Share

Malam Pertama

Penulis: Puput Sekar
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-08 00:01:59

"Sho-kun, aku sudah tidak tahan lagi!" Nares berkata lirih. 

Setelah melepaskan sepatunya, kemudian diletakkan pada genkan- ruangan di depan pintu untuk membuka alas kaki, badannya yang sempoyongan rebah di sofaku. 

"Dame-jangan! Kenapa kau tidur di sini, di kamar sana!" 

"Aku tak tahan lagi," ujarnya setengah tak sadar, lalu benar-benar pulas seperti bayi. 

****

Pesta pernikahan kami memang tidak berlangsung lama. Tetapi ternyata ada turunan acara selanjutnya. Setelah istirahat sebentar di rumah Nares, malamnya Ojisan dan ayah mertuaku melakukan perjamuan makan malam untuk kolega ekslusifnya. Tak pelak, kami juga turut serta. 

Nares juga bolak balik mengeluh kelelahan dengan acara yang membosankan. Jelas, karena dia tak paham dan mengenal siapa tamu yang datang, terlebih pembicaraannya pun tidak ia mengerti. 

Kolega eksklusif Ojisan dan ayah mertua, kebetulan aku mengenalnya. Pengusaha properti ternama di wilayah Kansai. Mereka kerap memakai jasa konstruksi kami, dan aku yang merancang bangunannya. 

Aku berusaha menyesuaikan, di saat bicara dengan mereka dan menghibur Nares yang dilanda kebosanan. Namun ternyata Nares punya cara tersendiri untuk menghibur diri. Kulirik dia tak berhenti mengunyah. Hampir semua yang tersaji di meja makan pelan-pelan ia tandaskan. Pelan tapi pasti. Tentulah, bagaimanapun juga ia masih tetap berusaha menjaga image

"Cukupkan makananmu. Lain hari kuajak kau ke sini lagi!" Aku berbisik pelan di telinganya. 

"Tapi ini caraku menghibur diri, kau tahu, aku lelah sekali, tapi acara terus berjalan, entah sampai kapan!" rengeknya dengan berbisik. 

"Aku tahu, aku bahkan sudah paham sebelum kau katakan, tapi kita mesti bersabar. Sebentar lagi kita ke apatoku, kau aman!"

Nares hanya mengambil napas keras. Ia menghentikan makannya. Namun beralih meminum sake. 

"Dame! Kau-aku, paling tidak bisa minum sake! Minum sedikit saja sudah mabuk!"

Nares merengut seperti anak TK yang dilarang ini itu. Wajah lelah dan mengantuk itu mendelikkan mata ke arahku. 

"Sebentar, aku coba nego Ojisan agar kita bisa pulang duluan." 

Nares mengangguk cepat, ada sinar mata penuh harap. Meski sebenarnya aku ragu untuk mengatakan kepada Ojisan agar kami boleh meninggalkan acara terlebih dahulu, tetapi kondisi Nares sudah terlalu letih. Aku sudah berjanji padanya untuk bertanggung jawab penuh atasnya. 

Kudatangi Ojisan yang tengah berbincang dengan koleganya. Seluruh keberanian kukumpulkan. Aku berbisik pada Ojisan tentang kondisi Nares yang sudah kelelahan. Ojisan tersenyum padaku. 

Tak kusangka, dia justru mengizinkan aku dan Nares untuk pulang dulu. Sambil membisikkan sesuatu yang seketika membuat darahku berdesir. 

"Berikan aku cicit yang cantik atau tampan. Ganbatte. Semoga berhasil!" bisik Ojisan seraya menepuk-nepuk pundakku. 

Aku tersenyum kebas. Segera kuraih tangan Nares untuk berpamitan juga pada mertuaku. Ternyata reaksi yang sama juga dari ibu mertuaku. Entah apa yang dibisikkan kepada Nares, sehingga membuat wajahnya memerah dan salah tingkah melihatku. Aku pura-pura lugu. Secepatkan kami harus meninggalkan ruangan ini. 

Benar juga, setelah sampai apatoku Nares langsung roboh. Dia bahkan sama sekali tidak khawatir saat kugendong masuk ke kamar. Rasa lelahnya mengalahkan kekhawatirannya kepadaku. 

