"Lah, itu Mbak Binti. Saya itu sebenarnya sedang cari celana dalam yang ada belalainya."
"Hooooo ...!"
Sontak kedua bola mata Binti membulat lebar.
"Ada matanya juga, sama telinga lebar di kedua sisi. Lalu warna coklat macan tutul. Apa itu Jeng Ana?"
"Benar sekali Mbak!" sahut Ana semringah. Senyumnya langsung mengembang lebar.
"Ta-tapi, Jeng?"
"Kenapa Mbak Binti?"
Kali ini, mata Ana yang membulat lebar. Dengan mengernyitkan dahi memandang pada Binti. Sedangkan Joko dan Beny hanya memperhatikan sekilas istru mereka.
"Ehhh ... anu, Jeng Ana."
Sekilas Binti melirik pada suaminya. Dia terlihat gelisah sembari menarik kursi agar lebih mendekat pada Ana. Lalu, dia mengecilkan suaranya.
"Begini lho Jeng Ana. Saya kan tadi dikasih sama Bu RT, dikira punya Mas Beni. Nyatanya itu bukan milik Mas Beny. Saya mikirnya itu punya Mas ... ehhh--"
Sejenak Binti terdiam. Lalu meneruskan kalimatnya.
"Ehhh ... ng
Buru-buru Binti yang memang cantik, menyurai rambut panjang kecoklatan. Segera jemari tangannya bergerak cepat.{Aku tunggu di cafe seperti biasanya. Tapi aku enggak masuk, temui di halaman parkir!}Pesan itu dengan cepat terkirim ke seseorang.Ting!{Oke, Cantik!}Mendapatkan sebuah balasan dari seseorang. Binti pun segera mengeluarkan mobil dan melaju dengan kecepatan sedang, menuju sebuah cafe. Hanya butuh waktu dua puluh menit. Mobil sudah berbelok memasuki halaman parkir yang cukup luas.Tak lama seorang lelaki tampan turun dari mobilnya. Berjalan mendekati Binti. Wanita cantik menggerakkan sedikit kepalanya. Agar lelaki segera masuk mobil."Dari mana kamu Cantik?""Rumah lah. Nih!"Binti melempar sebuah bungkusan pada lelaki tampan itu."Apa ini?""Buka aja."Dengan cepat gerakan tangannya merogoh kanto kresek yang berwarna hitam. Lalu sang lelai menatap tajam dengan kedua mata terbeliak.
"Mas Dony?""Ehhh, Mas Beny. Sudah datang toh?""Sudah lah dari tadi. Ada apa nih? Kok tumben amat."Tampak pandangan Dony mencuri pandangan ke arah dalam rumah."Mas Dony cari siapa?""Ehhh ... cuman mau kasih bungkusan ini aja, Mas Beny. Kayaknya Mbak Binti salah orang."Seketika Beny mengernyit. Dahinya langsung berkerut-kerut. Sorot matanya nyalang pada Dony yang terlihat salah tingkah."Memangnya itu bungkusan apa, Mas Dony?""Ehhh, saya kurang tau ini, Mas Beny. Ada di pagar saya. Kata Pak Minto tadi dari Mbak Binti makanya saya ke sini.""Ohhh ... gitu. Ya udah Mas. Sini biar aku kasihkan istri saya.""Baik, Mas. Makasih ya."Dony pun pergi meninggalkan rumah Beny dengan perasaan gundah.'Kenapa juga aku kasih ke rumahnya? Bodohnya aku ini! Aaaahhhh ... kamu sih main marah aja!'Langkahnya semakin menjauh dari rumah Beny. Sedangkan Beny yang kesal dan penuh prasangk
"Siapa, Sayang?"Ana menutup pintu rumah dan berjalan menuju Joko yang berada di ruang televisi. Dia menghempaskan bokongnya, di sofa santai."Mbak Binti, Mas. Kembalika ini!" Sambil tangannya terangkat ke atas, membawa G-string gajah. "Ini punya siapa?" Ana tak bisa menyembunyikan rasa senang dalam hati."Katanya dibawa Mas Dony?""Enggak tau Mas. Yang penting udah kembali dan aku enggak perlu keluarin duit lagi." Seraya menyeringai tipis.Ting!Terdengar pesan masuk di ponsel BB Joko.{Makasih atas pertemuannya yang membuat aku semakin terkesan sama kamu Mas. Kapan kita bisa ketemu lagi?}Buru-buru Joko menghapus pesan. Itu. Dari perubahan wajah Joko, Ana melihatnya dengan tatapan yang aneh. Lalu dia merapat pada suaminya."A-ada apa Mas? Kok, kayak lihat hantu e Bu Sapto?"(Baca Kuku Bu Sapto)Joko menggeleng. Buru-buru dia beranjak dan masuk kamar. Semakin membuat Ana memandangnya aneh. Segera Ana memat
