Tiba-tiba senyum Vier mengingatkan dirinya kepada seseorang yang kini entah berada di mana. Apa mungkin Vier ada kaitannya dengan putrinya?“Sayang, ayo kita makan. Kenapa kamu terus melamun?” ucap Alia ketika ia melihat suaminya yang masih terdiam dengan tatapan kosong.“M-maaf, aku benar-benar terpana dengan ketampanan cucuku. Aku sungguh merasa bahagia melihatnya hadir di keluarga kita. Kalau boleh tahu, siapa nama ibumu?” tanya Tuan James dengan tatapan penuh harap.“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” Oliver tampak tersedak mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Tuan James. Ia tidak menyangka kalau laki-laki itu akan bertanya hal yang sangat sensitif baginya.“Oliver, apa kamu baik-baik saja?” Alia menyodorkan segelas air kepada putranya. Ia tampak cemas melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Oliver.“A-aku baik-baik saja, Bu!” jawab Oliver dengan nada gugup. Ia segera meminum segelas air putih yang diberikan oleh Alia.“Oliver, sebaiknya kamu hati-hati ketika sedang makan. Jangan membawa mas
“Terima kasih, kamu memang cucu terbaikku!” ucap Tuan James sambil mengacak puncak kepala Vier. Laki-laki itu tersenyum melihat sikap yang ditunjukkan oleh cucunya. Entah kenapa, dirinya merasa sangat dekat dengan Vier dan seolah telah mengenal lama sosok cucunya. Ia bahkan sangat yakin kalau dirinya pernah berjumpa dengan Vier sebelumnya.“Vier, apa kita pernah berjumpa sebelumnya? Opa merasa kita pernah bertemu meski entah di mana. Apa kamu masih ingat?” tanya Tuan James dengan tatapan yang begitu lekat.“Tidak, aku tidak ingat kalau kita pernah bertemu. Mungkin itu hanya perasaan Opa saja,” jawab Vier dengan senyum di wajahnya. Anak itu bahkan tampak merasa nyaman ketika berada di tengah keluarga Bodgan.“Ya, mungkin kamu benar. Bagaimana kalau nanti kita pergi berenang, apa kamu mau?” tanya Tuan James kepada cucunya.“Apa Oma ikut bersama kita?” Vier berharap kalau Nyonya Alia akan ikut bersamanya.“Tidak, Oma masih harus banyak beristirahat. Jadi, kita akan pergi berdua saja.” Tu
“K-kamu?” ucap Oliver dengan tatapan tidak percaya.“Ya, memangnya kenapa? Apa kamu terkejut dengan kedatanganku?” ucap laki-laki itu dengan tatapan yang begitu tajam. Ia bahkan terlihat menyimpan amarah di balik tatapannya.“Ada apa kamu datang ke kantorku? Apa kamu ingin membicarakan sesuatu?” Oliver bertanya dengan nada setenang mungkin. Ia tidak ingin terpancing dengan sikap yang ditunjukkan oleh Zack.“Kamu masih bertanya seperti itu kepadaku? Sekarang, di mana Sonya dan anak-anak? Kenapa kamu tidak dapat menjaga mereka dengan baik?” Zack terlihat emosi ketika berhadapan dengan Oliver. Laki-laki itu bahkan terlihat sangat marah saat menatap wajah sang pengacara yang terlihat seolah baik-baik saja.“Zack, aku bisa menjelaskan semuanya. Sonya dan anak-anakku baik-baik saja. Jadi, kamu tidak usah mengkhawatirkan mereka.” Oliver berbicara dengan nada serius. Ia berusaha menenangkan Zack yang tengah murka di hadapannya.“Oliver, jangan kira aku tidak tahu kelakukan busukmu. Kamu bahk