Nares menggeliat di ranjangku. Aku naik ke atas ranjang. Kurebahkan tubuh ini di sebelahnya. Aku menoleh kepada perempuan yang kini terlelap di tempat tidurku. Setelah bertahun-tahun kami berteman, baru sekarang dia tidur bersamaku. Kutatap wajah perempuan yang telah kunikahi dengan usaha Ojisan di belakangnya. Kuakui aku pengecut. Andai Nares mengetahui keadaan ini, entah kemarahan seperti apa yang akan ia ledakkan kepadaku. 

Kudekatkan wajah ini ke wajahnya. Dia istriku kini, aku yakin sekali, aku tak salah mencintainya selama ini. Meski dia absurd dan senang berbuat seenaknya, tapi dia tetaplah permata. 

Secara fisik, tanpa bersolek saja dia sudah cantik. Matanya yang bundar dengan bulu mata lentik, hidungnya yang tinggi, dan lehernya yang jenjang. Kulit kuning yang bersih, meski salah satu kebiasaan joroknya adalah jarang mandi. Tapi Tuhan sangat pemurah kepadanya, gadis yang malas merawat diri diberkahi dengan kulit bersih dan wajah nyaris tak memiliki jerawat. 

Penampilan yang apa adanya ternyata telah membuatku diam-diam menyukainya. Tapi jelas bukan itu, meski secara naluri aku memang menyukai fisiknya. 

Nares memiliki hati yang baik sebenarnya. Meski dia suka seenaknya bicara kepadaku, namun dia gadis yang mudah tersentuh. 

Naluriku sebagai laki-laki bergejolak. Kutatap bibir tipis yang sudah kukecup siang tadi. Jujur saja, bibir itu begitu lembut, membuatku menginginkannya lagi dan lagi. Bukankah aku sekarang suaminya? Kudekatkan bibirku ke arah bibirnya. Mencoba mengulang apa yang kurasakan siang tadi. 

Seketika pikiranku terlintas sesuatu. 

Aah, nande! Bukankah aku telah berjanji untuk tidak melalukan persenggamaan dengannya! 

Baka! Tetapi mencium bibir saja bukan bentuk persenggamaan! 

Tolol! Semula memang mencium bibir saja, selanjutnya aku akan terus menginginkan yang lebih. 

Aku menarik wajahku menjauhi wajahnya. Kuusap wajahku beberapa kali. Dialog jahanam tadi sudah memporakporandakan hasratku. Tapi baiklah, hal tersebut menandakan aku masih waras. Kutarik selimut dan kupejamkan mata. Sekarang kelelahanku terasa nyata, terlebih saat tangan dan kaki Nares mengenai tubuhku. 

Oh, Tuhan! Ternyata gadis yang kucintai tidurnya lasak sekali! 

Bab terkait

  • From Kyoto With Love   Rencana Bulan Madu

    Pergi sana, cari cinta sejatimu!" teriakku histeris kepadanya. Entah dia dengar atau tidak, sebab dia sudah keluar apato setelah berhasil mengambil kesempatan lagi. Ih, aku membersihkan bekas ciumannya di pipi. Dia memang tak melanggar perjanjian, karena semalam sepertinya aku baik-baik saja meski tidur di sebelahnya, tapi dia sudah dua kali menciumku. Pertama saat menikah, dan yang baru saja terjadi. Dasar mesum! Sho sialan! Aku sudah tahu perangainya yang senang seenaknya kepadaku. Sialnya sekarang aku terlibat permainan dengannya. Tapi aku tak mau kalah. Aku akan lawan sekuat tenagaku. Untuk mendinginkan kepala, aku harus mandi. Barangkali juga dengan mandi, bekas-bekas ciumannya luntur dari wajahku. Aku lekas ke kamar mandi. Segera kutanggalkan

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-13
  • From Kyoto With Love   Kamiyama

    Kepalaku pening! Kami berada di bus, melaju menuju Kamiyama, sebuah kota kecil di Prefektur Tokushima, di Pulau Shikoku. Ojisan menyebutnya surga di selatan Jepang. Entah semenarik apa kota kecil tersebut. Kupikir adakah tempat yang bisa menyangingi keindahan Arashiyama? Jika ada, aku bertaruh untuk makan ramen dengan sepuluh sendok cabai! Ojisan menyewa bus yang cukup mewah. Tempat duduk nyaman, mini bar, karaoke, makanan enak, toilet luas, juga beserta para pelayan. Tapi bagiku ini konyol. Bulan madu macam apa ini, semua tampak lebih mirip rombongan wisata. Ojisan, Ibu, Otousan, d

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-15
  • From Kyoto With Love   Aku menyayangimu, Sho.

