Home / Romansa / GAIRAH SANG TUAN MUDA / Penawaran Yang Tak Terduga

Share

Penawaran Yang Tak Terduga

Author: Zedya_lee
last update Last Updated: 2025-03-11 02:37:29

Eriska berdiri di depan pintu besar berwarna hitam dengan tulisan Direktur Utama tertera jelas di bagian tengahnya. Tangannya sedikit berkeringat saat ia mengepalkan jari-jarinya, mencoba mengusir kegugupan yang merayapi tubuhnya.

"Kenapa gue langsung disuruh ketemu direktur?" pikirnya.

Biasanya, seorang kandidat akan melalui beberapa tahapan seleksi sebelum akhirnya bertemu dengan petinggi perusahaan. Tapi kali ini, ia malah diminta langsung ke ruangan tertinggi di Dirgantara Corp.

"Silakan masuk, Nona Eriska," ucap seorang pria dengan senyum profesionalnya.

Eriska menelan ludah. Apa pun yang terjadi, ia harus tetap tenang.

"Santai saja. Yang penting dapat kerja, bisa bantu Bang Edo dan bayar hutang-hutang dekor pernikahan sialan itu."

Dengan menarik napas dalam, ia membuka pintu dan melangkah masuk.

Namun, seketika langkahnya membeku.

Ruangan itu begitu luas, jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Langit-langitnya tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan. Dinding kaca besar di belakang meja kerja memberikan pemandangan kota Jakarta yang megah. Ada sofa panjang di sudut ruangan, rak-rak berisi koleksi buku, serta meja kerja kayu hitam yang terlihat elegan.

Namun, yang membuat Eriska tercekat bukanlah desain interior ruangan ini.

Melainkan sosok pria yang duduk santai di balik meja kerja itu, sedang menatapnya dengan tatapan tajam yang sangat familiar.

Eriska membelalakkan mata.

Astaga. Pria itu.

Pria yang seharusnya sudah ia lupakan. Pria yang sudah tidur dengannya beberapa hari lalu, yang selalu menganggu pikiran Eriska.

Askara Dirgantara.

Jantung Eriska berdetak kencang. Ini lelucon, kan?

Bagaimana mungkin pria itu adalah direktur utama di perusahaan ini?

"Silakan duduk, Nona Eriska," suara Askara terdengar tenang, tapi ada sesuatu di balik suaranya yang membuat bulu kuduknya meremang.

Eriska ingin melarikan diri. Ingin pura-pura pingsan atau tiba-tiba mendapat telepon darurat agar bisa kabur dari situasi ini. Tapi tentu saja, itu semua hanya ada di dalam imajinasinya.

Dengan gerakan kaku, ia melangkah menuju sofa yang ditunjuk. Tapi baru saja ia hendak duduk, Askara bangkit dari kursinya dan berjalan menghampirinya.

Langkahnya pelan, tapi penuh aura yang cukup mengintimidasi bagi Eriska.

Saat Askara duduk di sampingnya, tubuh Eriska otomatis menegang. Jarak mereka terlalu dekat. Napasnya tercekat.

"Aduh, kenapa dia harus duduk di sini?!" batin Eriska.

Eriska mencoba mengatur napasnya, tapi wangi khas pria itu tercium jelas. Aroma maskulin dengan sentuhan kayu cendana yang sama seperti malam itu.

Sial.

Ia berusaha menjaga ekspresinya tetap netral, tapi ia tahu betapa kacau wajahnya saat ini.

"Jadi," Askara akhirnya membuka suara. "Kau melamar pekerjaan di perusahaan ini?"

Eriska mengangguk cepat. "I-iya, Pak."

"Bagus."

Askara menyilangkan kakinya dan menatapnya dengan tatapan penuh penilaian.

"Aku punya tawaran," lanjutnya, suaranya terdengar begitu santai.

Eriska meneguk ludah. Kenapa mendadak ia punya firasat buruk?

"Kau akan menjadi sekretaris pribadiku."

Eriska langsung menoleh, terkejut. "Apa?"

"Kau akan bekerja langsung di bawahku. Mengurus jadwalku, menghadiri rapat bersamaku, dan memastikan semuanya berjalan sesuai rencana."

Eriska masih belum bisa mencerna kata-kata itu.

"Tapi saya tidak melamar untuk posisi itu, Pak. Saya melamar di bagian administrasi," katanya cepat.

