“Anda benar-benar sangat cantik nona.”
Alisha menatap pantulan wajahnya di cermin, pelayan itu tidak berbohong. Alisha memang merasa keadaannya jauh lebih baik di banding ketika pertama kali menginjakan kaki di mansion Arjuna.
“Saya permisi nona, sebentar lagi Sebastian mungkin akan datang menjemput anda.”
Alisha mengangguk, setelah pelayannya pergi perempuan itu kembali menatap pantulan wajahnya di cermin. Di tatapnya sosok perempuan yang balas menatapnya dengan raut wajah dingin.
“Kamu siapa..?” bisik Alisha dengan lirih,
Baginya pantulan bayangan yang di lihatnya bukanlah dirinya. Alisha yang ibunya lahirkan adalah seorang perempuan yang riang dan selalu tersenyum, bukan perempuan dengan pandangan kosong yang selalu berpura-pura bahagia.
“Kamu sudah siap?”
Alisha mengerjap, bukan Sebastian yang menyusulnya melainkan Arjuna.
“Kita berangkat sekarang kalau kamu sudah siap.” Ucap lelaki itu lagi.
Alisha kembali
Sejauh yang Regina ingat, pernikahan ke dua orang tuanya memang sedikit berbeda. Regina tidak pernah melihat ayahnya berbisik mesra di telinga ibunya seperti yang biasa di lakukan pasangan lain, Galahan Erlang juga sangat jarang berada di rumah. Lelaki itu seolah memiliki dunianya sendiri, dunia di mana tidak ada ia dan Raina di dalamnya.Regina ingat ketika Alisha pertama kali di bawa masuk ke mansion Galahan Erlang, anak kecil berambut ikal itu berada di dalam gendongan Galahan. Sesuatu yang membuat Regina benar-benar merasa iri, terlebih lagi Galahan benar-benar melakukan persiapan besar-besaran untuk menyambut Alisha.“Ibuk, Alisha mau perkedel dagingnya.” Alisha berbisik malu-malu.“Sebentar, ibuk ambilkan.”“Ada makanan lain yang kamu mau Al? bapak bisa minta koki untuk menyiapkannya untuk kamu.”Alisha menggeleng, “Ibuk, abis makan mau main di sana boleh?”Alisha jelas merasa kikuk denga
“Karma bisa datang kapan saja Juna, kamu yakin sanggup menanggung karma yang harus di tanggung Alisha karena kelakuan ibunya?” Arjuna mengulum senyum, lelaki itu menyimpan ponselnya terlebih dahulu sebelum menanggapi Raina yang sejak tadi tidak bisa berhenti mengutuk Aliya dan juga Alisha dengan mengatas namakan karma. “Saya sama sekali tidak mengerti dengan apa yang anda bicarakan.” Arjuna menyesap cangkir tehnya pelan, “Tapi kalau memang anda sekhawatir itu, saya akan bilang kalau saya sama sekali enggak keberatan.” Arjuna terkekeh, senang sekali melihat ekspresi kaku lawan bicaranya. “Saya siap menanggung apapun itu, selama Alisha menjadi milik saya.” tegas lelaki itu lagi, “Jadi anda tidak perlu khawatir.” “Saya tahu kamu lelaki yang seperti apa Juna, kamu tidak akan pernah bisa bertahan dengan satu perempuan.” Raina berucap dengan hati-hati, “Mungkin kamu perlu mencoba perempuan lain, dengan begitu kamu bisa mempertimbangkan keputusan kam
