“Kalau aku menjadi ayah mereka, bagaimana, Lo?” tanya Oliver dengan tatapan menerawang.“Anda ingin menjadi ayah mereka?” tanya Lorenzo dnegan wajah terkejut. Ia tidak menyangka kalau tuannya tiba-tiba berbicara hal yang membuatnya terkejut.“Sudahlah, lupakan!” jawab Oliver dengan senyum di wajahnya. Ia merasa konyol ketika mengingat ucapannya barusan. Bagaimana bisa, dirinya tiba-tiba berpikir menjadi ayah untuk Xavier, Xabian dan Xabia? Bagaimana dengan Yura? Wanita itu pasti tidak terima.Oliver meminta Lorenzo mengemudikan mobilnya. Laki-laki itu tampak tersenyum melihat tingkah lucu Vier dan kedua saudara kembarnya.“Apa hari ini kalian merasa senang?” tanya Oliver dengan tatapan lekat.“Ya, kami merasa senang. Terima kasih sudah mentraktir kami!” ucap Vier kepada Oliver. Entah kenapa, anak itu masih berharap kalau Oliver adalah sosok penting di dalam hidupnya.Mobil melaju di jalanan yang tampak lengang. Vier masih terus memandang ke luar jendela. Anak itu berharap kalau suatu
“Mungkin sebentar lagi. Apa Anda ingin menunggunya?” Vier lagi-lagi memancing reaksi Oliver. Ia semakin penasaran dengan laki-laki yang tengah duduk di hadapannya.“Ya, aku ingin bertemu dengan bundamu. Siapa tahu, kami bisa berteman, m-maksudku, siapa tahu kami dapat saling mengenal.” Jawab Oliver dengan nada penuh kecanggungan. Laki-laki itu meminta Lorenzo untuk tetap tinggal dan menunggu kepulangan wanita yang bernama Sonya. Ia masih penasaran dengan gelang yang Oliver temukan di dalam mobilnya.Setelah menunggu beberapa saat, tiba-tiba gawai Oliver bergetar. Laki-laki itu tampak terkejut ketika melihat sebuah nama tertera di layar ponselnya. Dengan terpaksa, ia menangkat panggilan dari tunangannya.“Oliver, kamu di mana? Aku sedang kesal. Aku baru saja makan di restoran dan kamu tahu, apa yang terjadi? Salah satu pelayan restoran di sini menghinaku.” Yura tampak berbicara dengan nada kesal.“Menghinamu? Maksud kamu bagaimana? Siapa yang berani menghinamu?” tanya Oliver dengan nad
“Siapa takut, aku akan menuntut kalian dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan!” jawab Oliver dengan tatapan tajam.Sedangkan Yura, tampak menundukkan wajahnya dengan dada berdebar tak karuan. Ia berharap kalau Oliver akan terus membelanya.Sonya mengajak mereka memasuki sebuah ruangan. Wanita itu tampak bersikap tenang meski rasa sakit yang ditinggalkan oleh Oliver masih membekas sampai sekarang. Apa lagi, tiga anak kembar yang lahir dari benih laki-laki itu. Namun, Sonya sudah bertekad untuk tidak mengemis dan meminta belas kasihan laki-laki itu.“Tuan dan Nona yang terhormat, kita akan saksikan bersama-sama rekamannya. Jadi, supaya tidak ada prasangka buruk di antara kita.” Sonya berbicara dengan nada penuh penekanan. Ia bahkan merasa tidak suka melihat Yura yang seolah ingin memutar balikkan fakat.“Oliver, kamu percaya padaku, kan? Aku tidak mungkin menyakiti mereka, kalau mereka tidak menyerangku,” ucap Yura dengan nada memelas. Wanita itu tengah mempengaruhi tunangannya unt
Sonya mengembuskan napas kasar dan bersandar di dinding dengan perasaan campur aduk. Takdir apa yang sedang mempermainkan dirinya? Kenapa di saat ia sudah melupakan masa lalunya, tiba-tiba laki-laki itu datang kembali ke dalam hidupnya? Apa dia belum puas membuat hidupnya sengsara? Ia bahkan membuatnya jauh terbuang dari orang-orang yang mencintainya. Sonya bahkan harus rela berpisah dengan wanita yang telah melahirkannya.“Nona Sonya, apa Anda baik-baik saja?” tanya Anida yang masih berdiri di sampingnya.“Ya, aku baik-baik saja. Sekarang, aku harus segera pulang. Anak-anakku pasti sudah menunggu di rumah!” ucap wanita itu dengan nada tergesa. Sonya segera berjalan meninggalkan Anida yang tampak keheranan melihat perubahan ekspresi wajahnya.Dengan sigap, Sonya merapikan meja kerjanya. Wanita itu melirik benda yang melingkar di pergelangan tangannya. Dengan wajah lelah, ia mengembuskan napas kasar. Dirinya seharusnya sudah tiba di rumah, setengah jam lalu. Namun, gara-gara perempuan
