Share

Hari Pertama

Author: Zedya_lee
last update Last Updated: 2025-03-11 23:15:59

Hari ini adalah hari pertama bagi Eriska bekerja sebagai sekretaris Askara. Dia bangun lebih awal dari biasanya, memastikan dirinya terlihat rapi dan profesional. Celana kain hitam, blazer, dan kemeja putih menjadi pilihannya. Sederhana, sopan, dan nyaman.

Saat menatap bayangannya di cermin, ia menarik napas dalam. "Santai, Ris. Ini hanya pekerjaan. Lo harus bisa bersikap profesional."

Namun, kata-kata itu terasa kurang meyakinkan mengingat pria yang menjadi bosnya adalah seseorang Askara Dirgantara.

Saat tiba di gedung Dirgantara Corp, Eriska melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Sepatu hak rendahnya berdetak pelan di atas lantai marmer, dan semua mata tertuju padanya. Beberapa pegawai tampak terkejut, sementara sebagian lainnya hanya melirik sekilas sebelum kembali sibuk dengan urusan masing-masing.

"Selamat pagi, Nona Eriska," sapa seorang pegawai yang tampaknya sudah mengenalnya.

Eriska hanya mengangguk singkat, lalu melanjutkan langkahnya ke lantai atas. Ruang kerja Askara berada di lantai tertinggi, ruangan eksklusif yang hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu.

Begitu sampai di depan pintu, ia menghela napas sebelum mengetuk perlahan.

"Masuk."

Suara berat itu membuatnya menegang sesaat, tapi ia tetap melangkah masuk dengan tenang.

"Ayo kamu bisa Eriska," gumamnya pada diri sendiri.

Askara duduk di balik mejanya, mengenakan kemeja hitam yang bagian atasnya sedikit terbuka, memperlihatkan leher dan sebagian dadanya. Ia menatap Eriska dengan pandangan penuh penilaian, lalu mengangkat alisnya.

"Menarik."

Eriska mengerutkan dahi. "Apa maksud Anda, Pak?"

Askara menyilangkan tangan di dada. "Sekretarisku yang sebelum-sebelumnya selalu berpenampilan menggoda."

Eriska menahan diri agar tidak mendengus. "Trus gue harus bilang wow gitu?" batinnya.

Tentu saja, ia tidak bodoh untuk mengucapkan hal itu secara terang-terangan. Kalau ia berani, bisa-bisa langsung dipecat di tempat saat itu juga.

"Lalu, Pak?" Hanya itu yang keluar dari mulutnya.

Askara mencondongkan tubuhnya ke depan, menatapnya tajam. "Ya, kamu harus seperti mereka."

Eriska melotot. Ia cukup cerdas untuk memahami maksud Askara.

"Maaf, Pak, tapi saya lebih nyaman berpakaian seperti ini," jawabnya sopan.

Askara tersenyum tipis, tapi senyumnya jelas mengandung ancaman. "Mulai besok, berpakaian lah seperti mereka. Kamu bisa menemui Aura, mantan sekretarisku yang sekarang bekerja di bagian pemasaran. Contohi penampilannya."

Eriska terdiam. Tidak perlu bertanya seperti apa penampilan Aura, ia sudah bisa menebaknya.

"Tapi, Pak—"

"Tidak ada bantahan," potong Askara dingin. "Jika kamu tidak mau, maka aku akan memecat mu. Tidak hanya kamu saja, tapi kakakmu, Edo, juga."

Darah Eriska berdesir.

Bajingan.

Askara tahu betul titik kelemahannya.

Ia tidak bisa mengorbankan Edo. Kakaknya itu sudah banyak berkorban untuknya, dan pekerjaan di perusahaan ini adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan keluarganya.

Dengan rahang mengatup, Eriska akhirnya mengangguk. "Baik, Pak."

Senyum puas tergambar di wajah Askara. "Bagus. Sekarang, pergilah ke divisi pemasaran. Aura akan membantumu."

Eriska berbalik dan melangkah keluar dengan perasaan campur aduk. Begitu pintu tertutup, ia menggerutu pelan, "Mentang-mentang dia bos, suka seenaknya."

Ia segera menuju divisi pemasaran untuk menemui Aura. Namun, saat sampai di sana dan melihat mantan sekretaris Askara itu, Eriska hampir menelan ludahnya sendiri.

