Share

COWOK MATRE

Author: ENI SUPADMI
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ali bin Sabeni. Pemuda kelahiran Jakarta, dua puluh tiga tahun silam. Lahir sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara. Dan menjadi anak laki satu-satunya dari pasangan Sabeni dan Romlah. Tamatan SMA Negeri dan sekarang bekerja sebagai karyawan di Departemen Store.

Sabeni adalah juragan kontrakan dan tanah. Ia jago sebagai makelar tanah, jadi tak heran jika tanahnya ada di mana-mana. Namun semua harta yang dikumpulkan dari hasil makelar kini tinggal kenangan. Habis untuk berobat saat ia divonis menderita diabetes hingga meninggal dunia.

Rumah besar yang dulu mereka sekeluarga tinggalipun harus terjual. Tersisa rumah dan kontrakan yang sudah dibagi adil kepada ketiga anaknya. Belum lagi beberapa tanah yang dijual paksa oleh kedua mantu Romlah yang memang ternyata pengangguran.

Kini hanya tersisa rumah yang bisa dibilang kontrakan petak dan sepuluh kontrakan yang hanya terisi lima kamar. Semua itu menjadi hak milik Ali alias Al dengan syarat dia dan is

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MODAL NIKAH

    Hari ini Nur mentraktir kedua sahabatnya di Bebek Kaleyo. Sepertinya ada hal yang ingin disampaikan gadis keturunan Jawa-Sunda ini.“Ada apa sih? Sepertinya senang banget?” tanya Wulan sudah tak sabar menunggu.Yang ditanya hanya senyam-senyum tanpa kata. Makin membuat penasaran kedua sahabatnya.“Kasih tahu dong! Jangan cuma senyam-senyum doang,” gerutu Sri.“Aku dilamar,” seru Nur sambil memamerkan cincin indah di jemari manisnya.“Beneran Nur?” Wulan memastikan dengan wajah berbinar. Sedang Sri mulutnya terbuka, tak bisa menutupi rasa bahagianya.“Iya, bener,” jawab Nur mengangguk dan terus tersenyum."Selamat ya!” Wulan dan Sri memeluk erat sahabatnya yang sebentar lagi jadi istri orang.“Kalian nanti datang ya!” pinta Nur.“Pasti,” jawab Wulan langsung. “Nanti aku ke sana bareng Sri pakai mobil Bang Somad.&r

  • GANTENG-GANTENG PELIT   TRAGEDI HELM

    Wajah Ali terlihat kusut saat mampir ke warung milik Dadang. Tampak warung itu sepi. Biasanya jadi tempat mangkal teman-temannya bareng sang pacar.“Yang lainnya pada ke mana?” tanya Ali sesudah meneguk minuman dingin dari show cash warung.“Pada main ke kos pacarnya,” jawab Dadang. “Mungkin lagi pada indehoy kali.”“Terus cewek loe mana?”“Gue baru saja putus,” jawab Dadang lesu.“Kok bisa?” tanya Ali penasaran.“Dia dijodohkan sama orang tuanya.” Jawaban Dadang membuat tawa Ali meledak-ledak.“Nasib kita sama dong, Bro.” Ali menepuk-nepuk pundak temannya. “Sama-sama ditinggal married sama pacar.”“Emang Sri nikah juga sama orang lain?” Dadang menebak karena penasaran.“Bukan.” Ali mengibaskan tangan. “Dulu, Amoy kan ninggalin gue nikah sama cowok lain,” ujar

  • GANTENG-GANTENG PELIT   DOMPET DI JOK MOTOR

    Ali menyimpan semuan hal-hal penting di dompet lusuhnya. Mulai dari STNK Motor, BPKP motor yang baru saja lunas. KTP, ATM, BPJS dan tentunya juga uang tunai. Satu kebiasaan Ali sedari dulu, ia selalu menyimpan dompet di jok motor biar aman. Apalagi saat sedang jalan dengan pacar, tentu aman jika beralasan, “Maaf ya Sayang, dompetku ketinggalan di jok motor.”Off hari ini Ali tak janjian dengan Sri padahal hari inipun ceweknya libur kerja. Sudah beberapa minggu ini, mereka memang tak punya jadwal off bersama. Rasa rindu yang menderu, membuat Ali melajukan motor Revonya ke kosan Sri. Berharap sang kekasih sedang santai dan mereka bisa bermesraan di kamar kos.“Tok…tok..tok, asaalamualaikum.” Ali memberi salam.Tak berapa lama Sri membuka pintu. Tampak gadisnya sudah cantik dengan rambut dikucir kuda, celana jeans dan kaos cowok sehingga lekuk tubuhnya tak terlihat.“Kamu mau ke mana?” tanyanya p