“Vier, maaf kalau Bunda keterlaluan. Sekarang, lebih baik kalian bersiap-siap untuk makan malam,” Sonya segera meminta maaf kepada anak-anaknya. Wanita itu seakan enggan membahas sosok yang tengah mereka perbincangkan.“Bunda, kenapa Bunda tidak mau menjawab pertanyaanku? Apa Bunda mengenal Tuan Oliver?” Vier masih berusaha mencari informasi dari ibunya. Ia tahu, ada sesuatu hal yang tengah ia sembunyikan dari ketiga anak-anaknya.“Vier, Bunda sangat lelah dan Bunda ingin membersihkan diri!” bukannya menjawab pertanyaan putranya, wanita itu justru menyibukkan diri dan seolah menghindar dari Vier. Ia belum siap untuk berterus kepada ketiga anaknya. Masa lalunya begitu buruk dan Sonya takut, mereka akan membenci dirinya.Vier segera bergabung ke meja makan bersama Biya dan Bian. Mereka tampak terdiam dengan tatapan lekat.“Vier, apa Bunda masih marah kepada kita?” tanya Bian dengan tatapan penasaran.“Tidak, sebaiknya kalian makan saja. Nanti aku akan bicara kepada Bunda.” Vier berusaha
Oliver tampak terdiam dengan tatapan nanar. Laki-laki itu masih tidak habis pikir dengan perintah ayahnya. Kenapa tiba-tiba dirinya harus kembali secepatnya ke ibu kota? Apa ada hal yang sangat penting yang akan dibicarakan oleh laki-laki itu?Yura mendekat dan membawakan secangkir kopi untuk tunangannya. Wanita itu masih merasa kesal karena dipermalukan di depan orang banyak oleh Sonya.“Oliver, aku sangat kesal dengan wanita menyebalkan itu. Dia pikir, dia siapa? Berani sekali mempermalukan aku. Apa dia tidak tahu, kalau aku adalah seorang model yang cukup terkenal dengan karier yang cemerlang?” Yura berbicara dengan nada kesal. Wanita itu bahkan tidak terima dengan perlakuan Sonya.“Wanita menyebalkan, siapa maksudmu? Apa dia Sonya?” tanya Oliver dengan kening mengernyit.“Aku tidak tahu siapa dia, yang pasti aku ingin membuat perhitungan dengannya!” ucap Yura dengan nada kesal. Wanita itu ingin sekali memberikan pelajaran kepada Sonya.“Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Wanita
Yura tampak tersenyum ketika sebua taksi melintas di hadapannya. Sepertinya taksi itu baru saja mengantarkan tamu hotel yang akan menginap. Ia segera melambaikan tangan dan menghampiri taksi yang telah berhenti tidak jauh darinya.“Mau ke mana, Nona?” tanya sang sopir ketika Yura sudah memasuki mobil dan duduk di belakang kursi kemudi.“Deliast Club!” jawab Yura dengan nada singkat. Beberapa bulan yang lalu, wanita itu pernah melakukan pemotretan di Labuan Bajo. Ia bahkan sempat menghabiskan malam bersama rekan-rekan kerjanya di Deliast Club. Sepertinya menghabiskan waktu di sana adalah keputusan yang tepat. Yura ingin melampiaskan kekecewaannya kepada Oliver.“Baik, Nona!” jawab sopir itu dengan nada ramah. Mobil segera bergerak meninggalkan lobi hotel dan menuju tempat yang akan dituju oleh Yura. Sepanjang jalan, Yura tampak mengamati pemandangan di luar sana. Suasana alam yang indah, membuat wanita itu yakin untuk tetap bertahan di sana dan menghabiskan masa liburannya.Yura bahkan
“Baiklah kalau itu yang kamu inginkan dariku, mari kita habiskan malam ini dengan percintaan yang sangat indah. Aku akan memenuhi semua permintaanmu!” bisik laki-laki itu dengan netra menggelap. Yura tampak tersenyum sambil mengalungkan kedua tangannya di leher laki-laki itu dan sudah tidak sabar ingin mengarungi malam yang indah bersama pria yang menjadi tunangannya.“Oliver, lakukan sekarang, aku bahkan sudah tidak sabar ingin menjadi milikmu seutuhnya. Aku ingin, ketika esok hari membuka mata. Kamu adalah orang pertama yang aku lihat di sampingku!” bisik Yura dengan gejolak yang semakin menggelegak. Wanita itu segera berbaring dan bersiap menyambut sentuh dari kekasih hatinya.Laki-laki itu tampak tersenyum ketika Yura membelai pipinya. Ia bahkan sudah tidak mampu mengendalikan diri dan meraup bibir Yura dengan pagutan yang begitu liar dan panas.Tubuh keduanya menegang, Yura bahkan semakin mengeratkan pelukannya dan menginginkan hal lebih dari laki-laki yang tengah mengungkung di