"Hallo, Mas Joko.""Waduhhh, kamu ini kenapa sih? Aku udah bilang jangan kirim pesan, apalagi telpon kayak gini. Kalau enggak penting An!" tegas Joko kesal."Aku juga lagi urget Mas Joko," ucap Ana Dolly manja. Suaranya benar-benar bikin merinding siapa saja yang mendengar."Memangnya ada urusan apa yang urgent?""Kangen!""Apa?!" Setengah berteriak suara Joko memekik. "Kamu jangan bilang yang kayak gitu lagi Ana. Apalagai sampai kirim pesan.""Kenapa sih Mas? Apa salah kalau aku kangen beneran.""Ya ... enggak salah. Tapi, kalau istri aku tahu bahaya An!""Ya udah. Kalau gitu Mas Joko wajib telepon aku!""Apa?!" Kembali Joko memekik."Enggak usah pake teriak kenapa sih Mas Joko. Aku enggak budeg."Teringat akan pertemuannya dengan Ana Dolly sewaktu di pos keamanan. Joko langsung mencecarnya dengan banyak pertanyaan."Bukannya tadi itu kamu? Yang lewat di pos
_Rumah Wulan_"Kamu kok mesam mesem gitu? Lagian itu kenapa kepedesen diarahain di HP segala?""Ana mendongak ke arah Wulan yang baru saja selesai mandi."Aku sengaja.""Loh? Kok aneh gitu?""Aku memang sengaja mau godain Mas Joko. Dan, kamu mau tau enggak?"Wulan berjalan mendekat dan duduk di sebelah Ana Dolly. Mengangkat kedua kakinya di atas sofa."Ada apa? Sukses kencan pertama?""Hemmm, sukses lah. Dan bikin aku pengen lagi ketemu ... ketemu teruuuusss!""Kangen gitu?"Ana dolly tersenyum lebar. Lalu dia mendekati Wulan seraya berbisik,"Sangat, Lan. Padahal baru aja ketemu. Kalau aku cinta gimana?""Kangen iku dudu jenis e wit-witan. Dadi enggak usah di pendem, koyok polo pendem Ana!"(Kangen itu bukan jenis tanaman jadi jangan dipendam, seperti umbi-umbian)Sontak ucapan Wulan membuat Ana terpingkal-pingkal."Tapi ada satu hal yang bikin kaget aku setengah mati Lan."
"Kenapa harus pusing?""Aku merasa kalah bersaing dengan Ana istrinya."Sontak Wulan terkekeh melihat ulah Ana yang kelimpungan."Kata Mas Joko aku enggak boleh kirim pesan apa pun juga. Bayangin coba!""Terus yang boleh apa?" Kali ini Wulan berpaling mengarah pada Ana.Terlihat Ana yang cengar cengir. Semakin membuat Wulan penasaran."Aku minta dia telpon. Kalau enggak aku bakalan chat atau telpon dia. Jitu 'kan?"Wulan tergelak terbahak."Itu namanya pemalakan rasa rindu dan cinta.""Biarin. Hahahaaa ...."Tatap mata Wulan terus tertuju pada Ana. Dia tak menyangka bila kawan baiknya itu, menyukai tetangga belakang rumah. Sudah bisa terbayang dalam pikiran Wulan. Bagaimana bila satu perumahan tahu hal ini. Yang ada dirinya akan dibully sampai habis."Kok melamun?""Ngelamunin kamu lah.""Kok bisa?""Aku enggak bisa bayangin ya. Kalau satu komplek tahu kamu suka sama Mas Joko. Ter
