Home / Romansa / GAIRAH SANG TUAN MUDA / Keputusan Yang Tepat

Share

Keputusan Yang Tepat

Author: Zedya_lee
last update Last Updated: 2025-03-11 01:36:27

Langit malam telah menggantung gelap ketika Askara Dirgantara memasuki gerbang rumah mewahnya. Lampu-lampu taman yang temaram menerangi jalan setapak menuju pintu utama, menciptakan bayangan panjang di atas marmer mahal yang mengilap. Ia melepas dasinya dengan satu tarikan malas, membiarkan napasnya keluar perlahan. Hari ini melelahkan, bukan karena pekerjaan, tetapi karena pikirannya terus terusik oleh sosok wanita yang tidak seharusnya ia pikirkan—Eriska.

Begitu masuk ke dalam rumah, suara hak tinggi yang menghentak lantai marmer menyambutnya. Askara tidak langsung menoleh, tetapi ia tahu siapa pemilik suara itu.

Kalina Trimadani—wanita yang telah menjadi istrinya selama dua tahun terakhir, seorang model terkenal dengan kecantikan yang selalu dipuja banyak orang. Namun bagi Askara, semua itu tidak lagi berarti. Hubungan mereka telah dingin, nyaris membeku sepenuhnya sejak setahun terakhir.

Kalina berdiri di tengah ruang keluarga, mengenakan gaun satin merah yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Wajahnya masih memesona, dengan make-up yang tak pernah kurang. Rambut hitamnya tergerai indah, memperlihatkan anting berlian yang berkilauan di bawah cahaya lampu kristal. Namun di balik keindahan itu, mata perempuan itu menyimpan sesuatu—kecurigaan, kekesalan, dan ego yang terluka.

“Tidur di mana semalam?” tanyanya langsung, tanpa basa-basi.

Askara menghentikan langkahnya sejenak, sebelum melanjutkan berjalan melewatinya menuju minibar di sudut ruangan. Ia menuangkan segelas bourbon ke dalam kristal bening, memutar cairan cokelat keemasan itu perlahan sebelum meneguknya.

“Bukan urusanmu,” jawabnya datar.

Kalina tertawa kecil, penuh sindiran. “Tentu saja itu urusanku, Aska. Aku ini istrimu.”

Askara meletakkan gelasnya dengan sedikit lebih keras dari yang seharusnya, lalu menatap Kalina dengan mata tajam. “Istri?” bibirnya melengkung sinis. “Istri yang meninggalkan kewajibannya?”

Wajah Kalina berubah masam. Ia mendekat, menyilangkan tangan di depan dada. “Jadi ini tentang anak lagi? Aska, aku kan sudah bilang berkali-kali. Aku belum siap untuk itu. Karirku sedang ada di puncaknya sekarang, aku tidak bisa mengorbankannya hanya karena kamu menginginkan seorang anak.”

Askara menghela napas panjang. Ini bukan pertama kalinya mereka membahas hal ini, dan hasilnya selalu sama—jalan buntu. Kalina tidak pernah mau mendengarkannya, tidak pernah mau mengerti bahwa pernikahan mereka butuh lebih dari sekadar status di atas kertas dan penampilan sempurna di depan publik.

“Kamh tidak bisa selamanya hanya memikirkan dirimu sendiri, Kalina,” ucapnya dengan suara lebih rendah, namun tajam. “Aku menikahimu bukan hanya untuk tampil sebagai pasangan sempurna di depan media. Aku ingin keluarga yang seutuhnya dengan kehadiran seorang anak. Aku ingin istri yang bisa menemani hidupku, bukan hanya menghabiskan waktu di runway dan pesta-pesta sosialita yang tidak jelas itu.”

Kalina mendengus. “Oh, jadi karena aku tidak bisa memberikan itu, kamu mulai mencari pelampiasan di luar sana?”

