“Vier, kaki kamu kenapa?” tanya Sonya dengan tatapan menyelidik. Wanita itu seakan penasaran dengan kaki putranya.Vier tampak gugup. Dia bahkan berusaha menormalkan langkahnya, meski netra Sonya terus memindai putranya dari ujung rambut sampai ujung kaki.“A-aku tadi terjatuh ketika sedang bermain,” jawab Vier dengan wajah tertunduk. Ia tidak ingin membuat Sonya cemas.“Lain kali tidak boleh seperti itu. Bunda sudah bekerja di luar seharian dan kalian harus menghargai Bunda dengan tidak melakukan hal-hal yang membahayakan. Kalau kalian sakit, siapa yang akan repot? Kalau kalian sakit, siapa yang akan rugi?” Sonya tampak kesal dengan sikap ceroboh Vier. Sebagai orang tua tunggal, ia harus bertanggung jawab penuh dengan keselamatan anak-anaknya.“Maaf Bunda, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku berjanji, besok tidak akan mengulangi lagi,” ucap Vier dengan tatapan penuh rasa bersalah. Ia tahu, selama ini Sonya sudah bekerja sangat keras untuk mereka dan ia merasa sedih melihat Sonya yan
“Bunda, Vier benar. Kami juga ingin mendengar cerita tentang ayah. Ayo, ceritakan sekarang!” rajuk Bian dan Biya sambil mengguncangkan tubuh Sonya.Sonya memejamkan netranya untuk sesaat. Wanita itu mencoba tersenyum meski hatinya terasa nyeri melihat ketiga anaknya yang tampak terdiam dengan tatapan penuh harap.“Ayahmu adalah pria hebat. Dia sedang bekerja untuk mengumpulkan uang. Setelah uangnya terkumpul, ayah akan pulang dan berkumpul besama kita.” Sonya lagi-lagi berbohong kepada ketiga anaknya. Ia tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya kepada mereka.“Apa ayah pria yang tampan?” tanya Biya dengan tatapan lekat.“Y-ya, ayah pria yang tampan. Bahkan sangat-sangat tampan,” jawab Sonya dengan nada bergetar. Oliver memang sangat tampan, wajahnya bahkan menurun kepada ketiga anaknya. Namun, laki-laki itu memiliki sifat dan sikap yang sangat buruk. Ia bahkan tega melakukan hal keji kepada Sonya untuk melampiaskan dendamnya.“Apa ayah pernah menggendong kami?” tanya Bian dengan t
“Tok! Tok! Tok!” tiba tiba terdengar ketukan pintu di luar sana. Sonya hanya terdiam sambil memeluk erat kotak yang ada di tangannya. Dengan sigap, Sonya segera menyembunyikan kotak yang ada di dalam pelukannya. Wanita itu tidak ingin seorang pun tahu, mengenai rahasianya di masa lalu.Dengan dada berdebar, wanita itu membuka pintu kamarnya. Seketika wajahnya tampak terkejut melihat Vier yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya.“Vier, kenapa kamu belum tidur? Apa kamu bermimpi buruk?” tanya Sonya dengan penuh kelembutan. Wanita itu memeluk putranya dan berusaha mencari tahu apa yang tengah dirasakan oleh Vier.“Aku tidak bisa tidur,” jawab Vier dengan nada penuh penekanan. Ia segera masuk ke kamar Sonya dan naik ke atas ranjang.“Apa kamu ingin tidur di sini?” tanya Sonya dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Ya, aku ingin tidur di sini. Aku ingin dipeluk Bunda,” jawab Vier dengan tatapan polos. Anak itu ingin dipeluk oleh ibunya.“Baiklah, Bunda akan menemanimu malam ini. Tapi,
“Ayah, sayangi kami seperti kami menyayangimu,” ucap anak-anak itu dengan nada polos.Oliver bahkan masih terdiam ketika tangan-tangan itu mencoba meraih tubuhnya dan mendekapnya erat-erat. Ia bahkan hampir kehabisan napas ketika anak-anak itu memeluk erat tubuh Oliver.“Tolong lepaskan. Aku mohon lepaskan pelukan kalian!” ucap Oliver dengan nada penuh permohonan. Ia bahkan merasa sangat tertekan dengan sikap ketiga anak itu.“Tidak, Ayah sudah meninggalkan kami dan kali ini, kami akan memberikan hukuman untukmu!” bisik ke tiga anak itu dengan seringai menyeramkan di wajahnya.“T-tidak, kalian bukan anak-anakku dan sekarang lepaskan aku, lalu pergi dari tempat ini!” seru Oliver dengan penuh penekanan. Namun, usahanya sia-sia. Anak itu terus mendekap tubuhnya dan membuat dirinya tidak dapat berbuat apa-apa.Lorenzo tampak terbangun ketika ia mendengar teriakan dari dalam. Laki-laki itu bergegas menuju ke kamar tuannya. Ia bahkan merasa sangat cemas melihat laki-laki itu tengah berteria
