Lorenzo tampak tersenyum sambil melambaikan tangannya. Laki-laki itu segera berlari menuju ke sebuah mobil putih yang terparkir di seberang sana.“Lo, apa tawaranku diterima?” ucap laki-laki itu dengan tatapan lekat.“Ya, tawaran Anda diterima. Anda akan mengajak Vier makan siang di mana?” Lorenzo bertanya kepada tuannya. Ia sudah bersiap untuk memesan tempat khusus di sebuah restoran yang menjadi langganan Oliver.“Aku ingin mengajak dia makan di restoran cepat saji. Kebetulan Vier sangat menyukai ayam goreng crispy dan minuman bersoda. Anak itu bercerita kalau dia sangat jarang bisa pergi ke restoran itu.” Oliver bercerita dengan tatapan sendu. Laki-laki itu dapat membayangkan kesulitan seperti apa yang kerap dihadapi oleh Vier.“Baiklah, saya akan memesan tempat khusus untuk Anda. Mungkin sebentar lagi Vier akan keluar dari kelas,” ucap Lorenzo dengan nada serius. Laki-laki itu segera mengambil ponsel yang ada di saku jasnya. Ia berusaha menghubungi pihak restoran cepat saji yang
Vier terdiam dengan wajah tertunduk. Anak itu hanya menggeleng pelan dan terlihat awan mendung di wajahnya.“Apa ini artinya kamu tidak tahu?” tanya Oliver sambil mengembuskan napas kasar. Laki-laki itu memijit pelipisnya dan meminta maaf kepada Vier.“Maaf, aku tidak bermaksud menyakiti hatimu.” Oliver segera meminta Vier untuk menghabiskan makanannya. Laki-laki itu tampak tersenyum melihat Bian dan Biya yang tengah memakan burger dengan lahap.“Biya, kamu ingin makan apa lagi?” Oliver bertanya sambil membelai rambut panjang milik gadis kecil itu. Entah kenapa, tiba-tiba ingatannya tertuju kepada seseorang yang pernah singgah di dalam hidupnya.“Aku tidak ingin makan apa-apa. Tapi, apa boleh kalau aku meminta makanan untuk dibawa pulang?” tanya Biya dengan nada polos. Anak itu ingin membawakan makanan untuk Sonya.“Tentu, kamu ingin membeli apa? pesan saja, jangan takut!” Oliver meminta Biya memesan apa pun makanan kesukaannya.“Aku ingin memesan kentang goreng dan burger kesukaan bu
“Kalau aku menjadi ayah mereka, bagaimana, Lo?” tanya Oliver dengan tatapan menerawang.“Anda ingin menjadi ayah mereka?” tanya Lorenzo dnegan wajah terkejut. Ia tidak menyangka kalau tuannya tiba-tiba berbicara hal yang membuatnya terkejut.“Sudahlah, lupakan!” jawab Oliver dengan senyum di wajahnya. Ia merasa konyol ketika mengingat ucapannya barusan. Bagaimana bisa, dirinya tiba-tiba berpikir menjadi ayah untuk Xavier, Xabian dan Xabia? Bagaimana dengan Yura? Wanita itu pasti tidak terima.Oliver meminta Lorenzo mengemudikan mobilnya. Laki-laki itu tampak tersenyum melihat tingkah lucu Vier dan kedua saudara kembarnya.“Apa hari ini kalian merasa senang?” tanya Oliver dengan tatapan lekat.“Ya, kami merasa senang. Terima kasih sudah mentraktir kami!” ucap Vier kepada Oliver. Entah kenapa, anak itu masih berharap kalau Oliver adalah sosok penting di dalam hidupnya.Mobil melaju di jalanan yang tampak lengang. Vier masih terus memandang ke luar jendela. Anak itu berharap kalau suatu
