Beranda / Romansa / From Kyoto With Love / Suami Menyebalkan

Share

From Kyoto With Love
From Kyoto With Love
Penulis: Puput Sekar

Suami Menyebalkan

Penulis: Puput Sekar
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-13 17:37:35

Aku mengayuh sepeda semakin kencang, berusaha mengejar ketertinggalanku darinya. Sepeda Kak Alex melesat jauh di depanku. Sesekali dia menoleh ke belakang, terseyum lebar, menampakkan geliginya yang rapi. Aku mengulum senyum, rasa lelah seperti tak kumiliki, meski peluhku sudah membasahi tubuh.

"Ayo, kejar aku!" teriak Kak Alex, lalu tertawa kencang. Mata birunya berkilauan diterpa cahaya mentari.

"Awas, ya, aku pasti bisa mengejar!" Aku berteriak penuh semangat. Kucepatkan lagi laju sepedaku, meski aku masih tertinggal sekitar lima meter di belakangnya.

Di sepanjang taman kota ini, kami bersepeda, di bawah kanopi sakura yang tengah bermekaran, merah jambunya, serupa dengan wajah dan hatiku saat ini. Terasa magis sekali memang, aku bersama pria yang selama ini hanya dapat kukhayalkan saja. Sekarang tampak nyata di depan mata. 

Sepedaku semakin melaju, tapi tiba-tiba saja, Kak Alex menghentikan sepedanya tepat di tepi danau. Dia turun dari sepeda, lalu bersandar pada sepedanya. Seketika aku pun lekas mengerem sepeda. Kuhentikan secara mendadak. 

"Kenapa berhenti mendadak, 'kan belum finish?"protesku. Aku pura-pura marah dengan memajukan bibir, dia malah tersenyum.

"Terkadang tidak perlu mencapai finish yang ditargetkan, jika yang dituju sudah berada di depan mata," ujarnya dengan mata mengerling jenaka kepadaku.

Aku terkesiap, semoga aku tidak salah menerjemahkan maksud dari perkataannya. Meski samar, entah mengapa aku merasa kalimat itu tertuju kepadaku. 

Aku 'kah tujuan utama itu?

Sejurus kemudian dia mendekatiku, menggenggam tanganku, lalu menggandeng. Mengajakku berdiri lebih dekat menuju tepian danau. 

Di danau, tampak sekumpulan ikan koi berenang dengan lincahnya, menyembul beraneka warna ke permukaan, juga sepasang angsa asyik dimabuk asmara, serupa denganku di sisi Kak Alex. Genggamannya membuat gemuruh jantungku tak menentu. 

Seketika Kak Alex menoleh kepadaku, tatapan matanya begitu dalam. Aku dibuat kikuk olehnya, aku pun tertunduk malu. Dia meremas genggaman tanganku. Aku hanya bisa mengigit bibir.

"Nares," panggilnya lirih, lalu perlahan mengangkat daguku, wajahku kini semakin memanas. Aku hampir limbung, kalau jatuh, biarlah aku jatuh di pelukannya, pada dadanya yang bidang. Perlahan kuberanikan untuk menatap matanya yang teduh.

"Sepertinya aku telah menemukan tujuanku selama ini," sambungnya lagi. 

"Ma-maksudnya, Kak?" tanyaku terbata. Aku dibuatnya gelagapan. Ah, tapi aku suka. Sensasi rasa degupan jantung karena asmara, membuat dunia ini semuanya tampak merona.

"Tujuanku berkeliling dunia tak tentu arah, bukan karena ketenaran, bukan karena pujian, juga bukan untuk penelitian. Aku ingin terus berjalan bersama tujuanku yang sebenarnya." 

Dia diam sejenak, masih menatapku dalam. Kami sama-sama mematung. Semilir angin di musim semi ini menyapa kami berdua yang tengah menata semua rasa di hati. 

"Tujuanku selama ini adalah kau, Nares!" lanjutnya lagi. Dia jelas sekali mengatakannya.

Oh, Tuhan, jantungku bergemuruh hebat sekali. Jangan sampai dia mendengar degup jantung ini, atau aku bisa benar-benar rebah karenanya.

Aku kembali tertunduk, tapi cepat dia menahan wajahku, dia memegang kedua pipiku yang kuyakin telah merona.

