Share

Salah Kamar

Author: Zedya_lee
last update Last Updated: 2025-03-11 01:04:08

Sinar matahari yang menyusup dari celah gorden tebal membuat kelopak mata Eriska bergerak sedikit. Kepalanya terasa berat, tenggorokannya kering, dan tubuhnya sedikit pegal. Perlahan, ia membuka matanya, dan seketika tubuhnya menegang.

Kamar ini … bukan kamarnya. Interiornya terlalu mewah, nuansa hitam dan emas mendominasi, dan aroma khas maskulin menyeruak memenuhi ruang. Belum lagi ranjang king-size dengan sprei sutra yang kini melilit tubuh telanjangnya.

Kesadarannya semakin pulih ketika pandangannya jatuh pada sosok pria yang berdiri di dekat jendela.

Bukan sembarang pria.

Pria itu mengenakan setelan jas hitam yang rapi, dasi yang sudah terpasang sempurna, serta jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. Posturnya tegap, tubuhnya kekar, dan wajahnya …

Astaga.

Eriska menahan napas. Ia benar-benar tampan. Rahang tegas, hidung bangir, bibir yang tampak dingin, serta sepasang mata hitam yang menatapnya seolah bisa menelanjangi jiwanya.

Seolah memerhatikan gerak-geriknya, pria itu menoleh ke arahnya, dan tatapan mereka pun bertemu.

Secepat kilat, ingatan semalam menghantam kesadarannya. Ah, dia baru ingat semalam habis tidur dengan pria ini.

Menghabiskan malam dengan penuh gairah, dengan cara yang tidak akan pernah ia bayangkan sebelumnya.

Tangan Eriska mencengkeram selimut yang menutupi tubuhnya. Sebuah senyum sinis muncul di bibir pria itu, seolah sudah bisa membaca apa yang ada di dalam pikirannya.

Dalam hati, Eriska bergumam. "Ternyata pria yang disewa Maya lumayan juga."

Ia mengerjap cepat, menepis rasa aneh yang tiba-tiba menggelitik hatinya, lalu bergerak mengambil tasnya yang tergeletak di lantai. Dengan cepat, ia meraih ponselnya dan menyalakannya.

Layar ponselnya menyala, memperlihatkan belasan panggilan tak terjawab dan pesan dari Maya.

Eriska mendengus kecil, tapi mengabaikannya. Ia lebih tertarik untuk menyelesaikan urusan dengan pria di hadapannya ini. Dengan santai, ia menoleh ke arah pria itu.

“Berapa yang harus kubayar untuk servismu semalam?” tanyanya, suara seraknya masih terdengar sensual. “Jujur aku puas. Lumayan juga, aku akan memberimu bonus.”

Pria itu tidak langsung menjawab. Ia hanya memandangnya dengan tatapan tajam yang sulit ditebak. Kemudian, sudut bibirnya terangkat, membentuk senyum sinis yang entah mengapa membuat jantung Eriska berdetak lebih cepat.

“Simpan saja uangmu,” katanya pelan. “Kau bisa memberikan itu lain kali.”

Eriska mengangkat sebelah alisnya. “Tapi aku tidak akan melakukan ini untuk kedua kalinya. Ini akan jadi pertama dan terakhir bagiku.”

Pria itu tertawa pelan, suara rendahnya menggema di ruangan. Ia melangkah mendekat, membiarkan aroma parfum maskulinnya menyelimuti udara di antara mereka.

“Seyakin itu?” Tatapan pria itu penuh tantangan. “Baiklah. Kita lihat saja.”

Satu kedipan mata ia berikan sebelum berbalik pergi meninggalkan Eriska yang masih tertegun di atas ranjang.

Eriska mendengus. “Sombong sekali. Nggak nerima uang, bukannya itu pekerjaan dia ya?” gumamnya kesal.

Ia menarik napas panjang dan akhirnya mengangkat telepon dari Maya yang kembali masuk.

