Jika Mas Anggara sudah pergi bekerja, lalu anak-anak sudah ke sekolah, rasanya sepi sekali rumah ini. Sambil menunggu anak-anak di jemput sopir untuk pulang, aku mencari hiburanku sendiri. Niatnya aku ingin yoga untuk ibu hamil sambil melihat tutorialnya di televisi. Namun lagi-lagi rasa malas tidak bisa aku jauhkan dari diriku. Kehamilan kedua ini membuat aku malas melakukan apapun, lain halnya saat aku mengandung si kembar.Mungkin juga karena itu kehamilan pertama yang sudah lama aku nantikan, sehingga aku masih sangat berantusias untuk melakukan segala hal yang terbaik untuk menstimulasi otak anak semasa masih ada dalam kandunganku.Bahkan meski hamil anak kembar di usia kehamilan tua, aku masih sempat melayani suamiku. Namun sekarang benar-benar berbeda. Mungkin sudah satu bulan aku tidak memberikan jatah pada Mas Anggara. Untung saja suamiku sangat pengertian."Anak-anak sudah tidur, Sayang?" tanyaku saat Mas Anggara baru saja masuk ke kamar setelah membacakan dongeng untuk si k
Air shower sudah tidak terdengar lagi, itu artinya Mas Anggara sudah selesai mandi. Aku sudah duduk diatas ranjang, memberanikan diri untuk bertanya karena aku sudah tidak tahan dengan pemikiran-pemikiran liarku yang membuat hatiku sakit saat tanpa sengaja memikirkannya.Setelah lampu utama di kamar dimatikan, Mas Anggara langsung naik keatas tempat tidur dan berbaring di sampingku."Anak-anak sudah tidur dari tadi, kan?""Sudah, Sayang.""Ya sudah kalau begitu, kita juga harus tidur. Aku capek sekali hari ini. Sudah lama tidak bermain golf, membuat tangan terasa kaku.""Mau aku pijitin dulu?" tanyaku sekalian nanti aku bisa berbasa-basi untuk mengajak ngobrol dia agar terkesan mengalir saja."Nggak, Sayang. Kita langsung tidur saja."Karena kasihan dan tidak tega melihat Mas Anggara yang kelelahan, akhirnya aku mengurungkan diri untuk bertanya di malam itu. Aku akan mencari waktu yang tepat saja.Semenjak aku hamil pertama dulu, ia memang sudah jarang bahkan hampir tidak pernah berma
"Kak Gara tidak berubah sama sekali setelah lama kalian menikah?"Pertanyaan terakhir dari Evelyn sebelum aku pergi, membuat aku malah kepikiran. Entah itu hanya sekedar bertanya, atau sebuah sarkas untuk memastikan jika pria pasti akan berubah seiring lamanya usia pernikahan. Aku ingin segera bertemu dengan Mas Anggara untuk memberitahukan jika Evelyn bekerja di yayasan dimana tempat Al dan El sekolah. Jujur saja aku merasa was-was dan takut terjadi hal buruk pada anak-anakku.Evelyn yang sangat sulit ditebak, membuat aku tidak boleh gegabah dan tidak boleh langsung percaya begitu saja.Brugh!!"Aaa ...."Terdengar tangisan El yang terjatuh di dekat meja makan. Karena pemikiran aku yang kusut, aku jadi lengah saat memperhatikan kedua anakku bermain sambil menunggu Mas Anggara pulang."Astaga, El. Kenapa bisa jatuh, Sayang?" Dengan perut yang sudah berat, aku membangunkan El dan terlihat jika keningnya merah akibat benturan."Kak Al, nakut-nakutin aku, Mi. Aku mau ambil minum jadin
"Aku gak curiga, aku cuman nanya aja. Wajar kan kalau aku merasa khawatir. Ini kan bentuk rasa ketakutan aku karena kehadiran Evelyn kembali ke kehidupan kita. Kalau kamu nggak merasa apa-apa, jangan marah, Mas. Aku minta maaf."Aku segera mengakhiri percakapan kami yang membahas tentang Evelyn. Sebab aku tidak ingin berkepanjangan yang akhirnya malah menimbulkan pertengkaran tak berujung. Padahal selama menikah kita tidak pernah bertengkar karena hal seperti itu.Saat suamiku pergi bekerja, dia pasti akan melihat banyak wanita yang lebih cantik, lebih pintar dan lebih segalanya dariku. Namun karena kepercayaanku padanya sudah kuberikan semua, sehingga tidak pernah aku merasa khawatir. Dan aku tidak ingin hanya karena hadirnya Evelyn kembali, itu menjadi pemicu rusaknya kepercayaan yang sudah aku bangun. Toh, dulu Mas Anggara benar-benar menolak Evelyn berkali-kali. Sudah seharusnya aku tidak boleh berpikiran yang tidak-tidak.Mas Anggara memelukku. "Kamu sedang hamil, tolong jangan
