Share

BELANJA BULANAN

Author: ENI SUPADMI
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Merantau seorang diri di Jakarta itu harus membuat Sri pinter-pinter ngatur keuangan. Karena jika nanti ia kehabisan uang tak ada yang bisa diandalkan kecuali kalau ia berani ngutang ke teman kerja atau teman kos.

Makanya setiap gajian sudah cair, Sri selalu belanja bulanan untuk menghindari belanja ketengan di warung. Karena menurutnya belanja ketengan jauh mahal dan menguras kantong.

“Aku mau belanja bulanan dulu,” ucap Sri saat menemui Ali yang sedang menunggu.

“Ya udah, aku temenin ya!” sahut Ali langsung menggandeng kekasihnya masuk ke sawalayan di Sunter Mall.

Denga sigap Sri mengambil keperluannya selama sebulan. Lalu membeli beberapa cemilan untuk teman nonton TV di kosan.

 Antrian kasir lumayan panjang. Maklum, mungkin efek tanggal muda, jadi banyak orang belanja.

“Seratus lima puluh ribu,” ucap mbak kasir.

Sri bersiap mengeluarkan dompet dari tas.

“Ada uangnya?&

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BIOSKOP

    Meski tak hobi nonton namun Sri kadang kala menyambangi bioskop yang biasa terletak di lantai atas mall-mall. Kebetulan kali ini ada film yang diangkat dari novel laris sedang happening. Dia bergegas mengunci pintu kamar kosan. Liburan kali ini rencananya akan dia habiskan sendirian. Malas liburan bareng Ali jika hanya bikin bete.“Mau pergi, Yang?” tanya Ali yang tiba-tiba sudah muncul di depan gerbang.Sri menggigit bibir dengan dahi berkerut. Berbagai macam pertanyaan muncul kok Ali bisa di sini? Bukannya ia harus kerja.“Kamu ga kerja?” selidiknya.“Bagas minta tukeran off. Aku iyain aja karena aku ingat hari ini kamu libur,” jawab Ali tak lepas dari senyum. “Mau ke mana? Kok sudah cantik aja?” Ali menatap pacarnya dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Mau nonton,” jawab Sri langsung tak berselera.“Ikut ya!” sahutnya langsung membuat Sri down. Perasaan

  • GANTENG-GANTENG PELIT   GOCENG

    Swalayan masih sepi di pagi hari. Selesai beres-beres barang, nyetok dan menulis orderan, Sri ikut bergabung dengan beberapa SPG yang asyik ngobrol dengan satpam swalayan.“Eh Sri, gimana hubunganmu dengan Ali? Masih lanjut?” tanya Opik yang merupakan tetangga Ali.“Baik-baik saja,” jawab Sri bertanya-tanya. Kok tetangga Ali bertanya seperti itu. “Emang kenapa, Bang?” tanyanya sedikit penasaran.“Betah saja kamu pacaran sama cowok pelit,” celetuk Opik membuat Sri terkejut. Wajahnya memerah karena teman teman SPG langsung menatapnya.“Beneran Sri, Ali pelit?” tanya Hani.“Malas banget pacaran sama orang pelit,” tukas Dewi.“Makan ati mlulu tuh,” cibir Ratna sambil tertawa.Reaksi teman-temannya membuat Sri mati kutu. Bingung mau jawab apa karena yang diucapkan tema-temannya benar semua.“Pelit kan sama orang lain. Tapi sama pa

  • GANTENG-GANTENG PELIT   KONTRAKAN SEPULUH PINTU

    Hari berlanjut. Hubungan Sri dan Ali adem ayem saja. Sri yang santai dan tak pernah membahas apapun. Sedang Ali yang selalu menceritakan impiannya untuk menikah dan punya anak banyak dari Sri membuat hubungan mereka hambar bagi Sri. Namun tidak bagi Ali. Pemuda hitam manis itu betul-betul sudah jatuh hati.“Yang, main ke rumahku yuk!” ajak Ali sepulang kerja. “Ibu pingin ketemu dengan calon mantu,” godanya ditanggapi Sri dengan seulas senyum.Ketemu ibunya Ali? Kenapa takut? Toh ia juga ingin membuktikan ucapan Opik jika pacarmya itu satu keluarga memang pelit. Gadis itu juga penasaran dengan kontrakan yang selama ini digembar-gemborkan oleh pacarnya.“Boleh.” Sri mengiyakan.Keesokan harinya, selepas dzuhur Sri dijemput Ali dan menyambangi rumah Ali di kawasan Warakas. Gang sempit dan pemukiman padat merayap. Sebuah rumah besar dan indah memukau Sri. Pasalnya, Ali begitu pelan mengendarai motor saat di de

