"BERANI-BERANINYA KAMU MENYENTUHKU!!"Aku sangat terkejut karena Evelyn yang benar-benar murka saat aku mendorong badannya untuk menjauh. Padahal tidak aku dorong dengan kuat, hanya sebatas agar Evelyn menjauh untuk berhenti mengintimidasiku dengan cara merendahkan harga diriku."Aku tidak sudi disentuh oleh wanita rendahan sepertimu. Aku dilahirkan dari keluarga terpandang, diberikan pendidikan yang tinggi dan berkualitas, tidak pantas kamu menyentuhku.""Tapi kamu tidak mencerminkan apa yang kamu katakan, Evelyn. Pendidikan tinggi dan berkualitas? Mana hasilnya? Kamu malah merendahkan orang lain dengan penghinaan seperti ini. Apa orang tua kamu bangga melihat anaknya seperti ini? Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu meskipun membahayakan orang lain?""Orang tua kamu saja gagal mendidik kamu. Diizinkan merantau ke kota, untuk sukses dalam hidup, malah sukses menjadi wanita rendahan! Oh pantas saja, orang tua kamu sudah mati, jadi kamu hidup tidak diarahkan.""Cukup, Eve
Pria tinggi yang di dampingi oleh wanita yang mungkin sekitaran umur 50-an masuk ke dalam kamar tanpa permisi. Meski aku belum mengenal mereka, tetapi aku sudah bisa menebak jika itu adalah Ayah dan Ibu tiri Pak Anggara. Jelas sekali jika Pak Anggara memang mirip dengan ayahnya.Meskipun aku sudah memberitahu Pak Hans tentang kejadian Pak Anggara dihari dimana itu terjadi untuk diberitahukan kepada keluarga Pak Anggara, tetapi mereka datang baru beberapa hari setelahnya. Entah mungkin sibuk atau ada alasan lain, aku tidak ingin berpikiran negatif. Yang terpenting mereka datang untuk melihat keadaan anaknya.Aku bangkit dari tempat dudukku untuk menyapa mereka."Betul, saya Tiana.""Apa yang sudah terjadi?" tanya Ayah Pak Anggara yang belum aku ketahui siapa namanya."Evelyn yang melakukan semuanya, Pak.""Ceritakan yang lebih detail lagi. Karena rasanya mustahil Evelyn melakukan itu pada Anggara. Secara dia sangat menyukai anak saya, meskipun pertunangan mereka dibatalkan sepihak oleh
"Mungkin lebih cepat akan lebih baik untuk saya bisa pergi. Karena ..., karena jika Anggara sudah siuman, mungkin saja saya akan merasa berat untuk pergi menjauh darinya. Maaf sekali, Pak. Maaf karena semua yang terjadi karena saya.""Kalau begitu temani anak saya sampai dia sembuh. Atau bila perlu temani dia sampai kalian menua bersama."Aku tak sadar sampai menganga karena mendengarnya. Rasanya seperti mimpi dan tidak mungkin jika aku mendengar itu di dunia nyata."Mau kamu temani anak saya sampai kalian menua bersama?""Ma--maksudnya?""Saya sedang melamar kamu untuk anak saya. Pertemuan untuk makan malam bersama, memang dimaksudkan untuk melamar dan menentukan tanggal pernikahan kalian."Aku masih saja tidak bisa berkata-kata karena pemikiranku tadi yang sudah terlanjur menyangka jika orang tua Pak Anggara menginginkan kita berpisah dan aku segera pergi. Namun nyatanya malah melamarku.Meskipun tidak dalam waktu yang tepat karena kondisi yang tidak mendukung, tetapi aku sangat men