“Mungkin sebentar lagi. Apa Anda ingin menunggunya?” Vier lagi-lagi memancing reaksi Oliver. Ia semakin penasaran dengan laki-laki yang tengah duduk di hadapannya.“Ya, aku ingin bertemu dengan bundamu. Siapa tahu, kami bisa berteman, m-maksudku, siapa tahu kami dapat saling mengenal.” Jawab Oliver dengan nada penuh kecanggungan. Laki-laki itu meminta Lorenzo untuk tetap tinggal dan menunggu kepulangan wanita yang bernama Sonya. Ia masih penasaran dengan gelang yang Oliver temukan di dalam mobilnya.Setelah menunggu beberapa saat, tiba-tiba gawai Oliver bergetar. Laki-laki itu tampak terkejut ketika melihat sebuah nama tertera di layar ponselnya. Dengan terpaksa, ia menangkat panggilan dari tunangannya.“Oliver, kamu di mana? Aku sedang kesal. Aku baru saja makan di restoran dan kamu tahu, apa yang terjadi? Salah satu pelayan restoran di sini menghinaku.” Yura tampak berbicara dengan nada kesal.“Menghinamu? Maksud kamu bagaimana? Siapa yang berani menghinamu?” tanya Oliver dengan nad
“Siapa takut, aku akan menuntut kalian dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan!” jawab Oliver dengan tatapan tajam.Sedangkan Yura, tampak menundukkan wajahnya dengan dada berdebar tak karuan. Ia berharap kalau Oliver akan terus membelanya.Sonya mengajak mereka memasuki sebuah ruangan. Wanita itu tampak bersikap tenang meski rasa sakit yang ditinggalkan oleh Oliver masih membekas sampai sekarang. Apa lagi, tiga anak kembar yang lahir dari benih laki-laki itu. Namun, Sonya sudah bertekad untuk tidak mengemis dan meminta belas kasihan laki-laki itu.“Tuan dan Nona yang terhormat, kita akan saksikan bersama-sama rekamannya. Jadi, supaya tidak ada prasangka buruk di antara kita.” Sonya berbicara dengan nada penuh penekanan. Ia bahkan merasa tidak suka melihat Yura yang seolah ingin memutar balikkan fakat.“Oliver, kamu percaya padaku, kan? Aku tidak mungkin menyakiti mereka, kalau mereka tidak menyerangku,” ucap Yura dengan nada memelas. Wanita itu tengah mempengaruhi tunangannya unt
Sonya mengembuskan napas kasar dan bersandar di dinding dengan perasaan campur aduk. Takdir apa yang sedang mempermainkan dirinya? Kenapa di saat ia sudah melupakan masa lalunya, tiba-tiba laki-laki itu datang kembali ke dalam hidupnya? Apa dia belum puas membuat hidupnya sengsara? Ia bahkan membuatnya jauh terbuang dari orang-orang yang mencintainya. Sonya bahkan harus rela berpisah dengan wanita yang telah melahirkannya.“Nona Sonya, apa Anda baik-baik saja?” tanya Anida yang masih berdiri di sampingnya.“Ya, aku baik-baik saja. Sekarang, aku harus segera pulang. Anak-anakku pasti sudah menunggu di rumah!” ucap wanita itu dengan nada tergesa. Sonya segera berjalan meninggalkan Anida yang tampak keheranan melihat perubahan ekspresi wajahnya.Dengan sigap, Sonya merapikan meja kerjanya. Wanita itu melirik benda yang melingkar di pergelangan tangannya. Dengan wajah lelah, ia mengembuskan napas kasar. Dirinya seharusnya sudah tiba di rumah, setengah jam lalu. Namun, gara-gara perempuan
“Vier, maaf kalau Bunda keterlaluan. Sekarang, lebih baik kalian bersiap-siap untuk makan malam,” Sonya segera meminta maaf kepada anak-anaknya. Wanita itu seakan enggan membahas sosok yang tengah mereka perbincangkan.“Bunda, kenapa Bunda tidak mau menjawab pertanyaanku? Apa Bunda mengenal Tuan Oliver?” Vier masih berusaha mencari informasi dari ibunya. Ia tahu, ada sesuatu hal yang tengah ia sembunyikan dari ketiga anak-anaknya.“Vier, Bunda sangat lelah dan Bunda ingin membersihkan diri!” bukannya menjawab pertanyaan putranya, wanita itu justru menyibukkan diri dan seolah menghindar dari Vier. Ia belum siap untuk berterus kepada ketiga anaknya. Masa lalunya begitu buruk dan Sonya takut, mereka akan membenci dirinya.Vier segera bergabung ke meja makan bersama Biya dan Bian. Mereka tampak terdiam dengan tatapan lekat.“Vier, apa Bunda masih marah kepada kita?” tanya Bian dengan tatapan penasaran.“Tidak, sebaiknya kalian makan saja. Nanti aku akan bicara kepada Bunda.” Vier berusaha
