Ya, komunikasi adalah kunci diatas segalanya. Tanpa berkomunikasi, hal sepele saja bisa menjadi masalah besar jika hanya menduga-duga dengan pemikiran yang tidak jernih karena kecurigaan sudah menguasai pikiran.Aku sudah dalam usia dewasa, begitu juga dengan pernikahanku yang bukan lagi setahun atau dua tahun, terlalu lelah jika aku harus bergelut sendiri dengan pemikiranku hanya karena ingin mendapatkan attention dari suamiku tanpa aku bicarakan secara langsung.Aku adalah manusia biasa, begitu juga dengan Mas Anggara. Aku ingin dimengerti, tentu aku juga harus mengerti dia.Terkadang karena sudah biasa mendapatkan perhatian dan segala hal yang aku miliki tanpa aku minta, sehingga membuat aku malah ketergantungan seperti itu dan begitu seterusnya."Mas, kita telat 10 menit jemput Al dan El," ucapku saat mobil memasuki sekolahan anak kami.Karena tadi terhenti sebentar di jalan, membuat kami sedikit terlambat menjemput anak-anak. Aku terlalu senang sampai sedikit terhanyut. Namun set
Pada akhirnya aku tidak bisa menemukan solusi yang baik untuk permasalahan yang aku alami, yang bergelut dengan pemikiranku sendiri. Aku tidak boleh egois untuk anak-anakku."Mas, menurut kamu apa aku masih cantik? Umur aku tahun ini 35 tahun. Aku sudah pernah melahirkan dua bayi, dan sekarang aku sedang hamil lagi. Terkadang aku banyak malasnya untuk merawat diriku sendiri. Aku merasa gagal untuk menyenangkan kamu. Diluar sana banyak wanita cantik dan masih muda."Mas Anggara yang sedari tadi berdiri untuk mengajak aku ke dalam, lalu mendekati dan berlutut di hadapanku."Kenapa bisa kamu mempertanyakan hal tidak penting itu? Hal yang tidak layak kamu pertanyakan padaku.""Entahlah, aku merasa sedang tidak percaya diri saja.""Kamu cantik, tetap cantik dan tidak berubah sejak pertama kita bertemu. Umur hanyalah angka, kamu bertambah dewasa dan keibuan tetapi dimataku kamu tetaplah seorang gadis yang harus selalu aku lindungi. Yang cantik dan yang muda pasti ada banyak diluaran sana, t
Jelas aku tidak percaya dengan alasan yang diberikan Mas Anggara padaku, terkesan mengada-ada dan terlalu memaksakan. Tidak mungkin juga jika itu benar hadiah untukku, apalagi disimpan di dalam saku jas? Karena aku yakin lipstik mahal seperti itu tidak mungkin disimpan di dalam saku begitu saja.Rasanya lebih masuk akal dengan apa yang aku bayangkan dan cerita dari Evelyn, jika itu memang milik dia yang dititipkan pada Mas Anggara. Dan itulah yang membuat aku penasaran di mana mereka bertemu sampai bisa seperti itu."Kamu perlu bukti?""Sudahlah, Mas. Aku hanya tidak menyangka saja. Padahal seluruh kepercayaan aku sama kamu masih utuh."Tanpa banyak bicara lagi, Mas Anggara mengambil ponselnya yang ada di atas meja. Entah apa yang akan dia lakukan sebagai pembuktian untukku."Lihat? Lipstik ini aku pesan khusus dengan nama kamu. Ini desainnya. Sengaja aku simpan di dalam saku jas, karena aku ingin memberikan kejutan tanpa terlihat sama kamu kalau aku sedang membawa sesuatu. Jadinya le