Beberapa bulan berlalu ....Setelah semua badai terlewati, setelah semua masalah teratasi, akhirnya aku dan Pak Anggara, ah salah, aku dengan Anggara melangsungkan pernikahan. Meski ini bukanlah pernikahan pertamaku, tetap saja aku merasa gugup disaat bersanding dengannya.Berbulan-bulan yang lalu, kami menyiapkan pernikahan kami berdua, benar-benar dengan apa yang kami inginkan sebagai wujud bahwa pernikahan ini adalah realisasi dari wedding dream sekali seumur hidup bagi Anggara, dan pernikahan terakhir bagiku.Aku senang saat melihat semua orang yang turut hadir ikut bersukacita dengan perasaan bahagia yang aku dan Anggara rasakan."Terimakasih sudah menjadi istriku," bisik Anggara ditengah acara.Aku tersenyum. "Aku berterimakasih karena kamu sudah hadir dalam hidupku. Semua yang sudah terjadi dalam hidupku setelah ada kamu, itu jauh lebih berarti.""Aku tidak sabar ingin segera acara ini berakhir."Aku melirik dengan tatapan tajam, seolah aku sudah bisa melihat dengan jelas bagai
Percayalah dengan peribahasa tabur tuai, apa yang kita tanam maka itulah yang akan kita tuai.Tidak rugi rasanya menjadi orang baik, meski terkadang banyak godaan dan cobaan yang mencoba untuk membelokkan keyakinan untuk mencoba hal yang salah.Tidak apa, asal harus siap dengan segala resikonya, harus berani menanggungnya.Banyak hal yang terjadi dalam hidupku, yang tentu tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Namun aku selalu ingat jika Tuhan yang lebih tahu apa yang aku butuhkan.Aku sangat bahagia saat mendengar kabar jika Yoga dan Ryo sudah hidup bahagia dan memulai semuanya dari nol di kota lain. Meninggalkan segala hal buruk yang pernah terjadi di kota ini. Yoga memutuskan untuk tidak menikah lagi dan fokus pada Ryo, anak satu-satunya. Ia bekerja hanya untuk mempersiapkan masa depan Ryo.Mungkin bisa dikatakan jika Yoga mengalami trauma dengan perempuan dan juga pernikahan. Dia awal menikah dengan Mbak Dyan karena menjadi selingkuhan karena sebuah cerita sedih yang Mbak Dya
Kehidupan setelah menikah bagiku memang tidak begitu mengejutkan karena sebelumnya aku pernah menikah. Aku hanya mengkhawatirkan bagaimana dengan Mas Anggara, aku takut semua tak sesuai ekspektasinya saat memutuskan untuk menikahiku yang seorang janda meskipun belum memiliki keturunan dari pernikahanku yang pertama.Namun kekhwatiran aku itu nyatanya tidak terjadi. Selama enam tahun kami berumah tangga, dia selalu baik padaku sebagai suami dan bertanggungjawab mengasihi anak kembar kami.Sekarang kedua buah hati kami sudah mulai masuk sekolah. Tadinya aku ingin skip pendidikan Taman Kanak-kanak untuk kedua anakku itu, aku memilih les dan home schooling agar aku bisa mengawasi mereka secara langsung di rumah, sebab aku juga sekarang sudah hamil memasuki usia tua. Badanku semakin membesar, aku sudah mudah capai dan lelah. Tidak sanggup rasanya jika harus mengantarkan mereka ke sekolah setiap paginya.Lain hal dengan Mas Anggara, dia ingin kedua anak kami sekolah pada umumnya agar bisa b
Jika Mas Anggara sudah pergi bekerja, lalu anak-anak sudah ke sekolah, rasanya sepi sekali rumah ini. Sambil menunggu anak-anak di jemput sopir untuk pulang, aku mencari hiburanku sendiri. Niatnya aku ingin yoga untuk ibu hamil sambil melihat tutorialnya di televisi. Namun lagi-lagi rasa malas tidak bisa aku jauhkan dari diriku. Kehamilan kedua ini membuat aku malas melakukan apapun, lain halnya saat aku mengandung si kembar.Mungkin juga karena itu kehamilan pertama yang sudah lama aku nantikan, sehingga aku masih sangat berantusias untuk melakukan segala hal yang terbaik untuk menstimulasi otak anak semasa masih ada dalam kandunganku.Bahkan meski hamil anak kembar di usia kehamilan tua, aku masih sempat melayani suamiku. Namun sekarang benar-benar berbeda. Mungkin sudah satu bulan aku tidak memberikan jatah pada Mas Anggara. Untung saja suamiku sangat pengertian."Anak-anak sudah tidur, Sayang?" tanyaku saat Mas Anggara baru saja masuk ke kamar setelah membacakan dongeng untuk si k
