Oliver berjalan meninggalkan ruang keluarga. Ia tidak ingin mendengar apa pun perkataan yang keluar dari mulut Tuan James. Meski terlihat kurang sopan, dia berusaha tidak melawan di hadapan ayahnya.Sesampainya di kamar, laki-laki itu memeriksa suhu tubuh Vier. Ia takut kalau putranya akan mengalami demam tinggi. Oliver menempelkan punggung telapak tangannya di kening Vier. Laki-laki itu tampak tersenyum lega.“Vier, tidurlah yang nyenyak karena Ayah akan selalu berada di sisimu!” bisik Oliver dengan tatapan lekat.Setelah berbicara, laki-laki itu tampak terkejut ketika melihat pintu kamarnya terbuka lebar. Di sana muncul seorang laki-laki yang sangat dikenalnya.“Oliver, apa dia baik-baik saja?” tanya Tuan James dengan penuh perhatian.“Y-ya, Vier baik-baik saja. Sepertinya dia sangat menikmati kebersamaan kami,” jawab Oliver dengan penuh kecanggungan. Ia bahkan terlihat sangat canggung di hadapan ayahnya.“Oliver, maafkan Ayah yang sudah bersikap keterlaluan kepada kalian. Saya tah
Tiba-tiba senyum Vier mengingatkan dirinya kepada seseorang yang kini entah berada di mana. Apa mungkin Vier ada kaitannya dengan putrinya?“Sayang, ayo kita makan. Kenapa kamu terus melamun?” ucap Alia ketika ia melihat suaminya yang masih terdiam dengan tatapan kosong.“M-maaf, aku benar-benar terpana dengan ketampanan cucuku. Aku sungguh merasa bahagia melihatnya hadir di keluarga kita. Kalau boleh tahu, siapa nama ibumu?” tanya Tuan James dengan tatapan penuh harap.“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” Oliver tampak tersedak mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Tuan James. Ia tidak menyangka kalau laki-laki itu akan bertanya hal yang sangat sensitif baginya.“Oliver, apa kamu baik-baik saja?” Alia menyodorkan segelas air kepada putranya. Ia tampak cemas melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Oliver.“A-aku baik-baik saja, Bu!” jawab Oliver dengan nada gugup. Ia segera meminum segelas air putih yang diberikan oleh Alia.“Oliver, sebaiknya kamu hati-hati ketika sedang makan. Jangan membawa mas
“Terima kasih, kamu memang cucu terbaikku!” ucap Tuan James sambil mengacak puncak kepala Vier. Laki-laki itu tersenyum melihat sikap yang ditunjukkan oleh cucunya. Entah kenapa, dirinya merasa sangat dekat dengan Vier dan seolah telah mengenal lama sosok cucunya. Ia bahkan sangat yakin kalau dirinya pernah berjumpa dengan Vier sebelumnya.“Vier, apa kita pernah berjumpa sebelumnya? Opa merasa kita pernah bertemu meski entah di mana. Apa kamu masih ingat?” tanya Tuan James dengan tatapan yang begitu lekat.“Tidak, aku tidak ingat kalau kita pernah bertemu. Mungkin itu hanya perasaan Opa saja,” jawab Vier dengan senyum di wajahnya. Anak itu bahkan tampak merasa nyaman ketika berada di tengah keluarga Bodgan.“Ya, mungkin kamu benar. Bagaimana kalau nanti kita pergi berenang, apa kamu mau?” tanya Tuan James kepada cucunya.“Apa Oma ikut bersama kita?” Vier berharap kalau Nyonya Alia akan ikut bersamanya.“Tidak, Oma masih harus banyak beristirahat. Jadi, kita akan pergi berdua saja.” Tu
“K-kamu?” ucap Oliver dengan tatapan tidak percaya.“Ya, memangnya kenapa? Apa kamu terkejut dengan kedatanganku?” ucap laki-laki itu dengan tatapan yang begitu tajam. Ia bahkan terlihat menyimpan amarah di balik tatapannya.“Ada apa kamu datang ke kantorku? Apa kamu ingin membicarakan sesuatu?” Oliver bertanya dengan nada setenang mungkin. Ia tidak ingin terpancing dengan sikap yang ditunjukkan oleh Zack.“Kamu masih bertanya seperti itu kepadaku? Sekarang, di mana Sonya dan anak-anak? Kenapa kamu tidak dapat menjaga mereka dengan baik?” Zack terlihat emosi ketika berhadapan dengan Oliver. Laki-laki itu bahkan terlihat sangat marah saat menatap wajah sang pengacara yang terlihat seolah baik-baik saja.“Zack, aku bisa menjelaskan semuanya. Sonya dan anak-anakku baik-baik saja. Jadi, kamu tidak usah mengkhawatirkan mereka.” Oliver berbicara dengan nada serius. Ia berusaha menenangkan Zack yang tengah murka di hadapannya.“Oliver, jangan kira aku tidak tahu kelakukan busukmu. Kamu bahk