“Ada apa, Maya?” katanya malas.

“Eriska! Akhirnya lu angkat telepon gue! Gue udah panik setengah mati!” suara Maya terdengar heboh.

Eriska hanya mendengus. “Tenang. Gue baik-baik aja, kok.”

“Baik-baik aja kepala lo! Lo di mana semalam?”

Eriska terkekeh kecil. “Kenapa? Kan lo udah tau, gue semalam ngapain sama cowok yang lu pesan. Servisnya oke juga. Mantap. Lumayan lah.”

Suara di seberang telepon mendadak hening.

Kemudian, Maya berseru, “Cowok mana?! Orang lo nggak jadi tidur sama dia!”

Jantung Eriska mencelos.

“Apa maksud lo?”

“Gue nyuruh lo ke kamar 69, tapi lo nggak pernah ke sana! Cowoknya nungguin sampai bosan, gue dimarahin juga, tapi lo nggak datang! Gue pikir lo pulang atau diculik om-om Ris!"

Eriska langsung merasakan darahnya mengalir lebih cepat. Dia langsung mematikan sambungan telepon Maya.

Jika pria yang Maya sewa masih menunggu di kamar 69, lalu siapa pria yang semalam bersamanya?!

Bukannya ini kamar 69?

Dengan napas memburu, ia menoleh ke sekeliling kamar. Sesuatu dalam dirinya mulai menyadari ada yang salah.

Kemewahan kamar ini, sikap angkuh pria tadi, dan caranya yang begitu percaya diri seolah tidak terpengaruh oleh situasi.

Perlahan, Eriska menelan ludah.

Jangan bilang …

Ia salah kamar?!

Eriska langsung mengenakan kembali dress nya dan berlari keluar untuk melihat pintu kamar dan disana tertulis 96 bukan 69.

Mampus, dia beneran salah kamar.

Dan tanpa Eriska ketahui, pria yang baru saja meninggalkannya adalah pemilik hotel ini. Seorang miliarder muda yang kebetulan menginap di sini, dan semalam lupa mengunci pintu setelah asistennya keluar.

Namun, yang tidak ia duga, seorang wanita mabuk masuk ke dalam kamarnya … dan tanpa sadar menawarkan tubuhnya.

Sebagai pria normal, tentu saja, ia tidak menolak.

Namun kini, setelah malam penuh gairah itu berlalu, satu hal yang pasti—ini belum berakhir.

***

Alex berdiri tegak di depan meja kerja Askara Dirgantara, menunggu perintah dari atasannya yang kini tengah duduk dengan tenang di kursi hitam berbahan kulit. Pria itu menatap sebuah kartu nama di tangannya, ibu jarinya mengusap permukaannya dengan gerakan pelan seolah tengah menganalisis sesuatu.

Kartu nama itu milik wanita yang tadi pagi berada di ranjangnya—Eriska. Dia mengambilnya tanpa izin dari dalam tas Eriska.

“Saya ingin informasi lengkap tentang wanita ini dalam dua hari,” suara Askara terdengar tenang, namun ada ketegasan yang tidak bisa dibantah.

Alex, yang sudah bekerja dengannya selama lima tahun, tahu bahwa jika Askara menginginkan sesuatu, maka ia harus mendapatkannya dalam waktu yang ia tentukan. Tidak boleh ada penundaan.

“Baik, Tuan,” jawab Alex cepat. “Saya akan mencari tahu semua informasi yang bisa didapatkan dari wanita ini.”

Mata Askara masih tertuju pada kartu nama di tangannya.

Eriska. Nama itu terdengar asing baginya, namun entah mengapa, ada sesuatu dari wanita itu yang menarik perhatiannya. Bukan hanya karena kejadian semalam—tapi karena sikapnya.

Wanita itu dengan santainya mengira dirinya adalah seorang gigolo. Bahkan berani menawarkan bayaran dan bonus untuk ‘jasanya’. Sungguh menarik.