    Sho menatap keluar jendela. Ia menerawang, kalau boleh aku menebak, mungkin ia terbawa masa lalunya. Tadi saat baru sampai ryokan ini, dia mengatakan ini adalah ryokan pertama milik Ojisan, dan banyak kenangan bersama mendiang ayahnya Sho. Terkait kenangan dengannya juga kah? Aku beranjak mendekatinya, berdiri di sisinya. "Kau teringat sesuatu?" tanyaku lirih. Dia menoleh ke arahku, menghela napas berat. "Aku tak pernah menyangka Ojisan

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-19
  • From Kyoto With Love   Pengantin Baru

    "Summimasen - permisi, Mizobata-san, makan siang sudah siap." Suara salah satu nakai-pegawai ryokan dari luar pintu mempersilakan kami untuk makan.Kami langsung melepaskan pelukan. Jujur saja, aku seketika merasa canggung, begitu juga dengannya. Sejurus kemudian Sho berusaha menguasai diri. Seolah tak terjadi apa-apa di antara kami."Baik, sebentar lagi kami keluar," jawab Sho."Cepat kenakan yukata, kita sudah ditunggu Ojisan."

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-21
  • From Kyoto With Love   Suami Menyebalkan

    Aku mengayuh sepeda semakin kencang, berusaha mengejar ketertinggalanku darinya. Sepeda Kak Alex melesat jauh di depanku. Sesekali dia menoleh ke belakang, terseyum lebar, menampakkan geliginya yang rapi. Aku mengulum senyum, rasa lelah seperti tak kumiliki, meski peluhku sudah membasahi tubuh. "Ayo, kejar aku!" teriak Kak Alex, lalu tertawa kencang. Mata birunya berkilauan diterpa cahaya mentari. "Awas, ya, aku pasti bisa mengejar!" Aku berteriak penuh semangat. Kucepatkan lagi laju sepedaku, meski aku masih tertinggal sekitar lima meter di belakangnya. Di sepanjang taman kota ini, kami bersepeda, di bawah kanopi sakura yang tengah bermekaran, merah jambunya, serupa dengan wajah dan hatiku saat ini. Terasa magis sekali memang, aku bersama pria yang selama ini hanya dapat kukhayalkan saja. Sekarang tampak nyata d

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • From Kyoto With Love   Pria Gila dan Perempuan Tidak Waras

    Mizobata Sho, pria yang menikahiku kemarin pagi. Kami menikah juga karena perjodohan orang tua, lalu kami pun menjalaninya dengan sebuah surat perjanjian. Wajahnya memang tampan. Seperti umumnya orang Jepang, kulitnya putih bersih, mata sipit, dan berperawakan tinggi atletis. Tulang hidungnya tinggi di atas wajah tirusnya. Tapi siapa yang sangka mulutnya sepedas cabai setan. Seperti hari ini, seenaknya dia mengatakan aku kerbau, memencet hidungku, dan kurang ajarnya dia hadir di dalam mimpi indahku! Dengan malas aku turun dari tempat tidur, kuikat rambut yang berantakan ini. Begitu pintu kamar kubuka, aroma lezat terhidu di penciumanku. Aroma nasi goreng seketika membuat perutku keroncongan. Aku menuju dapur, ternyata pria perusak mimpi yang sedang

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • From Kyoto With Love   Jika Aku Khilaf

    Kau sudah tahu, ya, kalau kita dijodohkan?" tanyaku tajam pada Sho. Setelah rapat keluarga malam tadi, paginya aku segera menghubungi Sho.Kami bertemu di Arashiyama Park. Menurutku jauh lebih baik bertemu di luar, daripada di rumah. Apalagi untuk membicarakan hal sensitif seperti ini. Sebenarnya tidak terlalu canggung bertemu dengannya, mengingat aku dan dia sudah berteman sejak kecil. Waktu kecil hingga remaja, Sho tinggal di Jakarta, rumah kami bersebelahan. Ayahnya dan ayahku berasal dari Kyoto, sehingga hubungan antar keluarga juga sangat akrab. Kemudian setelah dia beranjak dewasa, orang tuanya mengalami kecelakaan pesawat, dia pun kembali ke Kyoto tinggal bersama kakeknya. Kami memang sudah mengenal karakter masing-masing, tapi rasanya jika menjadi istrinya, bukan sebuah pilihan menarik. Big No

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13
  • From Kyoto With Love   Cucu Mantu Pilihan Ojisan

