Share

JOMBLO AKUT

Penulis: ENI SUPADMI
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Namanya Srikandi tapi biasa dipanggil Sri. Jomblo akut penghuni kamar kos tiga belas. Paras cantik, hidung bangir, tinggi semampai dan berambut panjang bergelombang. Jika dilihat-lihat ia cantik menawan tapi entah sampai usia dua puluh empat tahun, ia belum juga punya seorang kekasih. Padahal sang ibu di kampung sudah menanyakan kapan ia menikah. Maklum dua sahabatnya dari kecil, Wahyuni dan Wati, keduanya sudah menikah dan mempunyai anak.

“Sri, kamu malam mingguan di rumah saja?” tanya Wulan, teman satu kos-kosan. Dia menempati kamar tepat di depan kamar milik Sri.

“Ya, iya, emang mau ke mana?” Sri melongok ke kamar Wulan.

Tampak temannya itu sudah cantik dengan dress pink selutut, bibir merona pink dan juga bando pink menghiasi rambutnya. Teman Sri ini penyuka warna pink sekaligus menggambarkan tentang dirinya yang feminim habis.

“Aku pergi dulu ya, Sri!” pamitnya berlalu. Semerbak wangi parfum tercium hidung bocah perantauan itu.

“Wangi banget,” komentar Sri.

“Ya iyalah, namanya mau ketemu pacar,” jawab Wulan santai lalu pergi.

Selepas pergi, terlihat kamar kos di sebelah Sri yang dihuni oleh Nur terbuka. Gadis itu tampak cantik dengan balutan jelana jeans dan kaos yang begitu pas ke badan.

“Mau pergi juga?” tanya Sri.

“Ya, iyalah. Kan ini malam minggu. Waktunya bertemu dengan pacar dong,” jawan Nur.

“Bukannya tiap hari bertemu?”

“Beda, Sayang!” Nur mencolek dagu temannya. “Kalau malam minggu itu waktunya memadu kasih di tempat romantis,” selorohnya. “Makanya kamu punya pacar, jangan jomblo melulu!” ejeknya dengan tawa lalu kabur.

Sri memandang ke sekeliling. Kamar kos yang terdiri dari sepuluh kamar ini sepi. Semua penghuninya menikmati malam minggu kecuali dia. Gadis itu masuk kamar lalu menyalakan TV. Sinetron menjadi teman sehari-harinya, saat kedua temannya pulang telat karena pergi dengan pacar mereka terlebih dahulu.

Sri adalah SPG susu untuk usia nol bulan hingga lima tahun. Ia ditugaskna di swalayan yang berada di Sunter Mall. Setiap hari aktivitasnya cuma kerja, kos dan sesekali jalan-jalan. Dulu ketika kedua temannya masih jomblo, mereka sering pergi-pergi dan nongkrong bareng. Namun semua berubah saat kedua temannya menemukan seseorang yang disebut pacar.

*******

“Sri, memang di tempat kerjamu itu ga ada yang laki-laki,” tanya Bu Surti,ibunda Sri.

“Ya ada Bu, emang kenapa?”

“Kok kamu sampai sekarang ga punya-punya pacar tho? Lha temenmu Narti dan Endang saja sudah punya anak kok,” cecar Bu Surti.

“Jangan-jangan kamu ga suka laki-laki ya, Sri?” Pertanyaan sang ibu membuat Sri tercengang.

“Ya Allah Bu, aku itu masih waras. Masih doyan laki-laki,” jawab Sri menyakinkan.

“Kok sampai sekarang belum menikah? Belum punya pacar?” cecar Bu Surti.

“Ya belum ketemu jodoh mau gimana?”

“Jangan-jangan kamu milih-milih ya jadi perempuan?” tuding sang ibu. “Jangan terlalu milih-milih Sri nanti kamu malah ga kepilih.”

Obrolan dengan sang ibu beberpa waktu lalu via ponsel masih teringat. Bagaimana  ia mau pilih-pilih sedang pilihan saja tidak tersedia.