  • GANTENG-GANTENG PELIT   KATAKAN PUTUS

    Ali masuk ke rumah tanpa semangat. Mukanya kusut mengundang tanda tanya Romlah yang sedang asyik nonton sinetron.“Kenapa loe, Al?” tanyanya lansung melongok ke luar rumah karena tak mendengar suara motor anaknya. “Motor loe mana?”“Ilang, Nyak,” jawabnya lesu.“Ilang?” pekik Romlah kaget setengah lemas. “Kok bisa?”“Iya, ilang di mall saat nganterin Sri belanja.”“Terus, sudah dilaporin ke polisi belum?”“Sudah, Mak. Semoga cepat diusut nih kasus,” harapnya.“Lagian ngapain sih loe pakai acara nganterin pacar loe shoping ke mall? Kan begini kejadiannya?” Romlah menyalahkan sang anak.“Namanya pingin pacaran, Nyak,” kilah Ali.“Tapi malah dapet apes,” seloroh Romlah.“Ya, mau gimana lagi, Mak. Namanya musibah,” jawab Ali pasrah.“Kamu janga

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MANTAN PACAR

    Ali sibuk merapikan celana jeans yang habis diacak-acak oleh ibu-ibu atau perempuan yag suka barang diskonan. Seorang wanita cantik, berok mini menghampirinya dengan senyum.“Hay, Al,” sapanya hangat.Ali mendongak lalu membalas senyuman itu. Tak percaya cewek yang dulu pernah di hati itu menghampirinya.“Gimana kabar?” imbuhnya lagi.“Baik,” jawab Ali senyum-senyum. “Kamu sendiri?”“Baik,” jawab si gadis dengan memainkan kaki. “Sudah makan siang belum?”Ali melihat jam di pergelangan tangan. Waktu sudah menunjukkan waktu makan siang. Dia tersenyum dan menggeleng.“Makan siang yuk!” ajak si gadis. “Aku yang traktir,” tuturnya kemudian membuat mereka bergegas meninggalkan Departemen Store.Tak berapa lama hidangan tersaji di meja. Dengan lahap diselingi obrolan mereka menikmati makan siang.“Gimana kab

  • GANTENG-GANTENG PELIT   JOMBLO BERJAMAAH

    Seminggu kemudian Ali sudah bisa beraktivitas kembali meski belum sesempurna sebelumnya. Saat bekerja, jalannya masih pincang. Untuk pergi kerjapun harus diantar jemput Dadang.Bersyukur selepas magrib Amoy selalu berkunjung ke rumah Ali dengan membawa banyak makanan dan buah. Memastikan Ali rutin minum obat dan mengganti perban Ali. Jelas hal itu membuat Ali tersanjung. Begitupun dengan Romlah, begitu senang jika cewek keturunan Cina itu ke rumah.“Neng Amoy perhatian banget sama Al,” ujar Romlah mengomentari Amoy dengan hati-hati mengganti perban di kaki Ali.“Biasa saja Bu,” jawab Amoy merendah.“Aduh Enyak jadi tersanjung deh ada yang perhatian banget sama anak Enyak.” Ujarnya. “Apalagi kalau ke rumah bawa banyak makanan dan buah.”“Biar Al cepat sembuh, Bu. Makan buah dan teratur minum obat, bisa mempercepat masa penyembuhan.“Andai pacar Al sebaik neng Amoy, past