“Anak manis, apa kamu tidak apa-apa?” ucap seorang wanita yang tidak sengaja menabrak Vier. Ia bahkan terlihat panik melihat Vier yang jatuh terduduk di lantai.Vier hanya menggeleng dan berusaha bangkit. Anak itu bahkan berusaha terlihat baik-baik saja di hadapan sang wanita.“Maafkan aku, aku kebetulan sedang terburu-buru sehingga tidak sengaja menabrakmu. Apa kamu tidak apa-apa?” wanita itu kembali menatap lekat wajah Vier dan menunjukkan rasa khawatir di wajahnya.“Tidak Nyonya, aku baik-baik saja.” Vier menjawab pertanyaan wanita itu dengan senyum yang terbit di wajahnya.“Kamu datang ke sini dengan siapa? Apa kamu datang bersama orang tuamu?” wanita itu kembali mengedarkan pandangannya mencari sosok yang sekiranya menemani Vier di sana.“Aku datang bersama Opa,” jawab Vier dengan nada polos.“Opa? Di mana Opamu? Kenapa dia ceroboh sekali? Apa dia tidak takut kalau cucunya akan dicelakai atau dibawa lari oleh orang jahat?” wanita itu tampak kesal ketika tidak menemukan siapa pun
“Vier, kalau Oma boleh tahu, di mana ibumu?” tanya Dayana dengan tatapan penuh kelembutan. Wanita itu bahkan merasa sangat penasaran dengan keberadaan orang tua Xavier.Vier tampak terdiam untuk beberapa saat. Wajahnya tertunduk dalam seakan tengah menahan kerinduan yang begitu besar kepada ibu kandungnya. Ia bahkan terlihat menahan air matanya ketika berada di hadapan Dayana.“Sekarang bunda sedang berada jauh dariku. Semoga suatu saat, aku dapat bertemu lagi dengannya.” Vier berbicara dengan nada yang begitu lirih. Ia bahkan mengungkapkan rasa rindunya kepada Sonya di hadapan Nyonya Dayana.“Vier, aku turut prihatin dengan apa yang sudah menimpamu. Semoga saja, kalian lekas bertemu dan berkumpul seperti keluarga pada umumnya. Oma yakin, ibumu pasti orang baik dan dia sangat mencintaimu,” ucap Nyonya Dayana dengan penuh kelembutan. Wanita itu memeluk erat tubuh Vier dan mengusap lembut punggung anak itu.“Terima kasih, Oma. Setelah aku bertemu dengan bunda, aku akan memperkenalkannya
“Tuan, Vier sedang pergi ke restoran bersama Tuan James. Mereka juga bersama seorang wanita di sana,” ucap laki-laki itu dengan nada serius. Ia sesekali memfokuskan penglihatannya kepada Vier yang tengah berdiri dan berbincang dengan Nyonya Dayana.“Bersama seorang wanita? Siapa dia? Apa kamu mengenalnya?” Oliver bertanya dengan penuh rasa penasaran. Ia memang sengaja meminta orang kepercayaannya untuk mengawasi Vier selama tidak bersama dengannya.“Tidak, Tuan. Tapi, wanita itu usianya sepertinya sama dengan Nyonya Alia. Dia tampak begitu akrab dengan putra Anda,” ucap laki-laki itu dengan nada serius.“Baiklah, kamu pastikan saja kalau Vier dan ayahku baik-baik saja dan ingat, kamu harus terus mengawasi mereka. Jangan sampai terjadi apa-apa dengan mereka!” Oliver berpesan kepada orang kepercayaannya untuk terus mengawasi Tuan James dan Vier. Ia tidak ingin terjadi apa-apa dengan keduanya.“Baik, Tuan. Saya akan terus memantau mereka. Saya pastikan mereka akan sampai di rumah dalam
“Tunggu, Sonya dan jangan pergi dariku!” ucap laki-laki itu dengan nada penuh permohonan.“Tuan Oliver,” lirih Sonya dengan netra membola. Ia tampak sangat terkejut ketika menyadari sosok yang tengah mencengkeram pergelangan tangannya. Wanita itu bahkan belum siap kalau harus berjumpa dengan laki-laki yang sengaja ia hindari.“Stt!” Oliver meletakkan jari telunjuknya di bibir. Ia meminta Sonya untuk tidak berteriak. Laki-laki itu takut kalau teriakan Sonya akan mengundang kecurigaan orang-orang kepercayaan Rafael.“A-anda mau apa? Apa Anda belum puas menyakiti kami?” ucap Sonya dengan tatapan nyalang. Ada kemarahan dan kekecewaan yang tergambar jelas di wajah cantiknya.“Sonya, apa maksudmu berbicara seperti itu? Apa kamu pikir aku bodoh sehingga tega menyakiti kalian?” Oliver tampak terkejut dengan reaksi yang ditunjukkan oleh Sonya. Ia bahkan terlihat kebingungan dengan sikap ibu dari anak-anaknya.“Tuan Oliver, jangan kira aku tidak tahu kalau Anda benar-benar berniat jahat kepadak