Askara menatapnya dingin. Ia tahu kemana arah pembicaraan ini. “Aku tidak punya waktu untuk drama ini,” katanya, lalu melangkah pergi menuju anak tangga.

“Tentu saja kamu tidak punya waktu,” Kalina mengejar, suaranya penuh sindiran. “Kamu terlalu sibuk tidur dengan wanita-wanita jalangmu, entah siapa itu!”

Langkah Askara terhenti di tangga. Ia menoleh, rahangnya mengeras. “Jaga ucapanmu, Kalina.”

Kalina menyeringai, lalu melipat tangan di depan dada. “Apa aku salah? Kamu tidak pulang semalam kan, apalagi jika tidak menghabiskan malam bersama perempuan lain. Aku tahu semuanya Askara, jangan kamu pikir aku bodoh."

Askara mendekatinya dengan tatapan dingin yang berbahaya. “Dan kalaupun aku melakukannya, kamu pikir itu salahku? Kamu pikir, aku juga tidak tahu bagaimana kamu dibelakangku?"

Wajah Kalina memucat sesaat, tetapi ia segera menegakkan tubuhnya, mempertahankan gengsinya. “Jadi kamu mengakuinya sekarang? Hebat. Lihatlah siapa yang sebenarnya menghancurkan pernikahan ini.”

Askara hanya menatapnya sejenak, lalu berbalik. Ia tidak tertarik melanjutkan pertengkaran ini. Semua sudah jelas—hubungan mereka sudah tidak bisa diselamatkan.

Ia menaiki tangga dengan langkah berat, menuju kamar utama yang sudah setahun ini hanya dihuni oleh dirinya sendiri. Kalina memiliki kamar terpisah di sayap lain rumah ini. Pernikahan mereka memang masih ada di atas kertas, tetapi pada kenyataannya, mereka hanyalah dua orang asing yang kebetulan tinggal di bawah atap yang sama.

Setelah masuk ke dalam kamarnya, Askara melepas jas dan melonggarkan kancing kemejanya. Ia duduk di tepi ranjang, mengusap wajahnya dengan tangan. Pikirannya kembali melayang pada kejadian tadi pagi, pada sosok wanita yang kini terus mengusik pikirannya—Eriska.

Ia seharusnya tidak peduli. Seharusnya melupakan kejadian itu dan melanjutkan hidup seperti biasa. Tapi entah kenapa, ada sesuatu dari wanita itu yang membuatnya sulit untuk mengabaikannya.

Tangannya meraih kartu nama yang tergeletak di atas meja. Nama ‘Eriska’ tertera jelas di sana, dan tanpa sadar, ia menyentuhnya dengan ibu jari.

Dalam dua hari, ia akan tahu segalanya tentang wanita ini. Jujur dia penasaran tentang Eriska.

***

Sementara di sisi lain, Eriska duduk di tepi ranjangnya, menatap kosong ke cermin besar di sudut kamar. Pikirannya kalut, dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa ia jawab. Seharusnya, ia tidak peduli. Seharusnya, ia menganggap kejadian semalam sebagai sesuatu yang tidak pernah terjadi. Namun, nyatanya tidak semudah itu.

Ia mengembuskan napas panjang, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. "Mampus, Eriska, mampus," gumamnya sendiri.

Semalam, ia datang ke hotel dengan niat yang jelas—melampiaskan sakit hati nya dari Farel, mantan tunangannya yang ketahuan berselingkuh dan tidur dengan pria lain. Namun sayangnya, dia malah menghabiskan malam dengan pria yang bukan dia sewa.

Lalu siapa dia?

Eriska mengingat wajahnya dengan jelas—rahangnya yang tegas, tatapan tajam yang menghanyutkan, suara berat yang masih terngiang di telinganya. Ia bukan orang sembarangan, itu bisa dilihat dari caranya berbicara, dari sikapnya yang dominan.

Dan bagaimana jika pria itu datang mencarinya lagi? Apalagi ini kan kesalahannya sendiri karena masuk ke kamar yang salah.