Sri memutar otak, bagaimana ia mendapatkan pacar agar tidak terus-terusan dicecar oleh sang ibu dan diejek kedua sahabatnya. Tak sengaja ia membaca iklan biro jodoh di koran yang biasa ia beli.

“Apa ikut biro jodoh saja ya?” pikir Sri. “Kali saja nemu jodoh yang cocok.”

Akhirnya Sri menghubungi beberapa nomor yang masih berstatus single. Ada tiga cowok yang masuk kriteria dan asyik diajak mengobrol. Semoga saat kopi darat mereka tidak mengecewakan.

*********

Sebulan asyik ngobrol dan cuap-cuap di dunia maya akhirnya Dandi mengajak ketemuan. Selepas kerja, Sri berniat menghampirinya di Mall Artha Gading, tempat mereka janjian. Untung Kopaja 27 hari ini langsung lewat. Jadi ia bisa segera bertemu dengan teman dunia mayanya.

[ Aku sudah sampai mall. Kamu di mana? ]

Tak lama kemudian Dandi menelpon.

“Aku di KFC, pakai kaos merah. Kamu pakai baju warna apa?”

“Warna biru dongker,” jawab Sri sembari berjalan ke arah KFC. “Aku ke sana.”

“Oke.” Obrolan terputus.

Tampak Sri celingak-celinguk mencari sosok Dandi dengan kaos warna merah di sekitaran pengunjung restoran ayam terlaris itu. Ia garuk-garuk kepala ketika dirasa orang yang dicari tak ditemukan. Karena ada beberpa cowok yang memakai kaos merah namun membawa pasangan.

“Jangan-jangan selama ini aku chatingan sama cowok orang?” pikir Sri bergidik takut disebut tukang rebut pacar orang.

“Sri, ya?” sebuah suara mengejutkannya.

Gadis desa itu menoleh dan mendapati seorang cowok hitam tersenyum padanya. Sebuah senyum yang langsung membuat bulu kuduknya merinding.

“Dandy?” Sri memastikan.

“Iya,” jawabnya sembari mengulurkan tangan. Sedikit ragu Sri membalas. “Cantik juga,” ucapnya dengan mengedipkan sebelah mana membuat mata Sri membulat.

Andai saja ia bisa lari, mungkin ia akan lari sekencang mungkin. Namun apa daya, dia sudah tertangkap basah, ketemu langsung. Tak mungkin ia menghindar, takut menyinggung perasaan Dandy. Makanya untuk menghormati pertemuan ini, ia merelakan waktu untuk mengenal satu sama lain dengan menyantap Fried Chicken nomer satu di dunia.

“Kerja di mana?” tanyanya.

“Di mall,” jawab Sri singkat. “Kamu kerja di mana?” tanya Sri balik.

“Aku sudah sepuluh tahun kerja di pabrik mobil. Sudah karyawan tetap. Gaji UMR belum ditambah kalau lemburan. Kesejahteraan dan kesehatan karyawan terjamin. Bahkan bonus akhir tahun bisa lho buat beli satu unit sepeda motor matic,” ceritanya berapi-api membuat Sri manggut-manggut.

“Mungkin tampang boleh saja di bawah standart. Tapi kalau pekerjaan dan masa depan terjamin tentu tak masalah. Toh wajah bisa dipermak kalau punya duit,” pikir Sri dalam hati.

“Kuantar pulang, ya!” tawar Dandy langsung diiyakan oleh gadis desa itu.

Sri mengekor Dandy ke parkiran motor. Setelah berkeliling, Dandy mengambil helm dan memberikan kepada Sri lalu menarik motor Mega Pro butut. Tampak dahi Sri berkerut. Kerja di pabrik mobil dengan gaji mapan tapi motornya?

“Ayo naik!”

Belum selesai dengan tanya hati, tiba-tiba suara Dandy mengejutkannya. Dengan sedikit manyun, ia memakai helm yang jauh dari standart SNI dan naik di belakang tubuh Dandy.