Air shower sudah tidak terdengar lagi, itu artinya Mas Anggara sudah selesai mandi. Aku sudah duduk diatas ranjang, memberanikan diri untuk bertanya karena aku sudah tidak tahan dengan pemikiran-pemikiran liarku yang membuat hatiku sakit saat tanpa sengaja memikirkannya.Setelah lampu utama di kamar dimatikan, Mas Anggara langsung naik keatas tempat tidur dan berbaring di sampingku."Anak-anak sudah tidur dari tadi, kan?""Sudah, Sayang.""Ya sudah kalau begitu, kita juga harus tidur. Aku capek sekali hari ini. Sudah lama tidak bermain golf, membuat tangan terasa kaku.""Mau aku pijitin dulu?" tanyaku sekalian nanti aku bisa berbasa-basi untuk mengajak ngobrol dia agar terkesan mengalir saja."Nggak, Sayang. Kita langsung tidur saja."Karena kasihan dan tidak tega melihat Mas Anggara yang kelelahan, akhirnya aku mengurungkan diri untuk bertanya di malam itu. Aku akan mencari waktu yang tepat saja.Semenjak aku hamil pertama dulu, ia memang sudah jarang bahkan hampir tidak pernah berma
Semua orang tanpa terkecuali pasti memiliki sebuah luka. Luka yang tidak kasat mata, hanya sang pemilik luka lah yang bisa merasakannya.Sembuh atau tidaknya tidak bisa dipastikan secara nyata, sebab tergantung sang pemilik luka itulah akan berbicara berdasarkan fakta atau malah menyembunyikannya agar terlihat baik-baik saja.Meski pada akhirnya luka yang tidak terlihat itu bisa sembuh, tapi memorinya akan selalu tertanam dalam ingatan. Semakin mencoba untuk dilupakan, maka akan semakin tenggelam dalam kesakitan.Hanya diri sendirilah yang mampu menyembuhkan dan memastikan luka itu tidak bersarang lama dalam hidupnya.Masa lalu akan tetap menjadi masa lalu, sejauh apapun mengejarnya tak akan bisa kembali apalagi hanya untuk menyesali apa yang sudah terjadi dimasa sekarang.Luka dimasa lalu yang dibiarkan, biasanya akan menjalar menjadi sebuah dendam. Sebuah titik balik yang berniat untuk melupakan, malah meluap menjadi emosi yang harus terbalaskan.Ketidakadilan adalah hal yang pasti
POV Anggara"Kania ...." Setelah istriku mengatakan semua isi hatinya di depan makam Kania, kini giliranku yang harus aku utarakan juga apa yang ada dalam hatiku ini."Sudah lama rasanya sejak hari di mana kita terakhir bertemu dalam keadaan hubungan kita yang tidak baik-baik saja. Itu adalah hal yang paling aku sesalkan. Aku kira aku tau semua tentangmu, tentang cerita senang dan sedihmu. Ternyata aku tidak sedalam itu mengetahui hidupmu. Entah apa lagi yang harus aku sesalkan karena semua itu tidak akan membuat waktu berputar kembali sehingga kamu mungkin masih hidup dan bersamaku sekarang."Pertama kalinya, aku mengutarakan apa yang ada di dalam hatiku, penyesalan yang aku rasakan terhadap kematian Kania yang tidak aku sadari apa yang terjadi pada Kania sebelumnya."Selama ini aku sama sekali tidak melupakanmu. Aku melanjutkan hidup karena aku selalu mengingatmu. Aku bawa dendam kematianmu dengan menghancurkan hidup orang yang menjadi alasan kamu mengakhiri hidupmu."Sekejap aku me