Astaga.

Aura mengenakan rok mini yang sangat pendek, blus ketat dengan belahan dada yang terlalu rendah, dan sepatu hak tinggi yang membuatnya terlihat lebih seksi daripada profesional.

"Ini baju kerja atau baju buat ke klub malam?" batin Eriska.

Aura menoleh dan tersenyum ramah. "Hai, kamu sekretaris barunya, ya?"

Eriska mengangguk kaku.

"Kenalin aku Aura, mantan sekretaris Pak Askara. Btw, pasti kamu disuruh Pak Askara ke sini ya?"

"I-iya."

"Nanti juga kamu terbiasa kok," lanjut Aura santai. "Aku dulu juga kaget pas pertama kali disuruh berpakaian kayak gini. Tapi lama-lama jadi terbiasa. Malah ketagihan sekarang."

Aura mengedipkan sebelah matanya dengan main-main.

Eriska menggeleng pelan. Tidak. Ia tidak akan terbiasa. Tapi ... bagaimana dengan nasibnya dan Edo? Masa harus menganggur hanya karena ia tidak mau menuruti permintaan Askara?

Dengan hati yang berat, ia kembali ke ruangannya setelah mendapatkan tips berpakaian yang disukai Askara dari Aura.

**

Malam Harinya.

Setelah hari pertama kerja yang melelahkan, Eriska duduk di teras rumahnya. Rumah mereka bukanlah rumah mewah, tapi cukup nyaman. Ayahnya memiliki bisnis kecil-kecilan, sementara ibunya mengelola toko bunga. Mereka hidup sederhana, tapi harmonis.

Eriska menghela napas, pikirannya masih dipenuhi dengan Askara dan permintaan absurdnya.

"Oh Tuhan, kenapa gue harus kerja sama orang kayak dia sih? Aaargghhh." Eriska sedang meratapi nasibnya.

Pikirannya tiba-tiba buyar ketika Maya, sahabatnya, datang dengan menggandeng seorang pria bule.

Eriska melongo. "Astaga, Maya. Dari mana lo dapet bule kek gini?"

Maya terkekeh bangga. "Kenalin, Ris. Ini William. Kita ketemu di kafe minggu lalu, terus langsung klik!"

Eriska menatap pria itu dari atas ke bawah. Tinggi, tampan, dengan mata biru yang tajam.

William mengulurkan tangan. "Nice to meet you."

Eriska tersenyum kecil dan menjabat tangannya. "Nice to meet you too."

Maya merangkul lengan William dengan bangga. "Gimana? Keren, kan gue. Ganteng banget bule gue."

Eriska hanya menggeleng. "Ya ampun, May. Jadi ceritanya lo mau pamer gitu ke gue karena berhasil dapatin si bule ini." Eriska tidak habis pikir dengan Maya. Setiap Minggu selalu saja ganti-gantian pacar. Dan ini pertama kalinya Maya berhasil mendapatkan seorang bule.

Maya terkekeh. "Iyalah!!"

Eriska menghela napas. "Hati-hati, ya. Jangan sampai cuma dijadiin mainan. Soalnya para bule kan suka gitu."

Maya tertawa. "Santai aja. Gue yang mainin dia, bukan sebaliknya! Yakan baby."

William yang tidak mengerti pembahasan antara Maya dan Eriska punya hanya tersenyum menanggapi.

Mereka bertiga pun mengobrol sebentar sebelum William pamit pergi. Setelah pria itu pergi, Maya duduk di sebelah Eriska dengan ekspresi penasaran.

"Lo kenapa, sih? Mukanya kusut banget dari tadi gue liat-liat."

Eriska mendesah. "Hari pertama kerja gue ... gila banget."

"Kenapa? Bos lo galak?"

"Galak sih enggak, tapi ... lebih ke brengsek."

Maya mengerutkan dahi. "Maksudnya?"

Eriska menatap sahabatnya dan menceritakan semuanya—tentang Askara, pekerjaannya, dan tuntutan aneh itu.

Maya melongo. "Lo serius? Gila, sih! Itu pelecehan secara tidak langsung, Ris! Mana dia adalah cowok yang tidur sama lo lagi. Gue yakin dia punya maksud tersendiri dibalik semua ini."