  • GANTENG-GANTENG PELIT   GOCAP

    Pagi yang cerah. Hari ini Srikandi berencana akan mengunjungi teman masa sekolahnya yang baru saja married dan ikut tinggal bersama suami di Cikarang. Maklum, sang suami adalah buruh pabrik.Jam sepuluh Sri sudah rapi. Namun Ali belum juga menampakan hidungnya. Di bawah pohon rindang, gadis Solo itu celingak-celinguk menanti sang pacar. Tak berapa lama sang pacar datang dengan naik ojek.“Makasih ya, Bang,” ujar Ali sebelum ojek berlalu.“Kok naik ojek? Motor kamu mana?” tanya Sri bingung.“Di rumah,” jawab Ali enteng.“Lho, kita kan mau ke Cikarang?”“Tahu,” jawab Ali lagi.” Ke Cikarangnya kita naik bus saja.”“Lha, bukannya lebih cepat kalau naik motor?” seru Sri membuat cowoknya garuk-garuk kepala.“Aku ga tahu jalan, Sayang. Takut nyasar nanti,” aku Ali membuat Sri menepuk jidatnya.'Hari gini, laki-laki ga t

  • GANTENG-GANTENG PELIT   COWOK MATRE

    Ali bin Sabeni. Pemuda kelahiran Jakarta, dua puluh tiga tahun silam. Lahir sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara. Dan menjadi anak laki satu-satunya dari pasangan Sabeni dan Romlah. Tamatan SMA Negeri dan sekarang bekerja sebagai karyawan di Departemen Store.Sabeni adalah juragan kontrakan dan tanah. Ia jago sebagai makelar tanah, jadi tak heran jika tanahnya ada di mana-mana. Namun semua harta yang dikumpulkan dari hasil makelar kini tinggal kenangan. Habis untuk berobat saat ia divonis menderita diabetes hingga meninggal dunia.Rumah besar yang dulu mereka sekeluarga tinggalipun harus terjual. Tersisa rumah dan kontrakan yang sudah dibagi adil kepada ketiga anaknya. Belum lagi beberapa tanah yang dijual paksa oleh kedua mantu Romlah yang memang ternyata pengangguran.Kini hanya tersisa rumah yang bisa dibilang kontrakan petak dan sepuluh kontrakan yang hanya terisi lima kamar. Semua itu menjadi hak milik Ali alias Al dengan syarat dia dan is

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MODAL NIKAH

    Hari ini Nur mentraktir kedua sahabatnya di Bebek Kaleyo. Sepertinya ada hal yang ingin disampaikan gadis keturunan Jawa-Sunda ini.“Ada apa sih? Sepertinya senang banget?” tanya Wulan sudah tak sabar menunggu.Yang ditanya hanya senyam-senyum tanpa kata. Makin membuat penasaran kedua sahabatnya.“Kasih tahu dong! Jangan cuma senyam-senyum doang,” gerutu Sri.“Aku dilamar,” seru Nur sambil memamerkan cincin indah di jemari manisnya.“Beneran Nur?” Wulan memastikan dengan wajah berbinar. Sedang Sri mulutnya terbuka, tak bisa menutupi rasa bahagianya.“Iya, bener,” jawab Nur mengangguk dan terus tersenyum."Selamat ya!” Wulan dan Sri memeluk erat sahabatnya yang sebentar lagi jadi istri orang.“Kalian nanti datang ya!” pinta Nur.“Pasti,” jawab Wulan langsung. “Nanti aku ke sana bareng Sri pakai mobil Bang Somad.&r