Padahal biasanya, wanita-wanita yang menghabiskan malam dengannya selalu tahu siapa dirinya—dan bahkan berharap lebih.

Namun, Eriska?

Wanita itu tidak tampak tertarik padanya lebih dari sekadar one night stand baginya.

Askara menyandarkan tubuhnya ke kursi, lalu melirik ke arah Alex yang masih berdiri tegak.

“Tadi pagi, kau datang ke kamarku.”

Alexa mengangguk. “Ya, Tuan. Saya pikir Anda sudah bersiap untuk rapat pagi ini, tapi ketika saya tiba, Anda tidak mengizinkan saya masuk. Saat itu, saya langsung menyadari bahwa Anda bersama seseorang.”

Senyum tipis terangkat di sudut bibir Askara. Alex memang selalu sigap. Tidak perlu banyak penjelasan, ia sudah bisa membaca situasi dengan cepat.

“Lalu, kau tidak bertanya siapa wanita itu?”

Alexa menggeleng. “Tidak, Tuan. Itu bukan urusan saya.”

Askara tertawa kecil, mengangkat kartu nama itu ke udara. “Tapi sekarang ini jadi urusanmu. Aku ingin kau mencari tahu semua tentangnya. Dari mana asalnya, pekerjaannya, kehidupannya, semuanya.”

Alex mengambil kartu nama itu dengan anggukan mantap. “Baik, saya mengerti. Apakah ada sesuatu yang lebih spesifik yang ingin Anda ketahui lebih dulu?”

Askara berpikir sejenak sebelum menjawab. “Cari tahu apakah dia sudah menikah atau punya hubungan dengan seseorang.”

Mata Alex sedikit menyipit, namun ia tidak bertanya lebih lanjut. Jika tuannya ingin tahu soal status wanita itu, maka pasti ada alasannya tersendiri.

“Baik, Tuan. Saya akan segera mengurusnya.”

Alex berbalik untuk pergi, namun sebelum mencapai pintu, suara Askara kembali terdengar.

“Satu hal lagi yang harus ditegaskan”

Alexa menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Askara.

“Aku ingin hasilnya dalam dua hari. Tidak boleh lebih.”

Alexa mengangguk. “Saya akan memastikan semuanya beres dalam waktu yang Anda minta, tuan.”

Begitu Alex pergi, Askara kembali bersandar di kursinya, mengangkat sebelah alis sambil menatap langit-langit kantornya.

Wanita itu benar-benar menarik perhatiannya. Dia terus membayangkan wanita itu.

Dan ia tidak suka ketika ada sesuatu yang membuatnya penasaran terlalu lama.

Dalam dua hari, ia akan tahu segalanya tentang Eriska.

Dan ketika saatnya tiba, ia akan menentukan langkah selanjutnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Keputusan Yang Tepat

    Langit malam telah menggantung gelap ketika Askara Dirgantara memasuki gerbang rumah mewahnya. Lampu-lampu taman yang temaram menerangi jalan setapak menuju pintu utama, menciptakan bayangan panjang di atas marmer mahal yang mengilap. Ia melepas dasinya dengan satu tarikan malas, membiarkan napasnya keluar perlahan. Hari ini melelahkan, bukan karena pekerjaan, tetapi karena pikirannya terus terusik oleh sosok wanita yang tidak seharusnya ia pikirkan—Eriska.Begitu masuk ke dalam rumah, suara hak tinggi yang menghentak lantai marmer menyambutnya. Askara tidak langsung menoleh, tetapi ia tahu siapa pemilik suara itu.Kalina Trimadani—wanita yang telah menjadi istrinya selama dua tahun terakhir, seorang model terkenal dengan kecantikan yang selalu dipuja banyak orang. Namun bagi Askara, semua itu tidak lagi berarti. Hubungan mereka telah dingin, nyaris membeku sepenuhnya sejak setahun terakhir.Kalina berdiri di tengah ruang keluarga, mengenakan gaun satin merah yang membalut tubuhnya de