“Anak manis, apa kamu tidak apa-apa?” ucap seorang wanita yang tidak sengaja menabrak Vier. Ia bahkan terlihat panik melihat Vier yang jatuh terduduk di lantai.Vier hanya menggeleng dan berusaha bangkit. Anak itu bahkan berusaha terlihat baik-baik saja di hadapan sang wanita.“Maafkan aku, aku kebetulan sedang terburu-buru sehingga tidak sengaja menabrakmu. Apa kamu tidak apa-apa?” wanita itu kembali menatap lekat wajah Vier dan menunjukkan rasa khawatir di wajahnya.“Tidak Nyonya, aku baik-baik saja.” Vier menjawab pertanyaan wanita itu dengan senyum yang terbit di wajahnya.“Kamu datang ke sini dengan siapa? Apa kamu datang bersama orang tuamu?” wanita itu kembali mengedarkan pandangannya mencari sosok yang sekiranya menemani Vier di sana.“Aku datang bersama Opa,” jawab Vier dengan nada polos.“Opa? Di mana Opamu? Kenapa dia ceroboh sekali? Apa dia tidak takut kalau cucunya akan dicelakai atau dibawa lari oleh orang jahat?” wanita itu tampak kesal ketika tidak menemukan siapa pun
“Vier, kalau Oma boleh tahu, di mana ibumu?” tanya Dayana dengan tatapan penuh kelembutan. Wanita itu bahkan merasa sangat penasaran dengan keberadaan orang tua Xavier.Vier tampak terdiam untuk beberapa saat. Wajahnya tertunduk dalam seakan tengah menahan kerinduan yang begitu besar kepada ibu kandungnya. Ia bahkan terlihat menahan air matanya ketika berada di hadapan Dayana.“Sekarang bunda sedang berada jauh dariku. Semoga suatu saat, aku dapat bertemu lagi dengannya.” Vier berbicara dengan nada yang begitu lirih. Ia bahkan mengungkapkan rasa rindunya kepada Sonya di hadapan Nyonya Dayana.“Vier, aku turut prihatin dengan apa yang sudah menimpamu. Semoga saja, kalian lekas bertemu dan berkumpul seperti keluarga pada umumnya. Oma yakin, ibumu pasti orang baik dan dia sangat mencintaimu,” ucap Nyonya Dayana dengan penuh kelembutan. Wanita itu memeluk erat tubuh Vier dan mengusap lembut punggung anak itu.“Terima kasih, Oma. Setelah aku bertemu dengan bunda, aku akan memperkenalkannya
“Tuan, Vier sedang pergi ke restoran bersama Tuan James. Mereka juga bersama seorang wanita di sana,” ucap laki-laki itu dengan nada serius. Ia sesekali memfokuskan penglihatannya kepada Vier yang tengah berdiri dan berbincang dengan Nyonya Dayana.“Bersama seorang wanita? Siapa dia? Apa kamu mengenalnya?” Oliver bertanya dengan penuh rasa penasaran. Ia memang sengaja meminta orang kepercayaannya untuk mengawasi Vier selama tidak bersama dengannya.“Tidak, Tuan. Tapi, wanita itu usianya sepertinya sama dengan Nyonya Alia. Dia tampak begitu akrab dengan putra Anda,” ucap laki-laki itu dengan nada serius.“Baiklah, kamu pastikan saja kalau Vier dan ayahku baik-baik saja dan ingat, kamu harus terus mengawasi mereka. Jangan sampai terjadi apa-apa dengan mereka!” Oliver berpesan kepada orang kepercayaannya untuk terus mengawasi Tuan James dan Vier. Ia tidak ingin terjadi apa-apa dengan keduanya.“Baik, Tuan. Saya akan terus memantau mereka. Saya pastikan mereka akan sampai di rumah dalam
“Tunggu, Sonya dan jangan pergi dariku!” ucap laki-laki itu dengan nada penuh permohonan.“Tuan Oliver,” lirih Sonya dengan netra membola. Ia tampak sangat terkejut ketika menyadari sosok yang tengah mencengkeram pergelangan tangannya. Wanita itu bahkan belum siap kalau harus berjumpa dengan laki-laki yang sengaja ia hindari.“Stt!” Oliver meletakkan jari telunjuknya di bibir. Ia meminta Sonya untuk tidak berteriak. Laki-laki itu takut kalau teriakan Sonya akan mengundang kecurigaan orang-orang kepercayaan Rafael.“A-anda mau apa? Apa Anda belum puas menyakiti kami?” ucap Sonya dengan tatapan nyalang. Ada kemarahan dan kekecewaan yang tergambar jelas di wajah cantiknya.“Sonya, apa maksudmu berbicara seperti itu? Apa kamu pikir aku bodoh sehingga tega menyakiti kalian?” Oliver tampak terkejut dengan reaksi yang ditunjukkan oleh Sonya. Ia bahkan terlihat kebingungan dengan sikap ibu dari anak-anaknya.“Tuan Oliver, jangan kira aku tidak tahu kalau Anda benar-benar berniat jahat kepadak
