Home / Romansa / GANTENG-GANTENG PELIT / JATUH CINTA LAGI

Share

JATUH CINTA LAGI

Author: ENI SUPADMI
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Duka merundung Ali. Pemuda cool itu hanya memandang sayur asem, sambel terasi dan ikan asin yang dimasak hampir tiap hari oleh ibunya. Romlah, merasa sedih dengan keadaan sang anak yang sedang patah hati.

“Kok, ga dimakan, Al?” tanya Romlah saat makanan yang ia masak masih utuh.

“Ga selera, Nyak,” jawab Ali malas-malasan.

“Kamu masih mikirin Amoy ya?” Pertanyaan Romlah hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh anaknya.

“Mungkin kamu dan Amoy memang tidak jodoh,” nasihat Romlah menghibur sang anak. “Nanti juga nemu yang lebih baik dari Amoy.”

“Tapi, aku tuh cinta mati ma Amoy, Nyak,” kilah Ali. “Udah orangnya cantik, tajir dan wangi lagi.”

Romlah tak menyahuti ucapan sang anak. Ia malah mengambil nasi dan menumpukinya dengan sayur asem, sambel dan ikan asin. Lalu menyantapnya dengan lahap sehimgga membuat air liur Ali menetes.

Ali yang awalnya tak nafsu makan, kini mengambil dua centong nasi dan mengikuti jejak sang ibu. Menyantap hingga tandas masakan kebanggaan di rumah ini.

**************

Tak ada guna berlarut-larut dalam kesedihan. Toh, Amoy tak kembali karena mungkin ia sudah bahagia dengan pernikahannya. Tak memikirkan perasaan Ali yang hancur lebur karena ditinggal nikah pas lagi sayang-sayangnya.

Seperti biasa, tanpa semangat, Ali merapikan barang-barang yang diacak-acak oleh beberapa pembeli. Penjualan akhir-akhir ini memang rame karena banyak barang branded diskon hingga lima puluh persen.

“Mas, ini yang ukuran tiga lapan ada ga ya?” Seorang wanita hitam manis menanyakan ukuran sepatu pantovel.

“Sebentar ya Mbak, saya cari dulu,” jawab Ali segera mencari ukuran yang dipesan. “Ini, Mbak.” Tak lama kemudian Ali kembali.

“Terima kasih.” Gadis manis itu menerima sebuah kardus. Dengan cepat ia mencoba sepatu pesanannya. Menatap kaki cantiknya di depan kaca. Lalu berjalan ke sana kemari untuk mengetes kenyamanan sepatu.

“Mas, aku mau yang ini!” ucapnya setelah mendekati Ali. Tak lama ia sudah mendapat bon dari cowok yang terus memandangnya hingga ke meja kasir.

*****************

Malam minggu kali ini Ali menghabiskan waktu bareng teman-temannya yang mau merelakan malam mingguan tanpa pacar-pacar mereka. Mereka ingin menghibur sahabatnya yang masih galau karena ditinggal sang pacar menikah.

“Bang sate satu ya!”

Sebuah suara wanita menarik perhatian Ali yang sudah selesai makan. Ia menghampiri sosok itu setelah tahu jika ia mengenalnya.

“Kamu cewek yang beli sepatu kemarin kan?” Tanya Ali dengan tersenyum.

Gadis itu mendongak  dan mencoba mengingat-ingat sosok yang sudah duduk tanpa permisi di depannya.

“O, Mas yang di department store itu ya?” tanyanya memastikan biar tak salah tebak.

“Iya,” jawab Ali sumringah, ternyata cewek di depannya itu masih mengingatnya.

 “Kok sendirian? Cowoknya mana?” tanya Ali sambil celingak-celinguk.

“Aku jomblo,” jawabnya lesu.

“Sama, aku juga.” Entah mengapa Ali terlihat girang dengan status Sri.

 “Kenalin, aku Ali Zainal tapi biasa dipanggil Al." Ali mengulurkan tangan yang langsung disambut si wanita.

“Srikandi tapi biasa dipanggil Sri.”

“Asli mana?” tanya Ali.