Perutnya jadi mulas memikirkan semua itu.

Tiba-tiba, suara ketukan di pintu mengagetkannya. "Riska, ayo makan malam dulu," suara Ana, ibunya, terdengar dari luar.

Eriska menutup matanya sejenak, lalu menghembuskan napas sebelum bangkit dari tempat tidur. Ia tidak bisa terus bersembunyi di kamar dan meratapi nasib. Ada hal lain yang lebih penting—seperti menghadapi keluarganya setelah keputusan yang ia buat hari ini.

Saat tiba di meja makan, ibunya sudah duduk dengan raut wajah tenang, sementara Ayahnya sedang di luar kota untuk urusan bisnis.

"Makan yang banyak, jangan sampai sakit hanya karena stres," ujar Ana sambil menyendokkan sup ke dalam mangkuk Eriska.

Eriska tersenyum kecil. Ibunya memang seperti itu, tidak pernah menyudutkan atau menghakiminya, hanya akan mendukung dan memastikan putrinya baik-baik saja.

"Jadi, bagaimana perasaanmu sekarang setelah membatalkan pernikahan?" tanya Ana setelah beberapa saat hening.

Eriska menghela napas. "Lega, Bun. Aku pikir aku akan merasa lebih malu atau kecewa, tapi ternyata tidak. Aku justru merasa seperti baru saja menyelamatkan hidupku sendiri."

Ana tersenyum tipis. "Dan Bunda setuju dengan keputusanmu. Farel sudah mengkhianatimu bahkan sebelum menikah, siapa yang bisa menjamin dia tidak akan melakukannya lagi setelah menikah? Kamu berhak mendapatkan seseorang yang lebih baik dari Farel, Nak."

Eriska mengangguk. "Aku juga berpikir begitu. Lebih baik menanggung malu sekarang daripada menderita seumur hidup."

Ana menatap putrinya dengan penuh kasih. "Undangan sudah disebar, tapi tidak apa-apa. Keluarga kita akan baik-baik saja. Jangan khawatir tentang omongan orang, mereka hanya akan membicarakannya sebentar, lalu melupakannya."

Eriska tersenyum kecil. Ibunya benar. Tidak peduli seberapa besar skandal ini, orang-orang hanya akan membicarakannya sebentar sebelum beralih ke hal lain yang lebih menarik.

Namun, satu hal yang masih mengusiknya bukanlah pernikahan yang batal—melainkan pria asing yang semalam bersamanya.

"Bisa gila gue lama-lama," batin Eriska.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Cafe

    Cangkir-cangkir kopi berjejer rapi di etalase kaca sebuah kafe di tengah kota. Aroma biji kopi yang baru digiling memenuhi ruangan, berpadu dengan suara dentingan sendok dan tawa ringan dari para pelanggan yang menikmati obrolan santai mereka.Eriska duduk di sudut ruangan dekat jendela, menatap kosong ke luar sembari memainkan sendok di tangannya. Ia datang lebih awal dari yang dijanjikan, berharap bisa menenangkan pikirannya sebelum harus bercerita panjang lebar kepada Maya. Namun, semakin ia mencoba melupakan kejadian itu, semakin wajah pria asing itu muncul di kepalanya.Sial.Kenapa justru dia yang terus teringat? Seharusnya Eriska sudah melupakan malam itu. Seharusnya ia tidak peduli. Tapi otaknya berkhianat.Tak lama, suara langkah cepat mendekat. "Buset, panas banget di luar! Jakarta makin edan aja hawanya huft?"Maya, sahabatnya sejak kuliah, melemparkan diri ke kursi di depan Eriska. Ia melepas sunglasses dari wajahnya lalu menaruh ponselnya di atas meja. "Gue hampir aja nab