Askara mengangkat bahu. "Itu tidak masalah untukku."

Eriska mengerjap. Apa-apaan ini?

Ia sudah tahu ada yang aneh sejak pertama kali ia mendapat panggilan kerja ini, tapi ia tidak pernah menyangka akan berakhir seperti ini.

"Kenapa saya?" tanyanya, mencoba mengumpulkan akal sehatnya.

Askara menatapnya dalam. "Karena aku menginginkannya."

Eriska terdiam. Kata-kata itu seharusnya terdengar biasa saja, tapi keluar dari mulut Askara, rasanya seperti ancaman halus.

"Apa ini karena … kejadian malam itu?" tanyanya hati-hati.

Askara tersenyum kecil, tapi senyum itu membuatnya semakin gugup. "Bisa dibilang begitu."

Eriska langsung merasa darahnya mengalir lebih cepat.

"Tapi kau tidak perlu khawatir, Eriska. Ini hanya pekerjaan. Tidak ada urusan pribadi," lanjut Askara santai.

Eriska masih ragu. Tapi ia tidak bisa menyangkal bahwa ia butuh pekerjaan ini. Butuh gaji yang layak untuk melunasi hutang pernikahan sialan yang bahkan tidak pernah terjadi.

Ia tidak bisa terus membebani Edo dan orang tuanya.

Selain itu, ini hanya pekerjaan, kan?

Ia tidak perlu berurusan dengan Askara di luar jam kerja.

Dan yang terpenting … mereka tidak akan tidur bersama lagi.

Dengan berat hati, ia akhirnya mengangguk. "Baiklah, saya terima."

Askara menatapnya dengan ekspresi puas. "Bagus. Mulai besok, kau sudah resmi bekerja sebagai sekretarisku."

Eriska menghela napas panjang. Entah kenapa, ia merasa baru saja masuk ke dalam perangkap besar. Dan ia tidak yakin bisa keluar dengan mudah.

***

Ruangan itu hanya diterangi oleh cahaya lampu meja yang temaram. Aroma parfum pria itu bercampur dengan wangi tubuh Kalina memenuhi udara, menciptakan atmosfer yang menggoda.

Tubuh mereka berdiri begitu dekat, dan di detik berikutnya, bibir mereka bertaut dalam ciuman yang panas. Prasetyo, sutradara terkenal yang selama ini dikenal sebagai pria dingin dan profesional, kini menekan tubuh Kalina ke dinding dengan gairah yang tidak bisa dibendung.

Kalina mengerang pelan saat tangan Prasetyo melingkari pinggangnya, mendekatkannya lebih jauh hingga nyaris tidak ada ruang di antara mereka. Ciuman itu semakin dalam, semakin menuntut, seakan mereka berdua haus akan sentuhan yang lebih dari sekadar pertemuan bibir.

Prasetyo menarik napas berat saat mereka berpisah sesaat. Matanya yang gelap menatap Kalina dengan intens yang membuat napasnya tercekat.

"Apakah suamimu yang kaya raya itu tidak bisa memuaskanmu, hingga kamu mencari kepuasan bersamaku?" suaranya rendah, penuh godaan yang berbahaya.

Kalina menatap Prasetyo dengan senyum getir. Jemarinya yang lentik mengusap rahang pria itu, seolah menikmati tiap detail wajah tampannya.

"Dia terlalu sibuk dengan pekerjaan dan wanita-wanitanya, Prasetyo," jawabnya, suaranya terdengar manja dan sedikit berbisik.

Prasetyo mendecakkan lidahnya sebelum menundukkan kepalanya lagi, menelusuri leher jenjang Kalina dengan bibirnya.

Kalina menggigit bibir bawahnya, tubuhnya bergetar saat pria itu menggigit pelan kulit sensitifnya.

"Kasihan sekali. Seorang wanita secantik dan seseksi dirimu justru diabaikan oleh suamimu sendiri," bisik Prasetyo di telinganya sebelum mengecupnya dengan lembut.

Kalina mengusap rambut Prasetyo, tangannya semakin turun, menelusuri dada bidang pria itu yang tertutup kemeja.

"Aku tidak perlu dikasihani, Pras. Aku hanya ingin menikmati momen ini, jadi jangan bahas dia lagi," katanya pelan, sebelum kembali menempelkan bibirnya pada bibir Prasetyo.