Alisha melangkah pelan, sebisa mungkin berhati-hati ketika menggeledah ruang kerja Galahan yang cukup rapih. Entah sudah berapa lama ia berkeliling, tapi belum juga ia temukan hal-hal yang sanggup membuktikan kejahatan seorang Galahan Erlang. “Hanya ada laporan biasa.” Desah perempuan itu sembari mengistirahatkan diri di kursi kerja ayahnya, fokus Alisha sedikit teralihkan ketika menyadari potret wajah siapa yang ada di dalam bingkai kecil di dekat tumpukan map hitam. Itu adalah potret Aliya yang sedang tersenyum lebar sembari menatap kamera, wajahnya kuyu. Perempuan itu jelas kelelahan, tapi senyumnya secerah mentari. Alisha melihat ibunya memeluk seorang bayi yang di lingkupi selimut merah muda yang lembut, di sampingnya Galahan tersenyum tidak kalah lebar sembari mengusap wajah sang bayi penuh sayang. “Apa-apaan..” bisiknya dengan bibir bergetar, “Kenapa Kalian enggak pernah sebahagia ini sebelumnya.” Alisha berusaha menyadarkan diri, ia tidak bole
Alisha kembali mengelilingi ruang kerja Galahan Erlang setelah cukup mampu mengendalikan diri, perempuan itu menyimpan kembali foto-foto yang ia temukan ke dalam laci sebelum beralih memeriksa rak buku. “Ayolah, dimana bapak menyembunyikan bukti kejahatannya. Berkas sepenting itu, pasti enggak akan di taruh di sembarang tempat.” Gumam Alisha sembari terus menyusuri rak buku dengan tangannya. Alisha tiba-tiba menghentikan langkah, ada sesuatu yang aneh dengan rak buku yang baru saja di sentuhnya. Perempuan itu mencoba mengamati lebih detail dan menemukan salah satu buku di rak tersebut bukan buku sungguhan melainkan sebuah replika. “Setiap rahasia pasti di simpan di sudut tergelap.” Gumam perempuan itu sembari menarik kotak kayu yang berbentuk seperti buku tersebut. “Aku menemukanya buk..” bisik Alisha lirih ketika rak buku di bagian atas bergeser kekiri dan menunjukan sudut rahasia yang tidak akan mudah di temukan oleh orang lain. Tangan Alisha terulu
“Saya permisi nona.” Alisha mengangguk, membiarkan pelayan yang baru saja selesai merapikan rambutnya pergi. setelahnya, Alisha kembali termenung. Pikirannya penuh dengan Galahan dan kumpulan foto dengan tulisan manis di baliknya. “Fokus Alisha, jangan biarkan hal kecil seperti itu menghancurkan tekad kamu. Kematian ibuk harus di balaskan.” Bisiknya kepada diri sendiri. ‘Kriet’ Alisha kembali membuka mata begitu pintu kamarnya kembali terbuka, ah lebih tepatnya pintu kamar Arjuna. Lelaki itu masih belum mengizinkan Alisha kembali ke paviliun kanan, semenjak insiden yang nyaris membahayakan nyawanya waktu itu. “Kamu berkasil menemukan sesuatu?” Arjuna duduk sembari melipat salah satu kakinya di sofa, “Katakan Alisha, apa kamu menemukan sesuatu?” Alisha mengangguk, “Ada brangkas teresembunyi di balik rak buku.” “Kamu berhasil membukanya?” Alisha menggeleng, “Saya.. melihat kehadiran Galahan dari monitor cctv di ruan
Alisha mengerjap, Arjuna tiba-tiba saja mengecupi wajahnya dengan cepat.“Tuan, geli!” Alisha berusaha menahan wajah lelaki itu meski percuma, alih-alih menyingkir Arjuna justru memutar tubuhnya sehingga Alisha telentang di atas sofa, “Astaga tuan, saya bisa jatuh!”Arjuna terkekeh, ternyata ia merindukan kecerewetan Alisha setelah seharian ini mengabaikan perempuan tersebut.“Kita akan menghancurkan keluarga Erlang, Al. Keluarga itu akan membayar dosa-dosa mereka selama ini.” ucap Arjuna sungguh-sungguh.Alisha yang mendengar itu sedikit merasa terharu, perempuan itu tidak tanpa sadar mengulurkan tangan dan mulai menelusuri wajah Arjuna. Alisha merasa kagum menyadari betapa tegas rahang lelaki tersebut, belum lagi hidungnya yang mancung, mata yang besar dan tajam, terakhir Alisha berlama-lama membelai bibir Arjuna yang tipis kehitaman, lelaki itu pasti pecandu rokok.“Ternyata tuan Arjuna tampan juga.&rdqu