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Penawaran Yang Tak Terduga

    Eriska berdiri di depan pintu besar berwarna hitam dengan tulisan Direktur Utama tertera jelas di bagian tengahnya. Tangannya sedikit berkeringat saat ia mengepalkan jari-jarinya, mencoba mengusir kegugupan yang merayapi tubuhnya."Kenapa gue langsung disuruh ketemu direktur?" pikirnya.Biasanya, seorang kandidat akan melalui beberapa tahapan seleksi sebelum akhirnya bertemu dengan petinggi perusahaan. Tapi kali ini, ia malah diminta langsung ke ruangan tertinggi di Dirgantara Corp."Silakan masuk, Nona Eriska," ucap seorang pria dengan senyum profesionalnya.Eriska menelan ludah. Apa pun yang terjadi, ia harus tetap tenang."Santai saja. Yang penting dapat kerja, bisa bantu Bang Edo dan bayar hutang-hutang dekor pernikahan sialan itu."Dengan menarik napas dalam, ia membuka pintu dan melangkah masuk.Namun, seketika langkahnya membeku.Ruangan itu begitu luas, jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Langit-langitnya tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan. Dinding kaca b

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Hari Pertama

    Hari ini adalah hari pertama bagi Eriska bekerja sebagai sekretaris Askara. Dia bangun lebih awal dari biasanya, memastikan dirinya terlihat rapi dan profesional. Celana kain hitam, blazer, dan kemeja putih menjadi pilihannya. Sederhana, sopan, dan nyaman.Saat menatap bayangannya di cermin, ia menarik napas dalam. "Santai, Ris. Ini hanya pekerjaan. Lo harus bisa bersikap profesional."Namun, kata-kata itu terasa kurang meyakinkan mengingat pria yang menjadi bosnya adalah seseorang Askara Dirgantara.Saat tiba di gedung Dirgantara Corp, Eriska melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Sepatu hak rendahnya berdetak pelan di atas lantai marmer, dan semua mata tertuju padanya. Beberapa pegawai tampak terkejut, sementara sebagian lainnya hanya melirik sekilas sebelum kembali sibuk dengan urusan masing-masing."Selamat pagi, Nona Eriska," sapa seorang pegawai yang tampaknya sudah mengenalnya.Eriska hanya mengangguk singkat, lalu melanjutkan langkahnya ke lantai atas. Ruang kerja Askara b

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Menggoda

    Eriska menatap pantulannya di cermin toilet wanita dengan ekspresi tidak percaya."Gila, ini bukan gue banget."Dia mengenakan rok hitam yang panjangnya hanya sedikit di atas lutut. Tidak sependek rok Aura, tapi tetap saja terasa asing baginya. Kemeja putih yang dipakainya juga sedikit lebih ketat dari biasanya, menonjolkan lekuk tubuhnya. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung yang sudah berdegup tak menentu sejak pagi."Sialan! Kenapa gue harus mengikuti kemauan bos gila itu sih?"Namun, saat mengingat ancaman Askara terhadap Edo, Eriska tidak punya pilihan lain."Gue nggak boleh egois. Bang Edo dapat pekerjaan ini susah payah."Dengan enggan, ia melangkah keluar dari toilet dan menuju ruangan Askara. Sepanjang perjalanan, beberapa karyawan mencuri pandang ke arahnya. Beberapa bahkan berbisik-bisik."Ternyata sekretaris baru juga nggak jauh beda sama yang lama.""Haha! Aku pikir dia akan bertahan dengan gayanya yang kaku kemarin. Tapi sepertinya dia sudah tahu p

    Last Updated : 2025-03-11
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Kamar Hotel dan Hukuman