Eriska tertawa pahit. "Ya gimana lagi, gue nggak punya pilihan May."

Maya menggigit bibir. "Kenapa nggak cari kerja lain?"

"Karena Bang Edo kerja di sana juga. Kalau gue dipecat, dia juga kena. Dan gue nggak bisa mengorbankan pekerjaan Bang Edo."

Maya menghela napas panjang. "Saran gue, lo harus hati-hati, Ris. Gue ngerasa cowok itu menginginkan sesuatu dari lo, seperti yang gue bilang tadi."

Eriska menggigit bibir. Ia juga merasakan hal yang sama.

Dan yang lebih menakutkan, ia tidak tahu bagaimana cara keluar dari perangkap Askara ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Menggoda

    Eriska menatap pantulannya di cermin toilet wanita dengan ekspresi tidak percaya."Gila, ini bukan gue banget."Dia mengenakan rok hitam yang panjangnya hanya sedikit di atas lutut. Tidak sependek rok Aura, tapi tetap saja terasa asing baginya. Kemeja putih yang dipakainya juga sedikit lebih ketat dari biasanya, menonjolkan lekuk tubuhnya. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung yang sudah berdegup tak menentu sejak pagi."Sialan! Kenapa gue harus mengikuti kemauan bos gila itu sih?"Namun, saat mengingat ancaman Askara terhadap Edo, Eriska tidak punya pilihan lain."Gue nggak boleh egois. Bang Edo dapat pekerjaan ini susah payah."Dengan enggan, ia melangkah keluar dari toilet dan menuju ruangan Askara. Sepanjang perjalanan, beberapa karyawan mencuri pandang ke arahnya. Beberapa bahkan berbisik-bisik."Ternyata sekretaris baru juga nggak jauh beda sama yang lama.""Haha! Aku pikir dia akan bertahan dengan gayanya yang kaku kemarin. Tapi sepertinya dia sudah tahu p

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Kamar Hotel dan Hukuman

    Eriska menghela napas panjang, duduk gelisah di samping Askara dalam pertemuan dengan calon investor dari Singapura. Restoran mewah ini memang elegan, dengan lampu kristal yang berkilauan dan suasana eksklusif, tapi itu tidak membuatnya nyaman. Apalagi dengan rok sependek ini.Dia mencoba menampilkan senyum palsu, berpura-pura tidak terganggu. Tapi dalam hati, dia terus mengutuk Askara. Sejak kapan pekerjaan sekretaris mencakup ikut rapat di restoran dengan penampilan yang tidak sesuai karakternya? Padahal dalam kontrak kerja, ini termasuk ke dalam tugas Alex, bukan Eriska.Percakapan dalam bahasa Inggris mengalir di sekelilingnya, sebagian besar tentang prospek bisnis dan keuntungan masa depan. Eriska hanya duduk diam, menyesap minumannya sambil melirik jam tangan. Hampir pukul tujuh. Sudah saatnya dia pulang.Namun, harapan itu langsung hancur ketika Askara berkata dengan santai, "Setelah ini, kita ke restoran hotelku. Aku ingin mencicipi menu baru."Eriska melirik pria itu tajam. "

    Last Updated : 2025-03-12
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Bermain Api

    Lampu di ruangan itu temaram, hanya diterangi oleh sinar layar komputer yang menampilkan potongan-potongan adegan video klip yang baru saja selesai syuting. Kalina duduk nyaman di atas paha Pras, jemarinya bermain di kerah kemeja pria itu, sementara tangan Pras bertumpu di pinggangnya, seolah menjaganya agar tetap di sana.“Kamu nggak pulang?” suara Pras terdengar rendah, serak, dan sarat akan makna.Kalina menggeleng pelan. "Untuk apa? Suamiku bahkan tidak akan menyadarinya," katanya dengan nada yang terdengar enteng, tapi menyimpan banyak luka.Pras menatap wajahnya lekat-lekat, memperhatikan setiap detail—mata cokelatnya yang berbinar di bawah sorot layar, bibirnya yang mengerucut manja, serta aroma parfum mahal yang bercampur dengan kehangatan tubuhnya."Dia bahkan nggak mencari mu?" tanya Pras lagi, kali ini dengan nada skeptis.Kalina mendengus kecil, ujung jarinya kini mengelus rahang kokoh Pras dengan gerakan iseng. “Kenapa harus mencari? Aku yakin dia sekarang ada di hotel, m