“Kode Aksesnya..” Arjuna berusaha mengingat sebaris angka yang di beritahukan AlishaPerempuan itu bilang Galahan menggunakan tanggal dan tahun pernikahannya dengan Aliya sebagai kode akses untuk memasuki ruang kerjanya. Alisha sendiri saat itu tidak sengaja melihat Galahan menekan angka tersebut ketika di undang memasuki ruang kerja ayahnya untuk pertama kali.‘klik’Arjuna menyeringai karena pintu jati tersebut benar-benar terbuka, “Nah, sekarang mari kita lihat, di mana replika buku yang di maksud Alisha.” Arjuna mengusap ke dua tanggannya dengan tidak sabaran, sejauh ini rencananya berjalan dengan lancar. Titik kamera keamanan yang di beritahukan oleh Alisha benar-benar tepat sasaran, perempuan itu bahkan ingat jadwal patroli para penjaga sehingga Arjuna bisa dengan mudah menghindari mereka.“Ah, jadi ini foto yang di lihat Alisha.” Arjuna mengambil bingkai kecil di dekat tumpukan berkas, “Yah, har
Alisha termenung di dalam kamarnya, perempuan itu mengerjap sebelum memukul dadanya yang sesak. Ia jelas terkejut dengan sikap Arjuna barusan, lelaki itu benar-benar terasa dingin dan tiba-tiba saja terasa jauh, tidak dapat di sentuh.“Tuan Arjuna mungkin lelah.” Alisha mencoba menyemangati diri, meski sejujurnya ia juga tidak mengerti kenapa harus merasa sekecewa ini, “Atau mungkin misinya tidak berjalan sesuai rencana, tuan Arjuna pasti kesal karena itu butuh waktu untuk sendiri.”Alisha menarik napas, sebisa mungkin menahan perasaan sedihnya dan berusaha memaklumi sikap Arjuna.“Nona..”Alisha menoleh, seorang pelayan datang sembari mendorong troli makanan.“Sebastian bilang, anda boleh makan setangkup roti mentega dulu sebelum beristirahat.”Alisha menggelengkan kepala, “Saya enggak lapar.”“Anda harus makan, Sebastian bilang anda tidak menghabiskan menu makan malam
Warung dagangan Alisha tampak ramai, Ruben berdiri sembari berkacak pinggang. Memperhatikan satu persatu pelanggan yang datang.“Mas, ini uangnya.”“Ah, iya. Berapa total belanjaannya, Bu?”“Lima puluh ribu.”Ruben mengabaikan tawa perempuan paruh baya di hadapannya dan fokus menghitung uang kembalian.“Mas, pacarnya Mbak Alisha?”Ruben mengulas senyum dan membiarkan para pelanggan Alisha berpikir sesuka mereka. Bagi Ruben, lebih baik di kenal sebagai kekasih Alisha dibandingkan harus menerima banyak tawaran tidak masuk akal para pelanggan Alisha yang terlihat sangat semangat menjodohkannya dengan salah satu putri mereka.“Ini Mas, tolong kembaliannya.”Ruben memperhatikan lelaki yang terlihat aneh di matanya, pelanggan Alisha yang satu ini mengenakan topi dan juga jaket kulit di tengah hari yang panas.“Mas,” panggil lelaki itu lagi. “Kembalia
Ruben tertawa senang karena berhasil menjahili Alisha, tetapi raut kesenangan di wajah Ruben menghilang begitu melihat wajah Alisha yang benar-benar seputih kapas.”Astaga, ada apa?””Ada apa?!” Alisha mengepalkan tangannya dengan erat, dengan emosi yang tidak lagi dapat perempuan itu tahan, Alisha menghujani Ruben dengan banyak pukulan. ”Aku kira aku akan mati hari ini!””Oh ayolah, jangan berlebihan.” Ruben mengunci leher Alisha dengan lengannya kemudian memaksa perempuan itu berjalan bersamanya. ”Ayo aku antar kamu pulang.”“Enggak perlu! Aku bisa pulang sendiri.””Serius, Al? Kamu merajuk?” Ruben mengikuti Alisha dengan seringai yang menyebalkan, bagi lelaki itu Alisha memang hiburan yang menarik di sela-sela kesibukannya bekerja. ”Kamu merajuk?””Enggak!”“Benar kamu merajuk.” Ruben menganggukkan kepala seolah i
