Sudah satu pekan berlalu aku tinggal di apartemen bersama Pak Anggara. Ia benar-benar ingin memastikan jika Evelyn tidak menyuruh orang lain untuk mencariku. Aku tidak diperbolehkan untuk keluar. Semua pakaian yang ada di koper juga ponsel yang ada di dalam tasku, tertinggal di villa kosong itu.Aku merasa tidak masalah karena Pak Anggara memastikan aku tidak kurang apapun. Dia membelikan baju-baju baru yang aku butuhkan, juga ponsel baru yang hanya tersimpan nomor dirinya saja."Aku sudah siapkan sarapan," ucapku sambil menuangkan susu untuk kami berdua sarapan bersama seperti hari-hari kemarin.Sesudah aku bisa berjalan dan luka di kakiku kering, aku senang bisa menyiapkan makanan untuk Pak Anggara sebagai rasa terimakasihku, sebab hanya itu yang bisa aku lakukan."Seperti inilah nanti gambaran kita saat menikah."Begitulah yang selalu diucapkan oleh Pak Anggara ketika aku menyiapkan makanan untuknya. Bagaimana aku tidak tersipu malu, jika dia juga selalu memuji makanan yang aku bua
"Syarat apa?" Aku memicingkan mataku penuh dengan kecurigaan. "Malam ini aku ingin tidur denganmu.""Tidak!"Aku langsung menolak karena dari awal aku sudah berniat untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Aku sedang dalam proses memperbaiki diriku yang pernah berbuat salah. Meskipun aku sudah dalam proses berpisah dengan Mas Rendi, tetapi bukan berarti aku bisa bebas melakukan apapun dengan orang lain sekalipun itu adalah Pak Anggara. Seseorang yang memang aku inginkan dan aku butuhkan. Seseorang yang memahami keinginanku meski tidak terucap. Seseorang yang tahu diriku luar dan dalam.Sudah terlalu jauh memang hubungan kami yang tanpa terikat sebuah komitmen ini. Jika dikatakan menyesal, jawabannya sama sekali tidak. Justru aku menemukan kebahagiaan sejatiku.Meski dengan jalan yang salah, tetapi semua yang terjadi pasti bukan tanpa alasan. Jika aku tidak memilih jalan yang sekarang aku jalani, mungkin saja aku masih dengan diriku yang dulu, terjebak dalam pernikahan yang disetir
Aku membuka mataku perlahan dan langsung tersadar jika aku ada di rumah sakit. Bahkan aku langsung ingat kenapa aku bisa berakhir di sini sebab perih di perutku sangat terasa.Kali ini entah siapa pelakunya, mungkin bisa Evelyn kembali atau mungkin aku memiliki musuh baru. Yang jelas ada seseorang yang tidak menyukai kehadiranku.Aku melirik ke samping dan Pak Anggara tertidur sambil memegang tanganku. Rupanya ini sudah malam. Kubiarkan dia tidur karena pasti dari siang dia khawatir sampai bisa tertidur sambil duduk menjagaku.Esok harinya ....Aku kembali membuka mata dan Pak Anggara masih ada duduk dengan setia menemaniku. "Kamu sudah sadar? Biar aku panggilkan dokter sebentar."Setelah dokter datang dan memeriksaku, aku diperbolehkan untuk pulang jika lukanya sudah mengering, karena tidak terlalu dalam dan tidak terlalu banyak mengeluarkan darah, sehingga aku tidak perlu berlama-lama di rumah sakit."Dengar apa kata dokter tadi? Jadi, nanti kamu jangan meminta untuk cepat pulang.