Oliver tampak terdiam dengan tatapan nanar. Laki-laki itu masih tidak habis pikir dengan perintah ayahnya. Kenapa tiba-tiba dirinya harus kembali secepatnya ke ibu kota? Apa ada hal yang sangat penting yang akan dibicarakan oleh laki-laki itu?Yura mendekat dan membawakan secangkir kopi untuk tunangannya. Wanita itu masih merasa kesal karena dipermalukan di depan orang banyak oleh Sonya.“Oliver, aku sangat kesal dengan wanita menyebalkan itu. Dia pikir, dia siapa? Berani sekali mempermalukan aku. Apa dia tidak tahu, kalau aku adalah seorang model yang cukup terkenal dengan karier yang cemerlang?” Yura berbicara dengan nada kesal. Wanita itu bahkan tidak terima dengan perlakuan Sonya.“Wanita menyebalkan, siapa maksudmu? Apa dia Sonya?” tanya Oliver dengan kening mengernyit.“Aku tidak tahu siapa dia, yang pasti aku ingin membuat perhitungan dengannya!” ucap Yura dengan nada kesal. Wanita itu ingin sekali memberikan pelajaran kepada Sonya.“Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Wanita
“D-datang bulan?” tanya Sonya dengan tatapan terkejut. Seketika ia sadar kalau dirinya sudah terlambat datang bulan.“Ya, kapan Anda terakhir datang bulan?” ucap Dokter Shesa dengan senyum di wajahnya.“Awal bulan lalu,” jawab Sonya dengan tatapan cemas. Apa pelayan di rumahnya benar, kalau dirinya kini tengah mengandung? Kalau benar, ini adalah kabar bahagia untuk keluarga besar mereka. Namun, kalau kabar ini salah, pasti Oliver akan kecewa.“Kenapa kamu diam saja? Apa kepalamu masih pusing?” tanya Oliver dengan penuh kelembutan.“T-tidak, aku hanya khawatir kalau kamu akan marah padaku,” jawab Sonya dengan wajah tertunduk dalam.“Marah? Kenapa aku harus marah?” tanya Oliver dengan tatapan penuh rasa penasaran.“Aku takut mengecewakanmu. Kalau aku tidak hamil bagaimana?” lirih Sonya dengan nada penuh kegelisahan.“Sonya, kamu bicara apa? Kalau kamu tidak hamil, bagiku tidak masalah. Apa kamu lupa kalau kamu sudah memberikanku ketiga anak-anak hebat yang melengkapi kebahagiaan rumah t
Tiga bulan kemudian“Hoek! Hoek! Hoek!” Sonya kembali memuntahkan isi perutnya dengan kepala yang berdenyut hebat. Wanita itu merasa aneh dengan rasa mual yang beberapa hari ini kerap menyerang dirinya. Padahal akhir-akhir ini, ia merasa kondisinya baik-baik saja. Namun, rasa mual itu membuatnya semakin tersiksa.“Sonya, apa kamu baik-baik saja?” seru Oliver dengan nada cemas. Laki-laki itu tampak gelisah ketika menunggu Sonya yang tidak kunjung keluar dari kamar mandi.“Y-ya, aku baik-baik saja.” Sonya menjawab dengan nada lemah. Wanita itu tampak menyadandarkan dirinya ke dinding kamar mandi sambil memijit pelipisnya yang berdenyut.Oliver yang tampak cemas, segera membuka pintu dan masuk ke dalam. Laki-laki itu sangat terkejut ketika mendapati istrinya tengah bersandar di dinding dengan wajah pucat pasi.“Sonya, apa yang terjadi? Apa kamu sedang sakit?” tanya Oliver dengan tatapan penuh kekhawatiran. Ia dengan sigap menggendong tubuh istrinya dan membawanya keluar dari sana.Dengan