Semerbak bau apek menyeruak dari jaket yang dipakai Dandy dan hampir saja membuatnya muntah.

Sri serasa naik odong-odong ketika diantar Dandy. Terasa tak nyaman dan malu sepanjang jalan bertemu dengan motor mulus keluaran terbaru. Sebuah kejutan datang dari motor teman di biro jodohnya itu. Tanpa permisi, si motor mogok di depan PT. Mandom.

Dandy menoleh ke belakang lalu tersenyum manis pada wajah Sri yang penuh tanya jawab.

“Motornya mogok,” ucapnya dengan gaya nyengir kuda.

Sri menelan saliva lalu turun dengan perasaan dongkol. Obrolan manis tentang gaji, pekerjaan mapan terbanding terbalik dengan situasi di lapangan.

“Kalau begitu aku pulang duluan, ya!” ucap Sri tak mau menunda waktu.

“Oke, lain waktu kita ketemu lagi ya!” sahut Dandy.

Sri melepas helm dan mengembalikannya pada si pemilik motor mogok. Kemudian berlari menyusul Kopaja yang sudah penuh penumpang.

******

Pekan berikutnya, Sri bertemu dengan Leo di ITC Cempaka Mas. Cowok putih, tinggi itu terlihat makin menawan dengan topi hitam yang menutupi rambut.

“Sudah lama nunggu ya?” tanya Sri yang tak enak hati karena telat sejam dari waktu yang dispekati.

“Enggak kok untuk cewek semanis kamu,” jawabnya bertabur gombal.

“Kerja di mana?” tanya Sri mengalihkan obrolan.

“Aku kerja jadi satpam di bank. Alhamdulillah sudah diangkat karyawan tetap dan sekarang lagi nyicil perumahan di daerah Bekasi,” jawabnya panjang lebar.

“Kok ambil di sana? Jauh banget?”

“Kan aku kerjanya di daerah Bekasi dan di sana banyak perumahan yang terjangkau dengan gaji karyawan,” jawabnya bijak. “Kamu sendiri kerja di mana?”

“Di mall,” jawab Sri singkat.

Obrolan mereka terus mengalir meski terkadang terasa garing untuk Sri. Banyak percakapan yang di telepon diulang kembali ketika mereka bertemu.

“Aku pulang, ya!” pamit Sri yang mulai bosan.

“Aku antar!” Leo menawarkan diri dan Sri mengangguk.

Parkiran terasa panas dan sesak oleh motor pengunjung mall yang membludak di akhir pekan. Leo membuka topinya untuk mengusir rasa gerah yang menjalar di rambut. Dari belakang Sri melongo dengan mulut menganga melihat penampilan rambut Leo yang hampir botak separo seperti Mario Teguh.

Kirain cool beneran. Tak tahunya topi itu untuk menutupi kekurangan diri.

******

Malam miggu kelabu, Sri sendirian menyusuri mall yang padat dikunjungi pasangan muda-mudi. Tampak ia asyik melihat-lihat barang-barang yang bertabur diskon di etalase mall. Sehingga ia tak melihat orang-orang yang berjalan melawan arahnya. Dan “Buk!” ia terjatuh karena tertabrak.

“Maaf ya, Mbak!” pinta si penabrak dengan membantu Sri bangkit.

“Iya, gapapa,” sahut Sri tak bergairah.

Namun senyum sumringah langsung terlihat saat kedua mata Sri beradu tatap dengan mata orang yang yang menabraknya.

“Sri.”

“Ali.”

“Ma siapa ke sini?”

“Sendiri.”

“Aku juga sendiri,” sahut Ali tak lepas dari senyum. “Berarti kita jodoh ya.”

“Maksudnya?” dahi Sri berkerut, tak paham dengan kalimat teman barunya.

“Sebenarnya semenjak pertama kali bertemu, aku sudah jatuh cinta sama kamu.” Ali mengungkap isi hati membuat Sri terperanjat.

“Mau ga, ka..ka..mu jadi pacarku?” lanjut Ali kemudian dengan sedikit grogi.