"Hay, Kania. Perkenalkan aku Tiana, aku adalah istri Mas Anggara, cinta pertama kamu. Senang bisa tau cerita kamu dari suamiku sendiri. Semoga kamu bisa beristirahat tenang di sana. Sungguh, kamu jatuh cinta pada pria yang tepat. Aku merasa keberuntungan yang harusnya kamu miliki, kini menjadi milikku. Aku berharap kamu bahagia atas kebahagiaan aku dan Mas Anggara saat ini. Sekarang kami sudah mempunyai tiga anak, dua anak kembar dan bungsu yang masih bayi. Nanti jika mereka sudah besar, akan aku ceritakan bagaimana ayahnya mencintai kamu begitu hebat dan tulus. Terimakasih sudah menyemangati Mas Anggara disaat ia merasa ada dititik terendah dalam hidupnya, sehingga dia bisa sehebat sekarang ini. Aku akan mencintai Mas Anggara dan menjaga anak-anak kami selamanya."Aku mengutarakan isi hatiku disaat kami sudah menaburkan bunga dan berdoa untuk Kania. Tidak ada lagi rasanya cemburu, sedih atau bahkan sakit hati. Aku sudah benar-benar ikhlas dengan kenyataan dari cerita Mas Anggara.Tid
Bulan madu setelah memiliki anak, tadinya aku berpikir itu hanya buang-buang waktu dan bentuk keegoisan orang tua yang tega meninggalkan anak-anak hanya demi kesenangan berdua, padahal bulan madu berdua itu bisa digantikan dengan liburan bersama keluarga, sehingga anak-anak bisa ikut merasakan bahagia yang sama seperti orang tuanya. Namun ada hal yang aku sadari setelah aku merasakannya sendiri. Setelah menjadi seorang istri, prioritasku berpindah pada suami. Aku belajar memasak masakan yang disukai suami, mengingat makanan apa yang tidak ia sukai, menjaga bentuk badan agar suami tetap cinta, menjaga dan membersihkan rumah agar tetap bersih sehingga ketika suami pulang kerja dia bisa nyaman beristirahat, memastikan pakaian suami bersih ketika akan dipakai bekerja, memastikan dia makan sehat meskipun diluar rumah. Sampai kepentinganku sendiri tergeser dari prioritas yang tadinya selalu utama. Lalu, lahirlah sang buah hati. Bertambah pula yang harus diprioritaskan selain diri sendi
Pagi indah aku benar-benar menyarap suamiku sendiri. Bercinta dipagi hari ternyata lebih fresh, mungkin energi kita masih utuh karena belum melakukan aktivitas apa-apa. Ini adalah honeymoon kedua yang berhasil. Selain aku mendapatkan kenikmatanku kembali, aku mendapatkan ketenangan setelah berhati-hati menyimpan rasa kecewa karena sulit untuk menerima realita. Di villa itu, aku dan Mas Anggara seperti mengadakan pesta bercinta saja. Rasanya malu melihat kelakuan diri sendiri, seperti orang yang kehausan dan lama tidak mendapatkan air. Mungkin itu yang akan dikatakan oleh rahimku jika dia bisa berbicara. Mempunyai suami tapi aku malah kekeringan. Sering cemburuan, mudah marah, mudah tersinggung, ternyata sentuhan suami lah obatnya. Kesabaran suami yang menjadi vitamin tambahan. Untunglah dia tidak berpikiran untuk membayar jasa wanita diluar sana, yang bahkan pasti ada saja yang menjajakan diri dengan suka rela alias gratis. Aku malu sekali jika mengingat semua yang telah terjad
Bagaimana ada istri seperti aku sekarang ini. Rasanya aku tidak pandai bersyukur sekali, semua yang aku inginkan sudah aku dapatkan di pernikahan kedua ini, tetapi aku tidak memperhatikan suamiku sendiri. Padahal dialah sumber yang membuat aku bisa mendapatkan apa yang selama ini menjadi keinginanku.Mas Anggara tidak pernah menuntut apa-apa, selalu memberikan yang terbaik untukku dan tentu juga untuk anak-anak. Namun aku tidak memperhatikan kebutuhan biologisnya. Padahal itu bukan hal yang besar dan mahal untuk aku berikan karena pastinya aku juga akan merasakan kenikmatannya.Aku baru tersadar kenapa beberapa kali Mas Anggara menyarankan agar kami mencari pengasuh bayi, karena dia juga butuh perhatian dariku, dia butuh aku untuk mengurusnya. Aku saja yang kurang peka dan tidak pernah bertanya."Maafkan aku, Mas. Aku akan lebih memperhatikanmu disamping kesibukanku mengurus anak-anak. Dan sepertinya aku akan menerima tawaran untuk mencari pengasuh bayi saja. Aku tidak akan egois dan