"Ya, benar, Tiana. Itulah kenapa seorang istri dan ibu harus berpendidikan tinggi. Selain berpendidikan tinggi, asal-usulnya harus jelas, keturunan keluarga yang jelas juga. Agar tidak diremehkan oleh orang lain. Tentu bakal menjadi privillage buat anak-anaknya nanti.""Evelyn, sebaiknya kamu segera pulang. Sekarang!""Baiklah. Aku pulang karena nurut sama Kak Gara. Al, El, Miss mau pulang duluan, ya. Sampai ketemu besok di sekolah.""Iya, Miss.""Oke, Miss."Aku mengernyit, 'Bisa-bisanya anak-anakku diajarkan untuk memanggil dia dengan sebutan Miss. Dia bahkan bukan guru yang mengajar anak-anak.'"Al, El, lain kali kalau Bu Evelyn mau mengantarkan kalian pulang, jangan mau, ya. Itu bisa merepotkan. Kalau Mami atau Papi telat jemput kalian, kalian bisa minta tolong Miss Jenny untuk telepon ke Mami atau Papi. Oke?"Jika Evelyn tidak mau mendengarkan aku untuk berhenti mendekati anak-anak, berarti sudah seharusnya aku mengajarkan anak-anakku untuk menjauh darinya dengan alasan tidak bol
"Aku bisa menjemputnya sendiri.""Dengan meninggalkan bayimu? Atau mengajaknya bermacet-macetan di jalan?""Aku yang sudah menjadi ibu, aku yang lebih tau apa yang harus aku lakukan.""Dengan keegoisan kamu itu?"Aku? Egois?Bukankah yang aku lakukan sudah benar?"Coba singkirkan ego kamu itu, apa salahnya menerima bantuan dari orang lain meskipun katanya kamu tidak memerlukan itu. Kamu akan sulit hidup tenang jika pikiranmu dipenuhi dengan berbagai bayangan negatif saja. Aku manusia biasa, memang pernah salah tetapi aku bisa berubah. Dan aku tidak mungkin berbuat jahat sama anak kamu.""Mudah bagi pelaku untuk berbicara begitu, tetapi tidak dengan korban yang mengalami trauma bahkan sampai sekarang. Susah payah aku belajar menjadi ibu yang berpikiran sehat dan mengenyampingkan rasa takutku karena apa yang kamu lakukan. Jadi tolong menjauhlah."Selama bertahun-tahun mungkin aku telah bersikap baik-baik saja. Menjalani hidup sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anak. Namun jika aku
"Mami jahat! Mami nyakitin aku!"Untuk sepersekian waktu aku mematung melihat tangis anak pertamaku yang mengatakan jika aku jahat dan telah menyakitinya."Mana yang sakit, Al?" tanya Evelyn langsung memberi perhatian pada Al, sedangkan aku malah diam.Dari dalam lubuk hatiku yang terdalam, aku sama sekali tidak berniat untuk menyakiti anakku sendiri. Apalagi aku tidak pernah berlaku kasar pada mereka sebelumnya. Jangankan untuk kasar secara fisik, secara lisan pun aku tidak pernah melakukannya. Didikan tegas malah datang dari Mas Anggara.Sehingga saat ini aku benar-benar merasa lemas atas tindakan yang aku lakukan dengan tidak berniat untuk menyakiti Al."Tangan aku sakit, Miss.""Anak-anak itu tidak untuk disakiti, Tiana. Kamu bisa bicara lembut dan memberikan pengertian. Sebesar apapun rasa benci kamu itu, seharusnya tidak kamu lampiaskan pada anak-anak."Tanpa menghiraukan perkataan Evelyn, aku langsung mendekati Al dan berlutut di depannya. "Mami tidak bermaksud untuk menyakiti
"Bagaimana?""Kita harus mencari pengasuh ..., untuk baby Za.""Kita kan sudah sepakat buat membesarkan baby Za sama seperti saat membesarkan Al dan El. Dulu kita berdua bisa mengurus si kembar sama-sama. Masa sekarang harus cari pengasuh untuk baby Za.""Masalahnya kan bukan saat kita bisa mengasuh si kembar dan bayi ketiga kita sekarang ini. Beda keadaannya. Al belum siap kasih sayang orang tuanya terbagi lagi. Kita harus memberikan pengertian untuk menjelaskan secara perlahan, agar rasa tolerannya tumbuh lalu dia bisa menyayangi baby Za sama seperti El."Sesulit ini kah menjadi orang tua?Setelah sakit hati karena dianggap tidak bisa berlaku adil oleh anakku sendiri, sekarang aku harus mengalah atas apa yang sudah aku inginkan dulu agar bisa merawat tumbuh kembang anakku sedari mereka masih bayi.Sesulit ini kah untuk meyakinkan anak-anak bahwa aku menyayangi mereka tanpa ada yang dibedakan. Prioritasku sekarang memang baby Za karena dia masih bayi, baru satu minggu dia terlahir di
"Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu, Evelyn. Aku sibuk dengan keluargaku.""Kamu boleh merasa tenang karena sudah resmi berstatus istri. Tapi ingatlah, masih banyak wanita yang menginginkan di posisi kamu untuk menjadi istri seorang CEO. Jadi, berpakaian lah selayaknya kamu menjadi istri yang pantas bersanding dengan CEO. Penampilan kamu sebagai istri, cerminan suksesnya seorang laki-laki sebagai suami. Dengan penampilan kamu yang sekarang, tidak hanya kamu yang dibicarakan, tetapi Kak Gara juga. Kasihan jika Kak Gara dianggap tidak bisa membahagiakan istinya sedangkan yang terjadi kamu tidak peduli dengan penampilan sendiri."Aku mengepalkan tanganku menahan emosi setelah mendengar ocehan Evelyn yang tampak meremehkanku. Aku bukan orang yang anti akan kritikan, tetapi tidak jika itu dilakukan di depan umum. Sama saja dengan aku sedang dipermalukan dihadapan banyak orang."Menikahlah, agar kamu bisa tau rasanya menjadi seorang istri dan ibu dari tiga anak. Dan jangan lupa untuk
Semua orang tanpa terkecuali pasti memiliki sebuah luka. Luka yang tidak kasat mata, hanya sang pemilik luka lah yang bisa merasakannya.Sembuh atau tidaknya tidak bisa dipastikan secara nyata, sebab tergantung sang pemilik luka itulah akan berbicara berdasarkan fakta atau malah menyembunyikannya agar terlihat baik-baik saja.Meski pada akhirnya luka yang tidak terlihat itu bisa sembuh, tapi memorinya akan selalu tertanam dalam ingatan. Semakin mencoba untuk dilupakan, maka akan semakin tenggelam dalam kesakitan.Hanya diri sendirilah yang mampu menyembuhkan dan memastikan luka itu tidak bersarang lama dalam hidupnya.Masa lalu akan tetap menjadi masa lalu, sejauh apapun mengejarnya tak akan bisa kembali apalagi hanya untuk menyesali apa yang sudah terjadi dimasa sekarang.Luka dimasa lalu yang dibiarkan, biasanya akan menjalar menjadi sebuah dendam. Sebuah titik balik yang berniat untuk melupakan, malah meluap menjadi emosi yang harus terbalaskan.Ketidakadilan adalah hal yang pasti
POV Anggara"Kania ...." Setelah istriku mengatakan semua isi hatinya di depan makam Kania, kini giliranku yang harus aku utarakan juga apa yang ada dalam hatiku ini."Sudah lama rasanya sejak hari di mana kita terakhir bertemu dalam keadaan hubungan kita yang tidak baik-baik saja. Itu adalah hal yang paling aku sesalkan. Aku kira aku tau semua tentangmu, tentang cerita senang dan sedihmu. Ternyata aku tidak sedalam itu mengetahui hidupmu. Entah apa lagi yang harus aku sesalkan karena semua itu tidak akan membuat waktu berputar kembali sehingga kamu mungkin masih hidup dan bersamaku sekarang."Pertama kalinya, aku mengutarakan apa yang ada di dalam hatiku, penyesalan yang aku rasakan terhadap kematian Kania yang tidak aku sadari apa yang terjadi pada Kania sebelumnya."Selama ini aku sama sekali tidak melupakanmu. Aku melanjutkan hidup karena aku selalu mengingatmu. Aku bawa dendam kematianmu dengan menghancurkan hidup orang yang menjadi alasan kamu mengakhiri hidupmu."Sekejap aku me