"Nares, maukah kau menemani sisa perjalananku?" tanyanya dengan pelan tapi terdengar begitu jelasnya.

Aku membelakkan mata. Rasanya ingin melonjak dengan gembira, tapi aku tak kuasa. Mulut ini rapat terkunci, lidah pun seolah membeku. 

"Nares, aku tidak akan mengulang pintaku lagi. Tapi kalau terpaksa harus mengemis, akan kulakukan itu."

Aku tak kuasa menjawab dengan kata. Cukuplah isyarat dengan menganggukkan kepala untuk membuatnya paham kalau hati ini pun menginginkannya. Aku yakin sekali, wajahku sudah merah sempurna. Dia lantas tersenyum lebar melihat isyarat yang kuberikan.

Kak Alex makin menatapku lekat, sinar matanya menunjam sampai ke sukma. Dia kemudian mendekatkan wajahnya ke wajahku. Tak kusangka, dopamine di tubuhku bekerja dengan hebatnya. Spontan aku menutup mata, hangat napasnya terasa di wajahku. Aku menunggunya, meski jantung ini bertalu-talu.

Namun sekejap mata, kurasakan tangan seorang pria menarikku dengan kasar.

"Dia milikku!" 

Gelegar suaranya sontak membuat mataku terbuka. Aku menoleh kepadanya. 

"Sho-kun!" Aku tak percaya pada pria yang tiba-tiba ada di antara aku dan Kak Alex. Dengan kasar dia terus menarikku menjauh dari Kak Alex. Kulihat Kak Alex pun tak kalah terkejutnya.

"Heh, nande-kenapa, kau tiba-tiba berada di sini, hah!" tanyaku gusar. Aku berusaha mengibaskan tangannya, tapi cengkramannya sangat kuat.

Sho tak menjawab pertanyaanku, dia malah merengkuh tubuhku, dan mengunci agar aku tak bisa bergerak banyak. Aku meronta, berusaha melepakan diri darinya.

"Sho-kun, lepaskan aku!" jeritku histeris. 

Sho masih tak menjawab, dia makin membawaku menjauh dari Kak Alex. Kulihat Kak Alex hanya termangu dengan pemandangan dramatis ini. 

"Kak Alex tolong aku!"

Aku makin histeris, tapi Kak Alex diam di tempat, mematung. Tatap matanya sendu. Dia seperti tak berdaya untuk menolongku. Padahal kurasa dia mampu. Tubuhnya jauh lebih besar dari Sho. Aku meronta sejadinya. Sho malah terus menyeretku untuk menjauhinya. 

Lepaskan aku Sho, lepaskan! Kumohon Sho, biarkan aku bahagia!" jeritku, dengan tangis yang tak kalah kencang. 

Sho tetap bergeming, begitu pun Kak Alex. Aku semakin jauh dengan Kak Alex, dia bahkan kini berbalik meninggalkanku, menjauhiku.

"Kak Aleeeeeex!" jeritku histeris. "Jangan tinggalkan aku, aku hanya ingin bersamamu!" 

Percuma aku berteriak, Kak Alex terus melangkah pergi. Punggungnya makin jauh dari penglihatanku, hingga ia benar-benar tak tampak lagi. 

Aku histeris menyebut namanya. Aku meronta dari rengkuhan tangan Sho, tapi tak mampu. Lalu tiba-tiba Sho membalik tubuhku, menatapku dalam-dalam. Aku memalingkan wajah, tak sudi melihat wajahnya. 

"Kau sekarang menjadi milikku, Nares!"

Sho tertawa sinis, oh tidak, dia menyeringai. Mengerikan, seperti seekor serigala yang siap mencengkram kuku dan taringnya yang tajam.

"Sialan, kau Sho! Lepaskan aku!" Aku berulang kali menjerit, meronta, bahkan histeris, namun tetap saja percuma.

Lalu dia mendekatkan wajahnya ke wajahku, aku meronta terus, sampai rasanya aku semakin lelah. Deru napasnya terasa di wajahku, seketika pula dia mencubit hidungku keras sekali, aku hampir tak bisa bernapas. Dia ingin membunuhku!

Jarinya makin keras memencet hidungku, aku sulit bernapas. Wajah Sho semakin dekat di wajahku, dia mau apa lagi?