Ciuman itu lebih panas dari sebelumnya. Kali ini, tangan Prasetyo bergerak lebih berani, mengeksplorasi tubuh Kalina dengan sentuhan yang membuatnya semakin tenggelam dalam pusaran gairah.

Mereka tidak peduli dengan risiko yang ada. Tidak peduli jika seseorang mengetahui apa yang sedang mereka lakukan. Yang ada hanya mereka berdua, tenggelam dalam permainan penuh hasrat yang sulit dihentikan.

Namun, tiba-tiba ponsel Kalina bergetar di atas meja.

Sebuah nama muncul di layar.

ASKARA.

Darah Kalina seketika membeku.

Sementara Prasetyo masih menciumi lehernya, pikirannya mulai dipenuhi oleh sosok pria yang menjadi suaminya. Suaminya yang dingin, arogan, dan suka mengabaikannya.

Dan sekarang, pria itu meneleponnya. Apakah Askara tahu tentang hubungan gelap nya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Hari Pertama

    Hari ini adalah hari pertama bagi Eriska bekerja sebagai sekretaris Askara. Dia bangun lebih awal dari biasanya, memastikan dirinya terlihat rapi dan profesional. Celana kain hitam, blazer, dan kemeja putih menjadi pilihannya. Sederhana, sopan, dan nyaman.Saat menatap bayangannya di cermin, ia menarik napas dalam. "Santai, Ris. Ini hanya pekerjaan. Lo harus bisa bersikap profesional."Namun, kata-kata itu terasa kurang meyakinkan mengingat pria yang menjadi bosnya adalah seseorang Askara Dirgantara.Saat tiba di gedung Dirgantara Corp, Eriska melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Sepatu hak rendahnya berdetak pelan di atas lantai marmer, dan semua mata tertuju padanya. Beberapa pegawai tampak terkejut, sementara sebagian lainnya hanya melirik sekilas sebelum kembali sibuk dengan urusan masing-masing."Selamat pagi, Nona Eriska," sapa seorang pegawai yang tampaknya sudah mengenalnya.Eriska hanya mengangguk singkat, lalu melanjutkan langkahnya ke lantai atas. Ruang kerja Askara b

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Menggoda

    Eriska menatap pantulannya di cermin toilet wanita dengan ekspresi tidak percaya."Gila, ini bukan gue banget."Dia mengenakan rok hitam yang panjangnya hanya sedikit di atas lutut. Tidak sependek rok Aura, tapi tetap saja terasa asing baginya. Kemeja putih yang dipakainya juga sedikit lebih ketat dari biasanya, menonjolkan lekuk tubuhnya. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung yang sudah berdegup tak menentu sejak pagi."Sialan! Kenapa gue harus mengikuti kemauan bos gila itu sih?"Namun, saat mengingat ancaman Askara terhadap Edo, Eriska tidak punya pilihan lain."Gue nggak boleh egois. Bang Edo dapat pekerjaan ini susah payah."Dengan enggan, ia melangkah keluar dari toilet dan menuju ruangan Askara. Sepanjang perjalanan, beberapa karyawan mencuri pandang ke arahnya. Beberapa bahkan berbisik-bisik."Ternyata sekretaris baru juga nggak jauh beda sama yang lama.""Haha! Aku pikir dia akan bertahan dengan gayanya yang kaku kemarin. Tapi sepertinya dia sudah tahu p

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Kamar Hotel dan Hukuman

    Eriska menghela napas panjang, duduk gelisah di samping Askara dalam pertemuan dengan calon investor dari Singapura. Restoran mewah ini memang elegan, dengan lampu kristal yang berkilauan dan suasana eksklusif, tapi itu tidak membuatnya nyaman. Apalagi dengan rok sependek ini.Dia mencoba menampilkan senyum palsu, berpura-pura tidak terganggu. Tapi dalam hati, dia terus mengutuk Askara. Sejak kapan pekerjaan sekretaris mencakup ikut rapat di restoran dengan penampilan yang tidak sesuai karakternya? Padahal dalam kontrak kerja, ini termasuk ke dalam tugas Alex, bukan Eriska.Percakapan dalam bahasa Inggris mengalir di sekelilingnya, sebagian besar tentang prospek bisnis dan keuntungan masa depan. Eriska hanya duduk diam, menyesap minumannya sambil melirik jam tangan. Hampir pukul tujuh. Sudah saatnya dia pulang.Namun, harapan itu langsung hancur ketika Askara berkata dengan santai, "Setelah ini, kita ke restoran hotelku. Aku ingin mencicipi menu baru."Eriska melirik pria itu tajam. "