Sri berpikir sejenak. Mengamati lawan bicaranya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Jika dilihat-lihat, Ali ini cool dan ganteng. Badannya juga proposional. Pakaiannya gaul. Tak ada salahnya mencoba pacaran dengannya. Agar status jomblo akutnya hilang dari kehidupannya dan ia tak lagi dicecar sang ibu serta diejek oleh kedua sahabatnya.

“Aku mau,” sahut Sri kemudian.

Bab terkait

  • GANTENG-GANTENG PELIT   TERLALU ROMANTIS

    Akhirnya Sri bisa melepas status jomblonya. Di usia yang begitu matang, ia merasakan diperhatikan oleh kekasih. Bentar-bentar masuk pesan dari Ali.[Sudah makan belum?][Jangan lupa solat ya!][Met tidur, mimpiin aku!][Love you Honey.][Kangen nih.]Awalnya Sri berbunga-bunga dapat pesan-pesan gombal itu. Namun memasuki usia pacaran mereka yang ketiga bulan, kok ia mulai merasa risih tiap dapat pesan dari Ali.Belum lagi, pacarnya itu selalu menelponnya tengah malam dengan menggunakan paket nelpon murah. Ngobrol ngalor ngidul ga tentu arah hingga dua jam.Jika besoknya shif dua sih ga masalah. Namun jika ia harus kerja pagi, pastinya ia ngantuk dan mengganggu kerjaan.“Matamu kenapa? Kaya mata panda?” tanya leader Sri pagi itu.“Iya, kurang tidur nih, Mbak,” jawab Sri sambil terus merapikan susu.“Tidur jangan malam-malam!” titah sang leader. “B

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PAKET ATTACK

    Hari yang sibuk dan melelahkan. Datang barang dan hari ini sang leader minta hasil penjualan selama sebulan untuk pencairan bonus. Serta merta semua harus selesai hari ini. Belum lagi pengunjung yang ramai di awal bulan.Kesibukan ini membuat Sri tak sempat makan siang meski lapar mendera. Tapi semua tak dirasa karena omset hari ini sungguh luar biasa. Sudah mengisi sepertiga dari target sebulan. Sebelum pulang, ia langsung mengisi form permintaan barang.“Kita makan dulu yuk!” ajaknya saat menemui Ali yang menunggu. “Dari siang belum makan.”“Kok belum makan?” tanya Ali perhatian.“Tadi datang barang dan rame pengunjung. Jadi deh ga sempet makan.”“Ga boleh githu dong, Sayang.” Ali mulai membelai mesra rambut kekasihnya. “Meski sibuk kerja tapi harus disempetin makan. Takut kamu maag.”“Makasih, ya!” ucap Sri langsung bergegas menuju restoran a

  • GANTENG-GANTENG PELIT   DUFAN

    Hari yang dinanti tiba. Dari pagi Sri sudah siap berkemas. Membawa bekal untuk dibawa. Tepat jam sepuluh pagi Ali menjemput. Dengan suka cita dua sejoli itu melaju ke tempat wisata ibukota.Meski bukan weekend namun antrian panjang bak ular. Mungkin karena sedang diskon, banyak antusias dari warga untuk berkunjung. Setelah sekian lama menunggu, antrian Ali dan Sri tinggal satu orang.“Yang, mana uangnya?” Ali menadahkan tangan kanan sementara tangan kiri memegang uang seratus ribuan.Wajah Sri langsung cemberut kesal. Dikiranya Ali akan mentraktirnya masuk ke Dufan. Nyatanya seperti biasa, bayar sendiri-sendiri.Tiket sudah dicap di tangan. Sri langsung bahagia memasuki arena bermain. Tanpa pikir panjang, gadis itu langsung mencoba berbagai wahana. Dari yang kalem sampai memacu adrenalin.Karena kesal Sri sengaja naik ini itu sesuka hatinya tanpa minta persetujuan dulu pada Ali. Alhasil Ali mau tak mau ikut dengan kekasihn