“Solo. Kamu sendiri?”

“Dari namanya saja udah ketahuan kalau aku orang Betawi.”

“O iya, ya.” Sri manggut-manggut.

“Tinggal di mana?”

“Di kosan Bu Haji.”

“Kalau aku tinggal di rumah warisan bapak bareng ibu,” cerita Ali.

“Yuk pulang!” ajak teman-teman Ali yang sudah selesai makan.

“Pulang dulu ya!” pamit Ali. “Nanti kita calling-callingan,” ucapnya dengan mendekatkan ibu jari dan kelingking ke telinga.

Sri senyam-senyum menanggapi kelakuan teman barunya.

*****************

Setelah pertemuan itu, wajah Sri kerap hadir dalam mimpi dan angan Ali. Anak Romlah itu tiba-tiba punya rasa rindu untuk gadis yang belum begitu ia kenal. Apalagi semenjak ia sering telepon atau kirim pesan, hubungan mereka mulai akrab.

“Aku antar pulang yuk!” ucapnya menawarkan jasa sore itu.

“Tapi aku mau main ke Danau Sunter dulu,” jawab Sri ga enak hati menolak halus tawaran teman barunya.

“Sama siapa?” selidik Ali.

“Sendiri.”

“Ya sudah, aku antar ya!”

Motor matic milik Ali membelah jalanan ke arah Danau Sunter. Tampak parkir tertata rapi. Banyak pengunjung yang menikmati suasana sore di tempat yang sudah disulap menjadi taman indah oleh Pemprov DKI itu.

“Suka ke sini ya?” tanya Ali setelah mereka duduk di bawah pohon rindang, di tepi danau.

“Ga sering sih,” jawab Sri merapikan rambut yang berantakkan diterpa angin.

“Sudah lama ya jadi SPG susu?”

“Setahunan ada kali,” jelas Sri. “Kamu sendiri?”

“Sudah tiga tahun juga sih dan sudah diangkat jadi karyawan tetap.”

“Wah, enak kalau sudah karyawan tetap. Ga mikirin kalau habis kontrak,” seru Sri.

“Iya bersyukur. Meski aku hidup mapan tapi alhamdulillah bisa diangkat karyawan juga.”

“Emang gajinya gede ya?” selidik Sri karena penasaran dengan kalimat teman barunya.

“Standart sih seperti karyawan toko lainnya,” jawab Ali santai. “Tapi kenapa kukatakan mapan karena aku punya sumber penghasilan dari kontrakan sepuluh pintu,” jelas Ali panjang lebar. “Ngerti ga?”

“Iya ngerti,” jawab Sri manggut-manggut.

“Almarhum bapakku dulu itu juragan kontrakan. Ada kali tiga puluhan. Tapi sayang sudah dijualin sama kakak iparku. Tersisa sepuluh kontrakan, semua diwariskan bapak padaku sebagai anak laki-laki satu-satunya.”

“Makanya sama ibu langsung dibalik nama atas namaku biar ga main dijual-jual sama dua ipar yang maruk harta warisan mertua,” ceritanya dengan sedikit kemarahan berapi-api.

“Maaf ya, aku jadi curhat masalah keluargaku ke kamu,” ucapnya yang tanpa sadar sudah membuka aib keluarga pada teman yang baru dikenal.

“Gapapa kok,” ujar Sri sembari tersenyum. “Aku senang dengerin orang curhat.”

“Benarkah?” tanyanya dengan mata berbinar.

“Rata-rata aku jadi tempat curhat sama teman-temanku,” keluh Sri.

“Berarti kamu orangnya sabar ya,” puji Ali.

“Ga juga.”

****************

Ali paling senang jika waktu sudah menunjukkan jam dua belas malam. Itu artinya, ia bisa ngobrol sepuasnya dengan Sri menggunakan paket nelpon murah nol rupiah. Ia memencet nomor sang pujaan hati. Tak lama kemudian, sebuah suara orang bangun tidur terdengar.

“Hallo.”

“Udah tidur, ya?” tanya Ali tanpa dosa.