    Last Updated : 2025-03-12
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Bermain Api

    Lampu di ruangan itu temaram, hanya diterangi oleh sinar layar komputer yang menampilkan potongan-potongan adegan video klip yang baru saja selesai syuting. Kalina duduk nyaman di atas paha Pras, jemarinya bermain di kerah kemeja pria itu, sementara tangan Pras bertumpu di pinggangnya, seolah menjaganya agar tetap di sana.“Kamu nggak pulang?” suara Pras terdengar rendah, serak, dan sarat akan makna.Kalina menggeleng pelan. "Untuk apa? Suamiku bahkan tidak akan menyadarinya," katanya dengan nada yang terdengar enteng, tapi menyimpan banyak luka.Pras menatap wajahnya lekat-lekat, memperhatikan setiap detail—mata cokelatnya yang berbinar di bawah sorot layar, bibirnya yang mengerucut manja, serta aroma parfum mahal yang bercampur dengan kehangatan tubuhnya."Dia bahkan nggak mencari mu?" tanya Pras lagi, kali ini dengan nada skeptis.Kalina mendengus kecil, ujung jarinya kini mengelus rahang kokoh Pras dengan gerakan iseng. “Kenapa harus mencari? Aku yakin dia sekarang ada di hotel, m

    Last Updated : 2025-03-12
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Nafsu Makan

    Hari ini tidak ada yang berbeda. Seperti biasanya, Eriska bangun dengan perasaan dongkol yang tak kunjung reda. Pikirannya masih dipenuhi kejadian kemarin di kafe—kehadiran mantan tunangannya yang brengsek itu, dan yang lebih parah, keberadaan Askara dalam hidupnya yang seakan semakin sulit dihindari.“Dasar pria brengsek,” gumamnya kesal sambil merapikan blazer di depan cermin.Ia sudah tidak ingin bertemu dengan Askara lagi setelah kejadian di hotel waktu itu. Sudah cukup pria itu mempermainkannya dengan seenaknya, memperbaiki harga dirinya seakan-akan ia adalah mainan yang bisa dirusak lalu diperbaiki sesuka hati.Dengan perasaan yang masih kacau, Eriska berangkat ke kantor. Begitu sampai, ia langsung tenggelam dalam tumpukan pekerjaan dan menghadiri beberapa rapat penting. Setidaknya, kesibukan bisa sedikit mengalihkan pikirannya dari Askara.Namun, ternyata hari ini keberuntungan tidak berpihak padanya lagi.Baru saja ia hendak menikmati makan siangnya yang tertunda, seorang asis

    Last Updated : 2025-03-19
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Bali

    Hari ini, merupakan hari tersial menurut Eriska. Bagaimana tidak? Sudah cukup kesabarannya diuji sejak pagi dengan pesan-pesan menggoda dari Askara, dan sekarang, pria itu datang dengan kejutan baru yang sukses membuatnya nyaris meledak."Siap-siap. Kita ke Bali sekarang," kata Askara santai setelah rapat berakhir.Eriska, yang masih sibuk merapikan berkas, spontan mengangkat wajah dengan mata membelalak. "Apa? Ke Bali?"Askara mengangguk, ekspresi wajahnya tetap tenang seolah ini bukan hal besar. "Ada pekerjaan mendadak yang harus kita urus di sana. Sebagai sekretarisku, tentu saja kamu harus ikut, Er."Eriska mengepalkan tangan, berusaha menahan keinginannya untuk menjambak rambut pria itu saat ini juga. "Kenapa baru bilang sekarang, Pak? Seharusnya bisa dibicarakan dua hari yang lalu, atau minimal pagi tadi! Saya belum menyiapkan apa pun!"Askara menyeringai. "Tenang aja. Aku akan membelikanmu baju saat kita sudah sampai di sana. Semua kebutuhanmu selama di Bali, aman."Tenang? B

    Last Updated : 2025-03-20
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Di balik Kesempurnaan