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PACAR PELIT

    Hari ini Sri dapat durian nomplok. Kakak lelakinya yang punya usaha bakso di Solo mengiriminya uang tanpa diminta. Uang itu, dia rencanakan untuk membeli tas. Maklum tas yang ia pakai sehari-hari sudah ketinggalan model.Hari libur yang cerah, Sri meminta Ali untuk mengantarnya ke Mall Arion karena jarah Sunter ke Rawamangun lumayan menguras tenaga jika naik angkutan umum. Harus tiga kali naik angkot.“Mau ngapain Yang, ke Arion?” tanya Ali saat di perjalanan.“Mau beli tas,” jawab Sri singkat.“Kenapa ga beli di Sunter Mall saja?”“Sekali-kali shoping yang jauh.”Satu jam kemudian mereka sampai.Sebenarnya jarak tempuh bisa dicapai empat puluh menitan memakai motor jika jalan motornya dengan kecepatan standart. Namun karena Ali hobi naik motor seperti keong, satu jam sudah sampai itu alhamdulillah.Ali memarkir motor dan menggandeng mesra Sri layaknya kekasih ya

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BELANJA BULANAN

    Merantau seorang diri di Jakarta itu harus membuat Sri pinter-pinter ngatur keuangan. Karena jika nanti ia kehabisan uang tak ada yang bisa diandalkan kecuali kalau ia berani ngutang ke teman kerja atau teman kos.Makanya setiap gajian sudah cair, Sri selalu belanja bulanan untuk menghindari belanja ketengan di warung. Karena menurutnya belanja ketengan jauh mahal dan menguras kantong.“Aku mau belanja bulanan dulu,” ucap Sri saat menemui Ali yang sedang menunggu.“Ya udah, aku temenin ya!” sahut Ali langsung menggandeng kekasihnya masuk ke sawalayan di Sunter Mall.Denga sigap Sri mengambil keperluannya selama sebulan. Lalu membeli beberapa cemilan untuk teman nonton TV di kosan.Antrian kasir lumayan panjang. Maklum, mungkin efek tanggal muda, jadi banyak orang belanja.“Seratus lima puluh ribu,” ucap mbak kasir.Sri bersiap mengeluarkan dompet dari tas.“Ada uangnya?&

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BIOSKOP

    Meski tak hobi nonton namun Sri kadang kala menyambangi bioskop yang biasa terletak di lantai atas mall-mall. Kebetulan kali ini ada film yang diangkat dari novel laris sedang happening. Dia bergegas mengunci pintu kamar kosan. Liburan kali ini rencananya akan dia habiskan sendirian. Malas liburan bareng Ali jika hanya bikin bete.“Mau pergi, Yang?” tanya Ali yang tiba-tiba sudah muncul di depan gerbang.Sri menggigit bibir dengan dahi berkerut. Berbagai macam pertanyaan muncul kok Ali bisa di sini? Bukannya ia harus kerja.“Kamu ga kerja?” selidiknya.“Bagas minta tukeran off. Aku iyain aja karena aku ingat hari ini kamu libur,” jawab Ali tak lepas dari senyum. “Mau ke mana? Kok sudah cantik aja?” Ali menatap pacarnya dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Mau nonton,” jawab Sri langsung tak berselera.“Ikut ya!” sahutnya langsung membuat Sri down. Perasaan

  • GANTENG-GANTENG PELIT   GOCENG

    Swalayan masih sepi di pagi hari. Selesai beres-beres barang, nyetok dan menulis orderan, Sri ikut bergabung dengan beberapa SPG yang asyik ngobrol dengan satpam swalayan.“Eh Sri, gimana hubunganmu dengan Ali? Masih lanjut?” tanya Opik yang merupakan tetangga Ali.“Baik-baik saja,” jawab Sri bertanya-tanya. Kok tetangga Ali bertanya seperti itu. “Emang kenapa, Bang?” tanyanya sedikit penasaran.“Betah saja kamu pacaran sama cowok pelit,” celetuk Opik membuat Sri terkejut. Wajahnya memerah karena teman teman SPG langsung menatapnya.“Beneran Sri, Ali pelit?” tanya Hani.“Malas banget pacaran sama orang pelit,” tukas Dewi.“Makan ati mlulu tuh,” cibir Ratna sambil tertawa.Reaksi teman-temannya membuat Sri mati kutu. Bingung mau jawab apa karena yang diucapkan tema-temannya benar semua.“Pelit kan sama orang lain. Tapi sama pa