“Iya,” jawab Sri malas-malasan. “Ada apa?”

“Ga ada apa-apa sih? Mau ngobrol aja,” jawab Ali santai. “Habisnya aku keinget kamu terus sih?” Anak Romlah mulai melancarkan aksinya.

“Gombal.” Sri meladeni.

“Serius,” sahut Ali sembari guling-guling di atas kasur.

Obrolan mereka terus mengalir hingga Ali tak mendengar suara Sri lagi. Rupamya gadis itu ketiduran di tengah-tengah Ali sedang asyik menceritakan tentang dirinya.

“Sri…Sri..?” panggil Ali berulang kali namun tak ada jawaban. “Hallo,” lanjut Ali dengan nada agak meninggi. Namun tetap tak ada sahutan.

"Sri gimana sih?" Gerutu Ali. "Aku kan masih kangen."

Ali menatap lamgit-langit kamar. Lamat-lamat matanya terpejam dan berganti dengkuran.

************

Related chapters

  • GANTENG-GANTENG PELIT   JOMBLO AKUT

    Namanya Srikandi tapi biasa dipanggil Sri. Jomblo akut penghuni kamar kos tiga belas. Paras cantik, hidung bangir, tinggi semampai dan berambut panjang bergelombang. Jika dilihat-lihat ia cantik menawan tapi entah sampai usia dua puluh empat tahun, ia belum juga punya seorang kekasih. Padahal sang ibu di kampung sudah menanyakan kapan ia menikah. Maklum dua sahabatnya dari kecil, Wahyuni dan Wati, keduanya sudah menikah dan mempunyai anak.“Sri, kamu malam mingguan di rumah saja?” tanya Wulan, teman satu kos-kosan. Dia menempati kamar tepat di depan kamar milik Sri.“Ya, iya, emang mau ke mana?” Sri melongok ke kamar Wulan.Tampak temannya itu sudah cantik dengan dress pink selutut, bibir merona pink dan juga bando pink menghiasi rambutnya. Teman Sri ini penyuka warna pink sekaligus menggambarkan tentang dirinya yang feminim habis.“Aku pergi dulu ya, Sri!” pamitnya berlalu. Semerbak wangi parfum tercium h

  • GANTENG-GANTENG PELIT   TERLALU ROMANTIS

    Akhirnya Sri bisa melepas status jomblonya. Di usia yang begitu matang, ia merasakan diperhatikan oleh kekasih. Bentar-bentar masuk pesan dari Ali.[Sudah makan belum?][Jangan lupa solat ya!][Met tidur, mimpiin aku!][Love you Honey.][Kangen nih.]Awalnya Sri berbunga-bunga dapat pesan-pesan gombal itu. Namun memasuki usia pacaran mereka yang ketiga bulan, kok ia mulai merasa risih tiap dapat pesan dari Ali.Belum lagi, pacarnya itu selalu menelponnya tengah malam dengan menggunakan paket nelpon murah. Ngobrol ngalor ngidul ga tentu arah hingga dua jam.Jika besoknya shif dua sih ga masalah. Namun jika ia harus kerja pagi, pastinya ia ngantuk dan mengganggu kerjaan.“Matamu kenapa? Kaya mata panda?” tanya leader Sri pagi itu.“Iya, kurang tidur nih, Mbak,” jawab Sri sambil terus merapikan susu.“Tidur jangan malam-malam!” titah sang leader. “B

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PAKET ATTACK

    Hari yang sibuk dan melelahkan. Datang barang dan hari ini sang leader minta hasil penjualan selama sebulan untuk pencairan bonus. Serta merta semua harus selesai hari ini. Belum lagi pengunjung yang ramai di awal bulan.Kesibukan ini membuat Sri tak sempat makan siang meski lapar mendera. Tapi semua tak dirasa karena omset hari ini sungguh luar biasa. Sudah mengisi sepertiga dari target sebulan. Sebelum pulang, ia langsung mengisi form permintaan barang.“Kita makan dulu yuk!” ajaknya saat menemui Ali yang menunggu. “Dari siang belum makan.”“Kok belum makan?” tanya Ali perhatian.“Tadi datang barang dan rame pengunjung. Jadi deh ga sempet makan.”“Ga boleh githu dong, Sayang.” Ali mulai membelai mesra rambut kekasihnya. “Meski sibuk kerja tapi harus disempetin makan. Takut kamu maag.”“Makasih, ya!” ucap Sri langsung bergegas menuju restoran a