“Bunda, Uncle Rafael sudah pulang. Sebaiknya kita segera pergi dari sini. Ayo kita ikut bersama Ayah!” ucap Bian dan Biya yang berlari mendekat ke arah mereka.“A-apa, Uncle Rafael sudah pulang?” tanya Sonya dengan wajah terkejut.Bian dan Biya mengangguk. Mereka mendengar percakapan orang kepercayaan Rafael yang tengah berbincang melalui ponsel.“Sonya, tunggu apa lagi? Ayo kita pergi dari sini!” ucap Oliver dengan tatapan lekat. Ia bahkan berusaha meyakinkan Sonya kalau dirinya akan berusaha memperjuangkan mereka.“Tidak, aku tidak mau bertemu dengan Tuan James. Aku membencinya dan aku belum bisa memaafkan perbuatannya.” Sonya menolak ajakan Oliver dan memilih bertahan di sana. Ia bahkan tetap berdiam di sana dan enggan menuruti permintaan laki-laki itu.“Sonya, lihat anak-anak kita. Mereka membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya. Apa kamu tega memisahkan mereka dariku? Apa kamu tega membiarkan Vier terus menerus merindukanmu? Aku mohon, jangan egois dan pikirkan masa depan anak-
“D-datang bulan?” tanya Sonya dengan tatapan terkejut. Seketika ia sadar kalau dirinya sudah terlambat datang bulan.“Ya, kapan Anda terakhir datang bulan?” ucap Dokter Shesa dengan senyum di wajahnya.“Awal bulan lalu,” jawab Sonya dengan tatapan cemas. Apa pelayan di rumahnya benar, kalau dirinya kini tengah mengandung? Kalau benar, ini adalah kabar bahagia untuk keluarga besar mereka. Namun, kalau kabar ini salah, pasti Oliver akan kecewa.“Kenapa kamu diam saja? Apa kepalamu masih pusing?” tanya Oliver dengan penuh kelembutan.“T-tidak, aku hanya khawatir kalau kamu akan marah padaku,” jawab Sonya dengan wajah tertunduk dalam.“Marah? Kenapa aku harus marah?” tanya Oliver dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Aku takut mengecewakanmu. Kalau aku tidak hamil bagaimana?” lirih Sonya dengan nada penuh kegelisahan.“Sonya, kamu bicara apa? Kalau kamu tidak hamil, bagiku tidak masalah. Apa kamu lupa kalau kamu sudah memberikanku ketiga anak-anak hebat yang melengkapi kebahagiaan rumah t
Tiga bulan kemudian“Hoek! Hoek! Hoek!” Sonya kembali memuntahkan isi perutnya dengan kepala yang berdenyut hebat. Wanita itu merasa aneh dengan rasa mual yang beberapa hari ini kerap menyerang dirinya. Padahal akhir-akhir ini, ia merasa kondisinya baik-baik saja. Namun, rasa mual itu membuatnya semakin tersiksa.“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” seru Oliver dengan nada cemas. Laki-laki itu tampak gelisah ketika menunggu Sonya yang tidak kunjung keluar dari kamar mandi.“Y-ya, aku baik-baik saja.” Sonya menjawab dengan nada lemah. Wanita itu tampak menyadandarkan dirinya ke dinding kamar mandi sambil memijit pelipisnya yang berdenyut.Oliver yang tampak cemas, segera membuka pintu dan masuk ke dalam. Laki-laki itu sangat terkejut ketika mendapati istrinya tengah bersandar di dinding dengan wajah pucat pasi.“Sonya, apa yang terjadi? Apa kamu sedang sakit?” tanya Oliver dengan tatapan penuh kekhawatiran. Ia dengan sigap menggendong tubuh istrinya dan membawanya keluar dari sana.Dengan