Galahan tidak bisa diam saja, Brama pasti sudah bergerak dan membuat rencana di luar sana. Ia juga harus melakukan hal yang sama, membangun kekuatannya meski dibatasi dinding penjara. Tekadnya membuat lelaki itu dapat beradaptasi dengan kehidupan penjara yang keras, Galahan memiliki kelompoknya sendiri sekarang.“Ini, aku berhasil mendapatkannya.”Galahan menepuk-nepuk kepala pesuruhnya dengan bangga, entah bagaimana Galahan merasa jika beberapa penjaga mengawasinya. Hal itu membuat lelaki itu lebih berhati-hati dalam bergerak dan mau tidak mau memanfaatkan anggota kelompoknya untuk meraih apa yang ia mau.“Ambillah.” Galahan melempar tiga puntung rokok yang langsung menjadi rebutan, lelaki itu tidak peduli. Galahan memilih beranjak ke sudut ruangan dan menekan sebaris nomor pada ponsel yang berhasil bawahannya pinjam. “Ayolah, kenapa mereka sulit sekali mengangkat telepon dari orang asing!” geramnya karena lagi-lagi Ruben men
Brama memperhatikan penampilannya terbarunya dengan perasaan bangga, lelaki paruh baya itu baru saja memangkas rambutnya menjadi lebih rapi. Brama juga bercukur dengan bersih hari ini, ia juga mengenakan setelan rumahan yang nyaman.”Aku benar-benar merindukan kehidupan ini.””Ini memang kehidupan yang seharusnya Pak Brama miliki.” Yuda datang dengan sekantung belanjaan di tangannya. “Bersiaplah, Nona Anggela mungkin sebentar lagi akan tiba.”“Apa tidak masalah jika aku hanya berpakaian seadanya seperti ini?”Yuda memperhatikan pakaian Brama kemudian mengangguk. ”Ini bukan pertemuan bisnis, santai saja.” Lelaki itu kemudian sibuk dengan berbagai macam bahan masakan dan menatanya di atas meja. ”Anda bisa mengambil wine di gudang, Nona Anggela sangat menyukainya.””Oh, tentu. Biar aku ambilkan.”Begitu kembali, Brama melihat sosok Anggela duduk dengan nyaman di
Sebastian menyambut Ruben dengan langkah memburu, kepala pelayan itu memang menghubungi Ruben begitu menemukan Arjuna terkapar di ruang kerjanya di antara belasan botol wine.“Tuan Arjuna ada di kamarnya.”Ruben mengangguk, tanpa kata lelaki itu membuka pintu lebar yang cukup sering ia masuki. Ruben mendengus, melihat Arjuna dengan wajah pucatnya di kelilingi oleh Anggela dan Regina yang hanya mengenakan pakaian tidur tipis dan kekurangan bahan.”Pergi! aku harus memeriksanya,” usir Ruben tanpa takut.”Kami hanya khawatir, Tuan Arjuna tiba-tiba saja menghilang dan di temukan pingsan di ruang kerja. Padahal sebelumnya kami sedang bersenang-senang.” Regina mengusap dada Arjuna dengan pelan. “Aku enggak mau pergi sebelum memastikan Tuan Arjuna baik-baik saja.”Ruben mendengus. “Jangan khawatir, ini hanya masalah usia.”“Ya!” protes Arjuna tidak terima. ”Pergilah, aku