  • GANTENG-GANTENG PELIT   DUFAN

    Hari yang dinanti tiba. Dari pagi Sri sudah siap berkemas. Membawa bekal untuk dibawa. Tepat jam sepuluh pagi Ali menjemput. Dengan suka cita dua sejoli itu melaju ke tempat wisata ibukota.Meski bukan weekend namun antrian panjang bak ular. Mungkin karena sedang diskon, banyak antusias dari warga untuk berkunjung. Setelah sekian lama menunggu, antrian Ali dan Sri tinggal satu orang.“Yang, mana uangnya?” Ali menadahkan tangan kanan sementara tangan kiri memegang uang seratus ribuan.Wajah Sri langsung cemberut kesal. Dikiranya Ali akan mentraktirnya masuk ke Dufan. Nyatanya seperti biasa, bayar sendiri-sendiri.Tiket sudah dicap di tangan. Sri langsung bahagia memasuki arena bermain. Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung mencoba berbagai wahana. Dari yang kalem sampai memacu adrenalin.Karena kesal Sri sengaja naik ini itu sesuka hatinya tanpa minta persetujuan dulu pada Ali. Alhasil Ali mau tak mau ikut dengan kekasihn

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PACAR PELIT

    Hari ini Sri dapat durian nomplok. Kakak lelakinya yang punya usaha bakso di Solo mengiriminya uang tanpa diminta. Uang itu, dia rencanakan untuk membeli tas. Maklum tas yang ia pakai sehari-hari sudah ketinggalan model.Hari libur yang cerah, Sri meminta Ali untuk mengantarnya ke Mall Arion karena jarah Sunter ke Rawamangun lumayan menguras tenaga jika naik angkutan umum. Harus tiga kali naik angkot.“Mau ngapain Yang, ke Arion?” tanya Ali saat di perjalanan.“Mau beli tas,” jawab Sri singkat.“Kenapa ga beli di Sunter Mall saja?”“Sekali-kali shoping yang jauh.”Satu jam kemudian mereka sampai.Sebenarnya jarak tempuh bisa dicapai empat puluh menitan memakai motor jika jalan motornya dengan kecepatan standart. Namun karena Ali hobi naik motor seperti keong, satu jam sudah sampai itu alhamdulillah.Ali memarkir motor dan menggandeng mesra Sri layaknya kekasih ya

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BELANJA BULANAN

    Merantau seorang diri di Jakarta itu harus membuat Sri pinter-pinter ngatur keuangan. Karena jika nanti ia kehabisan uang tak ada yang bisa diandalkan kecuali kalau ia berani ngutang ke teman kerja atau teman kos.Makanya setiap gajian sudah cair, Sri selalu belanja bulanan untuk menghindari belanja ketengan di warung. Karena menurutnya belanja ketengan jauh mahal dan menguras kantong.“Aku mau belanja bulanan dulu,” ucap Sri saat menemui Ali yang sedang menunggu.“Ya udah, aku temenin ya!” sahut Ali langsung menggandeng kekasihnya masuk ke sawalayan di Sunter Mall.Denga sigap Sri mengambil keperluannya selama sebulan. Lalu membeli beberapa cemilan untuk teman nonton TV di kosan.Antrian kasir lumayan panjang. Maklum, mungkin efek tanggal muda, jadi banyak orang belanja.“Seratus lima puluh ribu,” ucap mbak kasir.Sri bersiap mengeluarkan dompet dari tas.“Ada uangnya?&