    POV Sho Kimura Nareswari, apa aku sudah gila? Apa aku benar-benar gila? Aku akan menikah dengannya. Semua ini terjadi atas kehendak Ojisan. Sedari kecil aku tak pernah membangkang pada apa yang telah Ojisan putuskan. Hanya Ojisan yang aku miliki, setelah Otousan dan Okaasan tiada. Jadi aku hampir selalu menuruti keputusannya, meski sering bertentangan denganku. Seperti malam kemarin. Aku baru pulang kerja, Ojisan mengajakku minum teh di ruang makan yang menghadap taman belakang. Kami duduk berhadapan, beralas tatami - tikar anyaman rotan- dengan meja rendah yang terhidang perangkat minum teh dan wagashi sebagai kue pelengkapnya. Aku duduk bersimpuh dengan posisi badan tetap t

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-13

Bab terbaru

  • From Kyoto With Love   Pengantin Baru

    "Summimasen - permisi, Mizobata-san, makan siang sudah siap." Suara salah satu nakai-pegawai ryokan dari luar pintu mempersilakan kami untuk makan.Kami langsung melepaskan pelukan. Jujur saja, aku seketika merasa canggung, begitu juga dengannya. Sejurus kemudian Sho berusaha menguasai diri. Seolah tak terjadi apa-apa di antara kami."Baik, sebentar lagi kami keluar," jawab Sho."Cepat kenakan yukata, kita sudah ditunggu Ojisan."

  • From Kyoto With Love   Aku menyayangimu, Sho.

    Sho menatap keluar jendela. Ia menerawang, kalau boleh aku menebak, mungkin ia terbawa masa lalunya. Tadi saat baru sampai ryokan ini, dia mengatakan ini adalah ryokan pertama milik Ojisan, dan banyak kenangan bersama mendiang ayahnya Sho. Terkait kenangan dengannya juga kah? Aku beranjak mendekatinya, berdiri di sisinya. "Kau teringat sesuatu?" tanyaku lirih. Dia menoleh ke arahku, menghela napas berat. "Aku tak pernah menyangka Ojisan

  • From Kyoto With Love   Kamiyama

    Kepalaku pening! Kami berada di bus, melaju menuju Kamiyama, sebuah kota kecil di Prefektur Tokushima, di Pulau Shikoku. Ojisan menyebutnya surga di selatan Jepang. Entah semenarik apa kota kecil tersebut. Kupikir adakah tempat yang bisa menyangingi keindahan Arashiyama? Jika ada, aku bertaruh untuk makan ramen dengan sepuluh sendok cabai! Ojisan menyewa bus yang cukup mewah. Tempat duduk nyaman, mini bar, karaoke, makanan enak, toilet luas, juga beserta para pelayan. Tapi bagiku ini konyol. Bulan madu macam apa ini, semua tampak lebih mirip rombongan wisata. Ojisan, Ibu, Otousan, d

  • From Kyoto With Love   Rencana Bulan Madu

    Pergi sana, cari cinta sejatimu!" teriakku histeris kepadanya. Entah dia dengar atau tidak, sebab dia sudah keluar apato setelah berhasil mengambil kesempatan lagi. Ih, aku membersihkan bekas ciumannya di pipi. Dia memang tak melanggar perjanjian, karena semalam sepertinya aku baik-baik saja meski tidur di sebelahnya, tapi dia sudah dua kali menciumku. Pertama saat menikah, dan yang baru saja terjadi. Dasar mesum! Sho sialan! Aku sudah tahu perangainya yang senang seenaknya kepadaku. Sialnya sekarang aku terlibat permainan dengannya. Tapi aku tak mau kalah. Aku akan lawan sekuat tenagaku. Untuk mendinginkan kepala, aku harus mandi. Barangkali juga dengan mandi, bekas-bekas ciumannya luntur dari wajahku. Aku lekas ke kamar mandi. Segera kutanggalkan

  • From Kyoto With Love   Malam Pertama

    "Sho-kun, aku sudah tidak tahan lagi!" Nares berkata lirih. Setelah melepaskan sepatunya, kemudian diletakkan pada genkan- ruangan di depan pintu untuk membuka alas kaki, badannya yang sempoyongan rebah di sofaku. "Dame-jangan! Kenapa kau tidur di sini, di kamar sana!" "Aku tak tahan lagi," ujarnya setengah tak sadar, lalu benar-benar pulas seperti bayi. **** Pesta pernikahan kami memang tidak berlangsung lama. Tetapi ternyata ada turunan acara selanjutnya. Setelah istirahat sebentar di rumah Nares, malamnya Ojisan dan ayah mertuaku melakukan perjamuan makan malam untuk kolega ekslusifnya. Tak