    Last Updated : 2025-03-12
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Nafsu Makan

    Hari ini tidak ada yang berbeda. Seperti biasanya, Eriska bangun dengan perasaan dongkol yang tak kunjung reda. Pikirannya masih dipenuhi kejadian kemarin di kafe—kehadiran mantan tunangannya yang brengsek itu, dan yang lebih parah, keberadaan Askara dalam hidupnya yang seakan semakin sulit dihindari.“Dasar pria brengsek,” gumamnya kesal sambil merapikan blazer di depan cermin.Ia sudah tidak ingin bertemu dengan Askara lagi setelah kejadian di hotel waktu itu. Sudah cukup pria itu mempermainkannya dengan seenaknya, memperbaiki harga dirinya seakan-akan ia adalah mainan yang bisa dirusak lalu diperbaiki sesuka hati.Dengan perasaan yang masih kacau, Eriska berangkat ke kantor. Begitu sampai, ia langsung tenggelam dalam tumpukan pekerjaan dan menghadiri beberapa rapat penting. Setidaknya, kesibukan bisa sedikit mengalihkan pikirannya dari Askara.Namun, ternyata hari ini keberuntungan tidak berpihak padanya lagi.Baru saja ia hendak menikmati makan siangnya yang tertunda, seorang asis

    Last Updated : 2025-03-19
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   One night stand 21++

    "Ahh sialan, berapa banyak obat yang Maya berikan untukku." Eriska terus berjalan dengan sempoyongan menyusuri lorong kamar hotel. Dia mencari kamar hotel nomor 69, disitulah dia akan menghabiskan malam panjang bersama seorang pria yang sudah Maya pesankan untuknya. Akibat pengkhianat calon suaminya yang ketahuan selingkuh H-2 sebelum hari pernikahannya membuat wanita itu melampiaskan semua rasa sakitnya dengan melakukan hal yang bahkan tidak pernah dia lakukan seumur hidupnya. One night Stand. Tidur dengan seorang pria asing yang tidak dikenalnya. Dia akan menyerahkan kep*rawanannya untuk pria siapapun itu yang beruntung. Dia juga diberikan obat perangsang oleh Maya, entahlah tapi kata Maya bermain dengan obat perangsang akan jauh lebih mengasyikkan, apalagi ini pertama kali dilakukan Eriska. Ini akan menjadi pengalaman pertama yang tidak akan terlupakan. Sampai di depan kamar nomor 69, Eriska langsung masuk karena memang kata Maya kamarnya tidak dikunci oleh pria yang

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Salah Kamar

    Sinar matahari yang menyusup dari celah gorden tebal membuat kelopak mata Eriska bergerak sedikit. Kepalanya terasa berat, tenggorokannya kering, dan tubuhnya sedikit pegal. Perlahan, ia membuka matanya, dan seketika tubuhnya menegang.Kamar ini … bukan kamarnya. Interiornya terlalu mewah, nuansa hitam dan emas mendominasi, dan aroma khas maskulin menyeruak memenuhi ruang. Belum lagi ranjang king-size dengan sprei sutra yang kini melilit tubuh telanjangnya.Kesadarannya semakin pulih ketika pandangannya jatuh pada sosok pria yang berdiri di dekat jendela.Bukan sembarang pria.Pria itu mengenakan setelan jas hitam yang rapi, dasi yang sudah terpasang sempurna, serta jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. Posturnya tegap, tubuhnya kekar, dan wajahnya …Astaga.Eriska menahan napas. Ia benar-benar tampan. Rahang tegas, hidung bangir, bibir yang tampak dingin, serta sepasang mata hitam yang menatapnya seolah bisa menelanjangi jiwanya.Seolah memerhatikan gerak-geriknya