"Hay, Kania. Perkenalkan aku Tiana, aku adalah istri Mas Anggara, cinta pertama kamu. Senang bisa tau cerita kamu dari suamiku sendiri. Semoga kamu bisa beristirahat tenang di sana. Sungguh, kamu jatuh cinta pada pria yang tepat. Aku merasa keberuntungan yang harusnya kamu miliki, kini menjadi milikku. Aku berharap kamu bahagia atas kebahagiaan aku dan Mas Anggara saat ini. Sekarang kami sudah mempunyai tiga anak, dua anak kembar dan bungsu yang masih bayi. Nanti jika mereka sudah besar, akan aku ceritakan bagaimana ayahnya mencintai kamu begitu hebat dan tulus. Terimakasih sudah menyemangati Mas Anggara disaat ia merasa ada dititik terendah dalam hidupnya, sehingga dia bisa sehebat sekarang ini. Aku akan mencintai Mas Anggara dan menjaga anak-anak kami selamanya."Aku mengutarakan isi hatiku disaat kami sudah menaburkan bunga dan berdoa untuk Kania. Tidak ada lagi rasanya cemburu, sedih atau bahkan sakit hati. Aku sudah benar-benar ikhlas dengan kenyataan dari cerita Mas Anggara.Tid
Bulan madu setelah memiliki anak, tadinya aku berpikir itu hanya buang-buang waktu dan bentuk keegoisan orang tua yang tega meninggalkan anak-anak hanya demi kesenangan berdua, padahal bulan madu berdua itu bisa digantikan dengan liburan bersama keluarga, sehingga anak-anak bisa ikut merasakan bahagia yang sama seperti orang tuanya. Namun ada hal yang aku sadari setelah aku merasakannya sendiri. Setelah menjadi seorang istri, prioritasku berpindah pada suami. Aku belajar memasak masakan yang disukai suami, mengingat makanan apa yang tidak ia sukai, menjaga bentuk badan agar suami tetap cinta, menjaga dan membersihkan rumah agar tetap bersih sehingga ketika suami pulang kerja dia bisa nyaman beristirahat, memastikan pakaian suami bersih ketika akan dipakai bekerja, memastikan dia makan sehat meskipun diluar rumah. Sampai kepentinganku sendiri tergeser dari prioritas yang tadinya selalu utama. Lalu, lahirlah sang buah hati. Bertambah pula yang harus diprioritaskan selain diri sendi
Pagi indah aku benar-benar menyarap suamiku sendiri. Bercinta dipagi hari ternyata lebih fresh, mungkin energi kita masih utuh karena belum melakukan aktivitas apa-apa. Ini adalah honeymoon kedua yang berhasil. Selain aku mendapatkan kenikmatanku kembali, aku mendapatkan ketenangan setelah berhati-hati menyimpan rasa kecewa karena sulit untuk menerima realita. Di villa itu, aku dan Mas Anggara seperti mengadakan pesta bercinta saja. Rasanya malu melihat kelakuan diri sendiri, seperti orang yang kehausan dan lama tidak mendapatkan air. Mungkin itu yang akan dikatakan oleh rahimku jika dia bisa berbicara. Mempunyai suami tapi aku malah kekeringan. Sering cemburuan, mudah marah, mudah tersinggung, ternyata sentuhan suami lah obatnya. Kesabaran suami yang menjadi vitamin tambahan. Untunglah dia tidak berpikiran untuk membayar jasa wanita diluar sana, yang bahkan pasti ada saja yang menjajakan diri dengan suka rela alias gratis. Aku malu sekali jika mengingat semua yang telah terjad
Bagaimana ada istri seperti aku sekarang ini. Rasanya aku tidak pandai bersyukur sekali, semua yang aku inginkan sudah aku dapatkan di pernikahan kedua ini, tetapi aku tidak memperhatikan suamiku sendiri. Padahal dialah sumber yang membuat aku bisa mendapatkan apa yang selama ini menjadi keinginanku.Mas Anggara tidak pernah menuntut apa-apa, selalu memberikan yang terbaik untukku dan tentu juga untuk anak-anak. Namun aku tidak memperhatikan kebutuhan biologisnya. Padahal itu bukan hal yang besar dan mahal untuk aku berikan karena pastinya aku juga akan merasakan kenikmatannya.Aku baru tersadar kenapa beberapa kali Mas Anggara menyarankan agar kami mencari pengasuh bayi, karena dia juga butuh perhatian dariku, dia butuh aku untuk mengurusnya. Aku saja yang kurang peka dan tidak pernah bertanya."Maafkan aku, Mas. Aku akan lebih memperhatikanmu disamping kesibukanku mengurus anak-anak. Dan sepertinya aku akan menerima tawaran untuk mencari pengasuh bayi saja. Aku tidak akan egois dan