"Malam, Mas Joko. Kok diam aja sih? Malu atau gimana nih Mas?" goda Wulan.Sontak Ana langsung menoleh dan mengarah pandangannya pada Joko. Lalu tersenyum. Sitompul yang melihat wanita itu, mengernyit. Sambil menebak siapa wanita ini?"Kami ke depan dulu ya Bapak-bapak. Mari!""Silakan MBak Wulan.""Ehhh, Mas Joko! Kenapa cewek yang jalan sama Mbak Wulan mirip sekali sama teman Mas Joko tadi ya?""Yang bener, Bang?" sahut Beny kepo."Ahhh ... itu cuman mirip aja, Bang."Namun sepertinya Beny, tak mudah percaya begitu saja. Dengan penolakan Joko."Yakin nih Mas Joko? Bukan cewek tadi?""Bukanlah, Bang. Buat apa saya bohong itu?"Sitompul manggut-manggut. Dia pun harus mempercayai apa yang dikatakan oleh Joko.Dari kejauhan, terlihat seseorang yang berjalan ke arah mereka. Beny langsung menepuk bahu Sitompul cukup keras."Kayaknya itu Pak RT, Bang. Kok bisa pas ya?""Maksud Mas Beny
{Cintaku kepadamu Mas Joko, seperti sebuah kamera. Selalu fokus hanya sama Mas Joko seorang. Sedangkan yang lainnya blurrr}Ana senyum-senyum sendiri saat mengirimkan pesan itu."Memangnya yang kamu kirim tulisan apa?""Nih, kamu baca sendiri!"Dia menyodorkan ponsel pada Wulan."Waaaahhhh ... edan! Serangan kamu kok maut? Mas Joko bisa makin klepek-klepek koyok iwak koki, An!"Ana tergelak."Cuman kalau aku udah kayak gini, Lan. Pertanda aku harus bisa dapatkan dia.""Tapi, Mas Joko itu cinta mati lho sama istrinya.""Masa aku enggak bisa kalahin dia?"Terlihat Wulan memikirkan sesuatu. Lalu menjentikkan jari tangannya tepat di wajah Ana."Besok, sabtu sore ada pertemuan Ibu-ibu PKK. Kamu mau ikut?""Ada Ana?""Pastinya ada dong.""Mau, ikut aku.""Sekalian mau promo jamu buat mereka.""Jamu apaan?""Pokoknya deh."Mereka sudah duduk dan memesan bakso
"Wulaaan???" ulang Bu RT dengan gigi yang berbunyi gemertak. Semakin membuat Pak RT salah tingkah dan kelimpungan."Modyarrrr!" bisik Pak RT. "Bagaimana bisa aku kelepasan omong. Kenapa aku harus bilang rumahnya Wulan?" Masih berbisik."Dari ... mana Bapak bisa tahu aku cariin Bapak di rumah janda gatel itu?""Ehhh, perasaan aku tadi enggak bilang. Ibu saja kali yang kedengerannya kayak gitu.""Pak, aku serius. Kupingku ini masih jangkep, enggak bakalan salah denger!""Yaaaa, aku tadi 'kan cuman nebak. Ibu 'kan biasanya memang suka ke situ."Pak RT menjawab enteng, pura-pura tenang dan santai, seolah tidak ada yang terjadi. Mendengar jawaban suami yang seperti itu, Bu RT hanya bisa manyun satu meter. Wanita bertubuh subur itu, berlalu meninggalkan suaminya yang senyum-senyum sendiri.'Aku mau kirim pesan sama Dek Wulan. Pokoknya aku enggak bisa terima dia jalan sama si Beny itu!' bisik Pak RT dalam hati.Tangannya b
"Tuh, Pak. Pakai tali itu, kayak Tom Cruise di Mission Impossible. Ngerti Pak?""Ta-tali?"Wulan manggut-manggut. Lalu, dia maju beberapa langkah. Menarik kain panjang dan mengikatnya pada salah satu sisi pagar besi."Ayo sekarang Bapak naik, dan pegang tali ini!""Se-sekarang aku harus naik pagar ini, terus melompat ke bawah, Wulan?""Iya, enggak ada pilihan!""Waduuhhh!"Wulan bergerak cepat. Dia mengikat ujung kain dan melingkarkan di perut buncit Pak RT."Sekarang juga Pak RT turun, atau Bu RT akan keluarkan jurus lemparan maut. Bisa bendol dahi Bapak nanti.""I-iyaaa ...."Dengan berhati-hati, Pak RT mulai menaiki pagar. Sesekali dia melongok ke bawah."Dek, aku takut.""Pegang yang kencang, Bapak!"Wulan mengeluarkan tenaganya untuk menghentakkan kain tersebut."Loh ... loh, Dek Wulan! A-apa yang mau kamu lakukan?""BIar Bapak cepat mendarat di bumi!