    Kalina duduk dengan anggun di kursi rias, membiarkan tangan-tangan profesional menata rambutnya dengan sempurna. Make-up artist menyapukan kuas dengan hati-hati di wajahnya, memberikan sentuhan akhir yang membuatnya tampak lebih menawan dari biasanya. "Pipi kamu tuh benar-benar kayak porselen, beb. Mulus banget," puji salah satu MUA yang agak kemanyu dengan kagum. "Aku jadi iri deh. Udah cantik, badannya bagus, model terkenal, dan yang paling bikin iri ... suaminya mbak Kalina itu, seorang Askara Dirgantara. Sempurna banget hidupnya ya," tambah seorang staf yang ada di sana. Kalina hanya tersenyum tipis menanggapi pujian itu. Dia sudah terbiasa dengan komentar seperti ini—orang-orang menganggap hidupnya begitu indah, seolah-olah ia memiliki segalanya. Namun, di balik itu semua, hanya dia yang tahu betapa kosongnya hatinya. Apalagi dengan rumah tangganya. Tidak jauh dari sana, seorang pria berjas hitam memperhatikannya dengan tatapan tajam. Mata pria itu, Prasetyo, terfokus hanya

    Last Updated : 2025-03-22
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Makan malam

    Eriska masih kesal sejak pagi. Sejak dia tahu fakta yang membuatnya merasa seperti orang paling bodoh di dunia—bahwa Askara Dirgantara sudah menikah. Sialan. Dia benar-benar ingin meninju wajah pria itu. Ingin meneriakinya sebagai bajingan kelas kakap. Tapi, di satu sisi, dia juga harus tetap bersikap profesional. Sebagai sekretaris, dia tidak bisa membiarkan emosi pribadinya mengganggu pekerjaannya. Jadi, meskipun dia sangat kesal dan marah dengan Askara, Eriska tetap melakukan tugasnya seperti biasa. Hari ini penuh dengan rapat dan pertemuan dengan klien-klien penting. Eriska dan Askara harus menghadiri tiga meeting penting berturut-turut, Eriska mencatat poin-poin penting, memastikan Askara tetap on track dengan jadwalnya, dan sesekali bertukar senyum dengan rekan bisnis pria itu—senyum profesional yang terasa dipaksakan. Sementara itu, Askara bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Seakan ia bukan pria brengsek yang sudah pernah menidurinya dan merahasiakan pernikahannya.

    Last Updated : 2025-03-28

Latest chapter

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Yang Sebenarnya

    Setelah makan malam, Askara mengajak Eriska berjalan ke tepi pantai. Langit malam di atas mereka bertabur bintang, menciptakan suasana tenang yang kontras dengan badai emosi yang berkecamuk di hati Eriska. Deburan ombak yang berulang kali mencapai bibir pantai seakan berusaha menenangkan pikirannya, tapi tetap saja, ia masih merasa marah dan kecewa.Angin malam bertiup lebih dingin dari yang ia kira. Ia merapatkan tangannya ke tubuh, mengusap kedua punggungnya untuk menghangatkan diri. Namun, sebelum ia sempat melangkah menjauh, sesuatu yang hangat menyelimuti bahunya.Eriska menoleh dan mendapati Askara telah menyampirkan jasnya ke bahunya.“Aku tahu kamu kedinginan. Pakai aja, jangan protes,” ucap pria itu dengan nada lembut, tapi ada ketegasan di dalamnya.Eriska ingin menolak, ingin mengembalikan jas itu. Tapi pada akhirnya, ia memilih diam. Ia masih kesal, tapi lebih dari itu, ia ingin mendengar penjelasan Askara—meskipun ia tak yakin akan percaya.Mereka duduk di atas pasir, mem

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Makan malam

    Eriska masih kesal sejak pagi. Sejak dia tahu fakta yang membuatnya merasa seperti orang paling bodoh di dunia—bahwa Askara Dirgantara sudah menikah. Sialan. Dia benar-benar ingin meninju wajah pria itu. Ingin meneriakinya sebagai bajingan kelas kakap. Tapi, di satu sisi, dia juga harus tetap bersikap profesional. Sebagai sekretaris, dia tidak bisa membiarkan emosi pribadinya mengganggu pekerjaannya. Jadi, meskipun dia sangat kesal dan marah dengan Askara, Eriska tetap melakukan tugasnya seperti biasa. Hari ini penuh dengan rapat dan pertemuan dengan klien-klien penting. Eriska dan Askara harus menghadiri tiga meeting penting berturut-turut, Eriska mencatat poin-poin penting, memastikan Askara tetap on track dengan jadwalnya, dan sesekali bertukar senyum dengan rekan bisnis pria itu—senyum profesional yang terasa dipaksakan. Sementara itu, Askara bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Seakan ia bukan pria brengsek yang sudah pernah menidurinya dan merahasiakan pernikahannya.