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MASA PALING INDAH

    Putus dengan Ali adalah momen paling indah dalam hidup Sri. Bagaiman tidak? Akhirnya ia bebas hidup dalam kepura-puraan. Pura-pura mencintai pacar. Pura-pura tidak risih dengan keromantisan Ali. Dan pura-pura tidak makan hati dengan kepelitan sang pacar.Langkah kaki Sri begitu ringan menjalani hari-hari jomblonya kembali. Lebih fresh dan segar dalam melayani customer. Jelas itu menguntungkan dirinya. Omset penjualan susunya melebihi target.“Sudah pulang Sri?” sapa Wulan saat Sri melintas kamar kosnya yang terbuka.Sri masuk ke kamar sahabatnya yang tampak berantakan. Tumpukan baju sudah siap masuk ke koper. Begitupun barang-barang yang dianggap penting.“Kamu mau pulang kapan?” tanya Sri.“Besok pagi, sama kakakku dari Tangerang,” sahut Wulan.“Nur sudah nikah. Seminggu lagi kamu nikah,” ujar Sri senang. “Tapi maaf, aku ga bisa datang,” ujar Sri sedih.&

  • GANTENG-GANTENG PELIT   KEMBALI PADA MANTAN

    Selepas putus dengan Sri, Ali masih menyendiri. Belum menemukan sosok pengganti Sri dalam hidupnya. Begitupun dengan ketiga temanya, harus rela menjadi jomblo.“Gara-gara Sri nih, gue jadi jomblo,” keluh Dadang.“Iya, cewek gue diajakin balik lagi ga mau,” timpal Mansyur.“Padahal nyaris saja, aku dapetin tuh keperawanan pacarku,” sahut Mail“Kamu sih Al, pakai ngajakin Sri ke warung!” Dadang menyalahkan. “Kan urusannya jadi berabe.”“Lha, kalian sendiri kan yang nantangin gue buat icip-icip Sri depan kalian?” Ali membela diri.“Tapi ga tahunya malah Sri itu mirip Srigala kalau marah,” umpat Dadang kesal.“Sudah sih, cari aja pacar lagi!” usul Ali. “Biasanya kan kalian cepet dapet pacar.”“Iya, itu dulu sebelum mantan kita bikin status lalu ngetag kita-kita,” keluh Dadang.&ldq

Latest chapter

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PEMBANTU

    Munaroh memakai jasa pembantu untuk pekerjaan rumah tangga. Ia hanya ingin fokus merawat Billar saja. Hal itu justru memicu kemarahan Romlah. Ia menganggap mantunya itu males dan buang-buang duit saja. Ia mulai cari celah untuk menjatuhkan Munaroh. Sebelum magrib sang pembantu pulang.“Enak banget ya, kerjaannya cuma tiduran dan mainan handpone,” usik Romlah saat mantunya sedang tiduran dengan sang cucu.“Kan semua sudah dikerjain sama Bibi, Nyak,” jawab Munaroh yang kemudian meletakkan hapenya di bantal.“Loe itu malas banget jadi orang!” Romlah mulai meninggi karena ucapannya berani dijawab. “Jadi bnii tuh jangan Cuma tiduran, main hape tapi harus masak, beres-beres rumah.”“Aku kan punya bayi, Nyak,” sanggah Munaroh lagi membuat mata mertuanya melotot.“Bayi jangan dijadikan alasan buat malas-malasan!” sentak Romlah. “Dulu Enyak kalau punya bayi, juga mas

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BUKAN MALAIKAT

    “Ali, Ali!” teriak Romlah di sela isak tangisnya menggegerkan rumah Munaroh yang mulai sepi. Hanya ada Rojali dan beberapa kerabat yang masih membereskan sisa aqiqah.“Ali, Ali!” Romlah terus berteriak saat anaknya belum jua menampakkan batang hidungnya. Suaranya mulai parau karena habis menangis meraung-raung.“Ada apa, Nyak?” Tanya Ali yang tergopoh-gopoh menghampirinya yang disusul oleh Rojali dan Munaroh.“Rumah Enyak, Al,” sahut Romlah dengan isak tangis.“Kenapa dengan rumah Enyak?” Ali mulai panik yang kemudian menatap Atun dan Karyo bergantian.“Rumah Enyak, Al,” kalimat Romlah tertahan. Kalah dengan tangisannya yang kencang.Tiba-tiba Romlah merasakan tubuhnya terasa lemas. Berita duka ini membuat kakinya tak mampu menopang tubuhnya yang mulai kurus semenjak ditinggal Ali. Ali menuntun tubuh ibunya duduk di kursi. Seorang kerabat Munaroh memb