"Pak RT bisa ketahuan lho.""Biarinlah! Aku enggak mau ada masalah sama nih wanita. Bisa-bisa namaku dicatut terus sama dia kalau berurusan pelakor. Belum lagi suaranya yang super kencang itu."Ana hanya bisa menghela napas panjang. Sekilas dia melihat Mbok Lasmi yang berdiri di belakang Bu RT. Dia lebih tertarik menghampirinya, dan menanyakan perihal Joko dan Ana. Wanita cantik itu, meninggalkan Wulan dengan segala keruwetannya bersama Bu RT.Di sisi lain, Bu RT mulai menyusuri segala penjuru ruang. Wulan berusaha untuk tenang, sampai sudut matanya menangkap jempol kaki Pak RT di balik korden."Matek, Pak!" bisik Wulan terkesiap.Segera Wulan berdiri di depan korden, berusaha untuk menutupi jempol kaki Pak RT."Kok, Pak RT enggak ada? Memang kamu sembunyikan di mana ... haaaa?"Wulan menggeleng."Buat apa saya sembunyikan? Ibu bisa cek seluruh isi kamar dari lantai bawah sampai atas. Loh, kurang opo coba?""Kurang ajar!
"Itu, kayaknya Bu RT? Ngapain mereka berdua?"Ana pun ikut mengikuti mereka. Sengaja dia berjaga jarak, agar tidak ketahuan."Apa, Pak RT bener-bener selingkuh sama Mbak Wulan? Kok sampai Bu RT bawa klompen?"Kedua matanya semakin menyipit tajam. Memperhatikan segala gerak gerik mereka."Bukannya Mbak Wulan itu sama Mas Beny, ya?"Rasa penasaran membuat Ana terus mengikuti kedua wanita itu. Dia mengendap-endap, mirip dengan agen MI (Mission Impossible). Merapatkan tubuhnya ke dinding rumah. Sambil sesekali menyelinap di antara pohon mangga."Loh, mereka main bukapagar aja. Aku harus cepat ke sana!"Ana pun berlari kecil mengejar mereka yang sudah memasuki, halaman rumah Wulan. Teriakan Bu RT mengguncangkan perumahan pagi ini."Bapaaaaaaakkk!!!" Sembari siap melemparkan serangan jurus maut.Klompen di tangan kanan sudah siap melayang."Bapaaaaaakkk!" teriak Bu RT tak peduli didengar oleh tetangga yang lain.
"Mbok Lasmi?!" Tampak raut wajahnya keheranan melihat kedatangannya. "Tumben, Mbok? Ada apa?""Ehhh ... Bu RT. Ini lho, tadi saya masak opor ayam. Mau kasih incip.""Wahhh, kebetulan saya juga belum masuk ini, Mbok. Ayo masuk dulu, Mbok!"Mbok Lasmi langsung terlihat senang. Dia meletakkan mangkoknya di atas meja makan."Opor sukaannya Pak RT, MBok.""Ohhh, sekarang ke mana Pak RTnya, Bu?""Paling di dalam. Sukanya 'kan pelihara kembang-kembang, Mbok."Mbok Lasmi, menyeringai masam. Mmebuat Bu RT menarik dagunya hampir menyentuh leher."Memangnya ada apa sih, Mbok?""Soalnya tadi saya kok melihatnya Pak RT keluar rumah, Bu RT. Jalan ke sana!""Sana, mana toh Mbok?""Sana itu lho, Bu RT. Mosok enggak paham toh?"Ucapan Mbok Lasmi semakin membuat Bu RT penasaran."Maksud Mbok Lasmi ke belakang?" Mbok Lasmi mengangguk. "Rumahnya si janda genit itu?" Hampir berteriak Bu RT mengatakanny
"Gimana itu, Mbok? Kok, yo bisa-bisanya itu celana belalainya Mas Joko sampai gosong. Mana berlubang lagi. Gimana itu coba?!" sentak Ana dengan kesal."Sa-sabar dulu Mbak Ana. Nanti buntutnya ini, biar Mbok jahit.""Mana bisaaa, Mbok!"Ana sangat kesal, sampai membanting G-string belalai milik Joko. Napasnya memburu seiring amarah yang mau meledak."Mbok itu enggak tahu ini apa?""Ta-tahu, Mbak. I-itu 'kan ... ehhh, buat tempatnya manuk toh Mbak?""Manuk ... manuk opo, Mbok?""Ehhh ...."Mbok Lasmi hanya bisa gigit jari. Setiap jawaban yang dia lontarkan semakin membuat Ana marah dan berteriak. Langkah Ana terdengar menghentak di lantai."Walahhh, cuman tempat manuk gini ae kok yo marah-marah toh Mbak Ana ini."Ana yang mendengar gerutu Mbok Lasmi menghentikan langkahnya. Lalu, berbalik, "Mbok ngomong apa barusan?""E-enggak, ada ngomong Mbak.""Ngomong! Wong aku ini denger Mbok."