  • GANTENG-GANTENG PELIT   KONTRAKAN SEPULUH PINTU

    Hari berlanjut. Hubungan Sri dan Ali adem ayem saja. Sri yang santai dan tak pernah membahas apapun. Sedang Ali yang selalu menceritakan impiannya untuk menikah dan punya anak banyak dari Sri membuat hubungan mereka hambar bagi Sri. Namun tidak bagi Ali. Pemuda hitam manis itu betul-betul sudah jatuh hati.“Yang, main ke rumahku yuk!” ajak Ali sepulang kerja. “Ibu pingin ketemu dengan calon mantu,” godanya ditanggapi Sri dengan seulas senyum.Ketemu ibunya Ali? Kenapa takut? Toh ia juga ingin membuktikan ucapan Opik jika pacarmya itu satu keluarga memang pelit. Gadis itu juga penasaran dengan kontrakan yang selama ini digembar-gemborkan oleh pacarnya.“Boleh.” Sri mengiyakan.Keesokan harinya, selepas dzuhur Sri dijemput Ali dan menyambangi rumah Ali di kawasan Warakas. Gang sempit dan pemukiman padat merayap. Sebuah rumah besar dan indah memukau Sri. Pasalnya, Ali begitu pelan mengendarai motor saat di de

Bab terbaru

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PEMBANTU

    Munaroh memakai jasa pembantu untuk pekerjaan rumah tangga. Ia hanya ingin fokus merawat Billar saja. Hal itu justru memicu kemarahan Romlah. Ia menganggap mantunya itu males dan buang-buang duit saja. Ia mulai cari celah untuk menjatuhkan Munaroh. Sebelum magrib sang pembantu pulang.“Enak banget ya, kerjaannya cuma tiduran dan mainan handpone,” usik Romlah saat mantunya sedang tiduran dengan sang cucu.“Kan semua sudah dikerjain sama Bibi, Nyak,” jawab Munaroh yang kemudian meletakkan hapenya di bantal.“Loe itu malas banget jadi orang!” Romlah mulai meninggi karena ucapannya berani dijawab. “Jadi bnii tuh jangan Cuma tiduran, main hape tapi harus masak, beres-beres rumah.”“Aku kan punya bayi, Nyak,” sanggah Munaroh lagi membuat mata mertuanya melotot.“Bayi jangan dijadikan alasan buat malas-malasan!” sentak Romlah. “Dulu Enyak kalau punya bayi, juga mas

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BUKAN MALAIKAT

    “Ali, Ali!” teriak Romlah di sela isak tangisnya menggegerkan rumah Munaroh yang mulai sepi. Hanya ada Rojali dan beberapa kerabat yang masih membereskan sisa aqiqah.“Ali, Ali!” Romlah terus berteriak saat anaknya belum jua menampakkan batang hidungnya. Suaranya mulai parau karena habis menangis meraung-raung.“Ada apa, Nyak?” Tanya Ali yang tergopoh-gopoh menghampirinya yang disusul oleh Rojali dan Munaroh.“Rumah Enyak, Al,” sahut Romlah dengan isak tangis.“Kenapa dengan rumah Enyak?” Ali mulai panik yang kemudian menatap Atun dan Karyo bergantian.“Rumah Enyak, Al,” kalimat Romlah tertahan. Kalah dengan tangisannya yang kencang.Tiba-tiba Romlah merasakan tubuhnya terasa lemas. Berita duka ini membuat kakinya tak mampu menopang tubuhnya yang mulai kurus semenjak ditinggal Ali. Ali menuntun tubuh ibunya duduk di kursi. Seorang kerabat Munaroh memb