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Keputusan Yang Tepat

    Langit malam telah menggantung gelap ketika Askara Dirgantara memasuki gerbang rumah mewahnya. Lampu-lampu taman yang temaram menerangi jalan setapak menuju pintu utama, menciptakan bayangan panjang di atas marmer mahal yang mengilap. Ia melepas dasinya dengan satu tarikan malas, membiarkan napasnya keluar perlahan. Hari ini melelahkan, bukan karena pekerjaan, tetapi karena pikirannya terus terusik oleh sosok wanita yang tidak seharusnya ia pikirkan—Eriska.Begitu masuk ke dalam rumah, suara hak tinggi yang menghentak lantai marmer menyambutnya. Askara tidak langsung menoleh, tetapi ia tahu siapa pemilik suara itu.Kalina Trimadani—wanita yang telah menjadi istrinya selama dua tahun terakhir, seorang model terkenal dengan kecantikan yang selalu dipuja banyak orang. Namun bagi Askara, semua itu tidak lagi berarti. Hubungan mereka telah dingin, nyaris membeku sepenuhnya sejak setahun terakhir.Kalina berdiri di tengah ruang keluarga, mengenakan gaun satin merah yang membalut tubuhnya de

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Cafe

    Cangkir-cangkir kopi berjejer rapi di etalase kaca sebuah kafe di tengah kota. Aroma biji kopi yang baru digiling memenuhi ruangan, berpadu dengan suara dentingan sendok dan tawa ringan dari para pelanggan yang menikmati obrolan santai mereka.Eriska duduk di sudut ruangan dekat jendela, menatap kosong ke luar sembari memainkan sendok di tangannya. Ia datang lebih awal dari yang dijanjikan, berharap bisa menenangkan pikirannya sebelum harus bercerita panjang lebar kepada Maya. Namun, semakin ia mencoba melupakan kejadian itu, semakin wajah pria asing itu muncul di kepalanya.Sial.Kenapa justru dia yang terus teringat? Seharusnya Eriska sudah melupakan malam itu. Seharusnya ia tidak peduli. Tapi otaknya berkhianat.Tak lama, suara langkah cepat mendekat. "Buset, panas banget di luar! Jakarta makin edan aja hawanya huft?"Maya, sahabatnya sejak kuliah, melemparkan diri ke kursi di depan Eriska. Ia melepas sunglasses dari wajahnya lalu menaruh ponselnya di atas meja. "Gue hampir aja nab

    Last Updated : 2025-03-11

Latest chapter

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Nafsu Makan

    Hari ini tidak ada yang berbeda. Seperti biasanya, Eriska bangun dengan perasaan dongkol yang tak kunjung reda. Pikirannya masih dipenuhi kejadian kemarin di kafe—kehadiran mantan tunangannya yang brengsek itu, dan yang lebih parah, keberadaan Askara dalam hidupnya yang seakan semakin sulit dihindari.“Dasar pria brengsek,” gumamnya kesal sambil merapikan blazer di depan cermin.Ia sudah tidak ingin bertemu dengan Askara lagi setelah kejadian di hotel waktu itu. Sudah cukup pria itu mempermainkannya dengan seenaknya, memperbaiki harga dirinya seakan-akan ia adalah mainan yang bisa dirusak lalu diperbaiki sesuka hati.Dengan perasaan yang masih kacau, Eriska berangkat ke kantor. Begitu sampai, ia langsung tenggelam dalam tumpukan pekerjaan dan menghadiri beberapa rapat penting. Setidaknya, kesibukan bisa sedikit mengalihkan pikirannya dari Askara.Namun, ternyata hari ini keberuntungan tidak berpihak padanya lagi.Baru saja ia hendak menikmati makan siangnya yang tertunda, seorang asis

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Bermain Api

    Lampu di ruangan itu temaram, hanya diterangi oleh sinar layar komputer yang menampilkan potongan-potongan adegan video klip yang baru saja selesai syuting. Kalina duduk nyaman di atas paha Pras, jemarinya bermain di kerah kemeja pria itu, sementara tangan Pras bertumpu di pinggangnya, seolah menjaganya agar tetap di sana.“Kamu nggak pulang?” suara Pras terdengar rendah, serak, dan sarat akan makna.Kalina menggeleng pelan. "Untuk apa? Suamiku bahkan tidak akan menyadarinya," katanya dengan nada yang terdengar enteng, tapi menyimpan banyak luka.Pras menatap wajahnya lekat-lekat, memperhatikan setiap detail—mata cokelatnya yang berbinar di bawah sorot layar, bibirnya yang mengerucut manja, serta aroma parfum mahal yang bercampur dengan kehangatan tubuhnya."Dia bahkan nggak mencari mu?" tanya Pras lagi, kali ini dengan nada skeptis.Kalina mendengus kecil, ujung jarinya kini mengelus rahang kokoh Pras dengan gerakan iseng. “Kenapa harus mencari? Aku yakin dia sekarang ada di hotel, m