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Di balik Kesempurnaan

    Kalina duduk dengan anggun di kursi rias, membiarkan tangan-tangan profesional menata rambutnya dengan sempurna. Make-up artist menyapukan kuas dengan hati-hati di wajahnya, memberikan sentuhan akhir yang membuatnya tampak lebih menawan dari biasanya. "Pipi kamu tuh benar-benar kayak porselen, beb. Mulus banget," puji salah satu MUA yang agak kemanyu dengan kagum. "Aku jadi iri deh. Udah cantik, badannya bagus, model terkenal, dan yang paling bikin iri ... suaminya mbak Kalina itu, seorang Askara Dirgantara. Sempurna banget hidupnya ya," tambah seorang staf yang ada di sana. Kalina hanya tersenyum tipis menanggapi pujian itu. Dia sudah terbiasa dengan komentar seperti ini—orang-orang menganggap hidupnya begitu indah, seolah-olah ia memiliki segalanya. Namun, di balik itu semua, hanya dia yang tahu betapa kosongnya hatinya. Apalagi dengan rumah tangganya. Tidak jauh dari sana, seorang pria berjas hitam memperhatikannya dengan tatapan tajam. Mata pria itu, Prasetyo, terfokus hanya

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Bali

    Hari ini, merupakan hari tersial menurut Eriska. Bagaimana tidak? Sudah cukup kesabarannya diuji sejak pagi dengan pesan-pesan menggoda dari Askara, dan sekarang, pria itu datang dengan kejutan baru yang sukses membuatnya nyaris meledak."Siap-siap. Kita ke Bali sekarang," kata Askara santai setelah rapat berakhir.Eriska, yang masih sibuk merapikan berkas, spontan mengangkat wajah dengan mata membelalak. "Apa? Ke Bali?"Askara mengangguk, ekspresi wajahnya tetap tenang seolah ini bukan hal besar. "Ada pekerjaan mendadak yang harus kita urus di sana. Sebagai sekretarisku, tentu saja kamu harus ikut, Er."Eriska mengepalkan tangan, berusaha menahan keinginannya untuk menjambak rambut pria itu saat ini juga. "Kenapa baru bilang sekarang, Pak? Seharusnya bisa dibicarakan dua hari yang lalu, atau minimal pagi tadi! Saya belum menyiapkan apa pun!"Askara menyeringai. "Tenang aja. Aku akan membelikanmu baju saat kita sudah sampai di sana. Semua kebutuhanmu selama di Bali, aman."Tenang? B

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Nafsu Makan

    Hari ini tidak ada yang berbeda. Seperti biasanya, Eriska bangun dengan perasaan dongkol yang tak kunjung reda. Pikirannya masih dipenuhi kejadian kemarin di kafe—kehadiran mantan tunangannya yang brengsek itu, dan yang lebih parah, keberadaan Askara dalam hidupnya yang seakan semakin sulit dihindari.“Dasar pria brengsek,” gumamnya kesal sambil merapikan blazer di depan cermin.Ia sudah tidak ingin bertemu dengan Askara lagi setelah kejadian di hotel waktu itu. Sudah cukup pria itu mempermainkannya dengan seenaknya, memperbaiki harga dirinya seakan-akan ia adalah mainan yang bisa dirusak lalu diperbaiki sesuka hati.Dengan perasaan yang masih kacau, Eriska berangkat ke kantor. Begitu sampai, ia langsung tenggelam dalam tumpukan pekerjaan dan menghadiri beberapa rapat penting. Setidaknya, kesibukan bisa sedikit mengalihkan pikirannya dari Askara.Namun, ternyata hari ini keberuntungan tidak berpihak padanya lagi.Baru saja ia hendak menikmati makan siangnya yang tertunda, seorang asis