"Hei, kau tidur terus-terusan mengigau!" ujarnya.

Suaranya terdengar dekat sekali di telingaku. Mataku terbuka seketika, kesadaranku mulai utuh. Tuhan, ternyata aku berada di tempat tidur. Mataku berusaha beradaptasi dengan cahaya lampu di kamar ini.

Lalu kulihat seorang pria menundukkan wajahnya di dekatku. Tangannya masih mencubit hidungku.

"Lepaskan, Sho!" teriakku kesal. Aku menepis tangannya dengan gusar.

"Kau tidur seperti kerbau semalaman, di pagi hari malah mengigau tak karuan. Astaga, bahkan halusinasimu semakin parah!"ejeknya, lalu meninggalkanku di dalam kamar. 

Aku semakin gusar. Kutendang selimut yang menutupi tubuhku. Dengan malas aku bangun dari tidur, duduk bersandar di ranjang. Aku mengusap wajahku kasar. Kuingat-ingat lagi mimpi yang barusan kurasakan, semua tampak nyata. Indah, manis, bahkan sampai saat ini aku masih merasakan hangat tangan Kak Alex di wajahku. Tapi sekaligus juga mimpi terkutuk! Bongkahan amarah dalam mimpi tadi masih kurasakan sampai kini.  

Mizobata Sho, baka-bodoh! Bisa-bisanya dia membuat pagiku seburuk ini. Aah, aku mengacak rambutku lagi. Bagaimana bisa ini terjadi pada diriku, nyatanya dia adalah pria menyebalkan yang menikahiku kemarin pagi.

Bab terkait

  • From Kyoto With Love   Pria Gila dan Perempuan Tidak Waras

    Mizobata Sho, pria yang menikahiku kemarin pagi. Kami menikah juga karena perjodohan orang tua, lalu kami pun menjalaninya dengan sebuah surat perjanjian. Wajahnya memang tampan. Seperti umumnya orang Jepang, kulitnya putih bersih, mata sipit, dan berperawakan tinggi atletis. Tulang hidungnya tinggi di atas wajah tirusnya. Tapi siapa yang sangka mulutnya sepedas cabai setan. Seperti hari ini, seenaknya dia mengatakan aku kerbau, memencet hidungku, dan kurang ajarnya dia hadir di dalam mimpi indahku! Dengan malas aku turun dari tempat tidur, kuikat rambut yang berantakan ini. Begitu pintu kamar kubuka, aroma lezat terhidu di penciumanku. Aroma nasi goreng seketika membuat perutku keroncongan. Aku menuju dapur, ternyata pria perusak mimpi yang sedang

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • From Kyoto With Love   Jika Aku Khilaf

    Kau sudah tahu, ya, kalau kita dijodohkan?" tanyaku tajam pada Sho. Setelah rapat keluarga malam tadi, paginya aku segera menghubungi Sho.Kami bertemu di Arashiyama Park. Menurutku jauh lebih baik bertemu di luar, daripada di rumah. Apalagi untuk membicarakan hal sensitif seperti ini. Sebenarnya tidak terlalu canggung bertemu dengannya, mengingat aku dan dia sudah berteman sejak kecil. Waktu kecil hingga remaja, Sho tinggal di Jakarta, rumah kami bersebelahan. Ayahnya dan ayahku berasal dari Kyoto, sehingga hubungan antar keluarga juga sangat akrab. Kemudian setelah dia beranjak dewasa, orang tuanya mengalami kecelakaan pesawat, dia pun kembali ke Kyoto tinggal bersama kakeknya. Kami memang sudah mengenal karakter masing-masing, tapi rasanya jika menjadi istrinya, bukan sebuah pilihan menarik. Big No

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • From Kyoto With Love   Cucu Mantu Pilihan Ojisan

    POV Sho Kimura Nareswari, apa aku sudah gila? Apa aku benar-benar gila? Aku akan menikah dengannya. Semua ini terjadi atas kehendak Ojisan. Sedari kecil aku tak pernah membangkang pada apa yang telah Ojisan putuskan. Hanya Ojisan yang aku miliki, setelah Otousan dan Okaasan tiada. Jadi aku hampir selalu menuruti keputusannya, meski sering bertentangan denganku. Seperti malam kemarin. Aku baru pulang kerja, Ojisan mengajakku minum teh di ruang makan yang menghadap taman belakang. Kami duduk berhadapan, beralas tatami - tikar anyaman rotan- dengan meja rendah yang terhidang perangkat minum teh dan wagashi sebagai kue pelengkapnya. Aku duduk bersimpuh dengan posisi badan tetap t