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Kamar Hotel dan Hukuman

    Eriska menghela napas panjang, duduk gelisah di samping Askara dalam pertemuan dengan calon investor dari Singapura. Restoran mewah ini memang elegan, dengan lampu kristal yang berkilauan dan suasana eksklusif, tapi itu tidak membuatnya nyaman. Apalagi dengan rok sependek ini.Dia mencoba menampilkan senyum palsu, berpura-pura tidak terganggu. Tapi dalam hati, dia terus mengutuk Askara. Sejak kapan pekerjaan sekretaris mencakup ikut rapat di restoran dengan penampilan yang tidak sesuai karakternya? Padahal dalam kontrak kerja, ini termasuk ke dalam tugas Alex, bukan Eriska.Percakapan dalam bahasa Inggris mengalir di sekelilingnya, sebagian besar tentang prospek bisnis dan keuntungan masa depan. Eriska hanya duduk diam, menyesap minumannya sambil melirik jam tangan. Hampir pukul tujuh. Sudah saatnya dia pulang.Namun, harapan itu langsung hancur ketika Askara berkata dengan santai, "Setelah ini, kita ke restoran hotelku. Aku ingin mencicipi menu baru."Eriska melirik pria itu tajam. "

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Menggoda

    Eriska menatap pantulannya di cermin toilet wanita dengan ekspresi tidak percaya."Gila, ini bukan gue banget."Dia mengenakan rok hitam yang panjangnya hanya sedikit di atas lutut. Tidak sependek rok Aura, tapi tetap saja terasa asing baginya. Kemeja putih yang dipakainya juga sedikit lebih ketat dari biasanya, menonjolkan lekuk tubuhnya. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung yang sudah berdegup tak menentu sejak pagi."Sialan! Kenapa gue harus mengikuti kemauan bos gila itu sih?"Namun, saat mengingat ancaman Askara terhadap Edo, Eriska tidak punya pilihan lain."Gue nggak boleh egois. Bang Edo dapat pekerjaan ini susah payah."Dengan enggan, ia melangkah keluar dari toilet dan menuju ruangan Askara. Sepanjang perjalanan, beberapa karyawan mencuri pandang ke arahnya. Beberapa bahkan berbisik-bisik."Ternyata sekretaris baru juga nggak jauh beda sama yang lama.""Haha! Aku pikir dia akan bertahan dengan gayanya yang kaku kemarin. Tapi sepertinya dia sudah tahu p

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Hari Pertama

    Hari ini adalah hari pertama bagi Eriska bekerja sebagai sekretaris Askara. Dia bangun lebih awal dari biasanya, memastikan dirinya terlihat rapi dan profesional. Celana kain hitam, blazer, dan kemeja putih menjadi pilihannya. Sederhana, sopan, dan nyaman.Saat menatap bayangannya di cermin, ia menarik napas dalam. "Santai, Ris. Ini hanya pekerjaan. Lo harus bisa bersikap profesional."Namun, kata-kata itu terasa kurang meyakinkan mengingat pria yang menjadi bosnya adalah seseorang Askara Dirgantara.Saat tiba di gedung Dirgantara Corp, Eriska melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Sepatu hak rendahnya berdetak pelan di atas lantai marmer, dan semua mata tertuju padanya. Beberapa pegawai tampak terkejut, sementara sebagian lainnya hanya melirik sekilas sebelum kembali sibuk dengan urusan masing-masing."Selamat pagi, Nona Eriska," sapa seorang pegawai yang tampaknya sudah mengenalnya.Eriska hanya mengangguk singkat, lalu melanjutkan langkahnya ke lantai atas. Ruang kerja Askara b

