“Tuan.. tolong pertimbangkan kembali keputusan anda, saya.. saya tidak ingin di asingkan.” Anggela menahan kaki Arjuna, perempuan itu mengemis di bawah kaki tuannya yang sama sekali tidak tertarik mendengarkannya, “Tuan.. tolong.. demi saya, demi semua malam yang sudah kita bagi.. tolong pertimbangkan kembali keputusan anda.”
Arjuna menghentikan langkah, dengan wajah datar lelaki itu menunduk mencengkram dagu Anggela dengan kasar.
“Malam-malam yang pernah kita bagi?” Arjuna tersenyum miring, “Sayang sekali Anggela, saya sama sekali tidak memiliki ingatan tentang itu.”
“Anda menikmatinya.” Sela Anggela cepat, “Anda sendiri yang mengatakannya, saya.. saya adalah koleksi ke sayangan anda selama beberapa bulan ini.”
“Kamu sepertinya salah sangka.” Arjuna mengusap jarinya, seolah ia baru saja menyentuh sesuatu yang kotor sebelumnya, “Enggak pernah sekalipun saya menikmati malam bersama kamu, jadi jangan terlalu tinggi hati.”
“Tu..tuan… tuan..” Angg
“Sampai kapan kita akan di asingkan di tempat ini?” perempuan berambut ikal berkata dengan suara bergetar, “Aku ingin kembali ke mansion dan tinggal dengan tenang di paviliun kanan.” Perempuan itu menatap sekitarnya dengan mata berkaca-kaca, “bukannya terjebak di tempat terpencil seperti ini, tuan Arjuna bahkan tidak mengizinkan kita ke luar rumah.”Perempuan berkulit pucat menatap menu sarapannya tanpa selera, “Aku masih kenyang, kalian sarapan aja duluan.” Perempuan itu kemudian bangkit, kembali ke kamarnya sembari menutup bibirnya yang bergetar.“Kalian terlalu berlebihan, anggap saja kita sedang liburan.”“Cih, kamu bahkan sama sekali tidak merasa bersalah.”Anggela melirik dari ujung matanya, “Untuk apa, kita di sini karena keputusan yang kita buat bersama. Kamu enggak bisa mengkambing hitamkan aku.”“Dasar perempuan enggak tahu diri.” Perempuan ber
“Kamu curang!”Arjuna mengelus dada, cukup terkejut dengan jeritan Alisha yang menyambutnya.“Saya enggak curang, nona. Tapi anda yang memang payah di permainan ini.”Arjuna bisa mendengar suara kekehan Sebastian, merasa penasaran lelaki itu mempercepat langkah kakinya untuk melihat apa yang membuat ke dua orang itu berdebat dengan seru.“Enggak mungkin, kamu selalu mendapat enam angka dadu.” Alisha merengut. “Saya enggak mau main lagi.”Arjuna menggelengkan kepala melihat tingkah kekanakan Alisha.“Ada apa, kenapa kalian ribut sekali?” Ruben yang menyusul ikut penasaran, “Ada apa ini, kenapa nona kita ini merajuk, hm?”Alisha langsung mengadu, “Sebastian curang, dari sore kami sudah memainkan permainan yang sama dan dia selalu memenangkan permainan.”Ruben melirik permainan ular tangga di tengah ranjang, lelaki itu tidak bisa menahan tawanya. A
Alisha mengerjap, perempuan itu membuka matanya dan menyadari bahwa ia masih berada di kamar perawatannya. Tidak ada lagi kamar hangatnya di rumah lama, tidak ada juga pelukan ibuknya yang menenangkan.“Ibuk..” bisik perempuan itu dengan sendu.“Kamu sudah bangun?”Alisha jelas terkejut, seingatnya ia di tinggalkan sendirian di kamar perawatannya tapi kenapa Arjuna ada di sini.“Kamu mau tirainya di buka?”Alisha kebingungan, ia sama sekali tidak mengerti dengan situasi yang sedang di alaminya.“Kenapa.. tuan Arjuna ada di sini?”“Kamu yang tidak membiarkan saya pergi.” ucap Arjuna sembari mengangkat tangannya yang masih berada di dalam genggaman Alisha.Wajah alisha memerah, perempuan itu menyentak tangan Arjuna begitu saja kemudian menggerutu sembali memalingkan wajah.“Sa.. saya enggak sadar, lagian kenapa juga tuan Arjuna bisa ada di ruang perawatan sa
Sejak dulu, hubungannya dengan Galahan Erlang memang bukan seperti hubungan antara ayah dan anak pada umumnya. Galahan tidak pernah menatap Alisha dengan tatap penuh sayang sebagaimana ayah temannya menatap putri mereka, Galahan juga tidak pernah benar-benar ada. Lelaki itu hanya akan mengunjungi rumah sederhana yang ia dan ibunya tinggali selama dua atau tiga kali setiap bulannya.Alisha pikir hal itu terjadi karena ayahnya memang berhati dingin, ibuknya selalu menjelaskan bahwa Galahan terlalu lelah bekerja, karena itu Galahan tidak sempat menemani Alisha barmain atau sekedar mengelus kepalanya penuh sayang sebagaimana perlakuan seorang ayah kepada putrinya.Pemikiran itu berubah, ketika di suatu pagi rumah sederhana mereka kedatangan tamu. Alisha yang memang sudah sangat menunggu kedatangan Galahan langsung berlari begitu mendengar suara mesin kendaraan, ia yakin sekali itu adalah ayahnya.“Bapak!” senyum Alisha luntur karena alih-alih menemukan G