    Eriska menghela napas panjang, duduk gelisah di samping Askara dalam pertemuan dengan calon investor dari Singapura. Restoran mewah ini memang elegan, dengan lampu kristal yang berkilauan dan suasana eksklusif, tapi itu tidak membuatnya nyaman. Apalagi dengan rok sependek ini.Dia mencoba menampilkan senyum palsu, berpura-pura tidak terganggu. Tapi dalam hati, dia terus mengutuk Askara. Sejak kapan pekerjaan sekretaris mencakup ikut rapat di restoran dengan penampilan yang tidak sesuai karakternya? Padahal dalam kontrak kerja, ini termasuk ke dalam tugas Alex, bukan Eriska.Percakapan dalam bahasa Inggris mengalir di sekelilingnya, sebagian besar tentang prospek bisnis dan keuntungan masa depan. Eriska hanya duduk diam, menyesap minumannya sambil melirik jam tangan. Hampir pukul tujuh. Sudah saatnya dia pulang.Namun, harapan itu langsung hancur ketika Askara berkata dengan santai, "Setelah ini, kita ke restoran hotelku. Aku ingin mencicipi menu baru."Eriska melirik pria itu tajam. "

    Last Updated : 2025-03-12
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Bermain Api

    Lampu di ruangan itu temaram, hanya diterangi oleh sinar layar komputer yang menampilkan potongan-potongan adegan video klip yang baru saja selesai syuting. Kalina duduk nyaman di atas paha Pras, jemarinya bermain di kerah kemeja pria itu, sementara tangan Pras bertumpu di pinggangnya, seolah menjaganya agar tetap di sana.“Kamu nggak pulang?” suara Pras terdengar rendah, serak, dan sarat akan makna.Kalina menggeleng pelan. "Untuk apa? Suamiku bahkan tidak akan menyadarinya," katanya dengan nada yang terdengar enteng, tapi menyimpan banyak luka.Pras menatap wajahnya lekat-lekat, memperhatikan setiap detail—mata cokelatnya yang berbinar di bawah sorot layar, bibirnya yang mengerucut manja, serta aroma parfum mahal yang bercampur dengan kehangatan tubuhnya."Dia bahkan nggak mencari mu?" tanya Pras lagi, kali ini dengan nada skeptis.Kalina mendengus kecil, ujung jarinya kini mengelus rahang kokoh Pras dengan gerakan iseng. “Kenapa harus mencari? Aku yakin dia sekarang ada di hotel, m

    Last Updated : 2025-03-12
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Nafsu Makan

    Hari ini tidak ada yang berbeda. Seperti biasanya, Eriska bangun dengan perasaan dongkol yang tak kunjung reda. Pikirannya masih dipenuhi kejadian kemarin di kafe—kehadiran mantan tunangannya yang brengsek itu, dan yang lebih parah, keberadaan Askara dalam hidupnya yang seakan semakin sulit dihindari.“Dasar pria brengsek,” gumamnya kesal sambil merapikan blazer di depan cermin.Ia sudah tidak ingin bertemu dengan Askara lagi setelah kejadian di hotel waktu itu. Sudah cukup pria itu mempermainkannya dengan seenaknya, memperbaiki harga dirinya seakan-akan ia adalah mainan yang bisa dirusak lalu diperbaiki sesuka hati.Dengan perasaan yang masih kacau, Eriska berangkat ke kantor. Begitu sampai, ia langsung tenggelam dalam tumpukan pekerjaan dan menghadiri beberapa rapat penting. Setidaknya, kesibukan bisa sedikit mengalihkan pikirannya dari Askara.Namun, ternyata hari ini keberuntungan tidak berpihak padanya lagi.Baru saja ia hendak menikmati makan siangnya yang tertunda, seorang asis

    Last Updated : 2025-03-19
  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   One night stand 21++