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • From Kyoto With Love   Ciuman Pengantin

    Tepat di usiaku yang keduapuluh enam lebih dua hari, aku menikah. Pengantin perempuan yang berdiri di sebelahku adalah Kimura Nareswari. Resmi sudah aku menjadi suaminya, meski melalui perjodohan yang konyol. Ojisan berpesan padaku, bahwa aku harus merebut hatinya. Sangat mudah bagi perempuan untuk mencintai laki-laki setelah menikah. Selama pria tersebut berbuat baik, cinta akan datang dengan sendirinya. Aku menuruti nasihat Ojisan, meski tak terlalu yakin itu bisa terjadi pada Nares. Sebab selama ini, hanya Alex yang ada di pikirannya. Pesta pernikahan kami pun diadakan di taman hotel. Sepanjang hari aku dan Nares melempar senyuman kepada tamu. Meski mereka tak perlu tahu, bahwa selama kami berdiri, Nares terus berbisik kepadaku. Ada-ada saja keluhannya. Mulai dari kakinya yang pegal karena sepatu hak tingginya, wajah yang terasa ber

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-21
  • From Kyoto With Love   Malam Pertama

    "Sho-kun, aku sudah tidak tahan lagi!" Nares berkata lirih. Setelah melepaskan sepatunya, kemudian diletakkan pada genkan- ruangan di depan pintu untuk membuka alas kaki, badannya yang sempoyongan rebah di sofaku. "Dame-jangan! Kenapa kau tidur di sini, di kamar sana!" "Aku tak tahan lagi," ujarnya setengah tak sadar, lalu benar-benar pulas seperti bayi. **** Pesta pernikahan kami memang tidak berlangsung lama. Tetapi ternyata ada turunan acara selanjutnya. Setelah istirahat sebentar di rumah Nares, malamnya Ojisan dan ayah mertuaku melakukan perjamuan makan malam untuk kolega ekslusifnya. Tak

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-08
  • From Kyoto With Love   Rencana Bulan Madu

    Pergi sana, cari cinta sejatimu!" teriakku histeris kepadanya. Entah dia dengar atau tidak, sebab dia sudah keluar apato setelah berhasil mengambil kesempatan lagi. Ih, aku membersihkan bekas ciumannya di pipi. Dia memang tak melanggar perjanjian, karena semalam sepertinya aku baik-baik saja meski tidur di sebelahnya, tapi dia sudah dua kali menciumku. Pertama saat menikah, dan yang baru saja terjadi. Dasar mesum! Sho sialan! Aku sudah tahu perangainya yang senang seenaknya kepadaku. Sialnya sekarang aku terlibat permainan dengannya. Tapi aku tak mau kalah. Aku akan lawan sekuat tenagaku. Untuk mendinginkan kepala, aku harus mandi. Barangkali juga dengan mandi, bekas-bekas ciumannya luntur dari wajahku. Aku lekas ke kamar mandi. Segera kutanggalkan

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-13
  • From Kyoto With Love   Kamiyama

    Kepalaku pening! Kami berada di bus, melaju menuju Kamiyama, sebuah kota kecil di Prefektur Tokushima, di Pulau Shikoku. Ojisan menyebutnya surga di selatan Jepang. Entah semenarik apa kota kecil tersebut. Kupikir adakah tempat yang bisa menyangingi keindahan Arashiyama? Jika ada, aku bertaruh untuk makan ramen dengan sepuluh sendok cabai! Ojisan menyewa bus yang cukup mewah. Tempat duduk nyaman, mini bar, karaoke, makanan enak, toilet luas, juga beserta para pelayan. Tapi bagiku ini konyol. Bulan madu macam apa ini, semua tampak lebih mirip rombongan wisata. Ojisan, Ibu, Otousan, d

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-15
  • From Kyoto With Love   Aku menyayangimu, Sho.