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MANTU KERE

    Sepeninggalan Rohaye dan Malih, Romlah memanggil Atun dan Karyo. Setali dua uang dengan mantunya yang pertama, mantu kedua inipun tak bisa diandalkan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Karyo bukan tak mau menyenangkan mertuanya, tapi hasil jualan cilok hanya cukup untuk makan dan sekolah anak-anaknya saja.“Tempe lagi, tempe lagi,” gerutu Romlah saat Atun hanya menyajikan tumis kangkung dengan tempe goreng di atas meja makan.“Ikan kek, daging kek,” imbuh Romlah melirik menantunya yang taku-takut menatapnya.“Rezekinya ini, Nyak,” sahut Atun bijak.“Masa tiap hari ini doang makannya!” umpat Romlah. “Bisa-bisa stroke lagi gue makan makanan tak bergizi seperti ini.” Tunjuknya pada menu yang dimasak Atun.“Ya, udah, Enyak mau makan apa?” tanya Karyo akhirnya.“Nasi padang,” sahut Romlah.“Aku ayam goreng, Pak!” pinta kedua anakn

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MANTU BENALU

    Karena lelah hati dengan ucapan Romlah yang setiap hari menyindirnya, Ali malah kepikiran ucapan Dadang. Dia ingat kembali kata-kata sahabatnya itu.‘Apa iya ya, aku sudah dzolim sama Munaroh selama ini?’‘Apa Munaroh marah karena aku tak pernah memberi nafkah meski dia punya uang banyak?’‘Apa aku pertahanin Munaroh demi kebahagiaan anakku kelak?’‘Tapi kalau aku milih Munaroh, Enyak pasti marah dan aku jadi anak durhaka?’Perang batin Ali dimulai. Ingin rasanya kembali memperbaiki hubungan dengan sang istri. Namun ia takut jika sang ibu marah. Tapi jika terus hidup seperti ini, diapun tak mau. Dia laki-laki normal, ingin dicinta dan diperhatikan oleh seorang wanita.“Udah gajian belum, Al?” Tiba-tiba suara Romlah membangunan anaknya dari lamunan.“Udah, Nyak,” sahut Ali yang langsung mengeluarkan uang dari dompetnya.“Kok cuma segini?&

  • GANTENG-GANTENG PELIT   SI PAHIT LIDAH

    Rencana perceraiannya dengan Munaroh membuat beban pikiran Ali. Ga tahu harus berbuat apa karena Munaroh sudah menutup pintu damainya dengan Romlah.“Kenapa loe, Al?" tanya Dadang saat sahabatnya itu mampir ke warungnya.“Gue lagi pusing nih, Dang?” keluh Ali. “Gue disuruh cerai sama Enyak.”“Apa?” pekik Dadang. “Enyak loe suruh loe cerai?”“Iya.” Ali mengangguk lemah. “Padahal Munaroh lagi hamil.”“Emang apa masalahnya?” Dadang mencoba tenang.“Enyak marah gara-gara Munarih gam au pinjemin uang buat modal usaha Mpok Rohaye.” Zuki membuka cerita.“Emang berapa?” Dadang penasaran.“Lima puluh juta.”“Jelaslah ga mau,” sahut Dadang santai. “Uang segithu banyak, belum tentu usaha kakak loe berhasil.”“Iya juga sih.” Ali setuju. “Munaroh j