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BIOSKOP

    Meski tak hobi nonton namun Sri kadang kala menyambangi bioskop yang biasa terletak di lantai atas mall-mall. Kebetulan kali ini ada film yang diangkat dari novel laris sedang happening. Dia bergegas mengunci pintu kamar kosan. Liburan kali ini rencananya akan dia habiskan sendirian. Malas liburan bareng Ali jika hanya bikin bete.“Mau pergi, Yang?” tanya Ali yang tiba-tiba sudah muncul di depan gerbang.Sri menggigit bibir dengan dahi berkerut. Berbagai macam pertanyaan muncul kok Ali bisa di sini? Bukannya ia harus kerja.“Kamu ga kerja?” selidiknya.“Bagas minta tukeran off. Aku iyain aja karena aku ingat hari ini kamu libur,” jawab Ali tak lepas dari senyum. “Mau ke mana? Kok sudah cantik aja?” Ali menatap pacarnya dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Mau nonton,” jawab Sri langsung tak berselera.“Ikut ya!” sahutnya langsung membuat Sri down. Perasaan

  • GANTENG-GANTENG PELIT   GOCENG

    Swalayan masih sepi di pagi hari. Selesai beres-beres barang, nyetok dan menulis orderan, Sri ikut bergabung dengan beberapa SPG yang asyik ngobrol dengan satpam swalayan.“Eh Sri, gimana hubunganmu dengan Ali? Masih lanjut?” tanya Opik yang merupakan tetangga Ali.“Baik-baik saja,” jawab Sri bertanya-tanya. Kok tetangga Ali bertanya seperti itu. “Emang kenapa, Bang?” tanyanya sedikit penasaran.“Betah saja kamu pacaran sama cowok pelit,” celetuk Opik membuat Sri terkejut. Wajahnya memerah karena teman teman SPG langsung menatapnya.“Beneran Sri, Ali pelit?” tanya Hani.“Malas banget pacaran sama orang pelit,” tukas Dewi.“Makan ati mlulu tuh,” cibir Ratna sambil tertawa.Reaksi teman-temannya membuat Sri mati kutu. Bingung mau jawab apa karena yang diucapkan tema-temannya benar semua.“Pelit kan sama orang lain. Tapi sama pa

Latest chapter

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PEMBANTU

    Munaroh memakai jasa pembantu untuk pekerjaan rumah tangga. Ia hanya ingin fokus merawat Billar saja. Hal itu justru memicu kemarahan Romlah. Ia menganggap mantunya itu males dan buang-buang duit saja. Ia mulai cari celah untuk menjatuhkan Munaroh. Sebelum magrib sang pembantu pulang.“Enak banget ya, kerjaannya cuma tiduran dan mainan handpone,” usik Romlah saat mantunya sedang tiduran dengan sang cucu.“Kan semua sudah dikerjain sama Bibi, Nyak,” jawab Munaroh yang kemudian meletakkan hapenya di bantal.“Loe itu malas banget jadi orang!” Romlah mulai meninggi karena ucapannya berani dijawab. “Jadi bnii tuh jangan Cuma tiduran, main hape tapi harus masak, beres-beres rumah.”“Aku kan punya bayi, Nyak,” sanggah Munaroh lagi membuat mata mertuanya melotot.“Bayi jangan dijadikan alasan buat malas-malasan!” sentak Romlah. “Dulu Enyak kalau punya bayi, juga mas

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BUKAN MALAIKAT

    “Ali, Ali!” teriak Romlah di sela isak tangisnya menggegerkan rumah Munaroh yang mulai sepi. Hanya ada Rojali dan beberapa kerabat yang masih membereskan sisa aqiqah.“Ali, Ali!” Romlah terus berteriak saat anaknya belum jua menampakkan batang hidungnya. Suaranya mulai parau karena habis menangis meraung-raung.“Ada apa, Nyak?” Tanya Ali yang tergopoh-gopoh menghampirinya yang disusul oleh Rojali dan Munaroh.“Rumah Enyak, Al,” sahut Romlah dengan isak tangis.“Kenapa dengan rumah Enyak?” Ali mulai panik yang kemudian menatap Atun dan Karyo bergantian.“Rumah Enyak, Al,” kalimat Romlah tertahan. Kalah dengan tangisannya yang kencang.Tiba-tiba Romlah merasakan tubuhnya terasa lemas. Berita duka ini membuat kakinya tak mampu menopang tubuhnya yang mulai kurus semenjak ditinggal Ali. Ali menuntun tubuh ibunya duduk di kursi. Seorang kerabat Munaroh memb