    "Ahh sialan, berapa banyak obat yang Maya berikan untukku." Eriska terus berjalan dengan sempoyongan menyusuri lorong kamar hotel. Dia mencari kamar hotel nomor 69, disitulah dia akan menghabiskan malam panjang bersama seorang pria yang sudah Maya pesankan untuknya. Akibat pengkhianat calon suaminya yang ketahuan selingkuh H-2 sebelum hari pernikahannya membuat wanita itu melampiaskan semua rasa sakitnya dengan melakukan hal yang bahkan tidak pernah dia lakukan seumur hidupnya. One night Stand. Tidur dengan seorang pria asing yang tidak dikenalnya. Dia akan menyerahkan kep*rawanannya untuk pria siapapun itu yang beruntung. Dia juga diberikan obat perangsang oleh Maya, entahlah tapi kata Maya bermain dengan obat perangsang akan jauh lebih mengasyikkan, apalagi ini pertama kali dilakukan Eriska. Ini akan menjadi pengalaman pertama yang tidak akan terlupakan. Sampai di depan kamar nomor 69, Eriska langsung masuk karena memang kata Maya kamarnya tidak dikunci oleh pria yang

    Last Updated : 2025-03-11

Latest chapter

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Nafsu Makan

    Hari ini tidak ada yang berbeda. Seperti biasanya, Eriska bangun dengan perasaan dongkol yang tak kunjung reda. Pikirannya masih dipenuhi kejadian kemarin di kafe—kehadiran mantan tunangannya yang brengsek itu, dan yang lebih parah, keberadaan Askara dalam hidupnya yang seakan semakin sulit dihindari.“Dasar pria brengsek,” gumamnya kesal sambil merapikan blazer di depan cermin.Ia sudah tidak ingin bertemu dengan Askara lagi setelah kejadian di hotel waktu itu. Sudah cukup pria itu mempermainkannya dengan seenaknya, memperbaiki harga dirinya seakan-akan ia adalah mainan yang bisa dirusak lalu diperbaiki sesuka hati.Dengan perasaan yang masih kacau, Eriska berangkat ke kantor. Begitu sampai, ia langsung tenggelam dalam tumpukan pekerjaan dan menghadiri beberapa rapat penting. Setidaknya, kesibukan bisa sedikit mengalihkan pikirannya dari Askara.Namun, ternyata hari ini keberuntungan tidak berpihak padanya lagi.Baru saja ia hendak menikmati makan siangnya yang tertunda, seorang asis

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Bermain Api

    Lampu di ruangan itu temaram, hanya diterangi oleh sinar layar komputer yang menampilkan potongan-potongan adegan video klip yang baru saja selesai syuting. Kalina duduk nyaman di atas paha Pras, jemarinya bermain di kerah kemeja pria itu, sementara tangan Pras bertumpu di pinggangnya, seolah menjaganya agar tetap di sana.“Kamu nggak pulang?” suara Pras terdengar rendah, serak, dan sarat akan makna.Kalina menggeleng pelan. "Untuk apa? Suamiku bahkan tidak akan menyadarinya," katanya dengan nada yang terdengar enteng, tapi menyimpan banyak luka.Pras menatap wajahnya lekat-lekat, memperhatikan setiap detail—mata cokelatnya yang berbinar di bawah sorot layar, bibirnya yang mengerucut manja, serta aroma parfum mahal yang bercampur dengan kehangatan tubuhnya."Dia bahkan nggak mencari mu?" tanya Pras lagi, kali ini dengan nada skeptis.Kalina mendengus kecil, ujung jarinya kini mengelus rahang kokoh Pras dengan gerakan iseng. “Kenapa harus mencari? Aku yakin dia sekarang ada di hotel, m

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Kamar Hotel dan Hukuman

    Eriska menghela napas panjang, duduk gelisah di samping Askara dalam pertemuan dengan calon investor dari Singapura. Restoran mewah ini memang elegan, dengan lampu kristal yang berkilauan dan suasana eksklusif, tapi itu tidak membuatnya nyaman. Apalagi dengan rok sependek ini.Dia mencoba menampilkan senyum palsu, berpura-pura tidak terganggu. Tapi dalam hati, dia terus mengutuk Askara. Sejak kapan pekerjaan sekretaris mencakup ikut rapat di restoran dengan penampilan yang tidak sesuai karakternya? Padahal dalam kontrak kerja, ini termasuk ke dalam tugas Alex, bukan Eriska.Percakapan dalam bahasa Inggris mengalir di sekelilingnya, sebagian besar tentang prospek bisnis dan keuntungan masa depan. Eriska hanya duduk diam, menyesap minumannya sambil melirik jam tangan. Hampir pukul tujuh. Sudah saatnya dia pulang.Namun, harapan itu langsung hancur ketika Askara berkata dengan santai, "Setelah ini, kita ke restoran hotelku. Aku ingin mencicipi menu baru."Eriska melirik pria itu tajam. "