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Cafe

    Cangkir-cangkir kopi berjejer rapi di etalase kaca sebuah kafe di tengah kota. Aroma biji kopi yang baru digiling memenuhi ruangan, berpadu dengan suara dentingan sendok dan tawa ringan dari para pelanggan yang menikmati obrolan santai mereka.Eriska duduk di sudut ruangan dekat jendela, menatap kosong ke luar sembari memainkan sendok di tangannya. Ia datang lebih awal dari yang dijanjikan, berharap bisa menenangkan pikirannya sebelum harus bercerita panjang lebar kepada Maya. Namun, semakin ia mencoba melupakan kejadian itu, semakin wajah pria asing itu muncul di kepalanya.Sial.Kenapa justru dia yang terus teringat? Seharusnya Eriska sudah melupakan malam itu. Seharusnya ia tidak peduli. Tapi otaknya berkhianat.Tak lama, suara langkah cepat mendekat. "Buset, panas banget di luar! Jakarta makin edan aja hawanya huft?"Maya, sahabatnya sejak kuliah, melemparkan diri ke kursi di depan Eriska. Ia melepas sunglasses dari wajahnya lalu menaruh ponselnya di atas meja. "Gue hampir aja nab

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Penawaran Yang Tak Terduga

    Eriska berdiri di depan pintu besar berwarna hitam dengan tulisan Direktur Utama tertera jelas di bagian tengahnya. Tangannya sedikit berkeringat saat ia mengepalkan jari-jarinya, mencoba mengusir kegugupan yang merayapi tubuhnya."Kenapa gue langsung disuruh ketemu direktur?" pikirnya.Biasanya, seorang kandidat akan melalui beberapa tahapan seleksi sebelum akhirnya bertemu dengan petinggi perusahaan. Tapi kali ini, ia malah diminta langsung ke ruangan tertinggi di Dirgantara Corp."Silakan masuk, Nona Eriska," ucap seorang pria dengan senyum profesionalnya.Eriska menelan ludah. Apa pun yang terjadi, ia harus tetap tenang."Santai saja. Yang penting dapat kerja, bisa bantu Bang Edo dan bayar hutang-hutang dekor pernikahan sialan itu."Dengan menarik napas dalam, ia membuka pintu dan melangkah masuk.Namun, seketika langkahnya membeku.Ruangan itu begitu luas, jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Langit-langitnya tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan. Dinding kaca b

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Hari Pertama

    Hari ini adalah hari pertama bagi Eriska bekerja sebagai sekretaris Askara. Dia bangun lebih awal dari biasanya, memastikan dirinya terlihat rapi dan profesional. Celana kain hitam, blazer, dan kemeja putih menjadi pilihannya. Sederhana, sopan, dan nyaman.Saat menatap bayangannya di cermin, ia menarik napas dalam. "Santai, Ris. Ini hanya pekerjaan. Lo harus bisa bersikap profesional."Namun, kata-kata itu terasa kurang meyakinkan mengingat pria yang menjadi bosnya adalah seseorang Askara Dirgantara.Saat tiba di gedung Dirgantara Corp, Eriska melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Sepatu hak rendahnya berdetak pelan di atas lantai marmer, dan semua mata tertuju padanya. Beberapa pegawai tampak terkejut, sementara sebagian lainnya hanya melirik sekilas sebelum kembali sibuk dengan urusan masing-masing."Selamat pagi, Nona Eriska," sapa seorang pegawai yang tampaknya sudah mengenalnya.Eriska hanya mengangguk singkat, lalu melanjutkan langkahnya ke lantai atas. Ruang kerja Askara b