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MANTU KERE

    Sepeninggalan Rohaye dan Malih, Romlah memanggil Atun dan Karyo. Setali dua uang dengan mantunya yang pertama, mantu kedua inipun tak bisa diandalkan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Karyo bukan tak mau menyenangkan mertuanya, tapi hasil jualan cilok hanya cukup untuk makan dan sekolah anak-anaknya saja.“Tempe lagi, tempe lagi,” gerutu Romlah saat Atun hanya menyajikan tumis kangkung dengan tempe goreng di atas meja makan.“Ikan kek, daging kek,” imbuh Romlah melirik menantunya yang taku-takut menatapnya.“Rezekinya ini, Nyak,” sahut Atun bijak.“Masa tiap hari ini doang makannya!” umpat Romlah. “Bisa-bisa stroke lagi gue makan makanan tak bergizi seperti ini.” Tunjuknya pada menu yang dimasak Atun.“Ya, udah, Enyak mau makan apa?” tanya Karyo akhirnya.“Nasi padang,” sahut Romlah.“Aku ayam goreng, Pak!” pinta kedua anakn

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MANTU BENALU

    Karena lelah hati dengan ucapan Romlah yang setiap hari menyindirnya, Ali malah kepikiran ucapan Dadang. Dia ingat kembali kata-kata sahabatnya itu.‘Apa iya ya, aku sudah dzolim sama Munaroh selama ini?’‘Apa Munaroh marah karena aku tak pernah memberi nafkah meski dia punya uang banyak?’‘Apa aku pertahanin Munaroh demi kebahagiaan anakku kelak?’‘Tapi kalau aku milih Munaroh, Enyak pasti marah dan aku jadi anak durhaka?’Perang batin Ali dimulai. Ingin rasanya kembali memperbaiki hubungan dengan sang istri. Namun ia takut jika sang ibu marah. Tapi jika terus hidup seperti ini, diapun tak mau. Dia laki-laki normal, ingin dicinta dan diperhatikan oleh seorang wanita.“Udah gajian belum, Al?” Tiba-tiba suara Romlah membangunan anaknya dari lamunan.“Udah, Nyak,” sahut Ali yang langsung mengeluarkan uang dari dompetnya.“Kok cuma segini?&

  • GANTENG-GANTENG PELIT   SI PAHIT LIDAH

    Rencana perceraiannya dengan Munaroh membuat beban pikiran Ali. Ga tahu harus berbuat apa karena Munaroh sudah menutup pintu damainya dengan Romlah.“Kenapa loe, Al?" tanya Dadang saat sahabatnya itu mampir ke warungnya.“Gue lagi pusing nih, Dang?” keluh Ali. “Gue disuruh cerai sama Enyak.”“Apa?” pekik Dadang. “Enyak loe suruh loe cerai?”“Iya.” Ali mengangguk lemah. “Padahal Munaroh lagi hamil.”“Emang apa masalahnya?” Dadang mencoba tenang.“Enyak marah gara-gara Munarih gam au pinjemin uang buat modal usaha Mpok Rohaye.” Zuki membuka cerita.“Emang berapa?” Dadang penasaran.“Lima puluh juta.”“Jelaslah ga mau,” sahut Dadang santai. “Uang segithu banyak, belum tentu usaha kakak loe berhasil.”“Iya juga sih.” Ali setuju. “Munaroh j