  • From Kyoto With Love   Ciuman Pengantin

    Tepat di usiaku yang keduapuluh enam lebih dua hari, aku menikah. Pengantin perempuan yang berdiri di sebelahku adalah Kimura Nareswari. Resmi sudah aku menjadi suaminya, meski melalui perjodohan yang konyol. Ojisan berpesan padaku, bahwa aku harus merebut hatinya. Sangat mudah bagi perempuan untuk mencintai laki-laki setelah menikah. Selama pria tersebut berbuat baik, cinta akan datang dengan sendirinya. Aku menuruti nasihat Ojisan, meski tak terlalu yakin itu bisa terjadi pada Nares. Sebab selama ini, hanya Alex yang ada di pikirannya. Pesta pernikahan kami pun diadakan di taman hotel. Sepanjang hari aku dan Nares melempar senyuman kepada tamu. Meski mereka tak perlu tahu, bahwa selama kami berdiri, Nares terus berbisik kepadaku. Ada-ada saja keluhannya. Mulai dari kakinya yang pegal karena sepatu hak tingginya, wajah yang terasa ber

  • From Kyoto With Love   Cucu Mantu Pilihan Ojisan

    POV Sho Kimura Nareswari, apa aku sudah gila? Apa aku benar-benar gila? Aku akan menikah dengannya. Semua ini terjadi atas kehendak Ojisan. Sedari kecil aku tak pernah membangkang pada apa yang telah Ojisan putuskan. Hanya Ojisan yang aku miliki, setelah Otousan dan Okaasan tiada. Jadi aku hampir selalu menuruti keputusannya, meski sering bertentangan denganku. Seperti malam kemarin. Aku baru pulang kerja, Ojisan mengajakku minum teh di ruang makan yang menghadap taman belakang. Kami duduk berhadapan, beralas tatami - tikar anyaman rotan- dengan meja rendah yang terhidang perangkat minum teh dan wagashi sebagai kue pelengkapnya. Aku duduk bersimpuh dengan posisi badan tetap t

  • From Kyoto With Love   Jika Aku Khilaf

    Kau sudah tahu, ya, kalau kita dijodohkan?" tanyaku tajam pada Sho. Setelah rapat keluarga malam tadi, paginya aku segera menghubungi Sho.Kami bertemu di Arashiyama Park. Menurutku jauh lebih baik bertemu di luar, daripada di rumah. Apalagi untuk membicarakan hal sensitif seperti ini. Sebenarnya tidak terlalu canggung bertemu dengannya, mengingat aku dan dia sudah berteman sejak kecil. Waktu kecil hingga remaja, Sho tinggal di Jakarta, rumah kami bersebelahan. Ayahnya dan ayahku berasal dari Kyoto, sehingga hubungan antar keluarga juga sangat akrab. Kemudian setelah dia beranjak dewasa, orang tuanya mengalami kecelakaan pesawat, dia pun kembali ke Kyoto tinggal bersama kakeknya. Kami memang sudah mengenal karakter masing-masing, tapi rasanya jika menjadi istrinya, bukan sebuah pilihan menarik. Big No

  • From Kyoto With Love   Pria Gila dan Perempuan Tidak Waras

    Mizobata Sho, pria yang menikahiku kemarin pagi. Kami menikah juga karena perjodohan orang tua, lalu kami pun menjalaninya dengan sebuah surat perjanjian. Wajahnya memang tampan. Seperti umumnya orang Jepang, kulitnya putih bersih, mata sipit, dan berperawakan tinggi atletis. Tulang hidungnya tinggi di atas wajah tirusnya. Tapi siapa yang sangka mulutnya sepedas cabai setan. Seperti hari ini, seenaknya dia mengatakan aku kerbau, memencet hidungku, dan kurang ajarnya dia hadir di dalam mimpi indahku! Dengan malas aku turun dari tempat tidur, kuikat rambut yang berantakan ini. Begitu pintu kamar kubuka, aroma lezat terhidu di penciumanku. Aroma nasi goreng seketika membuat perutku keroncongan. Aku menuju dapur, ternyata pria perusak mimpi yang sedang

DMCA.com Protection Status