Maya dan Dony tertawa lirih. Terlihat Dony kurang nyaman dengan pengakuan Maya yang blak-blakan."Saya deketin aja, Pak RT. Rumahnya Mas Dony, biar enggak diincar pelakor. Iya 'kan Bu RT?""Wahhh, bener sekali Jeng."Bu RT sepakat dengan ide Maya. Sepertinya mereka pun langsung akrab dan berbagi nomer HP. Setelah mengisi formulir warga, mereka berdua pun berpamitan pulang."Bu ... Bu! Ini nanti bisa terjadi perang dunia ketiga toh, Bu.""Kok bisa?""Lah, rumah yang dikontrak Bu Maya itu 'kan bersebelahan sama Mbak Binti. Apa enggak bakalan rame tuh?""Ehhh, iya juga sih Pak. Cuman, biarin aja deh. BIsa jadi hiburan buat aku." Bu RT tergelak sambil berlalu meninggalkan suaminya."Pak! Aku ke pasar dulu, mungkin agak siangan, sekalian mampir mau ke rumah teman aku sekolah dulu!""Iya!" sahut Pak RT. 'Wahhh, kesempatan emas ini. Aku harus bicara sama Wulan!' batin Pak RT girang.Bergegas lelaki berkumis tebal i
"Apalagi toh, Bu?" "Bapak denger ini, pasti kaget!" "Coba cerita!!!" Jenny membenarkan sikap duduknya, sampai merasa nyaman. "Bapak tahu kalau teman si janda gatel itu, yang namanya sama si Ana, juga lagi ada hubungan sama ... Mas Joko!" "Wahhh, gila benar!" sahut Pak RT spontan. ' Coba aku lebih berani?!' bisiknya dalam hati. 'Kurang ajar benar si Beny, main selonong aja. Pastinya si Wulan lebih milih aku lah!' "Bapak kok malah diem, melamun gitu?" sentak sang istri yang merasa aneh melihat suaminya. "Apa Bapak mikirin Mas Beny yang jalan sama tuh Janda?" "Ehhhh ... Ibu kok makin ngawur ya. Aku tuh berpikir, kok bisa RT kita orang-orangnya begitu." Di saat mereka berbincang serius. Terdengar bel rumah yang berbunyi. Ting tong! Sontak membuat keduanya langsung berpaling ke arah pintu rumah. Ting tong! "Pak! Buka pintunya. Kayaknya ada tamu tuh." "Ibu aja lah! Bapak capek nih. Habi
Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup." Deg! Jeng Tami agak kelimpungan dibuatnya. Dia tak bisa mengelak lagi, karena tebakan wanita bertubuh subur ini sangat tepat. "Ehhh, iya Bu RT." "Emang ada gosip apa?"Lah, saya ini datang karena ingin tahu kok. Jangan pura-pura lah Jeng Tami. Saya tahu kalau kalian ini gosipnya lewat japrian 'kan, enggak lewat grup." Jeng Tami pun kelimpungan. Dia tidak tahu harus menjawab apa, pada Bu RT. "Kok malah diam?" "Ehhh, saya bingung Bu." "Apa yang bikin bingung? Jeng Tami tinggal cerita aja, gitu aja kok repot!" Wanita berambut ikal itu, menggaruk kepalanya sendiri. "Ceritanya panjang Bu RT." "Saya punya waktu panjang kok Jeng Tami. Silakan cerita!"