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Bermain Api

    Lampu di ruangan itu temaram, hanya diterangi oleh sinar layar komputer yang menampilkan potongan-potongan adegan video klip yang baru saja selesai syuting. Kalina duduk nyaman di atas paha Pras, jemarinya bermain di kerah kemeja pria itu, sementara tangan Pras bertumpu di pinggangnya, seolah menjaganya agar tetap di sana.“Kamu nggak pulang?” suara Pras terdengar rendah, serak, dan sarat akan makna.Kalina menggeleng pelan. "Untuk apa? Suamiku bahkan tidak akan menyadarinya," katanya dengan nada yang terdengar enteng, tapi menyimpan banyak luka.Pras menatap wajahnya lekat-lekat, memperhatikan setiap detail—mata cokelatnya yang berbinar di bawah sorot layar, bibirnya yang mengerucut manja, serta aroma parfum mahal yang bercampur dengan kehangatan tubuhnya."Dia bahkan nggak mencari mu?" tanya Pras lagi, kali ini dengan nada skeptis.Kalina mendengus kecil, ujung jarinya kini mengelus rahang kokoh Pras dengan gerakan iseng. “Kenapa harus mencari? Aku yakin dia sekarang ada di hotel, m

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Kamar Hotel dan Hukuman

    Eriska menghela napas panjang, duduk gelisah di samping Askara dalam pertemuan dengan calon investor dari Singapura. Restoran mewah ini memang elegan, dengan lampu kristal yang berkilauan dan suasana eksklusif, tapi itu tidak membuatnya nyaman. Apalagi dengan rok sependek ini.Dia mencoba menampilkan senyum palsu, berpura-pura tidak terganggu. Tapi dalam hati, dia terus mengutuk Askara. Sejak kapan pekerjaan sekretaris mencakup ikut rapat di restoran dengan penampilan yang tidak sesuai karakternya? Padahal dalam kontrak kerja, ini termasuk ke dalam tugas Alex, bukan Eriska.Percakapan dalam bahasa Inggris mengalir di sekelilingnya, sebagian besar tentang prospek bisnis dan keuntungan masa depan. Eriska hanya duduk diam, menyesap minumannya sambil melirik jam tangan. Hampir pukul tujuh. Sudah saatnya dia pulang.Namun, harapan itu langsung hancur ketika Askara berkata dengan santai, "Setelah ini, kita ke restoran hotelku. Aku ingin mencicipi menu baru."Eriska melirik pria itu tajam. "

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Menggoda

    Eriska menatap pantulannya di cermin toilet wanita dengan ekspresi tidak percaya."Gila, ini bukan gue banget."Dia mengenakan rok hitam yang panjangnya hanya sedikit di atas lutut. Tidak sependek rok Aura, tapi tetap saja terasa asing baginya. Kemeja putih yang dipakainya juga sedikit lebih ketat dari biasanya, menonjolkan lekuk tubuhnya. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung yang sudah berdegup tak menentu sejak pagi."Sialan! Kenapa gue harus mengikuti kemauan bos gila itu sih?"Namun, saat mengingat ancaman Askara terhadap Edo, Eriska tidak punya pilihan lain."Gue nggak boleh egois. Bang Edo dapat pekerjaan ini susah payah."Dengan enggan, ia melangkah keluar dari toilet dan menuju ruangan Askara. Sepanjang perjalanan, beberapa karyawan mencuri pandang ke arahnya. Beberapa bahkan berbisik-bisik."Ternyata sekretaris baru juga nggak jauh beda sama yang lama.""Haha! Aku pikir dia akan bertahan dengan gayanya yang kaku kemarin. Tapi sepertinya dia sudah tahu p

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Hari Pertama

    Hari ini adalah hari pertama bagi Eriska bekerja sebagai sekretaris Askara. Dia bangun lebih awal dari biasanya, memastikan dirinya terlihat rapi dan profesional. Celana kain hitam, blazer, dan kemeja putih menjadi pilihannya. Sederhana, sopan, dan nyaman.Saat menatap bayangannya di cermin, ia menarik napas dalam. "Santai, Ris. Ini hanya pekerjaan. Lo harus bisa bersikap profesional."Namun, kata-kata itu terasa kurang meyakinkan mengingat pria yang menjadi bosnya adalah seseorang Askara Dirgantara.Saat tiba di gedung Dirgantara Corp, Eriska melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Sepatu hak rendahnya berdetak pelan di atas lantai marmer, dan semua mata tertuju padanya. Beberapa pegawai tampak terkejut, sementara sebagian lainnya hanya melirik sekilas sebelum kembali sibuk dengan urusan masing-masing."Selamat pagi, Nona Eriska," sapa seorang pegawai yang tampaknya sudah mengenalnya.Eriska hanya mengangguk singkat, lalu melanjutkan langkahnya ke lantai atas. Ruang kerja Askara b

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status