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Menggoda

    Eriska menatap pantulannya di cermin toilet wanita dengan ekspresi tidak percaya."Gila, ini bukan gue banget."Dia mengenakan rok hitam yang panjangnya hanya sedikit di atas lutut. Tidak sependek rok Aura, tapi tetap saja terasa asing baginya. Kemeja putih yang dipakainya juga sedikit lebih ketat dari biasanya, menonjolkan lekuk tubuhnya. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantung yang sudah berdegup tak menentu sejak pagi."Sialan! Kenapa gue harus mengikuti kemauan bos gila itu sih?"Namun, saat mengingat ancaman Askara terhadap Edo, Eriska tidak punya pilihan lain."Gue nggak boleh egois. Bang Edo dapat pekerjaan ini susah payah."Dengan enggan, ia melangkah keluar dari toilet dan menuju ruangan Askara. Sepanjang perjalanan, beberapa karyawan mencuri pandang ke arahnya. Beberapa bahkan berbisik-bisik."Ternyata sekretaris baru juga nggak jauh beda sama yang lama.""Haha! Aku pikir dia akan bertahan dengan gayanya yang kaku kemarin. Tapi sepertinya dia sudah tahu p

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Hari Pertama

    Hari ini adalah hari pertama bagi Eriska bekerja sebagai sekretaris Askara. Dia bangun lebih awal dari biasanya, memastikan dirinya terlihat rapi dan profesional. Celana kain hitam, blazer, dan kemeja putih menjadi pilihannya. Sederhana, sopan, dan nyaman.Saat menatap bayangannya di cermin, ia menarik napas dalam. "Santai, Ris. Ini hanya pekerjaan. Lo harus bisa bersikap profesional."Namun, kata-kata itu terasa kurang meyakinkan mengingat pria yang menjadi bosnya adalah seseorang Askara Dirgantara.Saat tiba di gedung Dirgantara Corp, Eriska melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Sepatu hak rendahnya berdetak pelan di atas lantai marmer, dan semua mata tertuju padanya. Beberapa pegawai tampak terkejut, sementara sebagian lainnya hanya melirik sekilas sebelum kembali sibuk dengan urusan masing-masing."Selamat pagi, Nona Eriska," sapa seorang pegawai yang tampaknya sudah mengenalnya.Eriska hanya mengangguk singkat, lalu melanjutkan langkahnya ke lantai atas. Ruang kerja Askara b

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Penawaran Yang Tak Terduga

    Eriska berdiri di depan pintu besar berwarna hitam dengan tulisan Direktur Utama tertera jelas di bagian tengahnya. Tangannya sedikit berkeringat saat ia mengepalkan jari-jarinya, mencoba mengusir kegugupan yang merayapi tubuhnya."Kenapa gue langsung disuruh ketemu direktur?" pikirnya.Biasanya, seorang kandidat akan melalui beberapa tahapan seleksi sebelum akhirnya bertemu dengan petinggi perusahaan. Tapi kali ini, ia malah diminta langsung ke ruangan tertinggi di Dirgantara Corp."Silakan masuk, Nona Eriska," ucap seorang pria dengan senyum profesionalnya.Eriska menelan ludah. Apa pun yang terjadi, ia harus tetap tenang."Santai saja. Yang penting dapat kerja, bisa bantu Bang Edo dan bayar hutang-hutang dekor pernikahan sialan itu."Dengan menarik napas dalam, ia membuka pintu dan melangkah masuk.Namun, seketika langkahnya membeku.Ruangan itu begitu luas, jauh lebih besar dari yang ia bayangkan. Langit-langitnya tinggi dengan lampu gantung kristal yang berkilauan. Dinding kaca b

