“Ayah, sayangi kami seperti kami menyayangimu,” ucap anak-anak itu dengan nada polos.Oliver bahkan masih terdiam ketika tangan-tangan itu mencoba meraih tubuhnya dan mendekapnya erat-erat. Ia bahkan hampir kehabisan napas ketika anak-anak itu memeluk erat tubuh Oliver.“Tolong lepaskan. Aku mohon lepaskan pelukan kalian!” ucap Oliver dengan nada penuh permohonan. Ia bahkan merasa sangat tertekan dengan sikap ketiga anak itu.“Tidak, Ayah sudah meninggalkan kami dan kali ini, kami akan memberikan hukuman untukmu!” bisik ke tiga anak itu dengan seringai menyeramkan di wajahnya.“T-tidak, kalian bukan anak-anakku dan sekarang lepaskan aku, lalu pergi dari tempat ini!” seru Oliver dengan penuh penekanan. Namun, usahanya sia-sia. Anak itu terus mendekap tubuhnya dan membuat dirinya tidak dapat berbuat apa-apa.Lorenzo tampak terbangun ketika ia mendengar teriakan dari dalam. Laki-laki itu bergegas menuju ke kamar tuannya. Ia bahkan merasa sangat cemas melihat laki-laki itu tengah berteria
Pagi-pagi sekali, Oliver sudah tampak rapi. Laki-laki itu tengah menikmati secangkir kopi dan duduk di balkon kamarnya. Sepertinya rencana pria itu sudah bulat. Ia ingin tinggal di sana untuk beberapa hari ke depan demi memuaskan rasa penasarannya.Tiba-tiba pintu kamar terbuka, seorang wanita muncul di sana dengan senyum manis di wajahnya.“Morning, sayang!” ucap wanita itu dengan nada manja. Yura bahkan bergelayut manja di leher tunangannya.“Morning too, Yura. Bagaimana istirahatmu semalam? Apa kamu tertidur nyenyak?” tanya Oliver sambil menatap wajah Yura yang tampak murung.“Ya, hanya saja aku merasa kesal. Liburan kita ternyata tidak seindah yang aku bayangkan.” Yura tampak kesal dan menunjukkan raut wajah kecewa. Ia pikir, liburannya kali ini akan sangat berkesan ketika bersama dengan Oliver. Ternyata, laki-laki itu masih terus disibukkan dengan pekerjaannya. Bukannya meminta Yura tidur di kamarnya, justru Oliver mengajak Lorenzo menyusul dirinya.“Yura, kenapa kamu tidak mau b
Lorenzo tampak tersenyum sambil melambaikan tangannya. Laki-laki itu segera berlari menuju ke sebuah mobil putih yang terparkir di seberang sana.“Lo, apa tawaranku diterima?” ucap laki-laki itu dengan tatapan lekat.“Ya, tawaran Anda diterima. Anda akan mengajak Vier makan siang di mana?” Lorenzo bertanya kepada tuannya. Ia sudah bersiap untuk memesan tempat khusus di sebuah restoran yang menjadi langganan Oliver.“Aku ingin mengajak dia makan di restoran cepat saji. Kebetulan Vier sangat menyukai ayam goreng crispy dan minuman bersoda. Anak itu bercerita kalau dia sangat jarang bisa pergi ke restoran itu.” Oliver bercerita dengan tatapan sendu. Laki-laki itu dapat membayangkan kesulitan seperti apa yang kerap dihadapi oleh Vier.“Baiklah, saya akan memesan tempat khusus untuk Anda. Mungkin sebentar lagi Vier akan keluar dari kelas,” ucap Lorenzo dengan nada serius. Laki-laki itu segera mengambil ponsel yang ada di saku jasnya. Ia berusaha menghubungi pihak restoran cepat saji yang
Vier terdiam dengan wajah tertunduk. Anak itu hanya menggeleng pelan dan terlihat awan mendung di wajahnya.“Apa ini artinya kamu tidak tahu?” tanya Oliver sambil mengembuskan napas kasar. Laki-laki itu memijit pelipisnya dan meminta maaf kepada Vier.“Maaf, aku tidak bermaksud menyakiti hatimu.” Oliver segera meminta Vier untuk menghabiskan makanannya. Laki-laki itu tampak tersenyum melihat Bian dan Biya yang tengah memakan burger dengan lahap.“Biya, kamu ingin makan apa lagi?” Oliver bertanya sambil membelai rambut panjang milik gadis kecil itu. Entah kenapa, tiba-tiba ingatannya tertuju kepada seseorang yang pernah singgah di dalam hidupnya.“Aku tidak ingin makan apa-apa. Tapi, apa boleh kalau aku meminta makanan untuk dibawa pulang?” tanya Biya dengan nada polos. Anak itu ingin membawakan makanan untuk Sonya.“Tentu, kamu ingin membeli apa? pesan saja, jangan takut!” Oliver meminta Biya memesan apa pun makanan kesukaannya.“Aku ingin memesan kentang goreng dan burger kesukaan bu