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MANTU KERE

    Sepeninggalan Rohaye dan Malih, Romlah memanggil Atun dan Karyo. Setali dua uang dengan mantunya yang pertama, mantu kedua inipun tak bisa diandalkan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Karyo bukan tak mau menyenangkan mertuanya, tapi hasil jualan cilok hanya cukup untuk makan dan sekolah anak-anaknya saja.“Tempe lagi, tempe lagi,” gerutu Romlah saat Atun hanya menyajikan tumis kangkung dengan tempe goreng di atas meja makan.“Ikan kek, daging kek,” imbuh Romlah melirik menantunya yang taku-takut menatapnya.“Rezekinya ini, Nyak,” sahut Atun bijak.“Masa tiap hari ini doang makannya!” umpat Romlah. “Bisa-bisa stroke lagi gue makan makanan tak bergizi seperti ini.” Tunjuknya pada menu yang dimasak Atun.“Ya, udah, Enyak mau makan apa?” tanya Karyo akhirnya.“Nasi padang,” sahut Romlah.“Aku ayam goreng, Pak!” pinta kedua anakn

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MANTU BENALU

    Karena lelah hati dengan ucapan Romlah yang setiap hari menyindirnya, Ali malah kepikiran ucapan Dadang. Dia ingat kembali kata-kata sahabatnya itu.‘Apa iya ya, aku sudah dzolim sama Munaroh selama ini?’‘Apa Munaroh marah karena aku tak pernah memberi nafkah meski dia punya uang banyak?’‘Apa aku pertahanin Munaroh demi kebahagiaan anakku kelak?’‘Tapi kalau aku milih Munaroh, Enyak pasti marah dan aku jadi anak durhaka?’Perang batin Ali dimulai. Ingin rasanya kembali memperbaiki hubungan dengan sang istri. Namun ia takut jika sang ibu marah. Tapi jika terus hidup seperti ini, diapun tak mau. Dia laki-laki normal, ingin dicinta dan diperhatikan oleh seorang wanita.“Udah gajian belum, Al?” Tiba-tiba suara Romlah membangunan anaknya dari lamunan.“Udah, Nyak,” sahut Ali yang langsung mengeluarkan uang dari dompetnya.“Kok cuma segini?&

  • GANTENG-GANTENG PELIT   SI PAHIT LIDAH

    Rencana perceraiannya dengan Munaroh membuat beban pikiran Ali. Ga tahu harus berbuat apa karena Munaroh sudah menutup pintu damainya dengan Romlah.“Kenapa loe, Al?" tanya Dadang saat sahabatnya itu mampir ke warungnya.“Gue lagi pusing nih, Dang?” keluh Ali. “Gue disuruh cerai sama Enyak.”“Apa?” pekik Dadang. “Enyak loe suruh loe cerai?”“Iya.” Ali mengangguk lemah. “Padahal Munaroh lagi hamil.”“Emang apa masalahnya?” Dadang mencoba tenang.“Enyak marah gara-gara Munarih gam au pinjemin uang buat modal usaha Mpok Rohaye.” Zuki membuka cerita.“Emang berapa?” Dadang penasaran.“Lima puluh juta.”“Jelaslah ga mau,” sahut Dadang santai. “Uang segithu banyak, belum tentu usaha kakak loe berhasil.”“Iya juga sih.” Ali setuju. “Munaroh j

