Aku melihat Al dan El begitu seru dan terlihat bahagia dengan permainan baru yang dibuatkan oleh kakek satu-satunya untuk mereka. Ada kebahagiaan juga keharuan tersendiri yang aku rasakan melihat anak-anakku begitu disayang oleh Papa mertuaku. Padahal awalnya aku menyangka jika seorang sepertiku yang bukan siapa-siapa tidak akan diterima dengan baik oleh keluarga dari suamiku, ternyata aku hanya terlalu terpengaruh dengan pemikiran buruk yang pada kenyataannya tidak seperti itu sama sekali.Tak jauh dari anak-anak yang sedang asyik bermain, aku juga melihat Mas Anggara sedang duduk dan mengobrol dengan ayahnya. Entah apa yang mereka obrolkan, tapi aku merasa bersyukur. Momen langka seperti ini jarang terjadi, sehingga aku mengabadikan momen itu dari lantai atas.Aku hanya berharap, hubungan Mas Anggara dengan ayahnya akan terus semakin baik dan semakin dekat lagi. Mengingat Papa mertua yang sudah tidak lagi muda, perihal umum tidak ada yang tahu, setidaknya Mas Anggara harus kembali
"Iya, wanita gila harta, ya kamu.""Kenapa Mama berbicara seperti itu? Memang apa yang aku lakukan dan salah dimata Mama? Yang aku katakan sedari tadi itu tidak ada yang salah. Kenapa Mama seolah terkesan bahwa kedatangan kami ini adalah ancaman? Bukannya Mama menikahi Papa itu untuk menjadi ibu sambung bagi Mas Anggara? Berarti kita ini satu keluarga, tetapi Mama membuatnya seolah kita semua sedang berkompetisi.""Pandai berbicara sekali kamu, ya. Sudah lima belas tahun Anggara pergi meninggalkan rumah ini, dia memilih untuk bebas dengan pilihannya sendiri. Jadi, sekarang jangan pernah berpikir untuk kembali dan memiliki semua yang sudah dilepaskan oleh Gara hanya karena ketamakan kamu yang ingin menguasai semua harta Gara dan ayahnya."Semakin Mama mertuaku berbicara akan ketakutannya dengan kedatanganku dan Mas Anggara, aku jadi semakin yakin jika dia memang hanya mengejar harta Papa saja.Ini memang bukan urusan aku, toh apa yang aku dapatkan dari Mas Anggara saja sudah lebih dari
Pada akhirnya, Papa mertuaku tentu saja mengizinkan kami untuk menginap apalagi saat anak-anak yang meminta izin langsung dengan semangat karena itu adalah kali pertama mereka bisa menginap di rumah sang kakek. Meskipun tidak sering bertemu dan berinteraksi, anak-anak sangat dekat dengan Papa mertua. Mungkin mereka bisa merasakan ketulusannya, sehingga mereka nyaman saat bersama kakeknya walaupun sangatlah jarang."Kamu yakin anak-anak tidak akan bangun tengah malah untuk meminta pulang?" tanya Mas Anggara saat kami sudah bersiap untuk tidur pula. Aku dan Mas Anggara juga baby Za tidur dalam satu kamar di kamar lama Mas Anggara saat tinggal di rumah ini.Sementara Al dan juga El, mereka tidur di kamar sebelah yang sudah di siapkan oleh Bibi tadi. Dan mereka ingin ditemani tidur oleh kakeknya."Nggak bakal, Mas. Percaya saja sama aku, anak-anak sangat senang bisa menginap di sini, jadi tidak mungkin mereka tiba-tiba mau pulang.""Aku tidak berekspektasi kamu meminta untuk menginap di
"Papa tau pasti kamu yang ingin menginap di sini walaupun Anggara menolak dengan keras. Dari dulu dia tidak pernah ingin berlama-lama menginjakan kaki di rumah ini setelah memutuskan untuk pergi. Dan setelah belasan tahun berlalu, sekarang adalah kali pertama Anggara menginap lagi di sini, bersama kamu dan cucu-cucu Papa. Rasanya rumah ini kembali hidup."Aku menatap Papa mertuaku yang penuh haru kebahagiaan melihat Al dan El bermain. "Anak-anak aku dan Mas Anggara hanya memiliki Kakek dan Nenek satu, karena orang tuaku sudah tidak ada, Pah. Aku ingin mereka dekat dengan Papa. Dan yang paling aku inginkan ..., aku hanya ingin hubungan Papa dengan Mas Anggara baik-baik saja, kembali dekat. Aku sedang berusaha untuk itu."Papa mertua melihat ke arahku, lalu ia memberikan senyuman dengan mata yang tidak bisa berbohong jika ia memang benar-benar bahagia."Kamu mau membuat hubungan Papa dengan Anggara dekat? Benarkah?""Papa mau, kan?""Tentu saja. Papa menantikan itu dari tahun ke tahun