  • GANTENG-GANTENG PELIT   TRAGEDI HELM

    Wajah Ali terlihat kusut saat mampir ke warung milik Dadang. Tampak warung itu sepi. Biasanya jadi tempat mangkal teman-temannya bareng sang pacar.“Yang lainnya pada ke mana?” tanya Ali sesudah meneguk minuman dingin dari show cash warung.“Pada main ke kos pacarnya,” jawab Dadang. “Mungkin lagi pada indehoy kali.”“Terus cewek loe mana?”“Gue baru saja putus,” jawab Dadang lesu.“Kok bisa?” tanya Ali penasaran.“Dia dijodohkan sama orang tuanya.” Jawaban Dadang membuat tawa Ali meledak-ledak.“Nasib kita sama dong, Bro.” Ali menepuk-nepuk pundak temannya. “Sama-sama ditinggal married sama pacar.”“Emang Sri nikah juga sama orang lain?” Dadang menebak karena penasaran.“Bukan.” Ali mengibaskan tangan. “Dulu, Amoy kan ninggalin gue nikah sama cowok lain,” ujar

  • GANTENG-GANTENG PELIT   DOMPET DI JOK MOTOR

    Ali menyimpan semuan hal-hal penting di dompet lusuhnya. Mulai dari STNK Motor, BPKP motor yang baru saja lunas. KTP, ATM, BPJS dan tentunya juga uang tunai. Satu kebiasaan Ali sedari dulu, ia selalu menyimpan dompet di jok motor biar aman. Apalagi saat sedang jalan dengan pacar, tentu aman jika beralasan, “Maaf ya Sayang, dompetku ketinggalan di jok motor.”Off hari ini Ali tak janjian dengan Sri padahal hari inipun ceweknya libur kerja. Sudah beberapa minggu ini, mereka memang tak punya jadwal off bersama. Rasa rindu yang menderu, membuat Ali melajukan motor Revonya ke kosan Sri. Berharap sang kekasih sedang santai dan mereka bisa bermesraan di kamar kos.“Tok…tok..tok, asaalamualaikum.” Ali memberi salam.Tak berapa lama Sri membuka pintu. Tampak gadisnya sudah cantik dengan rambut dikucir kuda, celana jeans dan kaos cowok sehingga lekuk tubuhnya tak terlihat.“Kamu mau ke mana?” tanyanya p

Latest chapter

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PEMBANTU

    Munaroh memakai jasa pembantu untuk pekerjaan rumah tangga. Ia hanya ingin fokus merawat Billar saja. Hal itu justru memicu kemarahan Romlah. Ia menganggap mantunya itu males dan buang-buang duit saja. Ia mulai cari celah untuk menjatuhkan Munaroh. Sebelum magrib sang pembantu pulang.“Enak banget ya, kerjaannya cuma tiduran dan mainan handpone,” usik Romlah saat mantunya sedang tiduran dengan sang cucu.“Kan semua sudah dikerjain sama Bibi, Nyak,” jawab Munaroh yang kemudian meletakkan hapenya di bantal.“Loe itu malas banget jadi orang!” Romlah mulai meninggi karena ucapannya berani dijawab. “Jadi bnii tuh jangan Cuma tiduran, main hape tapi harus masak, beres-beres rumah.”“Aku kan punya bayi, Nyak,” sanggah Munaroh lagi membuat mata mertuanya melotot.“Bayi jangan dijadikan alasan buat malas-malasan!” sentak Romlah. “Dulu Enyak kalau punya bayi, juga mas

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BUKAN MALAIKAT

    “Ali, Ali!” teriak Romlah di sela isak tangisnya menggegerkan rumah Munaroh yang mulai sepi. Hanya ada Rojali dan beberapa kerabat yang masih membereskan sisa aqiqah.“Ali, Ali!” Romlah terus berteriak saat anaknya belum jua menampakkan batang hidungnya. Suaranya mulai parau karena habis menangis meraung-raung.“Ada apa, Nyak?” Tanya Ali yang tergopoh-gopoh menghampirinya yang disusul oleh Rojali dan Munaroh.“Rumah Enyak, Al,” sahut Romlah dengan isak tangis.“Kenapa dengan rumah Enyak?” Ali mulai panik yang kemudian menatap Atun dan Karyo bergantian.“Rumah Enyak, Al,” kalimat Romlah tertahan. Kalah dengan tangisannya yang kencang.Tiba-tiba Romlah merasakan tubuhnya terasa lemas. Berita duka ini membuat kakinya tak mampu menopang tubuhnya yang mulai kurus semenjak ditinggal Ali. Ali menuntun tubuh ibunya duduk di kursi. Seorang kerabat Munaroh memb