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PERANG DUNIA KEDUA

    Menjelang sore toko tampak rame. Banyak pemilik warung yang berbelanja di toko grosir milik Munaroh. Selain harganya miring, Munaroh termasuk ramah kepada pelanggannya. Tak ada satupun langganan yang ia sepelekan meski cuma belanja dalam porsi kecil.Namun di tengah kesibukannya di belakang meja kasir, mendadak perut Munaroh terasa mual-mual. Ali, yang kebetulan baru datang segera menghampiri istrinya dengan wajah cemas.“Kamu sakit, Yang?” tanyanya yang memapah tubuh Munaroh yang hampir saja jatuh karena hilang keseimbangan.“Ga tahu ini, Bang, perutnya mual-mual, pingin muntah,” sahut Munaroh dengan keringat dingin.“Kamu sakit, Yang, wajahmu pucat.” Ali makin khawatir. “Kita periksa, yuk!”“Iya, Bang.” Munaroh menurut. Ia memang tipikal wanita yang ga mau sakit berlama-lama.Beberapa menit setelah diperiksa, pasutri itu duduk di depan dokter.“Sakit apa,

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MESIN UANG

    “Bang, besok kan Enyak kontrol dan terapi,” ucap Munaroh di depan meja hias.“Iya,” sahut Ali datar. “Aku besok juga ambil off kok biar bisa ngantein Enyak.”“Besok, biaya rumah sakitnya pakai uang Enyak sendiri ya!” ucapan Munaroh membuat mata suaminya terbeliak.“Kok githu?”“Ya kan setahun ini semua pakai uang Munaroh dari makan, listrik, terapi Enyak dan biaya operasi,” beber Munaroh. “Dan semua itu banyak keluar uang.”“Tapi kalau nanti Enyak suruh bayar sendiri takutnya Enyak marah dan tekanan darahnya tinggi, masuk ke rumah sakit, bagaimana?” Ali mengurai ketakutannya.“Ya, kalau gini terus ya berat di aku dong, Bang!” keluh Munaroh. Palagi semua gaji dan uang kontrakan diminta Enyak.”“Kok kamu itung-itungan sih sama, Enyak!” hardik Ali kesal. “Durhaka tahu.”“Ada

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BIAYA RUMAH SAKIT

    Uang makin menipis, sedang hubungannya dengan Munaroh makin memanas membuat kepala Romlah cenat cenut tak karuan. Belum lagi dirasa badan sedang tak bersahabat.“Urut enak kali ya?” ucapnya sambil memijit-mijit kakinya yang kesemutan. “Duh, mules lagi.”Panggilan alam membuat Romlah bangkit ke kamar mandi. Dengan santai ia masuk ke dalam yang tak ia sadari jika lantai kamar mandi licin. Tak ayal ia langsung terpelet.“Auww!” pekiknya keras membuat Ali dan Munaroh tergopoh-gopoh menghampirinya.“Enyak!” teriak histeris Ali yang langsung membantu Romlah bangkit.“Sakit Al!” teriak Romlah saat kakinya tak bisa digerakkan.“Bang, langsung bawa ke rumah sakit saja!” titah Munaroh yang diiyakan suaminya.Romlah tampak kesakitan sepanjang jalan ke rumah sakit. Di tengah perjalanan Ali menghubungi kedua saudaranya jika Romlah jatuh di kamar mandi dan dilarik

  • GANTENG-GANTENG PELIT   GENCATAN SENJATA

    “Enak saja loe minta uang kontrakan!” bentak Romlah yang sudah di depan mata menantunya sambil berkacak pinggang.“Kontrakan ini dibangun di tanah gue ya, kenapa loe yang mau duitnya?” tunjuknya ke muka sang menantu. “Matre banget sih jadi bini.”“Kalau gaji Bang Ali semua Enyak minta, uang kontrakan Enyak minta, lalu Bang Ali nafkahin Munaroh pakai apa?” jawab Munaroh nambah bikin kesel mertuanya.“Kan loe banyak duit, pakai aja duit loe sendiri!” sanggah Romlah. “Kalau sudah rumah tangga itu, uang istri ya uang suami.” Romlah mencari pembenaran atas ucapanya.“Ga kebalik, uang suami itu uang istri,” tukas Munaroh ketus.“Uang anak laki ya uang emaknya karena surge ada di telapak kaki ibu,” sahut Romlah masih tak mau kalah.“Denger tuh Bang, kata Enyak.” Munaroh menatap suaminya sebagai pelampiasan kesal. &ld

DMCA.com Protection Status