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PERANG DUNIA KEDUA

    Menjelang sore toko tampak rame. Banyak pemilik warung yang berbelanja di toko grosir milik Munaroh. Selain harganya miring, Munaroh termasuk ramah kepada pelanggannya. Tak ada satupun langganan yang ia sepelekan meski cuma belanja dalam porsi kecil.Namun di tengah kesibukannya di belakang meja kasir, mendadak perut Munaroh terasa mual-mual. Ali, yang kebetulan baru datang segera menghampiri istrinya dengan wajah cemas.“Kamu sakit, Yang?” tanyanya yang memapah tubuh Munaroh yang hampir saja jatuh karena hilang keseimbangan.“Ga tahu ini, Bang, perutnya mual-mual, pingin muntah,” sahut Munaroh dengan keringat dingin.“Kamu sakit, Yang, wajahmu pucat.” Ali makin khawatir. “Kita periksa, yuk!”“Iya, Bang.” Munaroh menurut. Ia memang tipikal wanita yang ga mau sakit berlama-lama.Beberapa menit setelah diperiksa, pasutri itu duduk di depan dokter.“Sakit apa,

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MESIN UANG

    “Bang, besok kan Enyak kontrol dan terapi,” ucap Munaroh di depan meja hias.“Iya,” sahut Ali datar. “Aku besok juga ambil off kok biar bisa ngantein Enyak.”“Besok, biaya rumah sakitnya pakai uang Enyak sendiri ya!” ucapan Munaroh membuat mata suaminya terbeliak.“Kok githu?”“Ya kan setahun ini semua pakai uang Munaroh dari makan, listrik, terapi Enyak dan biaya operasi,” beber Munaroh. “Dan semua itu banyak keluar uang.”“Tapi kalau nanti Enyak suruh bayar sendiri takutnya Enyak marah dan tekanan darahnya tinggi, masuk ke rumah sakit, bagaimana?” Ali mengurai ketakutannya.“Ya, kalau gini terus ya berat di aku dong, Bang!” keluh Munaroh. Palagi semua gaji dan uang kontrakan diminta Enyak.”“Kok kamu itung-itungan sih sama, Enyak!” hardik Ali kesal. “Durhaka tahu.”“Ada

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BIAYA RUMAH SAKIT

    Uang makin menipis, sedang hubungannya dengan Munaroh makin memanas membuat kepala Romlah cenat cenut tak karuan. Belum lagi dirasa badan sedang tak bersahabat.“Urut enak kali ya?” ucapnya sambil memijit-mijit kakinya yang kesemutan. “Duh, mules lagi.”Panggilan alam membuat Romlah bangkit ke kamar mandi. Dengan santai ia masuk ke dalam yang tak ia sadari jika lantai kamar mandi licin. Tak ayal ia langsung terpelet.“Auww!” pekiknya keras membuat Ali dan Munaroh tergopoh-gopoh menghampirinya.“Enyak!” teriak histeris Ali yang langsung membantu Romlah bangkit.“Sakit Al!” teriak Romlah saat kakinya tak bisa digerakkan.“Bang, langsung bawa ke rumah sakit saja!” titah Munaroh yang diiyakan suaminya.Romlah tampak kesakitan sepanjang jalan ke rumah sakit. Di tengah perjalanan Ali menghubungi kedua saudaranya jika Romlah jatuh di kamar mandi dan dilarik

  • GANTENG-GANTENG PELIT   GENCATAN SENJATA

    “Enak saja loe minta uang kontrakan!” bentak Romlah yang sudah di depan mata menantunya sambil berkacak pinggang.“Kontrakan ini dibangun di tanah gue ya, kenapa loe yang mau duitnya?” tunjuknya ke muka sang menantu. “Matre banget sih jadi bini.”“Kalau gaji Bang Ali semua Enyak minta, uang kontrakan Enyak minta, lalu Bang Ali nafkahin Munaroh pakai apa?” jawab Munaroh nambah bikin kesel mertuanya.“Kan loe banyak duit, pakai aja duit loe sendiri!” sanggah Romlah. “Kalau sudah rumah tangga itu, uang istri ya uang suami.” Romlah mencari pembenaran atas ucapanya.“Ga kebalik, uang suami itu uang istri,” tukas Munaroh ketus.“Uang anak laki ya uang emaknya karena surge ada di telapak kaki ibu,” sahut Romlah masih tak mau kalah.“Denger tuh Bang, kata Enyak.” Munaroh menatap suaminya sebagai pelampiasan kesal. &ld

DMCA.com Protection Status