"Tidak," jawabku sambil menggelengkan kepala. "Sepertinya ada satu hal yang baru aku sadari sekarang, Mas.""Apa itu?""Setelah memiliki anak, fokusku hanya pada mereka saja. Kamu tidak aku perhatikan bahkan aku mengabaikan diriku sendiri. Baru aku sadari ternyata kamu malah semakin tampan meskipun sudah mempunyai tiga anak, usia kamu beberapa tahun lagi akan memasuki kepala empat. Kamu masih sangat sehat, bugar, berkharisma seperti aktor-aktor Hollywood yang semakin matang usia malah semakin menarik mata."Mas Anggara tersenyum tipis. "Kamu memujiku terlalu berlebihan, Sayang. Tidak seperti itu. Biasa saja seperti lelaki pada umumnya."Aku menggelengkan kepala dengan tegas. "Beda! Kamu sangat berbeda. Aku tidak memuji kamu secara berlebihan tapi memang faktanya begitu. Aku hanya membicarakan apa adanya yang aku lihat.""Kalau memang begitu, kenapa kamu tampak sedih sekarang? Bukannya memiliki suami yang tampan itu akan membuat kamu bangga?""Yang ada aku malah insecure, Mas. Kalau ki
Senja perlahan bergantian dengan langit yang menggelap. Tidak ada lagi pemandangan yang bisa aku lihat dari atas sini kecuali perlahan digantikan dengan lampu-lampu kota yang satu persatu mulai dinyalakan. Aku hanya bisa menunggu karena waktu yang akan menjawab bagaimana selanjutnya. Apa yang bisa aku lakukan jika dia mengatakan sebuah janji selain aku menunggu dan merasakan sendiri bagaimana dia membuktikan itu semua. Sehingga tidak ada jawaban lain selain aku tetap bertahan untuk melihat janji yang dia ucapkan, bisa dia buktikan.Aku mencintai suamiku terlepas dari apapun masa lalunya, rahasianya juga alasan awal bagaimana dia mendekatiku hingga akhirnya sungguh menikahiku.Aku harus melapangkan dada, meluaskan rasa sabarku, melihat ke masa depan dan merasakan apa yang masa sekarang terjadi. Bukankah selama ini rumah tangga kami baik-baik saja?Itulah yang sudah seharusnya aku lakukan. Tidak ada manusia yang tanpa pernah melakukan sebuah kesalahan dimasa lalu. Semua manusia adalah
Mas Anggara selalu bisa memberikanku jawaban yang masuk diakal. Tidak mengada-ada seperti mencari pembenaran untuk dirinya, tetapi memang seolah faktanya seperti apa yang dia katakan."Coba bilang padaku, apa yang harus aku lakukan sekarang?"Aku menggelengkan kepala."Papa saja menyadari jika hubungan kita tidak baik-baik saja makanya dia menyuruh kita untuk menghabiskan waktu berdua tanpa anak-anak. Jangan sampai sepulang kita dari sini, kamu tetap menjaga jarak dariku. Kita ini suami istri.""Aku tau. Aku juga tidak mau seperti ini, Mas. Tidak ada seorang pun yang mau rumah tangganya diuji, kalau bisa itu juga. Tapi cerita kamu itu membuat hatiku sakit, kecewa. Jadi banyak sekali hal yang aku pikirkan dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi yang aku hubungkan dengan cerita kamu. Aku sudah punya trauma di pernikahanku dulu, dan aku masih tidak percaya kita begini jadinya. Apa ini karma untukku?"Tiba-tiba saja langsung terpikirkan hal itu dalam benakku. Memang sama sekali tidak