“Anda benar-benar sangat cantik nona.” Alisha menatap pantulan wajahnya di cermin, pelayan itu tidak berbohong. Alisha memang merasa keadaannya jauh lebih baik di banding ketika pertama kali menginjakan kaki di mansion Arjuna. “Saya permisi nona, sebentar lagi Sebastian mungkin akan datang menjemput anda.” Alisha mengangguk, setelah pelayannya pergi perempuan itu kembali menatap pantulan wajahnya di cermin. Di tatapnya sosok perempuan yang balas menatapnya dengan raut wajah dingin. “Kamu siapa..?” bisik Alisha dengan lirih, Baginya pantulan bayangan yang di lihatnya bukanlah dirinya. Alisha yang ibunya lahirkan adalah seorang perempuan yang riang dan selalu tersenyum, bukan perempuan dengan pandangan kosong yang selalu berpura-pura bahagia. “Kamu sudah siap?” Alisha mengerjap, bukan Sebastian yang menyusulnya melainkan Arjuna. “Kita berangkat sekarang kalau kamu sudah siap.” Ucap lelaki itu lagi. Alisha kembali
Sejauh yang Regina ingat, pernikahan ke dua orang tuanya memang sedikit berbeda. Regina tidak pernah melihat ayahnya berbisik mesra di telinga ibunya seperti yang biasa di lakukan pasangan lain, Galahan Erlang juga sangat jarang berada di rumah. Lelaki itu seolah memiliki dunianya sendiri, dunia di mana tidak ada ia dan Raina di dalamnya.Regina ingat ketika Alisha pertama kali di bawa masuk ke mansion Galahan Erlang, anak kecil berambut ikal itu berada di dalam gendongan Galahan. Sesuatu yang membuat Regina benar-benar merasa iri, terlebih lagi Galahan benar-benar melakukan persiapan besar-besaran untuk menyambut Alisha.“Ibuk, Alisha mau perkedel dagingnya.” Alisha berbisik malu-malu.“Sebentar, ibuk ambilkan.”“Ada makanan lain yang kamu mau Al? bapak bisa minta koki untuk menyiapkannya untuk kamu.”Alisha menggeleng, “Ibuk, abis makan mau main di sana boleh?”Alisha jelas merasa kikuk denga
“Karma bisa datang kapan saja Juna, kamu yakin sanggup menanggung karma yang harus di tanggung Alisha karena kelakuan ibunya?” Arjuna mengulum senyum, lelaki itu menyimpan ponselnya terlebih dahulu sebelum menanggapi Raina yang sejak tadi tidak bisa berhenti mengutuk Aliya dan juga Alisha dengan mengatas namakan karma. “Saya sama sekali tidak mengerti dengan apa yang anda bicarakan.” Arjuna menyesap cangkir tehnya pelan, “Tapi kalau memang anda sekhawatir itu, saya akan bilang kalau saya sama sekali enggak keberatan.” Arjuna terkekeh, senang sekali melihat ekspresi kaku lawan bicaranya. “Saya siap menanggung apapun itu, selama Alisha menjadi milik saya.” tegas lelaki itu lagi, “Jadi anda tidak perlu khawatir.” “Saya tahu kamu lelaki yang seperti apa Juna, kamu tidak akan pernah bisa bertahan dengan satu perempuan.” Raina berucap dengan hati-hati, “Mungkin kamu perlu mencoba perempuan lain, dengan begitu kamu bisa mempertimbangkan keputusan kam
Alisha melangkah pelan, sebisa mungkin berhati-hati ketika menggeledah ruang kerja Galahan yang cukup rapih. Entah sudah berapa lama ia berkeliling, tapi belum juga ia temukan hal-hal yang sanggup membuktikan kejahatan seorang Galahan Erlang. “Hanya ada laporan biasa.” Desah perempuan itu sembari mengistirahatkan diri di kursi kerja ayahnya, fokus Alisha sedikit teralihkan ketika menyadari potret wajah siapa yang ada di dalam bingkai kecil di dekat tumpukan map hitam. Itu adalah potret Aliya yang sedang tersenyum lebar sembari menatap kamera, wajahnya kuyu. Perempuan itu jelas kelelahan, tapi senyumnya secerah mentari. Alisha melihat ibunya memeluk seorang bayi yang di lingkupi selimut merah muda yang lembut, di sampingnya Galahan tersenyum tidak kalah lebar sembari mengusap wajah sang bayi penuh sayang. “Apa-apaan..” bisiknya dengan bibir bergetar, “Kenapa Kalian enggak pernah sebahagia ini sebelumnya.” Alisha berusaha menyadarkan diri, ia tidak bole