Pagi-pagi sekali, Oliver sudah tampak rapi. Laki-laki itu tengah menikmati secangkir kopi dan duduk di balkon kamarnya. Sepertinya rencana pria itu sudah bulat. Ia ingin tinggal di sana untuk beberapa hari ke depan demi memuaskan rasa penasarannya.Tiba-tiba pintu kamar terbuka, seorang wanita muncul di sana dengan senyum manis di wajahnya.“Morning, sayang!” ucap wanita itu dengan nada manja. Yura bahkan bergelayut manja di leher tunangannya.“Morning too, Yura. Bagaimana istirahatmu semalam? Apa kamu tertidur nyenyak?” tanya Oliver sambil menatap wajah Yura yang tampak murung.“Ya, hanya saja aku merasa kesal. Liburan kita ternyata tidak seindah yang aku bayangkan.” Yura tampak kesal dan menunjukkan raut wajah kecewa. Ia pikir, liburannya kali ini akan sangat berkesan ketika bersama dengan Oliver. Ternyata, laki-laki itu masih terus disibukkan dengan pekerjaannya. Bukannya meminta Yura tidur di kamarnya, justru Oliver mengajak Lorenzo menyusul dirinya.“Yura, kenapa kamu tidak mau b
Lorenzo tampak tersenyum sambil melambaikan tangannya. Laki-laki itu segera berlari menuju ke sebuah mobil putih yang terparkir di seberang sana.“Lo, apa tawaranku diterima?” ucap laki-laki itu dengan tatapan lekat.“Ya, tawaran Anda diterima. Anda akan mengajak Vier makan siang di mana?” Lorenzo bertanya kepada tuannya. Ia sudah bersiap untuk memesan tempat khusus di sebuah restoran yang menjadi langganan Oliver.“Aku ingin mengajak dia makan di restoran cepat saji. Kebetulan Vier sangat menyukai ayam goreng crispy dan minuman bersoda. Anak itu bercerita kalau dia sangat jarang bisa pergi ke restoran itu.” Oliver bercerita dengan tatapan sendu. Laki-laki itu dapat membayangkan kesulitan seperti apa yang kerap dihadapi oleh Vier.“Baiklah, saya akan memesan tempat khusus untuk Anda. Mungkin sebentar lagi Vier akan keluar dari kelas,” ucap Lorenzo dengan nada serius. Laki-laki itu segera mengambil ponsel yang ada di saku jasnya. Ia berusaha menghubungi pihak restoran cepat saji yang
Vier terdiam dengan wajah tertunduk. Anak itu hanya menggeleng pelan dan terlihat awan mendung di wajahnya.“Apa ini artinya kamu tidak tahu?” tanya Oliver sambil mengembuskan napas kasar. Laki-laki itu memijit pelipisnya dan meminta maaf kepada Vier.“Maaf, aku tidak bermaksud menyakiti hatimu.” Oliver segera meminta Vier untuk menghabiskan makanannya. Laki-laki itu tampak tersenyum melihat Bian dan Biya yang tengah memakan burger dengan lahap.“Biya, kamu ingin makan apa lagi?” Oliver bertanya sambil membelai rambut panjang milik gadis kecil itu. Entah kenapa, tiba-tiba ingatannya tertuju kepada seseorang yang pernah singgah di dalam hidupnya.“Aku tidak ingin makan apa-apa. Tapi, apa boleh kalau aku meminta makanan untuk dibawa pulang?” tanya Biya dengan nada polos. Anak itu ingin membawakan makanan untuk Sonya.“Tentu, kamu ingin membeli apa? pesan saja, jangan takut!” Oliver meminta Biya memesan apa pun makanan kesukaannya.“Aku ingin memesan kentang goreng dan burger kesukaan bu
“Kalau aku menjadi ayah mereka, bagaimana, Lo?” tanya Oliver dengan tatapan menerawang.“Anda ingin menjadi ayah mereka?” tanya Lorenzo dnegan wajah terkejut. Ia tidak menyangka kalau tuannya tiba-tiba berbicara hal yang membuatnya terkejut.“Sudahlah, lupakan!” jawab Oliver dengan senyum di wajahnya. Ia merasa konyol ketika mengingat ucapannya barusan. Bagaimana bisa, dirinya tiba-tiba berpikir menjadi ayah untuk Xavier, Xabian dan Xabia? Bagaimana dengan Yura? Wanita itu pasti tidak terima.Oliver meminta Lorenzo mengemudikan mobilnya. Laki-laki itu tampak tersenyum melihat tingkah lucu Vier dan kedua saudara kembarnya.“Apa hari ini kalian merasa senang?” tanya Oliver dengan tatapan lekat.“Ya, kami merasa senang. Terima kasih sudah mentraktir kami!” ucap Vier kepada Oliver. Entah kenapa, anak itu masih berharap kalau Oliver adalah sosok penting di dalam hidupnya.Mobil melaju di jalanan yang tampak lengang. Vier masih terus memandang ke luar jendela. Anak itu berharap kalau suatu