Ternyata aku benar-benar merindukan Pak Anggara dengan segala sentuhannya. Aku seolah mengingkari janji pada diriku sendiri untuk tidak lagi melakukannya sebelum semuanya selesai dengan tuntas dan aku bisa bersatu dengan dia tanpa ada halangan apapun.Namun semua terjadi begitu saja. Ciuman kerinduan yang berubah menjadi ciuman penuh gairah yang tertahan kembali.Malam itu kami melakukannya dengan perlahan, dan untuk kali pertamanya aku melakukan itu dengan hati yang tenang tanpa beban merasa bersalah pada siapapun. Setiap sentuhan yang aku rasakan sangat menyenangkan bagaikan dibawa terbang tinggi dan melayang-layang di udara.'Pak Anggara, kamu memang ahlinya!' batinku."Stop! Jangan lebih dari ini. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri."Meski aku sudah sangat terbuai, aku masih bisa menahan semuanya agar tidak terjadi hal yang lebih dari sekedar sekarang ini."Baiklah, aku hargai itu."***Sudah waktunya jam makan siang, aku yang sedang malas memasak akhirnya memutuskan untuk mem
"BERANI-BERANINYA KAMU MENYENTUHKU!!"Aku sangat terkejut karena Evelyn yang benar-benar murka saat aku mendorong badannya untuk menjauh. Padahal tidak aku dorong dengan kuat, hanya sebatas agar Evelyn menjauh untuk berhenti mengintimidasiku dengan cara merendahkan harga diriku."Aku tidak sudi disentuh oleh wanita rendahan sepertimu. Aku dilahirkan dari keluarga terpandang, diberikan pendidikan yang tinggi dan berkualitas, tidak pantas kamu menyentuhku.""Tapi kamu tidak mencerminkan apa yang kamu katakan, Evelyn. Pendidikan tinggi dan berkualitas? Mana hasilnya? Kamu malah merendahkan orang lain dengan penghinaan seperti ini. Apa orang tua kamu bangga melihat anaknya seperti ini? Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu meskipun membahayakan orang lain?""Orang tua kamu saja gagal mendidik kamu. Diizinkan merantau ke kota, untuk sukses dalam hidup, malah sukses menjadi wanita rendahan! Oh pantas saja, orang tua kamu sudah mati, jadi kamu hidup tidak diarahkan.""Cukup, Eve
Pria tinggi yang di dampingi oleh wanita yang mungkin sekitaran umur 50-an masuk ke dalam kamar tanpa permisi. Meski aku belum mengenal mereka, tetapi aku sudah bisa menebak jika itu adalah Ayah dan Ibu tiri Pak Anggara. Jelas sekali jika Pak Anggara memang mirip dengan ayahnya.Meskipun aku sudah memberitahu Pak Hans tentang kejadian Pak Anggara dihari dimana itu terjadi untuk diberitahukan kepada keluarga Pak Anggara, tetapi mereka datang baru beberapa hari setelahnya. Entah mungkin sibuk atau ada alasan lain, aku tidak ingin berpikiran negatif. Yang terpenting mereka datang untuk melihat keadaan anaknya.Aku bangkit dari tempat dudukku untuk menyapa mereka."Betul, saya Tiana.""Apa yang sudah terjadi?" tanya Ayah Pak Anggara yang belum aku ketahui siapa namanya."Evelyn yang melakukan semuanya, Pak.""Ceritakan yang lebih detail lagi. Karena rasanya mustahil Evelyn melakukan itu pada Anggara. Secara dia sangat menyukai anak saya, meskipun pertunangan mereka dibatalkan sepihak oleh
"Mungkin lebih cepat akan lebih baik untuk saya bisa pergi. Karena ..., karena jika Anggara sudah siuman, mungkin saja saya akan merasa berat untuk pergi menjauh darinya. Maaf sekali, Pak. Maaf karena semua yang terjadi karena saya.""Kalau begitu temani anak saya sampai dia sembuh. Atau bila perlu temani dia sampai kalian menua bersama."Aku tak sadar sampai menganga karena mendengarnya. Rasanya seperti mimpi dan tidak mungkin jika aku mendengar itu di dunia nyata."Mau kamu temani anak saya sampai kalian menua bersama?""Ma--maksudnya?""Saya sedang melamar kamu untuk anak saya. Pertemuan untuk makan malam bersama, memang dimaksudkan untuk melamar dan menentukan tanggal pernikahan kalian."Aku masih saja tidak bisa berkata-kata karena pemikiranku tadi yang sudah terlanjur menyangka jika orang tua Pak Anggara menginginkan kita berpisah dan aku segera pergi. Namun nyatanya malah melamarku.Meskipun tidak dalam waktu yang tepat karena kondisi yang tidak mendukung, tetapi aku sangat men