"Tidak," jawabku sambil menggelengkan kepala. "Sepertinya ada satu hal yang baru aku sadari sekarang, Mas.""Apa itu?""Setelah memiliki anak, fokusku hanya pada mereka saja. Kamu tidak aku perhatikan bahkan aku mengabaikan diriku sendiri. Baru aku sadari ternyata kamu malah semakin tampan meskipun sudah mempunyai tiga anak, usia kamu beberapa tahun lagi akan memasuki kepala empat. Kamu masih sangat sehat, bugar, berkharisma seperti aktor-aktor Hollywood yang semakin matang usia malah semakin menarik mata."Mas Anggara tersenyum tipis. "Kamu memujiku terlalu berlebihan, Sayang. Tidak seperti itu. Biasa saja seperti lelaki pada umumnya."Aku menggelengkan kepala dengan tegas. "Beda! Kamu sangat berbeda. Aku tidak memuji kamu secara berlebihan tapi memang faktanya begitu. Aku hanya membicarakan apa adanya yang aku lihat.""Kalau memang begitu, kenapa kamu tampak sedih sekarang? Bukannya memiliki suami yang tampan itu akan membuat kamu bangga?""Yang ada aku malah insecure, Mas. Kalau ki
Senja perlahan bergantian dengan langit yang menggelap. Tidak ada lagi pemandangan yang bisa aku lihat dari atas sini kecuali perlahan digantikan dengan lampu-lampu kota yang satu persatu mulai dinyalakan. Aku hanya bisa menunggu karena waktu yang akan menjawab bagaimana selanjutnya. Apa yang bisa aku lakukan jika dia mengatakan sebuah janji selain aku menunggu dan merasakan sendiri bagaimana dia membuktikan itu semua. Sehingga tidak ada jawaban lain selain aku tetap bertahan untuk melihat janji yang dia ucapkan, bisa dia buktikan.Aku mencintai suamiku terlepas dari apapun masa lalunya, rahasianya juga alasan awal bagaimana dia mendekatiku hingga akhirnya sungguh menikahiku.Aku harus melapangkan dada, meluaskan rasa sabarku, melihat ke masa depan dan merasakan apa yang masa sekarang terjadi. Bukankah selama ini rumah tangga kami baik-baik saja?Itulah yang sudah seharusnya aku lakukan. Tidak ada manusia yang tanpa pernah melakukan sebuah kesalahan dimasa lalu. Semua manusia adalah
Mas Anggara selalu bisa memberikanku jawaban yang masuk diakal. Tidak mengada-ada seperti mencari pembenaran untuk dirinya, tetapi memang seolah faktanya seperti apa yang dia katakan."Coba bilang padaku, apa yang harus aku lakukan sekarang?"Aku menggelengkan kepala."Papa saja menyadari jika hubungan kita tidak baik-baik saja makanya dia menyuruh kita untuk menghabiskan waktu berdua tanpa anak-anak. Jangan sampai sepulang kita dari sini, kamu tetap menjaga jarak dariku. Kita ini suami istri.""Aku tau. Aku juga tidak mau seperti ini, Mas. Tidak ada seorang pun yang mau rumah tangganya diuji, kalau bisa itu juga. Tapi cerita kamu itu membuat hatiku sakit, kecewa. Jadi banyak sekali hal yang aku pikirkan dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi yang aku hubungkan dengan cerita kamu. Aku sudah punya trauma di pernikahanku dulu, dan aku masih tidak percaya kita begini jadinya. Apa ini karma untukku?"Tiba-tiba saja langsung terpikirkan hal itu dalam benakku. Memang sama sekali tidak