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Menggoda

    Eriska menatap pantulannya di cermin toilet wanita dengan ekspresi tidak percaya."Gila, ini bukan gue banget."Dia mengenakan rok hitam yang panjangnya hanya sedikit di atas lutut. Tidak sependek rok Aura, tapi tetap saja terasa asing baginya. Kemeja putih yang dipakainya juga sedikit lebih ketat dari biasanya, menonjolkan lekuk tubuhnya. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung yang sudah berdegup tak menentu sejak pagi."Sialan! Kenapa gue harus mengikuti kemauan bos gila itu sih?"Namun, saat mengingat ancaman Askara terhadap Edo, Eriska tidak punya pilihan lain."Gue nggak boleh egois. Bang Edo dapat pekerjaan ini susah payah."Dengan enggan, ia melangkah keluar dari toilet dan menuju ruangan Askara. Sepanjang perjalanan, beberapa karyawan mencuri pandang ke arahnya. Beberapa bahkan berbisik-bisik."Ternyata sekretaris baru juga nggak jauh beda sama yang lama.""Haha! Aku pikir dia akan bertahan dengan gayanya yang kaku kemarin. Tapi sepertinya dia sudah tahu p

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Kamar Hotel dan Hukuman

    Eriska menghela napas panjang, duduk gelisah di samping Askara dalam pertemuan dengan calon investor dari Singapura. Restoran mewah ini memang elegan, dengan lampu kristal yang berkilauan dan suasana eksklusif, tapi itu tidak membuatnya nyaman. Apalagi dengan rok sependek ini.Dia mencoba menampilkan senyum palsu, berpura-pura tidak terganggu. Tapi dalam hati, dia terus mengutuk Askara. Sejak kapan pekerjaan sekretaris mencakup ikut rapat di restoran dengan penampilan yang tidak sesuai karakternya? Padahal dalam kontrak kerja, ini termasuk ke dalam tugas Alex, bukan Eriska.Percakapan dalam bahasa Inggris mengalir di sekelilingnya, sebagian besar tentang prospek bisnis dan keuntungan masa depan. Eriska hanya duduk diam, menyesap minumannya sambil melirik jam tangan. Hampir pukul tujuh. Sudah saatnya dia pulang.Namun, harapan itu langsung hancur ketika Askara berkata dengan santai, "Setelah ini, kita ke restoran hotelku. Aku ingin mencicipi menu baru."Eriska melirik pria itu tajam. "

    Last Updated : 2025-03-12
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Bermain Api

    Lampu di ruangan itu temaram, hanya diterangi oleh sinar layar komputer yang menampilkan potongan-potongan adegan video klip yang baru saja selesai syuting. Kalina duduk nyaman di atas paha Pras, jemarinya bermain di kerah kemeja pria itu, sementara tangan Pras bertumpu di pinggangnya, seolah menjaganya agar tetap di sana.“Kamu nggak pulang?” suara Pras terdengar rendah, serak, dan sarat akan makna.Kalina menggeleng pelan. "Untuk apa? Suamiku bahkan tidak akan menyadarinya," katanya dengan nada yang terdengar enteng, tapi menyimpan banyak luka.Pras menatap wajahnya lekat-lekat, memperhatikan setiap detail—mata cokelatnya yang berbinar di bawah sorot layar, bibirnya yang mengerucut manja, serta aroma parfum mahal yang bercampur dengan kehangatan tubuhnya."Dia bahkan nggak mencari mu?" tanya Pras lagi, kali ini dengan nada skeptis.Kalina mendengus kecil, ujung jarinya kini mengelus rahang kokoh Pras dengan gerakan iseng. “Kenapa harus mencari? Aku yakin dia sekarang ada di hotel, m

    Last Updated : 2025-03-12
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Nafsu Makan