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MANTU KERE

    Sepeninggalan Rohaye dan Malih, Romlah memanggil Atun dan Karyo. Setali dua uang dengan mantunya yang pertama, mantu kedua inipun tak bisa diandalkan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Karyo bukan tak mau menyenangkan mertuanya, tapi hasil jualan cilok hanya cukup untuk makan dan sekolah anak-anaknya saja.“Tempe lagi, tempe lagi,” gerutu Romlah saat Atun hanya menyajikan tumis kangkung dengan tempe goreng di atas meja makan.“Ikan kek, daging kek,” imbuh Romlah melirik menantunya yang taku-takut menatapnya.“Rezekinya ini, Nyak,” sahut Atun bijak.“Masa tiap hari ini doang makannya!” umpat Romlah. “Bisa-bisa stroke lagi gue makan makanan tak bergizi seperti ini.” Tunjuknya pada menu yang dimasak Atun.“Ya, udah, Enyak mau makan apa?” tanya Karyo akhirnya.“Nasi padang,” sahut Romlah.“Aku ayam goreng, Pak!” pinta kedua anakn

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MANTU BENALU

    Karena lelah hati dengan ucapan Romlah yang setiap hari menyindirnya, Ali malah kepikiran ucapan Dadang. Dia ingat kembali kata-kata sahabatnya itu.‘Apa iya ya, aku sudah dzolim sama Munaroh selama ini?’‘Apa Munaroh marah karena aku tak pernah memberi nafkah meski dia punya uang banyak?’‘Apa aku pertahanin Munaroh demi kebahagiaan anakku kelak?’‘Tapi kalau aku milih Munaroh, Enyak pasti marah dan aku jadi anak durhaka?’Perang batin Ali dimulai. Ingin rasanya kembali memperbaiki hubungan dengan sang istri. Namun ia takut jika sang ibu marah. Tapi jika terus hidup seperti ini, diapun tak mau. Dia laki-laki normal, ingin dicinta dan diperhatikan oleh seorang wanita.“Udah gajian belum, Al?” Tiba-tiba suara Romlah membangunan anaknya dari lamunan.“Udah, Nyak,” sahut Ali yang langsung mengeluarkan uang dari dompetnya.“Kok cuma segini?&

  • GANTENG-GANTENG PELIT   SI PAHIT LIDAH

    Rencana perceraiannya dengan Munaroh membuat beban pikiran Ali. Ga tahu harus berbuat apa karena Munaroh sudah menutup pintu damainya dengan Romlah.“Kenapa loe, Al?" tanya Dadang saat sahabatnya itu mampir ke warungnya.“Gue lagi pusing nih, Dang?” keluh Ali. “Gue disuruh cerai sama Enyak.”“Apa?” pekik Dadang. “Enyak loe suruh loe cerai?”“Iya.” Ali mengangguk lemah. “Padahal Munaroh lagi hamil.”“Emang apa masalahnya?” Dadang mencoba tenang.“Enyak marah gara-gara Munarih gam au pinjemin uang buat modal usaha Mpok Rohaye.” Zuki membuka cerita.“Emang berapa?” Dadang penasaran.“Lima puluh juta.”“Jelaslah ga mau,” sahut Dadang santai. “Uang segithu banyak, belum tentu usaha kakak loe berhasil.”“Iya juga sih.” Ali setuju. “Munaroh j