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Cafe

    Cangkir-cangkir kopi berjejer rapi di etalase kaca sebuah kafe di tengah kota. Aroma biji kopi yang baru digiling memenuhi ruangan, berpadu dengan suara dentingan sendok dan tawa ringan dari para pelanggan yang menikmati obrolan santai mereka.Eriska duduk di sudut ruangan dekat jendela, menatap kosong ke luar sembari memainkan sendok di tangannya. Ia datang lebih awal dari yang dijanjikan, berharap bisa menenangkan pikirannya sebelum harus bercerita panjang lebar kepada Maya. Namun, semakin ia mencoba melupakan kejadian itu, semakin wajah pria asing itu muncul di kepalanya.Sial.Kenapa justru dia yang terus teringat? Seharusnya Eriska sudah melupakan malam itu. Seharusnya ia tidak peduli. Tapi otaknya berkhianat.Tak lama, suara langkah cepat mendekat. "Buset, panas banget di luar! Jakarta makin edan aja hawanya huft?"Maya, sahabatnya sejak kuliah, melemparkan diri ke kursi di depan Eriska. Ia melepas sunglasses dari wajahnya lalu menaruh ponselnya di atas meja. "Gue hampir aja nab

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Keputusan Yang Tepat

    Langit malam telah menggantung gelap ketika Askara Dirgantara memasuki gerbang rumah mewahnya. Lampu-lampu taman yang temaram menerangi jalan setapak menuju pintu utama, menciptakan bayangan panjang di atas marmer mahal yang mengilap. Ia melepas dasinya dengan satu tarikan malas, membiarkan napasnya keluar perlahan. Hari ini melelahkan, bukan karena pekerjaan, tetapi karena pikirannya terus terusik oleh sosok wanita yang tidak seharusnya ia pikirkan—Eriska.Begitu masuk ke dalam rumah, suara hak tinggi yang menghentak lantai marmer menyambutnya. Askara tidak langsung menoleh, tetapi ia tahu siapa pemilik suara itu.Kalina Trimadani—wanita yang telah menjadi istrinya selama dua tahun terakhir, seorang model terkenal dengan kecantikan yang selalu dipuja banyak orang. Namun bagi Askara, semua itu tidak lagi berarti. Hubungan mereka telah dingin, nyaris membeku sepenuhnya sejak setahun terakhir.Kalina berdiri di tengah ruang keluarga, mengenakan gaun satin merah yang membalut tubuhnya de

  • GAIRAH SANG TUAN MUDA   Salah Kamar

    Sinar matahari yang menyusup dari celah gorden tebal membuat kelopak mata Eriska bergerak sedikit. Kepalanya terasa berat, tenggorokannya kering, dan tubuhnya sedikit pegal. Perlahan, ia membuka matanya, dan seketika tubuhnya menegang.Kamar ini … bukan kamarnya. Interiornya terlalu mewah, nuansa hitam dan emas mendominasi, dan aroma khas maskulin menyeruak memenuhi ruang. Belum lagi ranjang king-size dengan sprei sutra yang kini melilit tubuh telanjangnya.Kesadarannya semakin pulih ketika pandangannya jatuh pada sosok pria yang berdiri di dekat jendela.Bukan sembarang pria.Pria itu mengenakan setelan jas hitam yang rapi, dasi yang sudah terpasang sempurna, serta jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. Posturnya tegap, tubuhnya kekar, dan wajahnya …Astaga.Eriska menahan napas. Ia benar-benar tampan. Rahang tegas, hidung bangir, bibir yang tampak dingin, serta sepasang mata hitam yang menatapnya seolah bisa menelanjangi jiwanya.Seolah memerhatikan gerak-geriknya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status