    Hari ini tidak ada yang berbeda. Seperti biasanya, Eriska bangun dengan perasaan dongkol yang tak kunjung reda. Pikirannya masih dipenuhi kejadian kemarin di kafe—kehadiran mantan tunangannya yang brengsek itu, dan yang lebih parah, keberadaan Askara dalam hidupnya yang seakan semakin sulit dihindari.“Dasar pria brengsek,” gumamnya kesal sambil merapikan blazer di depan cermin.Ia sudah tidak ingin bertemu dengan Askara lagi setelah kejadian di hotel waktu itu. Sudah cukup pria itu mempermainkannya dengan seenaknya, memperbaiki harga dirinya seakan-akan ia adalah mainan yang bisa dirusak lalu diperbaiki sesuka hati.Dengan perasaan yang masih kacau, Eriska berangkat ke kantor. Begitu sampai, ia langsung tenggelam dalam tumpukan pekerjaan dan menghadiri beberapa rapat penting. Setidaknya, kesibukan bisa sedikit mengalihkan pikirannya dari Askara.Namun, ternyata hari ini keberuntungan tidak berpihak padanya lagi.Baru saja ia hendak menikmati makan siangnya yang tertunda, seorang asis

    Last Updated : 2025-03-19

Latest chapter

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Nafsu Makan

    Hari ini tidak ada yang berbeda. Seperti biasanya, Eriska bangun dengan perasaan dongkol yang tak kunjung reda. Pikirannya masih dipenuhi kejadian kemarin di kafe—kehadiran mantan tunangannya yang brengsek itu, dan yang lebih parah, keberadaan Askara dalam hidupnya yang seakan semakin sulit dihindari.“Dasar pria brengsek,” gumamnya kesal sambil merapikan blazer di depan cermin.Ia sudah tidak ingin bertemu dengan Askara lagi setelah kejadian di hotel waktu itu. Sudah cukup pria itu mempermainkannya dengan seenaknya, memperbaiki harga dirinya seakan-akan ia adalah mainan yang bisa dirusak lalu diperbaiki sesuka hati.Dengan perasaan yang masih kacau, Eriska berangkat ke kantor. Begitu sampai, ia langsung tenggelam dalam tumpukan pekerjaan dan menghadiri beberapa rapat penting. Setidaknya, kesibukan bisa sedikit mengalihkan pikirannya dari Askara.Namun, ternyata hari ini keberuntungan tidak berpihak padanya lagi.Baru saja ia hendak menikmati makan siangnya yang tertunda, seorang asis

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Bermain Api

    Lampu di ruangan itu temaram, hanya diterangi oleh sinar layar komputer yang menampilkan potongan-potongan adegan video klip yang baru saja selesai syuting. Kalina duduk nyaman di atas paha Pras, jemarinya bermain di kerah kemeja pria itu, sementara tangan Pras bertumpu di pinggangnya, seolah menjaganya agar tetap di sana.“Kamu nggak pulang?” suara Pras terdengar rendah, serak, dan sarat akan makna.Kalina menggeleng pelan. "Untuk apa? Suamiku bahkan tidak akan menyadarinya," katanya dengan nada yang terdengar enteng, tapi menyimpan banyak luka.Pras menatap wajahnya lekat-lekat, memperhatikan setiap detail—mata cokelatnya yang berbinar di bawah sorot layar, bibirnya yang mengerucut manja, serta aroma parfum mahal yang bercampur dengan kehangatan tubuhnya."Dia bahkan nggak mencari mu?" tanya Pras lagi, kali ini dengan nada skeptis.Kalina mendengus kecil, ujung jarinya kini mengelus rahang kokoh Pras dengan gerakan iseng. “Kenapa harus mencari? Aku yakin dia sekarang ada di hotel, m