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PERANG DUNIA KEDUA

    Menjelang sore toko tampak rame. Banyak pemilik warung yang berbelanja di toko grosir milik Munaroh. Selain harganya miring, Munaroh termasuk ramah kepada pelanggannya. Tak ada satupun langganan yang ia sepelekan meski cuma belanja dalam porsi kecil.Namun di tengah kesibukannya di belakang meja kasir, mendadak perut Munaroh terasa mual-mual. Ali, yang kebetulan baru datang segera menghampiri istrinya dengan wajah cemas.“Kamu sakit, Yang?” tanyanya yang memapah tubuh Munaroh yang hampir saja jatuh karena hilang keseimbangan.“Ga tahu ini, Bang, perutnya mual-mual, pingin muntah,” sahut Munaroh dengan keringat dingin.“Kamu sakit, Yang, wajahmu pucat.” Ali makin khawatir. “Kita periksa, yuk!”“Iya, Bang.” Munaroh menurut. Ia memang tipikal wanita yang ga mau sakit berlama-lama.Beberapa menit setelah diperiksa, pasutri itu duduk di depan dokter.“Sakit apa,

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MESIN UANG

    “Bang, besok kan Enyak kontrol dan terapi,” ucap Munaroh di depan meja hias.“Iya,” sahut Ali datar. “Aku besok juga ambil off kok biar bisa ngantein Enyak.”“Besok, biaya rumah sakitnya pakai uang Enyak sendiri ya!” ucapan Munaroh membuat mata suaminya terbeliak.“Kok githu?”“Ya kan setahun ini semua pakai uang Munaroh dari makan, listrik, terapi Enyak dan biaya operasi,” beber Munaroh. “Dan semua itu banyak keluar uang.”“Tapi kalau nanti Enyak suruh bayar sendiri takutnya Enyak marah dan tekanan darahnya tinggi, masuk ke rumah sakit, bagaimana?” Ali mengurai ketakutannya.“Ya, kalau gini terus ya berat di aku dong, Bang!” keluh Munaroh. Palagi semua gaji dan uang kontrakan diminta Enyak.”“Kok kamu itung-itungan sih sama, Enyak!” hardik Ali kesal. “Durhaka tahu.”“Ada

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BIAYA RUMAH SAKIT

    Uang makin menipis, sedang hubungannya dengan Munaroh makin memanas membuat kepala Romlah cenat cenut tak karuan. Belum lagi dirasa badan sedang tak bersahabat.“Urut enak kali ya?” ucapnya sambil memijit-mijit kakinya yang kesemutan. “Duh, mules lagi.”Panggilan alam membuat Romlah bangkit ke kamar mandi. Dengan santai ia masuk ke dalam yang tak ia sadari jika lantai kamar mandi licin. Tak ayal ia langsung terpelet.“Auww!” pekiknya keras membuat Ali dan Munaroh tergopoh-gopoh menghampirinya.“Enyak!” teriak histeris Ali yang langsung membantu Romlah bangkit.“Sakit Al!” teriak Romlah saat kakinya tak bisa digerakkan.“Bang, langsung bawa ke rumah sakit saja!” titah Munaroh yang diiyakan suaminya.Romlah tampak kesakitan sepanjang jalan ke rumah sakit. Di tengah perjalanan Ali menghubungi kedua saudaranya jika Romlah jatuh di kamar mandi dan dilarik

  • GANTENG-GANTENG PELIT   GENCATAN SENJATA

    “Enak saja loe minta uang kontrakan!” bentak Romlah yang sudah di depan mata menantunya sambil berkacak pinggang.“Kontrakan ini dibangun di tanah gue ya, kenapa loe yang mau duitnya?” tunjuknya ke muka sang menantu. “Matre banget sih jadi bini.”“Kalau gaji Bang Ali semua Enyak minta, uang kontrakan Enyak minta, lalu Bang Ali nafkahin Munaroh pakai apa?” jawab Munaroh nambah bikin kesel mertuanya.“Kan loe banyak duit, pakai aja duit loe sendiri!” sanggah Romlah. “Kalau sudah rumah tangga itu, uang istri ya uang suami.” Romlah mencari pembenaran atas ucapanya.“Ga kebalik, uang suami itu uang istri,” tukas Munaroh ketus.“Uang anak laki ya uang emaknya karena surge ada di telapak kaki ibu,” sahut Romlah masih tak mau kalah.“Denger tuh Bang, kata Enyak.” Munaroh menatap suaminya sebagai pelampiasan kesal. &ld

DMCA.com Protection Status