Sebastian berdiri diam, kepala pelayan itu sama sekali tidak dapat melakukan apa pun saat ini. Arjuna sedang gelap mata, lelaki itu sejak tadi tidak bisa berhenti meneguk winenya sembari berkeliling menghampiri para koleganya. Bukan untuk membicarakan pekerjaan, malainkan memamerkan mainan barunya.”Benar-benar luar biasa, Pak Arjuna. Anda bahkan bisa mendapatkan Regina.”Arjuna memberikan senyum kecil, lelaki berperut buncit di hadapannya ini sama sekali tidak menutupi kekagumannya pada Regina yang memang terlihat menawan dengan gaun malamnya.“Anda harus menghubungi saja jika ingin mengirim Regina ke area pelelangan.”Arjuna terlihat berpikir. ”Entah lah, Pak Rudi. Sepertinya kali ini Anda harus menunggu cukup lama karena aku ternyata merasa sangat puas dengan apa yang sanggup Regina berikan kepadaku.” Arjuna mendekatkan wajah ke telinga koleganya yang sudah berusia tujuh puluh tahun lebih. ”Saya takut Anda tida
Brama tidak bisa berhenti tersenyum, lelaki itu senang karena hari yang sudah lama ditunggunya akhirnya tiba. Galahan yang melihat tingkah teman satu selnya mengerutkan kening keheranan, di dalam hatinya Galahan mencoba menebak-nebak apa gerangan yang membuat Brama kelihatan senang. Lelaki tua itu bahkan sedari pagi sudah berdandan, mencukur kumis, janggut dan bahkan merapikan rambutnya.”Kamu pasti akan merindukanku kawan, tetapi jangan khawatir. Aku akan sering datang mengunjungimu, aku juga akan menjenguk Alisha dan melaporkan keadaan anak perempuan kesayanganmu itu.” Brama tertawa keras, lelaki bahkan sampai terbatuk. ”Aku tidak akan melupakanmu kawan, aku berharap kamu juga sama. Ingat aku sebagai mimpi buruk yang akan terus menghantui hidup putrimu.”Galahan tidak tahan lagi, lelaki itu menarik kerah pakaian Brama dengan kasar. ”Tutup mulutmu tua bangka! Aku sedang tidak ingin mendengar mulut besarmu itu berbicara.”&rdq
“Hey ada apa?”Raina mengulas senyum tipis, perempuan itu mengusap rahang kekasih barunya. Seorang mahasiswa yang kekurangan uang, Raina benar-benar menghamburkan sisa-sisa harta kekayaannya untuk bersenang-senang.“Biasalah, anak manja itu sedang berulah.”“Jangan cemberut begitu.”Raina tertawa geli karena kekasihnya menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Kita kan mau bersenang-senang.”Raina mengangguk. “Mana barangnya?”Si lelaki menyeringai, ia mengeluarkan bubuk berwarna putih yang dibungkus plastik obat. Raina menunggu kekasihnya menyiapkan segalanya, perempuan itu tetap diam dan pasrah ketika lelaki itu mulai menyuntikan benda terlarang itu ke dalam tubuhnya.Raina merasa tubuhnya melayang, perempuan itu merasa senang sebelum tubuhnya mengejang dan ia menutup mata untuk selamanya.***Regina menatap gundukan tanah basah di hadapannya dengan tatapan data
Arjuna merasa suntuk, belakangan ini lelaki itu lumayan banyak pikiran. Karena itu, hari ini ia merasa membutuhkan sedikit hiburan. Arjuna berjalan menuju lemari wine dan mengambil satu botol anggur langka hadiah dari salah satu kolega yang senang dengan hasil pelelangan terakhir.“Anda terlihat lelah,” Anggela memijat bahu Arjuna dari belakang. “Apa aku perlu menyiapkan air hangat untuk berendam?”Arjuna meremas tangan Anggela di pundaknya, lewat gerak mata lelaki itu meminta perempuan itu untuk duduk di pangkuannya.“Kamu ingin berendam?” Arjuna bertanya lirih.“Jika tuan menginginkannya.”Arjuna berpikir sebentar, kemudian menggeleng. Perasaannya masih kacau, ia sedang tidak ingin melakukan apa pun selain menghabiskan koleksi wine mahalnya di lemari.“Aku mendengar cerita yang menarik selama di rumah pengasingan.”“Oh ya?” Arjuna menyesap wine