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Kamar Hotel dan Hukuman

    Eriska menghela napas panjang, duduk gelisah di samping Askara dalam pertemuan dengan calon investor dari Singapura. Restoran mewah ini memang elegan, dengan lampu kristal yang berkilauan dan suasana eksklusif, tapi itu tidak membuatnya nyaman. Apalagi dengan rok sependek ini.Dia mencoba menampilkan senyum palsu, berpura-pura tidak terganggu. Tapi dalam hati, dia terus mengutuk Askara. Sejak kapan pekerjaan sekretaris mencakup ikut rapat di restoran dengan penampilan yang tidak sesuai karakternya? Padahal dalam kontrak kerja, ini termasuk ke dalam tugas Alex, bukan Eriska.Percakapan dalam bahasa Inggris mengalir di sekelilingnya, sebagian besar tentang prospek bisnis dan keuntungan masa depan. Eriska hanya duduk diam, menyesap minumannya sambil melirik jam tangan. Hampir pukul tujuh. Sudah saatnya dia pulang.Namun, harapan itu langsung hancur ketika Askara berkata dengan santai, "Setelah ini, kita ke restoran hotelku. Aku ingin mencicipi menu baru."Eriska melirik pria itu tajam. "

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Menggoda

    Eriska menatap pantulannya di cermin toilet wanita dengan ekspresi tidak percaya."Gila, ini bukan gue banget."Dia mengenakan rok hitam yang panjangnya hanya sedikit di atas lutut. Tidak sependek rok Aura, tapi tetap saja terasa asing baginya. Kemeja putih yang dipakainya juga sedikit lebih ketat dari biasanya, menonjolkan lekuk tubuhnya. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung yang sudah berdegup tak menentu sejak pagi."Sialan! Kenapa gue harus mengikuti kemauan bos gila itu sih?"Namun, saat mengingat ancaman Askara terhadap Edo, Eriska tidak punya pilihan lain."Gue nggak boleh egois. Bang Edo dapat pekerjaan ini susah payah."Dengan enggan, ia melangkah keluar dari toilet dan menuju ruangan Askara. Sepanjang perjalanan, beberapa karyawan mencuri pandang ke arahnya. Beberapa bahkan berbisik-bisik."Ternyata sekretaris baru juga nggak jauh beda sama yang lama.""Haha! Aku pikir dia akan bertahan dengan gayanya yang kaku kemarin. Tapi sepertinya dia sudah tahu p

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Hari Pertama

    Hari ini adalah hari pertama bagi Eriska bekerja sebagai sekretaris Askara. Dia bangun lebih awal dari biasanya, memastikan dirinya terlihat rapi dan profesional. Celana kain hitam, blazer, dan kemeja putih menjadi pilihannya. Sederhana, sopan, dan nyaman.Saat menatap bayangannya di cermin, ia menarik napas dalam. "Santai, Ris. Ini hanya pekerjaan. Lo harus bisa bersikap profesional."Namun, kata-kata itu terasa kurang meyakinkan mengingat pria yang menjadi bosnya adalah seseorang Askara Dirgantara.Saat tiba di gedung Dirgantara Corp, Eriska melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Sepatu hak rendahnya berdetak pelan di atas lantai marmer, dan semua mata tertuju padanya. Beberapa pegawai tampak terkejut, sementara sebagian lainnya hanya melirik sekilas sebelum kembali sibuk dengan urusan masing-masing."Selamat pagi, Nona Eriska," sapa seorang pegawai yang tampaknya sudah mengenalnya.Eriska hanya mengangguk singkat, lalu melanjutkan langkahnya ke lantai atas. Ruang kerja Askara b

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Penawaran Yang Tak Terduga

    Eriska berdiri di depan pintu besar berwarna hitam dengan tulisan Direktur Utama tertera jelas di bagian tengahnya. Tangannya sedikit berkeringat saat ia mengepalkan jari-jarinya, mencoba mengusir kegugupan yang merayapi tubuhnya."Kenapa gue langsung disuruh ketemu direktur?" pikirnya.Biasanya, seorang kandidat akan melalui beberapa tahapan seleksi sebelum akhirnya bertemu dengan petinggi perusahaan. Tapi kali ini, ia malah diminta langsung ke ruangan tertinggi di Dirgantara Corp."Silakan masuk, Nona Eriska," ucap seorang pria dengan senyum profesionalnya.Eriska menelan ludah. Apa pun yang terjadi, ia harus tetap tenang."Santai saja. Yang penting dapat kerja, bisa bantu Bang Edo dan bayar hutang-hutang dekor pernikahan sialan itu."Dengan menarik napas dalam, ia membuka pintu dan melangkah masuk.Namun, seketika langkahnya membeku.Ruangan itu begitu luas, jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Langit-langitnya tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan. Dinding kaca b

