“Kalian, kemarilah. Aku ingin sekali memeluk kalian!” ucap Nyonya Dayana kepada Vier dan Bian.Kedua anak laki-laki itu saling pandang, ada keraguan yang terpancar jelas di wajah keduanya.“Pergilah, Oma ingin memeluk kalian!” bisik Sonya dengan netra berbinar. Wanita itu berusaha meyakinkan anaknya kalau mereka akan baik-baik saja.Vier dan Bian masih terdiam di tempatnya. Mereka bahkan tetap berdiri di dekat Sonya dan membuat Nyonya Dayana tersenyum lebar ke arah keduanya.“Kemarilah anak-anak tampan, Oma ingin memeluk kalian!” ucap Nyonya Dayana dengan penuh kelembutan. Wanita itu tahu kalau mereka adalah cucunya.Vier dan Bian melangkah dengan penuh keraguan. Mereka belum sepenuhnya percaya dengan ucapan Nyonya Dayana.“Apa kalian takut kepadaku? Lihatlah, aku memeluk Biya dan dia merasa nyaman bersamaku.” Nyonya Dayana menunjukkan ketulusannya kepada Vier dan Bian. Ia bahkan terlihat sangat ingin berada di dekat ketiga cucunya.“Apa Oma tidak akan memarahi kami?” tanya Vier denga
Dayana menarik napas panjang dan menatap lekat ke arah putrinya. Wanita itu sepertinya sudah menyiapkan jawaban untuk Sonya dan Oliver.“Anak-anak, selesai makan, kalian boleh masuk ke kamar Bunda,” ucap Nyonya Dayana kepada ketiga cucunya. Ia ingin mereka kembali masuk ke sana mengingat ada hal penting yang ingin dia bicarakan dengan Sonya dan Oliver.Anak-anak itu tampak patuh. Mereka segera menghabiskan menu makanan yang tersaji di meja. Ketiganya bahkan terlihat sangat menikmati kebersamaan mereka di rumah Nyonya Dayana.“Oma, masakan Oma enak dan lezat. Kapan-kapan, aku mau makan di sini lagi. Apa boleh?” tanya Bian dengan nada semangat.“Tentu saja boleh. Kalian boleh datang kapan saja ke sini. Kalian itu cucu Oma dan sudah sepantasnya kalian berkunjung ke sini, kan?” kekeh Nyonya Dayana sambil mencubit pipi gembul cucunya.Sonya hanya tersenyum melihat kedekatan anak-anaknya dengan Nyonya Dayana. Wanita itu hanya berharap kalau ibunya mau memaafkan Oliver dan memberikan restu u
“Bibi, apa maksudmu? Hal apa yang tidak aku ketahui?” tanya Zack dengan tatapan yang begitu lekat.“Zack, memangnya aku berbicara apa? Sepertinya kamu salah dengar,” jawab Bibi Weni dengan wajah gugup.“Tidak, aku tidak salah dengar. Bibi jelas sekali bilang kalau ada hal yang tidak aku ketahui. Sebenarnya ada apa? Kenapa Bibi seolah menyembunyikan sesuatu dariku? Apa ini ada kaitannya dengan keluargaku atau ada kaitannya dengan kepindahan ibuku ke Labuan Bajo?” Zack tampak merasa penasaran. Ia terus mendesak wanita itu bercerita hal yang sesungguhnya.“Zack, Bibi tidak bisa memberitahumu. Bibi hanya ingin yang terbaik untukmu!” ucap Bibi Weni dengan wajah tertunduk. Wanita itu tampak gugup dan enggan menatap wajah keponakannya.“Bibi, jangan bersikap seperti ini, semakin Bibi berkelit dan menghindar, aku semakin merasa penasaran. Jadi, tolong katakan rahasia apa yang sedang disembunyikan kepadaku.” Zack tampak memohon kepada Bibi Weni untuk menceritakan rahasia yang diketahu wanita
“Sudah lupakan saja, silakan Anda masuk ke dalam,” ucap pelayan itu dengan nada ramah. Ia meminta Zack untuk masuk ke dalam. Wanita itu bahkan terus memikirkan sosok laki-laki yang kini tengah duduk di ruang tamu.“Anda ingin minum apa?” tanya pelayan itu dengan nada sopan. Meski Oliver tidak ada di sana, pelayan itu tetap bersikap ramah dan sopan kepada tamu tuannya.“Apa saja!” jawab Zack dengan nada singkat. Laki-laki itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Ia tampak kagum dengan penataan ruangan yang begitu mewah dan elegan.Pelayan itu keluar dengan segelas jus jeruk di atas nampan. Ia segera mempersilakan tamunya untuk minum.“Silakan diminum, Tuan!” ucap sang pelayan dengan tatapan lekat. Ia berusaha menepis rasa penasaran di dalam hatinya.“Bibi, kenapa Anda menatapku terus menerus? Apa ada yang aneh denganku?” tanya Zack dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Tuan, maaf sebelumnya kalau saya bersikap lancang, kenapa Anda sangat mirip dengan Tuan Oliver? Apa Anda ma