"Ya, Mas tau kamu pasti sulit untuk memaafkan Ibu. Andai saja Mas diberikan kesempatan kedua, Mas pasti tidak akan menyia-nyiakannya.""Mas Rendi, sudah. Jangan bahas tentang hubungan kita. Lebih baik Mas Rendi fokus saja pada kesehatan Ibu. Ibu cuman punya kamu, dan kamu hanya punya Ibu, itu kan yang selalu kamu bilang. Jadi, inilah waktunya, Tuhan sudah mendengar ucapan kamu."Tidak sedikitpun aku biarkan hatiku luluh begitu saja. Apalagi apa yang dikatakan Mas Rendi terkesan ingin memintaku untuk kembali dan memberikannya kesempatan. Sulit juga memang untuk bisa berbaik hati lagi pada Mas Rendi. Biarlah seperti ini, kita semua sedang mengalami masa sulit karena buah dari keputusan yang diambil sebelumnya, sekarang resiko harus siap ditanggung masing-masing. Saling memaafkan atas semua yang sudah terjadi bukan berarti memberikan kesempatan kedua untuk kembali bersama.Untuk menata hidup lebih baik ada kalanya perpisahan menjadi jalan terakhir yang harus diambil. Sebab bertahan dal
Tentu aku tidak ingin ada keributan, meskipun kecil kemungkinan terjadi, tetapi lebih baik mencegah dari pada hal tidak diinginkan malah benar-benar terjadi."Kamu menjenguk Ibu dari mantan suami kamu?" tanya Pak Anggara karena aku mencegahnya keluar menyusul Mas Rendi."Hanya melihat sebentar saja. Kondisinya cukup parah, masih belum siuman bahkan masih dalam kondisi kritis. Katanya jatuh dari kamar mandi dan pendarahan hebat.""Kamu kasihan pada Ibunya itu?"Aku mengangguk. "Mau bagaimana pun dulu aku diperlakukan, tetap saja aku kasihan melihatnya terbaring di rumah sakit. Lagi dan lagi. Rasanya akhir-akhir ini Ibu jauh lebih sering masuk rumah sakit. Dan sekarang yang terparah.""Mau bagaimana pun, tolong jangan terlalu dekat dengan orang yang pernah berlaku tidak baik sama kamu. Menjauhlah dari orang-orang seperti itu. Kalau mau memaafkan tidak apa, tetapi jangan berhubungan lagi. Itu jauh lebih baik untuk kamu sendiri."Aku mengangguk. "Iya, tenang saja."Esok harinya aku sudah
Aku tidak menyangka dengan apa yang aku lihat sekarang ini. Seniat ini Pak Anggara membuatkannya untukku yang belum menjadi siapa-siapa untuknya."Kapan kamar ini dirubah jadi seperti ini?" tanyaku tanpa menoleh karena aku terlalu fokus melihat sekeliling sambilan berjalan pelan."Karena aku akan mengurungmu di apartemen ini, maka dari itu aku membuat tempat ini senyaman mungkin untukmu. Dan karena tidak ada tempat lain di sini, makanya kamar ini bisa untukmu menghabiskan waktu sepanjang hari."Tidak hanya memberikan perhatian, Pak Anggara juga memberikan aku kenyamanan saat ada di dekatnya. Memberikan aku sebuah jaminan jika bersama dengannya, semua benar-benar bisa terkabulkan. Bahkan tanpa diminta pun ia akan memberikan segala yang terbaik dan tidak terduga.Melepaskan kaca yang kilaunya aku kira bongkahan emas, selepas itu aku mendapatkan berlian yang indah dan berharga.Hanya perlu digaris bawahi saja, aku tidak memandang materi, tetapi aku tidak bisa berkata bohong jika uang bis
Ternyata aku benar-benar merindukan Pak Anggara dengan segala sentuhannya. Aku seolah mengingkari janji pada diriku sendiri untuk tidak lagi melakukannya sebelum semuanya selesai dengan tuntas dan aku bisa bersatu dengan dia tanpa ada halangan apapun.Namun semua terjadi begitu saja. Ciuman kerinduan yang berubah menjadi ciuman penuh gairah yang tertahan kembali.Malam itu kami melakukannya dengan perlahan, dan untuk kali pertamanya aku melakukan itu dengan hati yang tenang tanpa beban merasa bersalah pada siapapun. Setiap sentuhan yang aku rasakan sangat menyenangkan bagaikan dibawa terbang tinggi dan melayang-layang di udara.'Pak Anggara, kamu memang ahlinya!' batinku."Stop! Jangan lebih dari ini. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri."Meski aku sudah sangat terbuai, aku masih bisa menahan semuanya agar tidak terjadi hal yang lebih dari sekedar sekarang ini."Baiklah, aku hargai itu."***Sudah waktunya jam makan siang, aku yang sedang malas memasak akhirnya memutuskan untuk mem
"BERANI-BERANINYA KAMU MENYENTUHKU!!"Aku sangat terkejut karena Evelyn yang benar-benar murka saat aku mendorong badannya untuk menjauh. Padahal tidak aku dorong dengan kuat, hanya sebatas agar Evelyn menjauh untuk berhenti mengintimidasiku dengan cara merendahkan harga diriku."Aku tidak sudi disentuh oleh wanita rendahan sepertimu. Aku dilahirkan dari keluarga terpandang, diberikan pendidikan yang tinggi dan berkualitas, tidak pantas kamu menyentuhku.""Tapi kamu tidak mencerminkan apa yang kamu katakan, Evelyn. Pendidikan tinggi dan berkualitas? Mana hasilnya? Kamu malah merendahkan orang lain dengan penghinaan seperti ini. Apa orang tua kamu bangga melihat anaknya seperti ini? Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu meskipun membahayakan orang lain?""Orang tua kamu saja gagal mendidik kamu. Diizinkan merantau ke kota, untuk sukses dalam hidup, malah sukses menjadi wanita rendahan! Oh pantas saja, orang tua kamu sudah mati, jadi kamu hidup tidak diarahkan.""Cukup, Eve