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Cafe

    Cangkir-cangkir kopi berjejer rapi di etalase kaca sebuah kafe di tengah kota. Aroma biji kopi yang baru digiling memenuhi ruangan, berpadu dengan suara dentingan sendok dan tawa ringan dari para pelanggan yang menikmati obrolan santai mereka.Eriska duduk di sudut ruangan dekat jendela, menatap kosong ke luar sembari memainkan sendok di tangannya. Ia datang lebih awal dari yang dijanjikan, berharap bisa menenangkan pikirannya sebelum harus bercerita panjang lebar kepada Maya. Namun, semakin ia mencoba melupakan kejadian itu, semakin wajah pria asing itu muncul di kepalanya.Sial.Kenapa justru dia yang terus teringat? Seharusnya Eriska sudah melupakan malam itu. Seharusnya ia tidak peduli. Tapi otaknya berkhianat.Tak lama, suara langkah cepat mendekat. "Buset, panas banget di luar! Jakarta makin edan aja hawanya huft?"Maya, sahabatnya sejak kuliah, melemparkan diri ke kursi di depan Eriska. Ia melepas sunglasses dari wajahnya lalu menaruh ponselnya di atas meja. "Gue hampir aja nab

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Keputusan Yang Tepat

    Langit malam telah menggantung gelap ketika Askara Dirgantara memasuki gerbang rumah mewahnya. Lampu-lampu taman yang temaram menerangi jalan setapak menuju pintu utama, menciptakan bayangan panjang di atas marmer mahal yang mengilap. Ia melepas dasinya dengan satu tarikan malas, membiarkan napasnya keluar perlahan. Hari ini melelahkan, bukan karena pekerjaan, tetapi karena pikirannya terus terusik oleh sosok wanita yang tidak seharusnya ia pikirkan—Eriska.Begitu masuk ke dalam rumah, suara hak tinggi yang menghentak lantai marmer menyambutnya. Askara tidak langsung menoleh, tetapi ia tahu siapa pemilik suara itu.Kalina Trimadani—wanita yang telah menjadi istrinya selama dua tahun terakhir, seorang model terkenal dengan kecantikan yang selalu dipuja banyak orang. Namun bagi Askara, semua itu tidak lagi berarti. Hubungan mereka telah dingin, nyaris membeku sepenuhnya sejak setahun terakhir.Kalina berdiri di tengah ruang keluarga, mengenakan gaun satin merah yang membalut tubuhnya de

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Salah Kamar

    Sinar matahari yang menyusup dari celah gorden tebal membuat kelopak mata Eriska bergerak sedikit. Kepalanya terasa berat, tenggorokannya kering, dan tubuhnya sedikit pegal. Perlahan, ia membuka matanya, dan seketika tubuhnya menegang.Kamar ini … bukan kamarnya. Interiornya terlalu mewah, nuansa hitam dan emas mendominasi, dan aroma khas maskulin menyeruak memenuhi ruang. Belum lagi ranjang king-size dengan sprei sutra yang kini melilit tubuh telanjangnya.Kesadarannya semakin pulih ketika pandangannya jatuh pada sosok pria yang berdiri di dekat jendela.Bukan sembarang pria.Pria itu mengenakan setelan jas hitam yang rapi, dasi yang sudah terpasang sempurna, serta jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. Posturnya tegap, tubuhnya kekar, dan wajahnya …Astaga.Eriska menahan napas. Ia benar-benar tampan. Rahang tegas, hidung bangir, bibir yang tampak dingin, serta sepasang mata hitam yang menatapnya seolah bisa menelanjangi jiwanya.Seolah memerhatikan gerak-geriknya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status