“T-tuan, ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda!” ucap sang pelayan yang tengah bekerja. Wanita itu tergopoh-gopoh menyusul Oliver yang tengah bersantai dengan Sonya.“Teman?” tanya Oliver dengan kening mengernyit. Laki-laki itu tampak terkejut dengan ucapan sang pelayan.Pelayan itu hanya mengangguk dan berpamitan kepada Oliver untuk melanjutkan pekerjaannya. Sedangkan Oliver memilih untuk bangkit dan berjalan ke ruang tamu untuk menemui tamu yang dimaksud.Oliver berjalan dengan langkah tergesa. Laki-laki itu sudah tidak sabar ingin menemui orang yang tengah menunggunya di depan sana. Setelah sampai di ruang tamu, Oliver tampak terkejut melihat seseorang yang tengah duduk di sofa dengan wajah tertunduk.“Zack, benarkah itu kamu? Sungguh, aku tidak menyangka kalau kamu akan datang ke sini. Maaf, aku tidak memberitahumu mengenai kepindahanku ke sini. Rafael dan anak buahnya terus memburuku.” Oliver berbicara dengan nada serius. Ia merasa senang karena Zack akhirnya berkunjung ke rum
Oliver tersenyum dan mengembuskan napas kasar. Laki-laki itu segera melangkah menuju ke balkon yang ada di lantai dua.“Untuk apa?” ucap Oliver dengan tatapan lurus ke depan.“Oliver, ini bukan soal untuk apa dan mengapa. Ini adalah bentuk rasa penasaranku kepada kita. Aku berbicara apa adanya dan aku harap, kamu akan mempertimbangkan ucapanku.” Zack berbicara dengan tatapan sendu. Laki-laki itu tampak kecewa ketika Oliver menolak usulannya.“Zack, aku tidak bermaksud menolak usulanmu. Hanya saja, aku tidak ingin membuka luka masa laluku. Dengan keberadaanku di panti asuhan, itu sudah membuktikan kalau aku tidak pernah diinginkan. Aku bahkan sengaja dibuang ke sana dan itu sudah membuatku sadar kalau aku memang tidak diharapkan oleh orang tuaku. Tentunya itu berbeda denganmu kan? Kamu bahkan memiliki kehidupan sebaliknya.” Oliver berbicara dengan nada sinis. Laki-laki itu merasa Zack terlalu mengada-ada.Zack hanya pasrah, ia tidak mungkin memaksa Oliver untuk mengikuti caranya. Laki-
“Uncle Zack, aku ingin membukakan pintu. Aku ke depan dulu, ya!” ucap Vier dengan nada penuh semangat.Anak laki-laki itu segera berlari ke depan dan bergegas untuk membukakan pintu. Ketika ia membuka pintu, seketika netranya membola. Ia terdiam beberapa saat dengan mulut ternganga.“Vier, Opa sangat merindukanmu!” seru Tuan James dengan tatapan penuh cinta. Laki-laki itu bahkan sudah tidak sabar ingin memeluk cucu yang sangat ia rindukan.“Opa!” teriak Vier sambil memburu ke arah Tuan James. Ia memeluk erat laki-laki itu dengan netra berbinar.“Opa, kenapa lama sekali datang ke sini? Aku menunggu kedatangan Opa,” ucap Vier dengan nada merajuk.“Maaf, Opa tidak tahu kalau kamu sudah pindah ke sini. Ayahmu benar-benar keterlaluan, kenapa dia tidak mau memberitahu Opa mengenai kepindahan kalian? Opa tidak habis pikir dengan pikiran ayahmu!” Tuan James tampak memarahi cucunya. Laki-laki itu sangat kesal dengan sikap putranya.“Opa, jangan marahi ayah. Aku kasihan kalau ayah nanti sedih.
Laki-laki itu segera menghentikan kegitannya bersama Bian dan Biya. Ia segera memalingkan wajahnya ke arah Vier yang tengah berdiri tidak jauh darinya.“Opa, apa dia cantik?” tanya Vier dengan senyum di wajahnya.DEG!Tuan James tampak terdiam dengan netra membola. Mulutnya bahkan sudah membentuk huruf O melihat sosok yang tengah berdiri tidak jauh darinya. Laki-laki itu terlihat pias melihat seseorang yang masih berdiri dengan tatapan nanar di sisi Vier.“Opa, apa Bundaku sangat cantik? “ tanya Vier dengan nada penuh semangat.Dengan wajah gugup, Tuan James terpaksa mengangguk dan mengiyakan pertanyaan cucunya. Ia bahkan tidak menyangka kalau Vier putra dari Sonya.“Bunda, ayo aku perkenalkan dengan Opa. Bunda belum pernah bertemu dengan Opa, kan?” ucap Vier dengan senyum yang begitu tulus. Anak itu bahkan terlihat sangat senang ketika berhasil mempertemukan ibu dan kakeknya.Tanpa penolakan, Sonya mengikuti langkah kaki putranya. Wanita itu bahkan terlihat begitu canggung mendekati