    Sho menatap keluar jendela. Ia menerawang, kalau boleh aku menebak, mungkin ia terbawa masa lalunya. Tadi saat baru sampai ryokan ini, dia mengatakan ini adalah ryokan pertama milik Ojisan, dan banyak kenangan bersama mendiang ayahnya Sho. Terkait kenangan dengannya juga kah? Aku beranjak mendekatinya, berdiri di sisinya. "Kau teringat sesuatu?" tanyaku lirih. Dia menoleh ke arahku, menghela napas berat. "Aku tak pernah menyangka Ojisan

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-19

Bab terbaru

  • From Kyoto With Love   Pengantin Baru

    "Summimasen - permisi, Mizobata-san, makan siang sudah siap." Suara salah satu nakai-pegawai ryokan dari luar pintu mempersilakan kami untuk makan.Kami langsung melepaskan pelukan. Jujur saja, aku seketika merasa canggung, begitu juga dengannya. Sejurus kemudian Sho berusaha menguasai diri. Seolah tak terjadi apa-apa di antara kami."Baik, sebentar lagi kami keluar," jawab Sho."Cepat kenakan yukata, kita sudah ditunggu Ojisan."

  • From Kyoto With Love   Aku menyayangimu, Sho.

    Sho menatap keluar jendela. Ia menerawang, kalau boleh aku menebak, mungkin ia terbawa masa lalunya. Tadi saat baru sampai ryokan ini, dia mengatakan ini adalah ryokan pertama milik Ojisan, dan banyak kenangan bersama mendiang ayahnya Sho. Terkait kenangan dengannya juga kah? Aku beranjak mendekatinya, berdiri di sisinya. "Kau teringat sesuatu?" tanyaku lirih. Dia menoleh ke arahku, menghela napas berat. "Aku tak pernah menyangka Ojisan

  • From Kyoto With Love   Kamiyama

    Kepalaku pening! Kami berada di bus, melaju menuju Kamiyama, sebuah kota kecil di Prefektur Tokushima, di Pulau Shikoku. Ojisan menyebutnya surga di selatan Jepang. Entah semenarik apa kota kecil tersebut. Kupikir adakah tempat yang bisa menyangingi keindahan Arashiyama? Jika ada, aku bertaruh untuk makan ramen dengan sepuluh sendok cabai! Ojisan menyewa bus yang cukup mewah. Tempat duduk nyaman, mini bar, karaoke, makanan enak, toilet luas, juga beserta para pelayan. Tapi bagiku ini konyol. Bulan madu macam apa ini, semua tampak lebih mirip rombongan wisata. Ojisan, Ibu, Otousan, d

  • From Kyoto With Love   Rencana Bulan Madu

    Pergi sana, cari cinta sejatimu!" teriakku histeris kepadanya. Entah dia dengar atau tidak, sebab dia sudah keluar apato setelah berhasil mengambil kesempatan lagi. Ih, aku membersihkan bekas ciumannya di pipi. Dia memang tak melanggar perjanjian, karena semalam sepertinya aku baik-baik saja meski tidur di sebelahnya, tapi dia sudah dua kali menciumku. Pertama saat menikah, dan yang baru saja terjadi. Dasar mesum! Sho sialan! Aku sudah tahu perangainya yang senang seenaknya kepadaku. Sialnya sekarang aku terlibat permainan dengannya. Tapi aku tak mau kalah. Aku akan lawan sekuat tenagaku. Untuk mendinginkan kepala, aku harus mandi. Barangkali juga dengan mandi, bekas-bekas ciumannya luntur dari wajahku. Aku lekas ke kamar mandi. Segera kutanggalkan

  • From Kyoto With Love   Malam Pertama

    "Sho-kun, aku sudah tidak tahan lagi!" Nares berkata lirih. Setelah melepaskan sepatunya, kemudian diletakkan pada genkan- ruangan di depan pintu untuk membuka alas kaki, badannya yang sempoyongan rebah di sofaku. "Dame-jangan! Kenapa kau tidur di sini, di kamar sana!" "Aku tak tahan lagi," ujarnya setengah tak sadar, lalu benar-benar pulas seperti bayi. **** Pesta pernikahan kami memang tidak berlangsung lama. Tetapi ternyata ada turunan acara selanjutnya. Setelah istirahat sebentar di rumah Nares, malamnya Ojisan dan ayah mertuaku melakukan perjamuan makan malam untuk kolega ekslusifnya. Tak