Yura melangkah dengan wajah tertunduk. Sesekali wanita itu menggenggam erat tangan ayahnya. Ada kegelisahan yang terpancar jelas di wajahnya.“Jangan takut, semua akan baik-baik saja!” ucap Tuan Yoshio dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu segera mengantarkan putrinya menuju ke pelaminan. Di sana Zack sudah menunggu sang mempelai dengan senyum yang tergambar jelas di wajahnya.Tuan Yoshio mengantarkan Yura ke pelaminan. Laki-laki itu menyerahkan tanggung jawabnya kepada Zack, pria yang kelak akan mendampingi putrinya dalam suka maupun duka.“Zack, aku serahkan putriku padamu dan aku harap, kamu tidak akan menyakiti atau menyia-nyiakan dia!” ucap Tuan Yoshio dengan netra mengembun. Untuk pertama kalinya laki-laki itu merasakan kesedihan yang begitu besar di dalam hidupnya. Melepaskan Yura adalah hal terberat di dalam hidupnya.“Tuan, saya akan menjaga Yura sebaik-baiknya.” Zack berbicara dengan tatapan lekat. Laki-laki itu tahu kalau Tuan Yoshio sangat mencintai putrinya.Setelah berb
“James, waktuku sepertinya telah tiba,” lirih Alia dengan tatapan menerawang.“Tidak Alia, kamu pasti akan sembuh. Jangan berbicara seperti itu!” ucap Tuan James dengan tatapan yang begitu lekat.Namun, genggaman tangan Alia semakin melemah. Wanita itu hanya berbisik pelan kepada James untuk kembali kepada Dayana.“J-james, kembalilah kepada Dayana dan hiduplah bersamanya,” bisik Alia dengan tatapan sendu. Wanita itu seakan ingin menebus kesalahannya kepada Dayana.“Ya, aku akan hidup bersamanya, namun berjanjilah untuk terus berjuang. Kamu pasti akan sembuh dan kita dapat hidup bersama-sama.” Tuan James menggenggam erat tangan Alia. Laki-laki itu takut terjadi apa-apa dengan istrinya.Wajah Oliver tampak pucat pasi. Laki-laki itu tidak menyangka kalau kondisi Alia akan memburuk. Tadi, mereka sempat berbincang panjang lebar mengenai asal usul dirinya. Alia bahkan meminta Oliver untuk berbakti kepada ibu kandungnya. Wanita itu meminta sang putra untuk memaafkan apa pun kesalahan ibu ka
“Bu, apa yang Ibu katakan? Kenapa Ibu menangis?” tanya Zack dengan penuh rasa penasaran. Ia takut telah terjadi sesuatu pada ibu kandungnya.Nyonya Prita hanya tersenyum dan mengusap air matanya. Wanita itu menggeleng pelan dan meminta putranya untuk tetap fokus mengemudi.“Zack, jangan mencemaskanku. Aku baik-baik saja,” jawab Nyonya Prita dengan senyum di wajahnya. Wanita itu kembali terdiam dengan tatapan sendu. Entah kenapa, dadanya berdebar hebat ketika membayangkan sosok Oliver yang akan ditemui olehnya. Wanita itu hanya berharap kalau Oliver mau menerima dirinya sebagai seorang ibu yang telah melahirkan laki-laki itu ke dunia.Setelah menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Nyonya Prita segera turun dengan langkah tergesa. Wanita itu seakan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sosok yang sangat dirindukannya.“Bu, tunggu!” seru Zack dengan nada cemas. Ia merasa aneh dengan gerak-gerik ibu kandungnya. Namun, Bibi Weni segera menghentikan langkah
“Zack, ayo cepat bersiap-siap. Setelah selesai sarapan, kita akan pergi!” ucap Nyonya Prita dengan nada serius. Wanita itu meminta putranya untuk segera bersiap-siap.“Pergi? Kita akan pergi ke mana Bu? Apa kita ada agenda bertemu seseorang?” tanya Zack dengan kening mengernyit. Laki-laki itu tampak keheranan mendengar ucapan ibunya.“Cepatlah bersiap-siap, kita akan segera sarapan!” jawab Nyonya Prita dengan tatapan lekat. Wanita itu tampak sibuk menyiapkan menu makanan di meja makan.Bibi Weni mendekat dan menatap kakak perempuannya dengan perasaan campur aduk. Wanita itu tahu kalau Prita tengah larut dalam kegelisahan di dalam dirinya.“Prita, apa kamu sudah siap untuk menemui Oliver?” tanya Bibi Weni dengan tatapan penuh perhatian.“Ya, tadi Tuan James menghubungiku. Dia memintaku untuk segera datang ke rumah sakit karena Alia memintaku untuk segera datang ke sana.” Nyonya Prita berbicara dengan nada serius. Wanita itu memang sempat beberapa kali berkomunikasi dengan Tuan James da