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Penawaran Yang Tak Terduga

    Eriska berdiri di depan pintu besar berwarna hitam dengan tulisan Direktur Utama tertera jelas di bagian tengahnya. Tangannya sedikit berkeringat saat ia mengepalkan jari-jarinya, mencoba mengusir kegugupan yang merayapi tubuhnya."Kenapa gue langsung disuruh ketemu direktur?" pikirnya.Biasanya, seorang kandidat akan melalui beberapa tahapan seleksi sebelum akhirnya bertemu dengan petinggi perusahaan. Tapi kali ini, ia malah diminta langsung ke ruangan tertinggi di Dirgantara Corp."Silakan masuk, Nona Eriska," ucap seorang pria dengan senyum profesionalnya.Eriska menelan ludah. Apa pun yang terjadi, ia harus tetap tenang."Santai saja. Yang penting dapat kerja, bisa bantu Bang Edo dan bayar hutang-hutang dekor pernikahan sialan itu."Dengan menarik napas dalam, ia membuka pintu dan melangkah masuk.Namun, seketika langkahnya membeku.Ruangan itu begitu luas, jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Langit-langitnya tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan. Dinding kaca b

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Cafe

    Cangkir-cangkir kopi berjejer rapi di etalase kaca sebuah kafe di tengah kota. Aroma biji kopi yang baru digiling memenuhi ruangan, berpadu dengan suara dentingan sendok dan tawa ringan dari para pelanggan yang menikmati obrolan santai mereka.Eriska duduk di sudut ruangan dekat jendela, menatap kosong ke luar sembari memainkan sendok di tangannya. Ia datang lebih awal dari yang dijanjikan, berharap bisa menenangkan pikirannya sebelum harus bercerita panjang lebar kepada Maya. Namun, semakin ia mencoba melupakan kejadian itu, semakin wajah pria asing itu muncul di kepalanya.Sial.Kenapa justru dia yang terus teringat? Seharusnya Eriska sudah melupakan malam itu. Seharusnya ia tidak peduli. Tapi otaknya berkhianat.Tak lama, suara langkah cepat mendekat. "Buset, panas banget di luar! Jakarta makin edan aja hawanya huft?"Maya, sahabatnya sejak kuliah, melemparkan diri ke kursi di depan Eriska. Ia melepas sunglasses dari wajahnya lalu menaruh ponselnya di atas meja. "Gue hampir aja nab

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Keputusan Yang Tepat

    Langit malam telah menggantung gelap ketika Askara Dirgantara memasuki gerbang rumah mewahnya. Lampu-lampu taman yang temaram menerangi jalan setapak menuju pintu utama, menciptakan bayangan panjang di atas marmer mahal yang mengilap. Ia melepas dasinya dengan satu tarikan malas, membiarkan napasnya keluar perlahan. Hari ini melelahkan, bukan karena pekerjaan, tetapi karena pikirannya terus terusik oleh sosok wanita yang tidak seharusnya ia pikirkan—Eriska.Begitu masuk ke dalam rumah, suara hak tinggi yang menghentak lantai marmer menyambutnya. Askara tidak langsung menoleh, tetapi ia tahu siapa pemilik suara itu.Kalina Trimadani—wanita yang telah menjadi istrinya selama dua tahun terakhir, seorang model terkenal dengan kecantikan yang selalu dipuja banyak orang. Namun bagi Askara, semua itu tidak lagi berarti. Hubungan mereka telah dingin, nyaris membeku sepenuhnya sejak setahun terakhir.Kalina berdiri di tengah ruang keluarga, mengenakan gaun satin merah yang membalut tubuhnya de

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Salah Kamar

    Sinar matahari yang menyusup dari celah gorden tebal membuat kelopak mata Eriska bergerak sedikit. Kepalanya terasa berat, tenggorokannya kering, dan tubuhnya sedikit pegal. Perlahan, ia membuka matanya, dan seketika tubuhnya menegang.Kamar ini … bukan kamarnya. Interiornya terlalu mewah, nuansa hitam dan emas mendominasi, dan aroma khas maskulin menyeruak memenuhi ruang. Belum lagi ranjang king-size dengan sprei sutra yang kini melilit tubuh telanjangnya.Kesadarannya semakin pulih ketika pandangannya jatuh pada sosok pria yang berdiri di dekat jendela.Bukan sembarang pria.Pria itu mengenakan setelan jas hitam yang rapi, dasi yang sudah terpasang sempurna, serta jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. Posturnya tegap, tubuhnya kekar, dan wajahnya …Astaga.Eriska menahan napas. Ia benar-benar tampan. Rahang tegas, hidung bangir, bibir yang tampak dingin, serta sepasang mata hitam yang menatapnya seolah bisa menelanjangi jiwanya.Seolah memerhatikan gerak-geriknya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status