“Kalau aku menjadi ayah mereka, bagaimana, Lo?” tanya Oliver dengan tatapan menerawang.“Anda ingin menjadi ayah mereka?” tanya Lorenzo dnegan wajah terkejut. Ia tidak menyangka kalau tuannya tiba-tiba berbicara hal yang membuatnya terkejut.“Sudahlah, lupakan!” jawab Oliver dengan senyum di wajahnya. Ia merasa konyol ketika mengingat ucapannya barusan. Bagaimana bisa, dirinya tiba-tiba berpikir menjadi ayah untuk Xavier, Xabian dan Xabia? Bagaimana dengan Yura? Wanita itu pasti tidak terima.Oliver meminta Lorenzo mengemudikan mobilnya. Laki-laki itu tampak tersenyum melihat tingkah lucu Vier dan kedua saudara kembarnya.“Apa hari ini kalian merasa senang?” tanya Oliver dengan tatapan lekat.“Ya, kami merasa senang. Terima kasih sudah mentraktir kami!” ucap Vier kepada Oliver. Entah kenapa, anak itu masih berharap kalau Oliver adalah sosok penting di dalam hidupnya.Mobil melaju di jalanan yang tampak lengang. Vier masih terus memandang ke luar jendela. Anak itu berharap kalau suatu
“Mungkin sebentar lagi. Apa Anda ingin menunggunya?” Vier lagi-lagi memancing reaksi Oliver. Ia semakin penasaran dengan laki-laki yang tengah duduk di hadapannya.“Ya, aku ingin bertemu dengan bundamu. Siapa tahu, kami bisa berteman, m-maksudku, siapa tahu kami dapat saling mengenal.” Jawab Oliver dengan nada penuh kecanggungan. Laki-laki itu meminta Lorenzo untuk tetap tinggal dan menunggu kepulangan wanita yang bernama Sonya. Ia masih penasaran dengan gelang yang Oliver temukan di dalam mobilnya.Setelah menunggu beberapa saat, tiba-tiba gawai Oliver bergetar. Laki-laki itu tampak terkejut ketika melihat sebuah nama tertera di layar ponselnya. Dengan terpaksa, ia menangkat panggilan dari tunangannya.“Oliver, kamu di mana? Aku sedang kesal. Aku baru saja makan di restoran dan kamu tahu, apa yang terjadi? Salah satu pelayan restoran di sini menghinaku.” Yura tampak berbicara dengan nada kesal.“Menghinamu? Maksud kamu bagaimana? Siapa yang berani menghinamu?” tanya Oliver dengan nad
“Siapa takut, aku akan menuntut kalian dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan!” jawab Oliver dengan tatapan tajam.Sedangkan Yura, tampak menundukkan wajahnya dengan dada berdebar tak karuan. Ia berharap kalau Oliver akan terus membelanya.Sonya mengajak mereka memasuki sebuah ruangan. Wanita itu tampak bersikap tenang meski rasa sakit yang ditinggalkan oleh Oliver masih membekas sampai sekarang. Apa lagi, tiga anak kembar yang lahir dari benih laki-laki itu. Namun, Sonya sudah bertekad untuk tidak mengemis dan meminta belas kasihan laki-laki itu.“Tuan dan Nona yang terhormat, kita akan saksikan bersama-sama rekamannya. Jadi, supaya tidak ada prasangka buruk di antara kita.” Sonya berbicara dengan nada penuh penekanan. Ia bahkan merasa tidak suka melihat Yura yang seolah ingin memutar balikkan fakat.“Oliver, kamu percaya padaku, kan? Aku tidak mungkin menyakiti mereka, kalau mereka tidak menyerangku,” ucap Yura dengan nada memelas. Wanita itu tengah mempengaruhi tunangannya unt
Sonya mengembuskan napas kasar dan bersandar di dinding dengan perasaan campur aduk. Takdir apa yang sedang mempermainkan dirinya? Kenapa di saat ia sudah melupakan masa lalunya, tiba-tiba laki-laki itu datang kembali ke dalam hidupnya? Apa dia belum puas membuat hidupnya sengsara? Ia bahkan membuatnya jauh terbuang dari orang-orang yang mencintainya. Sonya bahkan harus rela berpisah dengan wanita yang telah melahirkannya.“Nona Sonya, apa Anda baik-baik saja?” tanya Anida yang masih berdiri di sampingnya.“Ya, aku baik-baik saja. Sekarang, aku harus segera pulang. Anak-anakku pasti sudah menunggu di rumah!” ucap wanita itu dengan nada tergesa. Sonya segera berjalan meninggalkan Anida yang tampak keheranan melihat perubahan ekspresi wajahnya.Dengan sigap, Sonya merapikan meja kerjanya. Wanita itu melirik benda yang melingkar di pergelangan tangannya. Dengan wajah lelah, ia mengembuskan napas kasar. Dirinya seharusnya sudah tiba di rumah, setengah jam lalu. Namun, gara-gara perempuan