“Ayah, apa dia…?” lirih Yura dengan wajah gugup.Tuan Yoshio hanya mengangkat bahu dan segera berjalan menuju ke ruang tamu. Laki-laki itu sudah tidak sabar melihat sosok yang tengah bertamu ke kediamannya.Dengan tatapan lekat, laki-laki itu mendekat ke sebuah ruangan yang tampak megah. Tubuhnya seketika menegang saat menyadari sosok yang tengah berada di ruang tamu rumahnya.“Weni,” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau wanita itu berada di sana.Bibi Weni tampak tersentak, ia tidak pernah menduga kalau dirinya kembali akan dipertemukan dengan sosok yang sangat dikenalnya di masa lalu.“Weni, itukah kamu?” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan lekat. Laki-laki itu mendekat ke arah Bibi Weni yang tengah duduk di samping Zack.“Tuan, apa Anda dan bibiku saling mengenal?” tanya Zack dengan tatapan keheranan. Selama ini, Bibi Weni tidak pernah bercerita apa pun tentang Tuan Yoshio. Wanita itu bahkan terlihat sangat canggung ketika bertatap muka dengan laki-laki
Zack segera meraih sebuah kotak cincin yang ada di tangan ibunya. Laki-laki itu tampak terharu ketika bersiap menyematkan sebuah cincin berlian di jari manis Yura.“Yura, will you marry me?” ucap Zack dengan tatapan penuh harap. Laki-laki itu tengah menatap wanita yang tengah duduk di hadapannya.Yura terdiam dengan tatapan lurus ke depan. Wanita itu masih ragu dengan jawaban yang ingin dilontarkan kepada pria yang selama ini telah membersamainya.“Yura, ikuti kata hatimu,” ucap Nyonya Prita sambil mengusap lembut bahu wanita yang masih tertunduk di hadapannya.Zack tampak terdiam dengan dada yang berdegup kencang. Ia bahkan sudah siap dengan segala jawaban yang akan diberikan oleh Yura.Tiba-tiba, Yura mengangkat wajahnya dan mengangguk pelan. Ya, dia menerima lamaran Zack dan membuat laki-laki itu terdiam beberapa detik.“B-benarkah kamu mau menerima lamaranku?” tanya Zack dengan tatapan terkejut. Laki-laki itu seketika tersenyum penuh keharuan ketika melihat Yura menganggukkan kepa
“A-apa menikah?” tanya Yura dengan wajah pias. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara seperti itu kepadanya.“Ya, menikah. Bukankah hubungan kalian sudah sangat jauh. Apa lagi kalian sebentar lagi akan menjadi orang tua. Jadi, sudah sepantasnya kalian segera menikah demi kebaikan anak yang ada di dalam kandunganmu. Ibu tidak ingin cucuku terlahir tanpa orang tua yang lengkap.” Nyonya Prita berbicara dengan tatapan penuh kelembutan. Wanita itu ingin Yura dan Zack segera menikah.“A-apa Nyonya berbicara serius?” tanya Yura dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara hal yang sangat penting kepadanya.“Tentu saja aku serius. Kalian harus segera menikah dan tidak ada yang perlu ditunggu-tunggu lagi. Kapan aku bisa bertemu dengan keluargamu?” Nyonya Prita menatap lembut wajah Yura. Wanita itu sudah tidak sabar ingin menemui keluarganya.Yura hanya tersenyum dengan wajah gugup. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Zack akan mengajaknya menikah