Beberapa bulan berlalu ....Setelah semua badai terlewati, setelah semua masalah teratasi, akhirnya aku dan Pak Anggara, ah salah, aku dengan Anggara melangsungkan pernikahan. Meski ini bukanlah pernikahan pertamaku, tetap saja aku merasa gugup disaat bersanding dengannya.Berbulan-bulan yang lalu, kami menyiapkan pernikahan kami berdua, benar-benar dengan apa yang kami inginkan sebagai wujud bahwa pernikahan ini adalah realisasi dari wedding dream sekali seumur hidup bagi Anggara, dan pernikahan terakhir bagiku.Aku senang saat melihat semua orang yang turut hadir ikut bersukacita dengan perasaan bahagia yang aku dan Anggara rasakan."Terimakasih sudah menjadi istriku," bisik Anggara ditengah acara.Aku tersenyum. "Aku berterimakasih karena kamu sudah hadir dalam hidupku. Semua yang sudah terjadi dalam hidupku setelah ada kamu, itu jauh lebih berarti.""Aku tidak sabar ingin segera acara ini berakhir."Aku melirik dengan tatapan tajam, seolah aku sudah bisa melihat dengan jelas bagai
Percayalah dengan peribahasa tabur tuai, apa yang kita tanam maka itulah yang akan kita tuai.Tidak rugi rasanya menjadi orang baik, meski terkadang banyak godaan dan cobaan yang mencoba untuk membelokkan keyakinan untuk mencoba hal yang salah.Tidak apa, asal harus siap dengan segala resikonya, harus berani menanggungnya.Banyak hal yang terjadi dalam hidupku, yang tentu tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan. Namun aku selalu ingat jika Tuhan yang lebih tahu apa yang aku butuhkan.Aku sangat bahagia saat mendengar kabar jika Yoga dan Ryo sudah hidup bahagia dan memulai semuanya dari nol di kota lain. Meninggalkan segala hal buruk yang pernah terjadi di kota ini. Yoga memutuskan untuk tidak menikah lagi dan fokus pada Ryo, anak satu-satunya. Ia bekerja hanya untuk mempersiapkan masa depan Ryo.Mungkin bisa dikatakan jika Yoga mengalami trauma dengan perempuan dan juga pernikahan. Dia awal menikah dengan Mbak Dyan karena menjadi selingkuhan karena sebuah cerita sedih yang Mbak Dya
Kehidupan setelah menikah bagiku memang tidak begitu mengejutkan karena sebelumnya aku pernah menikah. Aku hanya mengkhawatirkan bagaimana dengan Mas Anggara, aku takut semua tak sesuai ekspektasinya saat memutuskan untuk menikahiku yang seorang janda meskipun belum memiliki keturunan dari pernikahanku yang pertama.Namun kekhwatiran aku itu nyatanya tidak terjadi. Selama enam tahun kami berumah tangga, dia selalu baik padaku sebagai suami dan bertanggungjawab mengasihi anak kembar kami.Sekarang kedua buah hati kami sudah mulai masuk sekolah. Tadinya aku ingin skip pendidikan Taman Kanak-kanak untuk kedua anakku itu, aku memilih les dan home schooling agar aku bisa mengawasi mereka secara langsung di rumah, sebab aku juga sekarang sudah hamil memasuki usia tua. Badanku semakin membesar, aku sudah mudah capai dan lelah. Tidak sanggup rasanya jika harus mengantarkan mereka ke sekolah setiap paginya.Lain hal dengan Mas Anggara, dia ingin kedua anak kami sekolah pada umumnya agar bisa b
Jika Mas Anggara sudah pergi bekerja, lalu anak-anak sudah ke sekolah, rasanya sepi sekali rumah ini. Sambil menunggu anak-anak di jemput sopir untuk pulang, aku mencari hiburanku sendiri. Niatnya aku ingin yoga untuk ibu hamil sambil melihat tutorialnya di televisi. Namun lagi-lagi rasa malas tidak bisa aku jauhkan dari diriku. Kehamilan kedua ini membuat aku malas melakukan apapun, lain halnya saat aku mengandung si kembar.Mungkin juga karena itu kehamilan pertama yang sudah lama aku nantikan, sehingga aku masih sangat berantusias untuk melakukan segala hal yang terbaik untuk menstimulasi otak anak semasa masih ada dalam kandunganku.Bahkan meski hamil anak kembar di usia kehamilan tua, aku masih sempat melayani suamiku. Namun sekarang benar-benar berbeda. Mungkin sudah satu bulan aku tidak memberikan jatah pada Mas Anggara. Untung saja suamiku sangat pengertian."Anak-anak sudah tidur, Sayang?" tanyaku saat Mas Anggara baru saja masuk ke kamar setelah membacakan dongeng untuk si k