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PERANG DUNIA KEDUA

    Menjelang sore toko tampak rame. Banyak pemilik warung yang berbelanja di toko grosir milik Munaroh. Selain harganya miring, Munaroh termasuk ramah kepada pelanggannya. Tak ada satupun langganan yang ia sepelekan meski cuma belanja dalam porsi kecil.Namun di tengah kesibukannya di belakang meja kasir, mendadak perut Munaroh terasa mual-mual. Ali, yang kebetulan baru datang segera menghampiri istrinya dengan wajah cemas.“Kamu sakit, Yang?” tanyanya yang memapah tubuh Munaroh yang hampir saja jatuh karena hilang keseimbangan.“Ga tahu ini, Bang, perutnya mual-mual, pingin muntah,” sahut Munaroh dengan keringat dingin.“Kamu sakit, Yang, wajahmu pucat.” Ali makin khawatir. “Kita periksa, yuk!”“Iya, Bang.” Munaroh menurut. Ia memang tipikal wanita yang ga mau sakit berlama-lama.Beberapa menit setelah diperiksa, pasutri itu duduk di depan dokter.“Sakit apa,

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MESIN UANG

    “Bang, besok kan Enyak kontrol dan terapi,” ucap Munaroh di depan meja hias.“Iya,” sahut Ali datar. “Aku besok juga ambil off kok biar bisa ngantein Enyak.”“Besok, biaya rumah sakitnya pakai uang Enyak sendiri ya!” ucapan Munaroh membuat mata suaminya terbeliak.“Kok githu?”“Ya kan setahun ini semua pakai uang Munaroh dari makan, listrik, terapi Enyak dan biaya operasi,” beber Munaroh. “Dan semua itu banyak keluar uang.”“Tapi kalau nanti Enyak suruh bayar sendiri takutnya Enyak marah dan tekanan darahnya tinggi, masuk ke rumah sakit, bagaimana?” Ali mengurai ketakutannya.“Ya, kalau gini terus ya berat di aku dong, Bang!” keluh Munaroh. Palagi semua gaji dan uang kontrakan diminta Enyak.”“Kok kamu itung-itungan sih sama, Enyak!” hardik Ali kesal. “Durhaka tahu.”“Ada

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BIAYA RUMAH SAKIT

    Uang makin menipis, sedang hubungannya dengan Munaroh makin memanas membuat kepala Romlah cenat cenut tak karuan. Belum lagi dirasa badan sedang tak bersahabat.“Urut enak kali ya?” ucapnya sambil memijit-mijit kakinya yang kesemutan. “Duh, mules lagi.”Panggilan alam membuat Romlah bangkit ke kamar mandi. Dengan santai ia masuk ke dalam yang tak ia sadari jika lantai kamar mandi licin. Tak ayal ia langsung terpelet.“Auww!” pekiknya keras membuat Ali dan Munaroh tergopoh-gopoh menghampirinya.“Enyak!” teriak histeris Ali yang langsung membantu Romlah bangkit.“Sakit Al!” teriak Romlah saat kakinya tak bisa digerakkan.“Bang, langsung bawa ke rumah sakit saja!” titah Munaroh yang diiyakan suaminya.Romlah tampak kesakitan sepanjang jalan ke rumah sakit. Di tengah perjalanan Ali menghubungi kedua saudaranya jika Romlah jatuh di kamar mandi dan dilarik

  • GANTENG-GANTENG PELIT   GENCATAN SENJATA

    “Enak saja loe minta uang kontrakan!” bentak Romlah yang sudah di depan mata menantunya sambil berkacak pinggang.“Kontrakan ini dibangun di tanah gue ya, kenapa loe yang mau duitnya?” tunjuknya ke muka sang menantu. “Matre banget sih jadi bini.”“Kalau gaji Bang Ali semua Enyak minta, uang kontrakan Enyak minta, lalu Bang Ali nafkahin Munaroh pakai apa?” jawab Munaroh nambah bikin kesel mertuanya.“Kan loe banyak duit, pakai aja duit loe sendiri!” sanggah Romlah. “Kalau sudah rumah tangga itu, uang istri ya uang suami.” Romlah mencari pembenaran atas ucapanya.“Ga kebalik, uang suami itu uang istri,” tukas Munaroh ketus.“Uang anak laki ya uang emaknya karena surge ada di telapak kaki ibu,” sahut Romlah masih tak mau kalah.“Denger tuh Bang, kata Enyak.” Munaroh menatap suaminya sebagai pelampiasan kesal. &ld

DMCA.com Protection Status