Yura melangkah dengan wajah tertunduk. Sesekali wanita itu menggenggam erat tangan ayahnya. Ada kegelisahan yang terpancar jelas di wajahnya.“Jangan takut, semua akan baik-baik saja!” ucap Tuan Yoshio dengan penuh kelembutan. Laki-laki itu segera mengantarkan putrinya menuju ke pelaminan. Di sana Zack sudah menunggu sang mempelai dengan senyum yang tergambar jelas di wajahnya.Tuan Yoshio mengantarkan Yura ke pelaminan. Laki-laki itu menyerahkan tanggung jawabnya kepada Zack, pria yang kelak akan mendampingi putrinya dalam suka maupun duka.“Zack, aku serahkan putriku padamu dan aku harap, kamu tidak akan menyakiti atau menyia-nyiakan dia!” ucap Tuan Yoshio dengan netra mengembun. Untuk pertama kalinya laki-laki itu merasakan kesedihan yang begitu besar di dalam hidupnya. Melepaskan Yura adalah hal terberat di dalam hidupnya.“Tuan, saya akan menjaga Yura sebaik-baiknya.” Zack berbicara dengan tatapan lekat. Laki-laki itu tahu kalau Tuan Yoshio sangat mencintai putrinya.Setelah berb
“James, waktuku sepertinya telah tiba,” lirih Alia dengan tatapan menerawang.“Tidak Alia, kamu pasti akan sembuh. Jangan berbicara seperti itu!” ucap Tuan James dengan tatapan yang begitu lekat.Namun, genggaman tangan Alia semakin melemah. Wanita itu hanya berbisik pelan kepada James untuk kembali kepada Dayana.“J-james, kembalilah kepada Dayana dan hiduplah bersamanya,” bisik Alia dengan tatapan sendu. Wanita itu seakan ingin menebus kesalahannya kepada Dayana.“Ya, aku akan hidup bersamanya, namun berjanjilah untuk terus berjuang. Kamu pasti akan sembuh dan kita dapat hidup bersama-sama.” Tuan James menggenggam erat tangan Alia. Laki-laki itu takut terjadi apa-apa dengan istrinya.Wajah Oliver tampak pucat pasi. Laki-laki itu tidak menyangka kalau kondisi Alia akan memburuk. Tadi, mereka sempat berbincang panjang lebar mengenai asal usul dirinya. Alia bahkan meminta Oliver untuk berbakti kepada ibu kandungnya. Wanita itu meminta sang putra untuk memaafkan apa pun kesalahan ibu ka
“Bu, apa yang Ibu katakan? Kenapa Ibu menangis?” tanya Zack dengan penuh rasa penasaran. Ia takut telah terjadi sesuatu pada ibu kandungnya.Nyonya Prita hanya tersenyum dan mengusap air matanya. Wanita itu menggeleng pelan dan meminta putranya untuk tetap fokus mengemudi.“Zack, jangan mencemaskanku. Aku baik-baik saja,” jawab Nyonya Prita dengan senyum di wajahnya. Wanita itu kembali terdiam dengan tatapan sendu. Entah kenapa, dadanya berdebar hebat ketika membayangkan sosok Oliver yang akan ditemui olehnya. Wanita itu hanya berharap kalau Oliver mau menerima dirinya sebagai seorang ibu yang telah melahirkan laki-laki itu ke dunia.Setelah menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dituju. Nyonya Prita segera turun dengan langkah tergesa. Wanita itu seakan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan sosok yang sangat dirindukannya.“Bu, tunggu!” seru Zack dengan nada cemas. Ia merasa aneh dengan gerak-gerik ibu kandungnya. Namun, Bibi Weni segera menghentikan langkah
“Zack, ayo cepat bersiap-siap. Setelah selesai sarapan, kita akan pergi!” ucap Nyonya Prita dengan nada serius. Wanita itu meminta putranya untuk segera bersiap-siap.“Pergi? Kita akan pergi ke mana Bu? Apa kita ada agenda bertemu seseorang?” tanya Zack dengan kening mengernyit. Laki-laki itu tampak keheranan mendengar ucapan ibunya.“Cepatlah bersiap-siap, kita akan segera sarapan!” jawab Nyonya Prita dengan tatapan lekat. Wanita itu tampak sibuk menyiapkan menu makanan di meja makan.Bibi Weni mendekat dan menatap kakak perempuannya dengan perasaan campur aduk. Wanita itu tahu kalau Prita tengah larut dalam kegelisahan di dalam dirinya.“Prita, apa kamu sudah siap untuk menemui Oliver?” tanya Bibi Weni dengan tatapan penuh perhatian.“Ya, tadi Tuan James menghubungiku. Dia memintaku untuk segera datang ke rumah sakit karena Alia memintaku untuk segera datang ke sana.” Nyonya Prita berbicara dengan nada serius. Wanita itu memang sempat beberapa kali berkomunikasi dengan Tuan James da