Ditengah obrolan aku dengan Papa, Mama mertuaku datang masih memakai baju tidurnya yang cukup mini, ya mungkin bisa dibilang lebih ke baju dinas malam untuk suami karena aku juga memilikinya di rumah."Boleh dong Mama bergabung sama kalian, ngobrolin apa, sih?""Banyak hal, Mah.""Oh begitu. Anggara belum bangun? Ternyata bangunnya siang juga, ya. Leon saja sedari tadi sudah bangun, malah sudah olahraga di ruang gym.""Leon kan masih single, Mah. Belum menjadi ayah seperti Mas Anggara. Aku sebagai istrinya gak apa-apa kok kalau Mas Anggara mau bangun siang apalagi di hari libur. Sekalian jagain baby yang bangunnya pasti siang juga."Aku tidak menanggapi pancingan dari Mama mertuaku dengan emosi. Rasanya aku sudah terbiasa berhadapan dengan orang yang sifatnya tidak jauh berbeda. Kadang aku juga heran mengapa aku selalu dipertemukan dengan orang-orang yang tidak jauh berbeda dengan orang-orang yang sudah pernah berurusan denganku.Mendiang mantan ibu mertuaku terdahulu, Mbak Dyan yang
Setelah berbagai bujukan entah dari anak-anak juga dari aku tentunya, Mas Anggara akhirnya setuju untuk meminta izin pada Papa bahwa kami sekeluarga akan tinggal di rumah Papa dengan waktu yang tidak sebentar karena niat kami memang bukan hanya sekedar untuk menginap saja kali ini.Akhir pekan ini, kami semua mengemas barang yang akan dibawa ke rumah Papa. Tentu yang kami bawa adalah baju, dan yang terpenting adalah perlengkapan sekolah anak-anak juga barang yang berhubungan dengan kerjaan Mas Anggara.Packing-nya memang tidak terlalu banyak, karena kami akan sesekali pulang ke rumah ini apalagi jika ada barang yang akan kami pakai. Sehingga Bibi dan penjaga rumah tetap aku pekerjakan di rumah ini."Mas, kamu gak terpaksa kan tinggal di rumah Papa?""Memang kalau aku bilang terpaksa, kita gak jadi pindah ke rumah Papa?""Ya nggak juga sih, Mas. Kita tetap jadi pindah, semuanya juga sudah di packing, anak-anak sudah senang sekali mau tinggal bareng sama kakek mereka."Aku sudah yakin s
"Ini maksudnya bagaimana? Kenapa Evelyn tinggal di rumah ini? Tidak bisa seperti itu, Mah. Rumah ini bukanlah penampungan. Evelyn punya rumah sendiri."Kali ini Papa yang buka suara dengan raut wajah yang heran mengapa Evelyn akan ikut tinggal di rumahnya. Sekarang aku benar-benar merasa ada dua orang pria yang memasang badan untuk melindungiku. Aku sudah tidak melindungiku sendiri seperti yang aku lakukan dulu."Apa bedanya dengan Gara dan Tiana? Mereka juga sudah memiliki rumah sendiri tapi masih mau tinggal di rumah ini bersama kita. Evelyn ini sudah tidak memiliki siapa-siapa, jadi Mama ajak untuk tinggal di sini. Toh dulu orang tua Evelyn juga pernah membantu Gara, kan? Bukankah ini waktu yang tepat untuk balas budi?"Setelah mengatakan itu, semua orang diam. Termasuk aku juga Mas Anggara. Aku tahu Mas Anggara adalah orang yang sangat kenal dengan balas budi, jadi tidak mungkin jika dia akan membalas omongan Mamanya tentang keluarga Evelyn yang sudah sangat berjasa untuk Mas Angg
"Tidak ada," jawabnya sambil menggelengkan kepala.Sudah bisa aku tebak jawabannya pasti akan seperti itu. Sedangkan pikiranku terus terganggu dengan apa yang dikatakan oleh Leon."Oh ya sudah kalau begitu. Aku mau lihat Al dan El dulu ke bawah. Mas tolong jagain baby Za dulu."***Beberapa hari berlalu, anak-anak sudah kembali masuk sekolah begitu juga Mas Anggara yang kembali bekerja. Setelah tinggal di rumah Papa, jujur saja pekerjaanku menjadi lebih ringan. Al dan El selalu ingin diantar dan dijemput oleh kakeknya, sehingga aku bisa lebih santai karena hanya mengurus baby Za. Namun aku dan Mama masih asing satu sama lain. Dan aku pikir tak apa selagi dia tidak berbuat yang buruk pada anak-anak."Bi, Bibi kan sudah dari lama kerja di sini. Berarti Bibi sudah tau bagaimana Mas Anggara dari dulu. Aku yakin ada perubahan sikap padanya, entah itu karena ibunya meninggal, atau karena ayahnya menikah lagi atau mungkin ada hal lain."Tidak ada cara lain selain aku mulai mencari informasi