kalau mereka sampai bilang ke istri aku, berabe."Ana hanya melengos. Dalam hatinya, selalu istri dan istri yang dipikirkan Joko. Membuat Ana Dolly cemburu dan kesal.***Dalam detik yang sama. Binti dan Nadya perjalanan menuju sebuah cafe baru. Tak terlalu jauh dari rumah Nadaya.Mobil yang dikendarai Nadya pun berbelok menuju pelataran parkir tersebut."Bin, enggak apa-apa kita di sini? Ini gila lho ramenya. Kalau a
"Mas Dony!" desis Binti."Haaahhh? Siapa kamu bilang?""D-dia, Nad. Mas Dony ada di sini. Tapi, kok sama cewek yang lebih tua-an?""Mana sih?""Itu, yang baru masuk dan duduk paling ujung. Kamu lihat enggak. Ceweknya usianya di atas kita deh kayaknya.""Huum, tapi kelihatan masih cantik, bodynya masih kinyis, dan satu lagi. Tampang horang kaya."Mendengar celoteh Nadya, rasa cemburu berkecamuk dalam hati Binti."Aku, enggak bisa terima ini, Nad!""Maksud kamu apa, Bin? Jangan bertindak dengan menghampiri mereka.""Memang itu yang akan aku lakukan!""Bin ... Binti!" Nadya berusaha mati-matian mencegah dengan menarik pergelangan temannya itu. Tampak Binti yang tersulut amarah penuh cemburu, tidak mengindahkan nasehat Nadya yang terus menghalanginya."Terserah, deh!"Nadya membiarkan Binti yang berjalan ke arah Dony dan wanita itu. Langkahnya berjalan cepat, hingga akhirnya sampai di depan meja Do
Raut wajah Binti berubah merah padam. Dia tidak menyangka jika suaminya berani bertemu dengan Wulan."Hei! Kamu ngapain ke sini sama suami orang?" bentak Binti kasar."Tanya aja sendiri sama suami kamu! Siapa yang ajak aku ke sini. Tanya tuh Mas Beny? Lagian, kenapa juga kamu sibuk urusi si Dony sama pacarnya? Apa enggak malu tuh?"Perkataan Wulan begitu menohok dirinya."Kamu ini pintar sekali mulutnya. Pintar juga godain suami orang.""Terus Jeng Binti sendiri apa?""Stop! Cukup pertengkaran kalian!" seru Beny. Yang menatap tajam ke arah Binti.Di tengah pertengkaran Binti dan Wulan. Seorang wanita datang mendekat. Seraya menunjuk ke arah Binti, dengan amarah."Hei! Jangan pernah sekali-kali lagi kamu dekatin Dony! Jangan jadi perusak hubungan kami," sentak wanita itu."Hei, Tante! Mending kamu urusin tuh pacarnya. Jangan asal nuduh seenaknya sendiri."Terdengar wanita itu terkikik geli, saat mendengar omo
"Ka-kamu pacaran sama teman si Wulan?""Jangan ngawur Mas. Memang ada hal penting yang perlu didiskusikan, tapi aku sama Ana enggak ada apa-apa kok.""Ana?" Joko mengangguk. Sampai Beny mengulangnya lagi. "Nama cewek itu ... Ana? Sama kayak nama istri Mas Joko?""Iya, Mas. Kenapa?" JOko keheranan melihat wajah Beny yang terkejut. Lalu, Beny menggeleng."Apa istri Mas Joko tahu?""Yo jangan bilang toh, Mas. Ini aja saya ke sini terpaksa.""Nemuin cewek cantik kok terpaksa.""Lah, Mas Beny juga nemuin Mbak Wulan. Malah parah, kalau Pak RT sampai tahu bisa gawat.""Ya, jangan bilang toh Mas Joko."Kemudian, Joko melirik ke arah meja Beny, di mana dia melihat Wulan dan Binti yang duduk di satu meja."Kok akur banget Mas. Mbak Wulan mau dijadikan yang kedua ya?""Akur dari Hongkong? Barusan mereka bertengkar hebat. Cuman aku ini curiga sama istri aku, Mas Joko. Kayaknya dia ada main sama Dony."Sont
Berulangkali Ana melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Dia berjalan mondar mandir gelisah."Tumben sih Mas Joko Hpnya mati. Kesel ihhh. Enggak biasanya gini."Ting!Suara notifikasi pesan masuk."Tumben Mbak Binti, kirim pesan."{Kamu tahu enggak Mas Joko lagi sama siapa?}{Maksud Mbak Binti apa?}{Mas Joko lagi jalan sama cewek cantik buanget!}Sontak pesan itu membuat Ana lemas seketika. Jantungnya berdebar-debar."Apa benar Mas Joko sama cewek cantik? Kenapa Mas Joko bohong sama aku? Mau bikin perhitungan sama aku rupanya. Dikira cuman Bu RT aja yang punya jurus. Aku juga!" sahut Ana geram.Dia menunggu kedatangan sang suami di ruang tamu. Hanya berselang sepuluh menit, dia mendengar deru mobil Joko. Tak seperti biasa, Ana hanya berdiam dan duduk dengan kaki yang satu diletakkan di atas lutut, dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada.Saat pintu rumah ter
"Cewek cantik mana, Ana?""Mas Joko enggak usah bohong deh. Mas di tempat makan itu bertemu Mbak Binti 'kan?"'Waduhhh, gawat! Pasti si Binti ini yang kasih tahu Ana. Bisa ada perang dunia ke tiga ini,' gumam Joko dalam hati dengan mimik wajah gelisah dan cemas."Enggak usah bohong sama aku, Mas Joko. Aku tahu semuanya kok." Suara Ana begitu datar, tidak ada emosi dibaliknya. Apa ayng dibayangkan oleh Joko, salah. Dalam bayangannya Ana akan memaki, mengamuk, main kasar dengan tangan dan kakinya, berteriak tidak karuan, dan mungkin sudah menggunakan jurus sejuta bayangan milik Bu RT."Kenapa diam, Mas? Kaget aku bisa tahu semuanya ya?""Bu-bukan kaget sih. Mending kita duduk dulu di sini, Ana!" Seraya Joko menggandeng tangan Ana untuk duduk berdampingan dengannya."Sebelumnya aku memang mau minta maaf. Aku memang datang ke kafe itu, dengan seorang cewek. Maksudnya memang janjian sebelumnya. Dia memaksa untuk bertemu. Aku kira dia seo