“Ayah, apa dia…?” lirih Yura dengan wajah gugup.Tuan Yoshio hanya mengangkat bahu dan segera berjalan menuju ke ruang tamu. Laki-laki itu sudah tidak sabar melihat sosok yang tengah bertamu ke kediamannya.Dengan tatapan lekat, laki-laki itu mendekat ke sebuah ruangan yang tampak megah. Tubuhnya seketika menegang saat menyadari sosok yang tengah berada di ruang tamu rumahnya.“Weni,” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau wanita itu berada di sana.Bibi Weni tampak tersentak, ia tidak pernah menduga kalau dirinya kembali akan dipertemukan dengan sosok yang sangat dikenalnya di masa lalu.“Weni, itukah kamu?” lirih Tuan Yoshio dengan tatapan lekat. Laki-laki itu mendekat ke arah Bibi Weni yang tengah duduk di samping Zack.“Tuan, apa Anda dan bibiku saling mengenal?” tanya Zack dengan tatapan keheranan. Selama ini, Bibi Weni tidak pernah bercerita apa pun tentang Tuan Yoshio. Wanita itu bahkan terlihat sangat canggung ketika bertatap muka dengan laki-laki
Zack segera meraih sebuah kotak cincin yang ada di tangan ibunya. Laki-laki itu tampak terharu ketika bersiap menyematkan sebuah cincin berlian di jari manis Yura.“Yura, will you marry me?” ucap Zack dengan tatapan penuh harap. Laki-laki itu tengah menatap wanita yang tengah duduk di hadapannya.Yura terdiam dengan tatapan lurus ke depan. Wanita itu masih ragu dengan jawaban yang ingin dilontarkan kepada pria yang selama ini telah membersamainya.“Yura, ikuti kata hatimu,” ucap Nyonya Prita sambil mengusap lembut bahu wanita yang masih tertunduk di hadapannya.Zack tampak terdiam dengan dada yang berdegup kencang. Ia bahkan sudah siap dengan segala jawaban yang akan diberikan oleh Yura.Tiba-tiba, Yura mengangkat wajahnya dan mengangguk pelan. Ya, dia menerima lamaran Zack dan membuat laki-laki itu terdiam beberapa detik.“B-benarkah kamu mau menerima lamaranku?” tanya Zack dengan tatapan terkejut. Laki-laki itu seketika tersenyum penuh keharuan ketika melihat Yura menganggukkan kepa
“A-apa menikah?” tanya Yura dengan wajah pias. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara seperti itu kepadanya.“Ya, menikah. Bukankah hubungan kalian sudah sangat jauh. Apa lagi kalian sebentar lagi akan menjadi orang tua. Jadi, sudah sepantasnya kalian segera menikah demi kebaikan anak yang ada di dalam kandunganmu. Ibu tidak ingin cucuku terlahir tanpa orang tua yang lengkap.” Nyonya Prita berbicara dengan tatapan penuh kelembutan. Wanita itu ingin Yura dan Zack segera menikah.“A-apa Nyonya berbicara serius?” tanya Yura dengan tatapan terkejut. Ia tidak menyangka kalau Nyonya Prita akan berbicara hal yang sangat penting kepadanya.“Tentu saja aku serius. Kalian harus segera menikah dan tidak ada yang perlu ditunggu-tunggu lagi. Kapan aku bisa bertemu dengan keluargamu?” Nyonya Prita menatap lembut wajah Yura. Wanita itu sudah tidak sabar ingin menemui keluarganya.Yura hanya tersenyum dengan wajah gugup. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Zack akan mengajaknya menikah