  • From Kyoto With Love   Ciuman Pengantin

    Tepat di usiaku yang keduapuluh enam lebih dua hari, aku menikah. Pengantin perempuan yang berdiri di sebelahku adalah Kimura Nareswari. Resmi sudah aku menjadi suaminya, meski melalui perjodohan yang konyol. Ojisan berpesan padaku, bahwa aku harus merebut hatinya. Sangat mudah bagi perempuan untuk mencintai laki-laki setelah menikah. Selama pria tersebut berbuat baik, cinta akan datang dengan sendirinya. Aku menuruti nasihat Ojisan, meski tak terlalu yakin itu bisa terjadi pada Nares. Sebab selama ini, hanya Alex yang ada di pikirannya. Pesta pernikahan kami pun diadakan di taman hotel. Sepanjang hari aku dan Nares melempar senyuman kepada tamu. Meski mereka tak perlu tahu, bahwa selama kami berdiri, Nares terus berbisik kepadaku. Ada-ada saja keluhannya. Mulai dari kakinya yang pegal karena sepatu hak tingginya, wajah yang terasa ber

  • From Kyoto With Love   Cucu Mantu Pilihan Ojisan

    POV Sho Kimura Nareswari, apa aku sudah gila? Apa aku benar-benar gila? Aku akan menikah dengannya. Semua ini terjadi atas kehendak Ojisan. Sedari kecil aku tak pernah membangkang pada apa yang telah Ojisan putuskan. Hanya Ojisan yang aku miliki, setelah Otousan dan Okaasan tiada. Jadi aku hampir selalu menuruti keputusannya, meski sering bertentangan denganku. Seperti malam kemarin. Aku baru pulang kerja, Ojisan mengajakku minum teh di ruang makan yang menghadap taman belakang. Kami duduk berhadapan, beralas tatami - tikar anyaman rotan- dengan meja rendah yang terhidang perangkat minum teh dan wagashi sebagai kue pelengkapnya. Aku duduk bersimpuh dengan posisi badan tetap t

  • From Kyoto With Love   Jika Aku Khilaf

    Kau sudah tahu, ya, kalau kita dijodohkan?" tanyaku tajam pada Sho. Setelah rapat keluarga malam tadi, paginya aku segera menghubungi Sho.Kami bertemu di Arashiyama Park. Menurutku jauh lebih baik bertemu di luar, daripada di rumah. Apalagi untuk membicarakan hal sensitif seperti ini. Sebenarnya tidak terlalu canggung bertemu dengannya, mengingat aku dan dia sudah berteman sejak kecil. Waktu kecil hingga remaja, Sho tinggal di Jakarta, rumah kami bersebelahan. Ayahnya dan ayahku berasal dari Kyoto, sehingga hubungan antar keluarga juga sangat akrab. Kemudian setelah dia beranjak dewasa, orang tuanya mengalami kecelakaan pesawat, dia pun kembali ke Kyoto tinggal bersama kakeknya. Kami memang sudah mengenal karakter masing-masing, tapi rasanya jika menjadi istrinya, bukan sebuah pilihan menarik. Big No

  • From Kyoto With Love   Pria Gila dan Perempuan Tidak Waras

    Mizobata Sho, pria yang menikahiku kemarin pagi. Kami menikah juga karena perjodohan orang tua, lalu kami pun menjalaninya dengan sebuah surat perjanjian. Wajahnya memang tampan. Seperti umumnya orang Jepang, kulitnya putih bersih, mata sipit, dan berperawakan tinggi atletis. Tulang hidungnya tinggi di atas wajah tirusnya. Tapi siapa yang sangka mulutnya sepedas cabai setan. Seperti hari ini, seenaknya dia mengatakan aku kerbau, memencet hidungku, dan kurang ajarnya dia hadir di dalam mimpi indahku! Dengan malas aku turun dari tempat tidur, kuikat rambut yang berantakan ini. Begitu pintu kamar kubuka, aroma lezat terhidu di penciumanku. Aroma nasi goreng seketika membuat perutku keroncongan. Aku menuju dapur, ternyata pria perusak mimpi yang sedang

DMCA.com Protection Status