Dari sepulang menjemput anak-anak, aku tidak hentinya senyum-senyum sendiri kala aku mengingat pujian dari anak-anakku tentang penampilan aku yang baru."Sekarang, mau Mami bacakan dongeng apa?" tanyaku pada Al dan El yang sudah berbaring di kasur mereka masing-masing. Karena masih terlalu kecil, aku dan Mas Anggara sengaja membuat desain kamar anak dengan dua sisi berbeda antara anak laki-laki dan perempuan. Tentu saja pemilihan warna dan pemilihan karakter, mereka sendiri yang tentukan. Kami hanya sebatas mengabulkan apa yang mereka inginkan."Yang kemarin, Mi.""Iya, yang kemarin aja."Hah .... Aku bahagia sekali jika pemilihan cerita keduanya sama, membuat aku jadi tidak banyak bicara untuk mendamaikan keduanya yang pastinya ingin pilihan mereka yang dituruti.Setelah mereka tidur, aku matikan lampu utama dan tak lupa sebelum keluar aku kecup kening mereka. Waktu cepat sekali berlalu, kedua anakku sudah besar saat aku melihat kasur berukuran yang sudah mereka tempati hampir 2 tah
Ya, komunikasi adalah kunci diatas segalanya. Tanpa berkomunikasi, hal sepele saja bisa menjadi masalah besar jika hanya menduga-duga dengan pemikiran yang tidak jernih karena kecurigaan sudah menguasai pikiran.Aku sudah dalam usia dewasa, begitu juga dengan pernikahanku yang bukan lagi setahun atau dua tahun, terlalu lelah jika aku harus bergelut sendiri dengan pemikiranku hanya karena ingin mendapatkan attention dari suamiku tanpa aku bicarakan secara langsung.Aku adalah manusia biasa, begitu juga dengan Mas Anggara. Aku ingin dimengerti, tentu aku juga harus mengerti dia.Terkadang karena sudah biasa mendapatkan perhatian dan segala hal yang aku miliki tanpa aku minta, sehingga membuat aku malah ketergantungan seperti itu dan begitu seterusnya."Mas, kita telat 10 menit jemput Al dan El," ucapku saat mobil memasuki sekolahan anak kami.Karena tadi terhenti sebentar di jalan, membuat kami sedikit terlambat menjemput anak-anak. Aku terlalu senang sampai sedikit terhanyut. Namun set
Pada akhirnya aku tidak bisa menemukan solusi yang baik untuk permasalahan yang aku alami, yang bergelut dengan pemikiranku sendiri. Aku tidak boleh egois untuk anak-anakku."Mas, menurut kamu apa aku masih cantik? Umur aku tahun ini 35 tahun. Aku sudah pernah melahirkan dua bayi, dan sekarang aku sedang hamil lagi. Terkadang aku banyak malasnya untuk merawat diriku sendiri. Aku merasa gagal untuk menyenangkan kamu. Diluar sana banyak wanita cantik dan masih muda."Mas Anggara yang sedari tadi berdiri untuk mengajak aku ke dalam, lalu mendekati dan berlutut di hadapanku."Kenapa bisa kamu mempertanyakan hal tidak penting itu? Hal yang tidak layak kamu pertanyakan padaku.""Entahlah, aku merasa sedang tidak percaya diri saja.""Kamu cantik, tetap cantik dan tidak berubah sejak pertama kita bertemu. Umur hanyalah angka, kamu bertambah dewasa dan keibuan tetapi dimataku kamu tetaplah seorang gadis yang harus selalu aku lindungi. Yang cantik dan yang muda pasti ada banyak diluaran sana, t
Jelas aku tidak percaya dengan alasan yang diberikan Mas Anggara padaku, terkesan mengada-ada dan terlalu memaksakan. Tidak mungkin juga jika itu benar hadiah untukku, apalagi disimpan di dalam saku jas? Karena aku yakin lipstik mahal seperti itu tidak mungkin disimpan di dalam saku begitu saja.Rasanya lebih masuk akal dengan apa yang aku bayangkan dan cerita dari Evelyn, jika itu memang milik dia yang dititipkan pada Mas Anggara. Dan itulah yang membuat aku penasaran di mana mereka bertemu sampai bisa seperti itu."Kamu perlu bukti?""Sudahlah, Mas. Aku hanya tidak menyangka saja. Padahal seluruh kepercayaan aku sama kamu masih utuh."Tanpa banyak bicara lagi, Mas Anggara mengambil ponselnya yang ada di atas meja. Entah apa yang akan dia lakukan sebagai pembuktian untukku."Lihat? Lipstik ini aku pesan khusus dengan nama kamu. Ini desainnya. Sengaja aku simpan di dalam saku jas, karena aku ingin memberikan kejutan tanpa terlihat sama kamu kalau aku sedang membawa sesuatu. Jadinya le